Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-

paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh

sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, Bronkhitis bisa

bersifat serius.

Bronkitis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bawah yang

ditandai dengan kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial. Peradangan tidak

meluas sampai alveoli. Bronkitis bisa bersifat akut dan kronis, dan dapat terjadi pada

semua usia. Bronkitis akut disebabkan 95% infeksi virus dan bronkitis kronis

sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu

bakteri yang menyebabkan bronkitis kronik

Pengobatan klinis untuk menangani penyakit infeksi yaitu dengan penggunaan

antibiotik. Banyaknya jenis pembagian, klasifikasi, pola kepekaan kuman, dan

penemuan antibiotika baru seringkali menyulitkan klinisi dalam menentukan pilihan

antibiotika yang tepat ketika menangani suatu kasus penyakit infeksi. Efek samping

penggunaan antibiotik dapat berupa reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi reaksi toksik,

serta perubahan biologik dan metabolik pada hospes


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkhitis

1. Pengertian

Bronkhitis adalah inflamasi jalan pernafasan dengan penyempitan atau

hambatan jalan nafas di tandai peningkatan produksi sputum mukoid,

menyebabkan ketidak cocokan ventilasi- perfusi dan menyebabkan sianosis

.Bronkhitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan

tenggorokan di mana bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada

trakhea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan,

dan sinus ke paru. Gejala bronkhitis di awali dengan batuk pilek, akan tetapi

infeksi ini telah menyebar ke bronkus, sehingga menjadikan batuk akan

bertambah parah dan berubah sifatnya

2. Klasifikasi bronkhitis

Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :

1. Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan

sembuh hanya dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan

penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah yang lain.

2. Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang

secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Terutama, pada

perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk yang

dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga

tahunan.
3. Etiologi Bronchitis

Etiologi Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus

seperti rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus

par influenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada

bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik

virus,bakteri, maupun parasit.Bronkitis akut merupakan proses radang akut

pada mukosa bronkus berserta cabang–cabangnya yang disertai dengan

gejala batuk dengan atau tanpasputum yang dapat berlangsung sampai 3

minggu. Tidak dijumpai kelainanradiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk

pada bronkitis akut harus dipastikantidak berasal dari penyakit saluran

pernapasan lainnya

4. Patofisiologi

Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap

bronkitis kronis sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran

pernapasan menimbulkan 4 hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan,

hipersekresi mukus, disfungsi silia dan stimulasi refleks vagal saling

mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat

kompleks.
Gambar 1. Skema Patofisiologi Bronkitis

Perubahan struktur pada paru menimbulkan perubahan fisiologik yang


merupakan karakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, produksi
sputum, obstruksi saluran napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi
pulmonal dan kor-pulmonale.

Akibat perubahan bronkiolus dan alveoli terjadi gangguan pertukaran


gas yang menimbulkan dua masalah serius, yaitu:

1. Aliran darah dan udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai


(mismatched). Sebagian tempat pada alveoli terdapat aliran darah yang
adekuat tetapi sangat sedikit aliran udara pada sebagian tempat lain di arah
sebaliknya.

2. Performa yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-


otot respirasi

sehingga terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan


hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2 darah
meningkat dan O2 dalam darah berkurang.

Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa


bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang
dan edema pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Produksi mukus yang terus
menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan
melemahkan mekanisme pertahanannya sendiri Pada penyempitan bronkial
lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam saluran napas

5. Gejala

Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronis adalah:

 Batuk, kadang menjadi batuk mengi



 Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan

 Merasa lelah dan lesu

 Demam ringan

 Merasa tidak nyaman pada bagian dada
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Seseorang
didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak selama paling
sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronis
mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di antara episode
kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul kembali
B. TERAPI FARMAKOLOGI
A.Antibiotika
a. Penicilin

Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein

pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri,
penghambatan sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan,
dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan
sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan
adalah amoksisilin.

Amoksisilin

Indikasi: pengobatan otitis media, sinusitis, dan infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme mencakup infeksi saluran pernafasan atas dan bawah, infeksi kulit, ISK,
profilaksis pada infeksi endokarditis, eradikasi H.pylori

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, beta-laktam yang lainnya.

Dosis: bayi<3 bulan:oral: 20-30mg/kg/hari setiap 12 jam. Anak>bulan dan BB<40kg:


oral:20-50kg/kg/hari setiap 8-12 jam. Anak-anak >12 tahun, oral: extended release tablet
775 mg setiap hari. Dewasa:oral;250-500mg setiap 8 jam.

ROTD: sistem syaraf pusat: agitasi, anxietas, sakit kepala, isomnia. Gastointestinal:

diare, kolitis hemorhagic, dan nausea. Darah: agranulosit, anemia, leukopenia,

trombositopenia. Hati: peningkatan ALT, peningkatan AST. Renal: kristaluria.

Interaksi obat: amoksilin dapat meningkatkan level/efek dari metroreksat. Dapat


menurunkan level/efek dari dari vaksin tiphoid.

Farmakokinetik/farmakodinamik: absorbsi, oral: hampir sempurna, distribusi: secara

luas melalui cairan tubuh dan tulang., ikatan protein: 17%-20%, Eksresi: melalui urin.
Nama Obat Amoksisilin / Koamoksiklav

Dosis Dewasa 3x250-500mg / 2x1000mg

Dosis Anak 25-50mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi

Kontraindikasi Alergi terhadap penicillin, amoksisilin.

Efek Samping Obat mual, muntah, diare, anemia hemolitik, thrombocytopenia

Interaksi tetrasiklin dan Kloramfenikol mengurangi aktifitas amoksisilin

Kehamilan -

Monitoring tanda-tanda infeksi, tanda anafilaksis pada dosis pertama. Pada

pemakaian jangka panjang monitoring fungsi liver

Perhatian penggunaan jangka panjang dapat memicu superinfeksi

Informasi untuk pasien Obat diminum sampai seluruh obat habis, meskipun kondisi
klinik membaik sebelum obat habis

b. Quinolon

Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang

dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang
menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal
mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya
yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin,
lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi
community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin,
ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan
penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.
Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-
gyrase. Aktifitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa,
srtaphylococci, enterococci, streptococci. Aktifitas terhadap bakteri anaerob pada generasi
kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti
levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktifitas terhadap anaerob seperti B. fragilis,
anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin.
Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktifitas terhadap mycobacteria sehingga
digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra, prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik
pada pasien diabetes.

Profil farmakokinetik quinolon sangat mengesankan terutama bioavailabilitas yang tinggi,


waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh ciprofloksasin memiliki
bioavailabilitas berkisar 50-70%, waktu paruh 3-4 jam, serta konsentrasi puncak sebesar
1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki
bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L
paska pemberian dosis 400mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum
aktifitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H2-
Bloker,antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah
yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas.
Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa
streptococci, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp.

Nama Obat Ciprofloksasin

Dosis Dewasa ISPA bawah: 2 x500-750 mg selama 7-14 hari


Sinusitis akut: 2x500 mg selama 10 hari

Dosis Anak

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ciprofloksasin atau terhadap


quinolon lain

Efek Samping Obat Alergi: rash


Nefrotoksisitas: Acute Interstitial Nephritis, insiden < 1%

Interaksi Meningkatkan kadar ciklosporin, teofilin, warfarin.


Mengurangi kadar ciprofloksasin bila diberikan bersama
dengan antasida, sukralfat,antineoplastik

Kehamilan C

Monitoring Kadar teofilin, cyclosporine dalam plasma bila


ciprofloksasin dikombinasi kan dengan obat tersebut.

Perhatian Tidak direkomendasikan pada anak<18th karena dapat


menyebabkan atropati pada anak , stimulasi SSP
berupa tremor, konfusi; penggunaan lama dapat
menyebabkan superinfeksi, inflamasi dan atau rupture
tendon. Bila muncul tanda alergi termasuk anafilaksis
segera stop terapi.

c. Makrolida

Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952.

Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang
struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut
terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Aktifitas
antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti
Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan
Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp,
Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp.

Azitromisin memiliki aktifitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume
distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki
fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke
jaringan lebih besar) serta peningkatan aktifitas terhadap H. Influenzae, Legionella
pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktifitas setara dengan eritromisin,
namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk
infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki
tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi
derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien.

Nama Obat Eritromisin

Dosis Dewasa 2-4 x 250-500mg/kg

Dosis Anak bayi dan anak: 30-50 mg/kg terbagi 3-4 dosis. Dosis dapat
dilipat gandakan pada infeksi berat

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap eritromisin, pasien dengan


riwayat penyakit hati (khusus bagi eritromisin estolat),
gagal hati, penggunaan bersama preparat ergotamine,
cisapride, astemizol

Efek Samping Obat 10-15%: mual, muntah, rasa terbakar pada lambung:
bersifat reversibel, biasanya terjadi setelah 5-7 hari
terapi, insiden
Ototoksisitas: terjadi pada dosis tinggi disertai gagal hati
ataupun ginjal
Cholestatic Jaundice: Umum terjadi pada garam estolat
dari eritromisin.

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,


cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,
thioridazine.
Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,
carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,
bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking
Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin
Kehamilan B

Monitoring -

Perhatian -

Informasi untuk pasien Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan,
untuk sirup kering simpan di refrigerator setelah
dicampur, buang sisa sirup bila lebih dari 10 hari.

Nama Obat Azitromisin

Dosis Dewasa ISPA: 1x500mg hari pertama, diikuti 1x250mg pada hari kedua
sampai kelima

Dosis Anak Anak> 6 bln:


CAP: 10mg/kg pada hari I diikuti 5mg/kg/hari sekali
sehari sampai hari kelima
Otitis media: 1x30mg/kg;
10mg/kg sekali sehari selama 3 hari
Anak>2th :
Faringitis,Tonsilitis: 12mg/kg/hari selama 5 hari

Kontraindikasi

Efek Samping Obat 1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,


cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,
thioridazine.
Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,
carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,
bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking
Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin
Kehamilan B

Monitoring Tanda infeksi, fungsi liver

Perhatian Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat


hepatitis,disfungsi hepar, disfungsi ginjal. Uji efektivitas
dan keamanan belum pernah dilakukan pada bayi < 6
bulan dengan otitis media, CAP atau pada anak < 2
tahun dengan faringitis/tonsillitis.

Informasi untuk pasien Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek

samping terhadap saluran cerna. Jangan minum


antasida bersama obat ini.

Nama Obat Klaritromisin

Dosis Dewasa 2x250-500mg selama 10 -14 hari (ISPA atas)


2x250-500mg selama 7-14 hari (ISPA bawah)

Dosis Anak Anak>6 bln: 15mg/kg/hari dlm 2 dosis terbagi selama 10


hari

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap eritromisin maupun makrolida


yang lain

Efek Samping Obat 1-10%: sakit kepala, rash, diare,


mual,muntah,meningkatkan BUN, meningkatkan
prothrombin time diare,

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,


cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,
thioridazine.
Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,
carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,
bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking
Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

Kehamilan Ekskresi ke ASI tidak diketahui, gunakan dg hati-hati

Monitoring Tanda infeksi, diare, gangguan sluran cerna.

Perhatian Perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien gagal


ginjal. Uji efektivitas dan keamanan belum pernah
dilakukan pada bayi< 6 bulan.

Informasi untuk pasien Diminum bersama makanan

Nama Obat Levofloksasin

Dosis Dewasa Eksaserbasi Bronkhitis kronik: 1x500mg selama 5 hari


Sinusitis akut: 1 x500mg selama 10 hari
CAP: 1x500mg selama 7-14 hari

Dosis Anak -

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap levofloksasin maupun


quinolon lain

Efek Samping Obat 3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare, reaksi alergi,
reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema,
bronkhospasme, nyeri dada
Interaksi Hindari pemberian bersamaan dg eritromisin,cisapride,
antipsikotik,antidepressant karena akan
memperpanjang kurva QT pada rekaman
EKG.Demikian pula hindari pemberian bersama betabloker,
amiodarone karena menyebabkan
bradikardi.Hindari pemberian bersama insulin, karena
akan merubah kadar glukosa.Meningkatkan perdarahan
bila diberikan bersama warfarin.Meningkatkan kadar
digoksin.

Kehamilan C

Monitoring Evaluasi lekosist & tanda infeksi lainnya, kemungkinan


kristaluria, fungsi organ (ginjal, liver, mata) secara
periodik.

Perhatian Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan epilepsi,


karena dapat memperparah kejang; gunakan hati-hati
pada pasien dengan gagal ginjal.

Informasi untuk pasien Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Jangan
diminum bersamaan dengan antasida. Anda dapat
mengalami fotosensitifitas oleh karena itu gunakan
sunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya.
Laporkan bila ada diare, palpitasi, nyeri dada, gangguan
saluran cerna, mata atau kulit menjadi kuning, tremor.
d. Cefalosporin

Merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktifitas bervariasi tergantung

generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut:

Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan
dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan
membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian
bakteri.

Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktifitas yang paling luas di antara generasinya
yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin
yang memiliki aktifitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah ceftazidime
setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap bakteri Gram
positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial
yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktifitas generasi keempat sangat kuat terhadap
bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun,
namun tidak terhadap B. fragilis.

B. Bronkodilator

Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernafasan.

Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, antikolinergik.

a. Beta 2 agonis (Simpatomimetika)

Obat-obat simpatomimetik merupakan obat yang mempunyai aksi serupa


dengan aktivitas simpatis. Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam
menentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan
norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).

Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri beta 1
dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapaat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada
kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergic menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi
bronkodilatasi (Dipiro, et al., 2008).

Mekanisme obat simpatomimetika adalah melalui stimulus reseptor beta 2 pada


bronkus menyebabkan aktivasi adenil siklase. Enzim ini mengubah ATP menjadi cAMP
dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.
Meningkatnya kadar cAMP dalam sel menghasilkan efek bronkodilatasi Obat-obat
simpatomimetika antara lain salbutamol, salmeterol, epinefrin, terbutalin, isoproterenol,
dan metaproterenol (Dipiro, et al., 2008).

1) Short-Acting β2-Agonists (SABA)

2 agonis merupakan bronkodilator yang efektif. Short-Acting β2-Agonists


merupakan bronkodilator selektif yang diindikasikan untuk penanganan episode
bronkospasmus irregular. Obat ini hanya digunakan jika diperlukan untuk
mengatasi gejala, contoh: albuterol (Dipiro, et al., 2008).
2) Long-Acting β2-Agonists (LABA)

Long-acting inhaled ß2-agonists diindikasikan sebagai terapi untuk tahap 3


sebagai terapi tambahan pada dosis rendah sampai medium dari ICSs dan untuk tahap
4 dalam kombinasi dengan dosis medium hingga tinggi dari ICSs. (Dipiro, et al.,
2008).

Salbutamol (albuterol)
Dosis dewasa Sehari 3-4 kali 2-4 mg.
Dosis anak Anak > 6 tahun sehari 3-4 kali 2 mg.
Anak 2-6 tahun sehari 3-4 kali 1 mg-2 mg.

Kontra indikasi Tirotoksikosis, hipertiroid, hipersensitif terhadap salbutamol


atau simpatomimetik lainnya, dan pengguna beta bloker
Efek samping obat Gemetar, takhikardia, gangguan gastrointestinal
Interaksi Digoxin (salbutamol menurunkan level serum digoxin); diuretic
(salbutamol akan memperburuk penderita hipokalemia); mao
inhibitor (peningkatan efek kardiovaskular); batasi penggunaan
kafein (dapat menyebabkan cns)
Kehamilan Termasuk dalam kategori c
Monitoring
Perhatian Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah,
aneurisma, diabetes melitus, glaukoma sudut tertutup. Pasien
yang menggunakan antihipertensi atau anestesi halogen.
Informasi untuk pasien Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah
makan)

Salmeterol

dosis dewasa 2 kali sehari 2 semprotan.


dosis anak 2 kali sehari 1 semprotan.
kontra indikasi Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi
efek samping obat Serak atau disfonia (gangguan bunyi suara, misal sengau,
parau), iritasi tenggorokan, sakit kepala, kandidiasis mulut dan
tenggorokan, palpitasi (jantung berdebar kencang), gemetar,
bronkhospasme paradoksikal, nyeri sendi.
interaksi penyekat β-bloker selektif dan non selektif. Penghambat
CYP450
kehamilan kategori C
monitoring
perhatian Bukan untuk pengobatan gejala-gejala asma akut. Tuberkulosa
paru, gangguan jantung dan pembuluh darah berat, diabetes
melitus, hipokalemia tak diobati, tirotoksikosis. Hamil,
menyusui. Monitor secara teratur kecepatan pertumbuhan anak-
anak pada pengobatan jangka panjang.

Terbutalin

Dosis dewasa Dewasa : 2-3 kali sehari 1-2 tablet.


Dosis anak Anak berusia 7-15 tahun : 2 kali sehari 1 tablet.
Anak berusia 3-7 tahun : 2 kali sehari ½ tablet.
Kontra indikasi Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi.
Efek samping obat Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala,
vasodilatasi perifer, takikardi (jarang pada pemberian aerosol),
hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif termasuk
bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa
sakit pada tempat injeksi intramuskular
Interaksi Dengan beta blocker (menghambat efek bronkodilatasi)
Kehamilan Termasuk kategori b
Monitoring

Perhatian Hipertiroidisme, diabetes.

b. Metilxantin

Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping


kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang poten dibandingkan dengan
teofilin. (Dipiro, et al., 2008).
Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase. Dengan
penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP
seluler meningkat. Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin
antara lain aminofilin dan teofilin (Dipiro, et al., 2008).

Teofilin

Dosis dewasa 1-2 tablet, 3-4 kali sehari


Dosis anak 1/2-1 tablet, 2 kali sehari
Kontra indikasi infark miokardial
Efek samping obat Kadang-kadang terjadi gangguan saluran pencernaan,
rangsangan berlebihan pada sistem saraf pusat, vertigo, dan
kejang pada dosis tinggi.
Hipersensitifitas.
Interaksi Kadar serum ditingkatkan oleh eritromisin, oleandomisin,
linkomisin, simetidin, dan allopurinol.
Kehamilan Termasuk kategori c
Monitoring
Perhatian Trimester pertama masa hamil.

Aminofilin

Dosis dewasa 1 tablet 2 kali sehari


Dosis anak
Kontra indikasi hipersensitifitas terhadap derivate xantin
Efek samping obat Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, &
gemetar.
Interaksi klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida
lainnya, dan Simetidin.
Kehamilan Termasuk kategori c
Monitoring
Perhatian Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan
kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal jantung
kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau
c. Antikolinergik

Pada sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan
kolinergik. Jika reseptor β2 dari sistem adrenergik terhambat maka sistem kolinergik akan
mendominasi dan menyebabkan bronkokonstriksi. Stimulasi saraf parasimpatis
menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada reseptor muskarinik dari saraf-saraf
kolinergik di otot polos bronkus akan mengaktivasi enzim guanilsiklase untuk mengubah
GTP (Guanosin triphosphate) menjadi cGMP. Fosfodiesterasi kemudian memecah cGMP
menjadi GMP. Peningkatan kadar cGMP akan meningkatan bronkokonstriksi (Dipiro, et
al., 2008).

Mekanisme kerja obat antikolinergik adalah menghambat aksi asetilkolin pada


reseptor muskarinik dengan memblok reseptor muskarinik di otot polos bronki. Aktivitas
saraf adrenergik kemudian menjadi dominan sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi.
Obat-obat antikoninergik yang dapat digunakan antara lain ipratropium bromide dan
tiotropium bromida (Dipiro, et al., 2008).

Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan inhibitor kompetitif


reseptor muskarinik; zat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi
yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak
sekuat agonis β2 (Dipiro, et al., 2008).

Ipratropium bromide

Dosis dewasa 2 semprot 4 kali sehari

Dosis anak

Kontra indikasi Hipersensitifitas terhadap atropine atau derivatnya

Efek samping obat Gemetar pada otot skelet, berdebar, sakit kepala, pusing, gugup,

mulut kering, iritasi tenggorokan, retensi urin.

Interaksi Efek ditingkatkan oleh β-adrenergik lainnya, derivat xantin,


antikolinergik, dan kortikosteroid.

Aksi dikurangi oleh β-bloker

Kehamilan

Monitoring

Perhatian Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takhiaritmia, infark

miokardial yang baru terjadi, diabetes melitus yang secara

insufisiensi terkontrol, hipertiroidisme, kehamilan & menyusui.

Tiotropium bromide
Dosis dewasa 2 semprotan 1x sehari
Dosis anak
Kontra indikasi Hipersensitifitas pada atropine atau derivatnya, seperti
ipratrorium atau oksitropium
Efek samping obat Mulut kering, konstipasi, iritasi lokal dan batuk, takikardi,
kesulitan berkemih dan retensi urin, reaksi hipersensitivitas.
Interaksi Obat antikolinergik
Kehamilan Termasuk kategori c
Monitoring
Perhatian Tidak untuk terapi awal episode akut bronkospasme.
Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas mendadak.
Glaukoma sudut sempit, hiperplasia prostat atau obstruksi leher
kandung kemih.
Gangguan ginjal sedang sampai dengan berat, hamil dan laktasi.
.
C. MUKOLITIK DAN EKSPEKTORAN
Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara
alamiah, sehingga diperluan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus.
Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan / eksudat infeksi.
Mukolitik bekerja dengan dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-molekul yang
lebih kecil sehingga menjadi lebih encer. Mukus yang encer akan medak dikeluarkan pada saat
batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein.

Asetilsistein (Carbosistein)

Indikasi: bronkitis akut, batuk kronis atau akut, antidotum parasetamol.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap asetilsistein.

Dosis: dosis awal 2,25 g per hari dalam dosis terbagi, kemudian 1,5 g per hari dalam

dosis terbagi. Anak-anak (2-5 tahun): 62,5-125 mg 4x/hari, (5-12 tahun) : 250 mg 3x/hari. Efek
samping: pendarahan gastro-intestinal (jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas (ruam dan
anafilakskis).

EKSPEKTORAN
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam bronkus sehingga mudah
dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara
mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar
dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.

Guaifenesin

Indikasi: membantu mengencerkan lendir

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap guaifenesin

Dosis: anak-anak (6 bulan-2 tahun) : 25-50 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 300 mg/hari;

anak-anak (2-5 tahun) : 50-100 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 600 mg/hari; anak-anak (6-
11 tahun) : 100-200 mg tiap 4 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari; anak-anak ≥12 tahun dan

dewasa : 200-400 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 2,4 g/hari.

Efek samping: sistem saraf pusat : pusing, kantuk, sakit kepala; dermatologi : ruam;
metabolisme dan sistem endokrin : penurunan level uric acid; gastrointestinal : mual,
muntah,nyeri perut

2. TERAPI NON-FARMAKOLOGI

1. Jika terjadi demam, baringkanlah pasien itu di atas tempat tidur di dalam ruangan yang agak
hangat, dan menjaga suhu dalam kamar itu tetap setabil.

2. Pasien harus berhenti merokok.

3. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat sesak, biarlah dia
menghirup uap air tiga kali sehari.

4. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah kompres lembab di
atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan.

5. Sekali sehari selama dua hari, rendamlah kakinya di dalam air panas sewaktu mengadakan
pendemahan, Teruslah melakukan pengobatan ini sampai sipasien mengeluarkan kringat jangan
sampai kedinginan.

6. Kalau tidak ada perubahan tertentu selama dua hari, mintalah nasehat dokter. Mungkin dia akan
memberikan resep obat batuk atau obat antibiotika atau sulfa untuk mengatasi infeksi.

7. Kalau bronchitis itu timbul karena komplikasi penyakit lainmaka sangat pentinglah memangil
dokter.

8. Istirahat yang cukup

9. Minum cukup banyak cairan dan perbaiki nutrisi

10. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan pernafasan sesuai
yang diajarkan tenaga medis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK),
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf, diakses tanggal 18
Maret 2012
Anonim, 2010, Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
http://staff.ui.ac.id/internal/140370729/material/Faal-PPOK.pdf, diakses tanggal 18
Maret 2012
American Pharmacist Assosiaciation, 2009, Drug Information Handbook 18th. Ed, Lexi-Comp
Inc., North American, USA.

British National Formulary Organization, 2009, British National Formulary 58, BMJ Group
Tavistock Square, London WC1H 9JP, UK.
Cunha, J.P., 2012, Bronchitis, www.emedicinehealth.com,
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2008,

Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th edition, McGrawHill, New York, pp. 139-
167
Harms, R.W., 2011, Bronchitis, www.mayoclinic.com Knutson and Braun, 2002,
http://Www.Aafp.Org/Afp/2002/0515/P2039.Html
Ohio State University School Of Medicine And Public Health, Columbus, Ohio
Rahmadani, R.Q., dan Marlina, R., 2011, Bronkitis Pada Anak, Akademi Kebidanan
Sentral Padangsidimpuan, Sumatra

Anda mungkin juga menyukai