Anda di halaman 1dari 34

EFEKTIVSITAS OVITRAP GELAS AQUA PLASTIK DALAM

MENURUNKAN POPULASI VEKTOR NYAMUK AEDES


AEGYPTI DI KOTA KENDARI
TAHUN 2019

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

SITTI WULAN PURNAMA WAHDA SYAM


J1A1 16 126

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyamuk dikenal sebagai vektor berbagai macam penyakit dan sangat

berpengaruh terhadap kehidupan manusia, spesies nyamuk beragam, salah satunya

adalah Aedes aegypti. Pada tahun 2016 WHO merekomendasikan vaksin Dengue

Hemorrhagic Fever/DHF hanya di gunakan pada mereka yang pernah menderita

infeksi dengue sebelumnya, karena ditakutan mengkin saja vaksin tersebut dapat

meningkatkan resiko penyakit lebih parah di masa depan (Dzahra, 2018).

Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyatakan 3,9

milyar penduduk dunia di negara tropis dan sub tropis terdapat 128 negara

berisiko terinfeksi virus dengue dengan 96 juta kasus. DBD merupakan masalah

besar di Asia Tenggara, karena selama periode 40 tahun terjadi kematian 67.295

dari total kematian di seluruh dunia sebanyak 68.977. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadi kematian rata-rata 1.682/tahun karena DBD. Jumlah kasus DBD tertinggi

pada bulan Januari-Agustus 2019 yaitu di Vietnam dengan jumlah 9.449 kasus

yang dilaporkan dari 55 provinsi di Vietnam. Dari kasus yang di laporkan, ada

7.565 rawat inap di rumah sakit. Jumlah kasus telah meningkat sejak bulan April

2019 dan berada di atas tingkat musiman. Sejak 1 Januari 2019, ada total 115.186

kasus dengan 12 kematian dilaporkan, peningkatan 3,3 kali lipat dibandingkan

dengan periode yang sama di 2018 dari 34.773 kasus termasuk 9 kematian.

Kemudian di Filipina pada bulan January-Agustus 2019 dengan jumlah kasus

8.295 dilaporkan di seluruh negeri. Pada 13 Juli 2019, jumlah kasus kumulatif
adalah 130.303 dengan 561 kematian. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan

67.690 kasus dengan 367 kematian dilaporkan selama periode yang sama di 2018

(WHO, 2019).

Kasus DBD di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang belum dapat ditanggulangi, dan menyebar luar serta sering

menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Kasus DBD pada tahun 2018

berjumlah 65,602 kasus dengan jumlah kematian atau Case Fasility Rate (CFR)

sebanyak 467 orang dan angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) 24,75 per

100.000 penduduk. Kasus DBD pada tahun 2010 cenderung tinggi sebesar 65,70

per 100.000 penduduk kemudian mengalami penurunan drastis ditahun 2011

sebanyak 27,67 per 100.000 penduduk. Tetapi kembali tren cenderung meningkat

sampai tahun 2016 sebesar 78,85 per 100.000 penduduk. Namun kembali

mengalami penurunan drastis pada tahun 2017 berjumlah 68,407 kasus dengan

jumlah kematian sebanyak 493 orang dan angka kesakitan 26,10 per 100.000

penduduk dan pada tahun 2018 juga mengalami penurunan kasus berjumlah

65,602 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 467 orang dan angka kesakitan

24,75 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2018).

Sebaran kasus DBD menurut kabupaten/kota di mana dari 17 daerah hanya 2

kabupaten yaitu Kabupaten Konawe Kepulauan dan Muna Barat yang bebas dari

DBD, ini berarti penularan DBD telah menyebar pada hampir seluruh

kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, 6 kabupaten/kota dengan jumlah kasus

yang relatif sangat tinggi adalah Kota Kendari 93 kasus, Kota Baubau 116 kasus,

Konawe Selatan 120 kasus, Kolaka 243 kasus, Konawe 107 kasus, dan Buton
Utara 73 kasus. Pada semua kabupaten/kota tersebut telah ditetapkan sebagai

daerah KLB DBD tahun 2017 (Profil Kesehatan Sultra, 2017).

Data Dinas kesehatan Kota Kendari trend kasus kejadian Demam Berdarah

Dengue tahun 2012-2017 yaitu pada tahun 2012 terdapat 114 kasus DBD, tahun

2013 menjadi 231 kasus. Pada tahun 2014 mengalami penurunan kasus menjadi

30 kasus, tahun 2015 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 78 kasus.

Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 30 kasus terjadi peningkatan

kasus. Pada tahun 2016 jumlah DBD yang dilaporkan sebanyak 1.093 kasus, pada

tahun 2017 terdapat 96 kasus dan pada tahun 2018 terdapat 249 kaus kejadian

Demam Berdarah Dengue.(Dinkes Kota Kendari,2018).

Ovitrap merupakan perangkap telur buatan berupa wadah yang dapat

menampung air seperti ember, kaleng dan tempurung kelapa yang dilengkapi

dengan padel (kayu, bambu, kain, kertas) yang diletakkan didalamnya yang

disengaja dipasang ditempat tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk

dewasa hinggap (Novita dkk, 2019).

Alat yang digunakan dalam survei telur disebut ovitrap. Penggunaan perangkap

telur (ovitrap) terbukti berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara.

Alat ini dikembangkan pertama kali oleh Fay dan Eliason. (BC,Zeichner.1999).

Kemudian digunakan oleh Central for Diseases Control and Prevention (CDC)

dalam surveilan Aedes aegypti.(KA,Polson.2002). Cara ini telah berhasil dilakukan

di Singapura dengan memasang 2000 ovitrap di daerah endemis DHF (TB,

Teng.2001).
Menurut penelitian Zulfikar (2015) tentang efektifitas ovitrap bambu terhadap

jumlah jentik Aedes aegypti yang terperangkap menunjukkan bahwa hasil jumlah

jentik Aedes aegypti yang terperangkap sebanyak 1.265.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang ovitrap aqua

plastik, penelitian tentang ovitrap aqua plastik untuk menurunkan populasi vektor

nyamuk Aedes aegypti di Kota Kendari. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian

lebih lanjut mengenai ovitrap aqua plastik untuk menurunkan populasi vektor

nyamuk Aedes aegypti, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Efektivitas ovitrap aqua plastik dalam menurunkan populasi vektor nyamuk

Aedes aegypti di Kota Kendari Tahun 2019”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana efektifitas

ovitrap aqua plastik dalam menurunkan populasi vektor nyamuk Aedes aegypti di

Kota Kendari 2019.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ovitrap gelas aqua

plastik dalam menurunkan populasi vektor nyamuk Aedes aegypti di Kota Kendari

2019.

1.4. Manfaat Penelitian

2.1.1. Manfaat Praktis

Alternative bagi masyarakat dalam menurunkan penurunkan populasi

vektor nyamuk Aedes aegypti.

2.1.2. Manfaat Terios


Sebagai bahan masukan bagi pihak pemerintah setempat terutama institusi

di bidang kesehatan dalam upaya menurunkan populasi vektor nyamuk Aedes

aegypti di Kota Kendari Tahun 2019.

2.1.3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu pengalaman berharga bagi

peneliti dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh peneliti selama

mengikuti perkuliahan.

1.5. Organisasi / Sistematika

Efektivitas Ovitrap Gelas Aqua Plastik Dalam Menurunkan Populasi Vector

Nyamuk Aedes Aegypti Di Kota Kendari Tahun 2019. Yang dibimbingi oleh

Pembimbing I Siti Rabbani Karimuna, S.KM., M.P.H dan Pembimbing II Fithria,

S.KM., MHS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Ovitrap

2.1.1. Pengertian Ovitrap

Ovitrap secara bahasa dapat diartikan sebagai perangkap telur. Ovi berarti

telur dan trap berarti perangkap, sehingga dapat didefinisikan sebagai perangkap

telur nyamuk sederhana. Ovitrap adalah alat perangkap nyamuk untuk bertelur di

dalamnya. Telur akan berkembang menjadi nyamuk dewasa, dan akan

terperangkap di dalam ovitrap, sampai mati (Tanjung 2011).

Ovitrap adalah perangkat untuk mendeteksi kehadiran Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Penggunaan ovitrap ini dilakukan pada saat populasi rendah dan

survei larva tidak efektif (misalnya BI < 5). Secara khusus, ovitrap digunakan

untuk mendeteksi infestasi nyamuk ke area baru yang sebelumnya telah

dieliminasi (Rakkang et al. 2013).

Ovitrap merupakan sebuah perangkap telur nyamuk yang terdiri dari wadah

berisi air untuk memerangkap telur nyamuk. Terdapat dua macam ovitrap yaitu

ovitrap alami, seperti tempurung kelapa dan ovitrap buatan, seperti gelas kaca.

(Djoni, 2006 & Widiyanto, 2007).

Oviposition trap (ovitrap) merupakan perangkat untuk mendeteksi kehadiran

nyamuk pada keadaan densitas (kepadatan) populasi yang rendah dan survei larva

dalam skala luas (Singh dan Bansal, 2005).

Ada beberapa metode kegiatan surveilan untuk mendeteksi adanya infestasi

nyamuk Aedes aegypti di suatu wilayah yakni survei larva, survei nyamuk dewasa,
dan survei telur. Survei telur terbukti cukup efektif mendeteksi keberadaan

nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah, bahkan pada saat kepadatan vektor berada

pada level rendah (E.Santos,2010).

Perangkap telur atau ovitrap yang digunakan untuk surveilan Aedes dapat

dimodifikasi untuk membunuh nyamuk dewasa atau populasi pra-dewasa Aedes

aegypti. Modifikasi ovitrap menjadi perangkap nyamuk yang mematikan

(lethal/autocidal ovitrap) dengan menambahkan beberapa jenis insektisida pada

media bertelur (ovistrip) (BC, Zeichner.1999). Di Brazil, penggunaan lethal ovitrap

dengan penambahan deltametrin dilaporkan dapat mengurangi kepadatan Aedes

aegypti dewasa dan menghasilkan hampir 100% kematian larva uji selama satu

bulan pengamatan (MJ,Perich.2003).

2.1.2. Modifikasi Ovitrap

Modifikasi dilakukan terhadap fungsi, bentuk, ukuran, dan penambahan

atraktan. Modifikasi fungsi ovitrap dilakukan oleh Supakul et al (2001) di

Thailand selama bulan Mei hingga September 2000. Ovitrap silinder gerabah

tanah liat tanpa tambahan insektisida maupun bentuk perangkap lainnya dipasang

di dalam rumah. Larvatrap dari plastik dipasang di kamar mandi atau dekat tandon

air. Larva yang muncul dibuang setiap hari. Setelah 4 minggu berjalan, tidak

ditemukan lagi larva di tandon air lainnya, dan setelah 9 minggu tidak ditemukan

larva pada ovitrap.(Sayono, 2008).

Modifikasi ovitrap menjadi perangkap nyamuk yang mematikan

(lethal/autocidalovitrap) dengan menambahkan beberapa jenis insektisida pada

media bertelur (ovistrip). (Salim, dkk 2015).


Ovitrap juga dapat dimodifikasi dengan sticky(doble tape), untuk mematikan

nyamuk dewasa atau popu`lasi pra-dewasa. Sticky ovitrap (perangkap berperekat)

dikembangkan berdasarkan perilaku Aedes aegypti meletakkan telurnya

(oviposisi). Nyamuk akan terperangkap atau lengket pada kertas perekat yang

dipasang pada media bertelur saat hinggap untuk melakukan oviposisi. (S, Milana,

2015).

Awal penggunaan ovitrap sebagai alat untuk survei keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti menggunakan wadah kaca berukuran 0,5 liter. Kemudian

dikembangkan menggunakan wadah kaca berukuran yang lebih besar. Selain

dari perubahan ukuran yang digunakan. Bahan pembuat wadah juga diganti

dari wadah yang terbuat dari kaca juga diubah menggunakan wadah plastik,

logam, ban bekas, dan wadah alami seperti tempurung kelapa, guci tanah liat,

dan bambu yang juga dalam berbagai ukuran (Silver, 2007).

Di Indonesia sendiri, modifikasi ovitrap dengan membandingkan dua jenis

ovitrap berdasarkan penutupnya telah dilakukan dengan hasil penggunaan ovitrap

jenis tutup datar sebanyak 30.43 % dan tutup lengkung sebanyak 43.48 %

(Setya R dan Nasution 2010).

2.1.3. Jenis-Jenis Ovitrap

Ada beberapa jenis ovitrap yang saat ini telah dikembangkan, antara

lain (Silver, 2007):

1. Sticky Ovitraps

Sticky ovitraps merupakan ovitrap yang dibuat untuk menangkap nyamuk

betina dewasa dengan cara memodifikasi ovitrap. Pada tahun 2001, Sticky
ovitraps pertama kali dibuat dengan menggunakan kontainer plastik berwarna

hitam berukuran 3,8 liter. Yang membedakan ovitrap jenis ini dengan ovitrap

pada umunnya adalah bahwa ovitrap ini tidak menggunakan padel pada sisi

dalamnya, melainkan sisi dalam kontainer yang berada diatas garis tepi air

dilapisi dengan perekat yang dapat menjerat nyamuk dewasa yang hendak

bertelur.

Ovitrap jenis ini memiliki keunggulan berupa kita dapat mengetahui berapa

jumlah betina yang bertelur pada ovitrap.Adapun kelemahan dari ovitrap jenis ini

adalah bahwa Sticky ovitraps kurang sensitif jika digunakan pada daerah ber

populasi nyamuk rendah.

2. Automatic Recording Ovitraps

Automatic recording ovitraps merupakan ovitrap yang dikembangkan di

Jepang pada tahun 1989. Ovitrap ini menggunakan dua wadah yang berbeda

ukuran. Wadah pertama berukuran 1,5 liter. Pada wadah ini air dibiarkan terus

mengalir dan air yang dikeluarkan mengalir dari lubang kecil bagian samping.

Kemudian air yang keluar akan ditampung pada wadah kedua berukuran 50 ml.

Ketika wadah kedua ini penuh, maka air akan tumpah dan jatuh pada wadah yang

lebih kecil yang dibuat berbentuk kincir air yang telah terhubung dengan ovitrap

melalui kertas saring berukuran 4 x 120 cm. Kertas saring ini berfungsi sebagai

tempat menempelnya telur pada wadah ovitrap. Kertas saring akan berputar

perlahan karena daya putar kincir air sebelumnya.


3. Autocidal Traps

Autocidal trap merupakan ovitrap yang dikembangkan di Singapura pada

tahun 1977. Ovitrap ini memiliki dua padel yang diletakkan disekitar jaring

nilon yang ditempatkan ditengah untuk menutupi lubang utama. Modifikasi

ini dibuat dengan menggunakan wadah dan cincin polistiren yang telah

memiliki jaring nilon. Kemudian dua padel direkatkan pada cincin polistiren yang

berguna sebagai tempat meletakkan telur yang bagian dasarnya kontak dengan air.

Ketika telur menetas, maka larva akan terjebak dibawah jaring sehingga tidak

dapat berubah menjadi nyamuk dewasa. Ovitrap jenis ini sangat berguna jika

ovitrap itu tidak rutin diperiksa.

4. Ovitrap Dari Bambu

Air yang mengisi ruas bambu, yang biasanya ada pada pot yang terbuat dari

bambu sering digunakan sebagai tempat bertelur buatan untuk menarik perhatian

nyamuk yang bertelur pada bambu. Hal ini dikarenakan sisi dalam dari bambu

memiliki kontur yang bergelombang dan terkadang kasar serta memiliki retakan

sehingga sangat disukai nyamuk betina untuk meletakkan telurnya.

5. Ovitrap dari Ban Mobil

Ovitrap ini terbuat dari ban mobil yang sudah tidak dipakai lagi. Kemudian

sisi dalam ban mobil diisi air, ban mobil dapat diletakkan secara vertikal maupun

horizontal di bawah pohon maupun di tempat lain.

2.1.4. Fungsi Ovitrap

Hasil penelitian tentang ovitrap sebelumnya telah menunjukkan bahwa

ovitrap memiliki fungsi monitoring dan pengendalian Aedes aegypti. Kelebihan


dari survei entomologi dengan menggunakan ovitrap adalah menghasilkan data

yang lebih spesifik, lebih ekonomis, dan sensitif untuk pengambilan sampel

populasi dengan area yang lebih luas. Namun, penggunaan ovitrap sebagai metode

pengukuran kepadatan nyamuk belum banyak diaplikasikan penggunaannya.

Penggunaan ovitrap lebih ditekankan untuk monitoring Aedes aegypti, perlu juga

diperhatikan indeks ovitrap sebagai salah satu acuan dalam interpretasi data

(Puspitasari dan Diah 2012).

Ovitrap yang positif merefleksikan kepadatan nyamuk dewasa yang berguna

sebagai alat surveilans vektor Aedes aegypti. Selain itu dapat menggambarkan

infestasi nyamuk yang sebenarnya di suatu wilayah, sehingga dapat digunakan

untuk mengetahui tingkat kerawanan wilayah dengan memperhitungkan nilai

indeks ovitrap (Wong et al. 2007).

2.2. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk

2.2.1. Pengertian Nyamuk

Nyamuk merupakan salah satu contoh dari kelas insekta. Kelas insekta di

kenal sebagai serangga yang memiliki beberapa ciri-ciri seperti, tubuhnya terdiri

dari tiga bagian yaitu kepala (cephala), dada (thorax), dan perut (abdomen)

(Hasyimi,M 2010).

Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order diptera; genera termasuk

Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia,

Culiseta, dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang

merangkum 2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang

langsing, dan enam kaki panjang; antarspesies berbeda-beda tetapi jarang sekali
melebihi 15 mm. Dalam bahasa Inggris, nyamuk dikenal sebagai "Mosquito",

berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang berarti

lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di Britania

Raya nyamuk dikenal sebagai gnats (Harbach, 2008).

Nyamuk adalah serangga yang menularkan penyakit. Terdapat lebih dari

2.500 jenis nyamuk di dunia yang termasuk ke dalam dua subfamili yaitu

Anophelinae dengan tiga jenis dan Culicinae dengan 109 jenis. Jenis nyamuk

yang banyak berperan sebagai vektor utama penyakit dari subfamili Anophelinae

adalah Anopheles spp. Sedangkan dari Culicinae yaitu Culex spp, Mansonia spp,

dan Aedes spp (Harbach, 2008).

Genangan air merupakan tempat perindukan nyamuk karena nyamuk betina

membutuhkan air untuk meletakkan telurnya (Sunaryo, 2011). Tempat perindukan

nyamuk biasanya di lubang pohon, genangan air bersih, air kotor, air payau, dan

benda-benda yang berpotensi menjadi tempat genangan air dan mengandung

nutrisi yang cukup untuk telurnya hingga dewasa (Rattanarithikul dan Harrison,

2005).

Telur nyamuk biasanya diletakkan di permukaan air satu persatu atau

berkelompok. Setiap jenis nyamuk memiliki cara meletakkan telur yang berbeda.

Pada Culex diletakkan secara berkelompok (raft). Dalam satu kelompok biasanya

terdapat puluhan hingga ratusan telur nyamuk. Nyamuk Anopheles dan Aedes

meletakkan telurnya secara satu per satu pada permukaan air. Telur-telur ini akan

menetas dua hingga tiga hari setelah diletakkan. Fase perkembangan nyamuk dari

telur hingga menjadi nyamuk dewasa sangat menakjubkan. Telur nyamuk


biasanya diletakkan pada daun lembap atau kolam yang kering. Pemilihan tempat

ini dilakukan oleh induk nyamuk dengan menggunakan reseptor yang ada di

bawah perutnya. Reseptor ini berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembapan.

Setelah tempat ditemukan, induk nyamuk mulai mengerami telurnya. Telur-telur

itu panjangnya kurang dari 1 mm, disusun secara bergaris, baik dalam kelompok

maupun satu persatu. Beberapa spesies nyamuk meletakkan telur-telurnya saling

berdekatan membentuk suatu rakit yang bisa terdiri dari 300 telur. (Sembel, 2009)

2.2.2. Pengertian Nyamuk Aedes

Aedes merupakan jenis vektor utama yang dapat membawa virus dengue

penyebab penyakit demam berdarah (Widoyono dkk, 2008). Aedes aegypti

mendapat virus dengue sewaktu menghisap darah orang yang Demam Berdarah

Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang

yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan

penyakit demam berdarah. Selanjutnya, virus mereplikasi diri dan menyebar ke

seluruh jaringan tubuh nyamuk termaksud kelenjar liur. Virus ini dapat berada

dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Sebelum menghisap darah, nyamuk ini

akan mengeluarkan air liur melalui proboscis agar darah yang dihisap tidak

membeku bersamaan dengan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari

nyamuk ke orang lain (WHO, 2009).

Aedes aegypti Merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis yang banyak

menyebar di wilayah antara garis lintang 35oLU dan 35oLS. Penyebaran nyamuk

ini dibatasi oleh ketinggian karena nyamuk ini tidak dapat dijumpai pada daerah

dengan ketinggian lebih dari 1000 meter. Nyamuk Aedes aegypti sangat suka
bersarang dan berkembang biak di genangan air yang bersih dan tidak berkontak

langsung dengan tanah seperti penampungan air, sisa kaleng bekas, bak mandi,

ban bekas, dan kontainer lainnya (Ginanjar, 2008).

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue

pengebab penyakit demam berdarah.Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes aegypti

betina menghisap darah manusia yang diperlukan untuk pematangan telur yang

dikandungnya. Selain dengue, nyamuk ini juga merupakan pembawa penyakit

demam kuning (yellow fever).Aedes aegypti merupakan pembawa utama(primary

vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan persebaran dengue di desa dan

perkotaan. Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda

berwarna hitam dan merah. Nyamuk jenis ini memiliki kebiasaan menggigit pada

siang hari (pukul 09.00-10.00) dan pada sore hari (pukul 16.00-17.00). (Anggraini

2010).

2.2.3. Klasifikasi Nyamuk Aedes

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai

berikut

Kindom : Animalia

Filum : arthropoda

Kelas : insect

Ordo : diptera

Sub ordo : nematocera

Family : culicidae
Sub famili : culicidae

Genus : aedes

Spesies : aedes aegypti (Wati.2010)

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti

2.2.4. Morfologi Nyamuk Aedes

Adapun morfologi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut

(Anggraeni,2010):

1. Nyamuk Aedes aegypti memiliki tubuh berwarna hitam dengan belang putih

di seluruh tubuhnya.

2. Memiliki habitat di dalam dan di sekitar rumah, dan juga ditemukan di

tempat umum.

3. Nyamuk ini mampu terbang hingga 100 meter.

4. Nyamuk betina aktif menghisap darah pada pagi dan sore hari. Sementara

nyamuk jantan umumnya menghisap nektar bunga yang mengandung gula.


5. Umur nyamuk Aedes aegypti umumnya hingga 2 minggu, tetapi sebagian

diantaranya dapat bertahan hidup hingga 2-3 bulan.

Ginanjar (2008) juga menambahkan bahwa nyamuk jantan umumnya

memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding betina, dan terdapat rambut-rambut

tebal pada antena nyamuk jantan.

2.2.5. Siklus Hidup Nyamuk

Sama halnya dengan jenis nyamuk lain, nyamuk Aedes aegypti memiliki

siklus hidup dengan metamorfosis sempurna yaitu:

1. Telur

Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0.8 mm, berbentuk oval

dan mempunyai katup pada salah satu ujungnya dan bersifat ticnotatic yaitu

menempel pada dinding tempat penampungan air atau kadang-kadang mengapung

satu-persatu diatas permukaan air(Dep Kes, 2005). Sebagian besar nyamuk betina

meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik.

Perkembangan embrio biasanyaakan selesai dalam 48 jam dilingkungan hangat

dan lembab. Namun bila lingkungan tidak mendukung seperti kering, telur akan

menjalani masa pengeringan yang lama dan mampu bertahan hingga lebih dari

satu tahun. Setelah lingkungan baik, telur kemudian akan menetas, namun

tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama (WHO, 2005).
Gambar 2 Telur nyamuk Aedes aegypti

2. Larva

Larva nyamuk akan mengalami 4 stadium perkembangan yaitu

(Susanna,2011):

a. Stadium 1 berumur + 1 hari

b. Stadium 2 berumur + 1-2 hari

c. Stadium 3 berumur + 2 hari

d. Stadium 4 berumur + 2-3 hari

Setiap staduim berbeda baik bulunya, setiap pergantian stadiu akan diikuti

dengan pergantian kulit. Larva stadium 1 dan 2 biasanya pada genangan air

yang cukup luas akan mengumpul di tempat dimana telur diletakkan. Pada

stadium 3 dan 4, larva akan bergerak bergerak dan memiliki daya tahan yang baik

(Susanna, 2011).
Gambar 3 Larva nyamuk Aedes aegypti

3. Pupa

Perkembangan dari larva hingga pupa berlangsung antara 8-14 hari.

Pada tahap pupa, calon nyamuk dewasa akan lebih sering berada di permukaan air

sebab pupa memiliki alat apung pada bagian toraks. Pada tahap pupa, calon

nyamuk dewasa lebih tenang serta tidak makan (Susanna. 2011).

Gambar 4 Pupa nyamuk Aedes aegypti

4. Nyamuk Dewasa

Lamanya stadium pupa terjadi 1-2 hari, namun dapat lebih lama jika

lingkungan tidak mendukung. Nyamuk jantan dewasa akan lebih dahulu menetas

dari pada nyamuk betina. Jumlah nyamuk jantan dengan nyamuk betina juga

relatif sama. Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk

betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah dalam 24-36 jam (Susanna,

2011).

Nyamuk betina hanya akan kawin sekali saja dalam sepanjang hidupnya. Sel

sperma jantan yang telah nyamuk betina terima akan disimpan pada

spermateka betina dan setiap melakukan pembuahan sel telur, sperma akan

diambil dari spermateka betina. Setelah nyamuk betina dibuahi, nyamuk betina
segera mencari darah guna pematangan sel telur yang telah dibuahi. Pada proses

ini, nyamuk betina dewasa yang sudah dibuahi akan mencari darah dengan

kondisi unfed (tidak ada darah dalam abdomen), kemudian setelah menghisap

darah hingga kenyang (blood- fed), telur akan mengalami setengah pematangan

telur (half-gravid). Setelah telur mengalami pematangan sempurna (gravid) telur

akan dikeluarkan dan diletakkan (oviposisi), nyamuk kembali pada posisi unfed

dan kembali mencari darah untuk melakukan siklus tersebut hingga beberapa

kali. Siklus gonotrofik ini akan berlangsing 5-7 kali selama hidup nyamuk betina

dewasa dan setiap siklusnya akan berlangsung 1-2 hari (susanna,2011).

Gambar 5 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

2.2.6. Pola Aktivitas Nyamuk Aedes

1. Perilaku Mencari Darah

Nyamuk betina untuk dapat melakukan kopulasi harus menghisap darah.

Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur. Aedes aegypti

termasuk nyamuk yang aktif mengisap darah waktu siang hari, terutama nyamuk-

nyamuk yang masih muda berumur antara 1-8hari. Semakin tua umur
nyamuk,kebiasaan menghisap darah berubahan yaitu lebih aktif mengisap darah

waktu malam hari. (Putri,2010.)

2. Perilaku Istirahat

Perilaku istirahat untuk nyamuk memiliki dua arti yaitu istirahat yang

sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan

istirahatsementara yaitu pada waktu nyamuk sedang mencari darah. Pada

umumnya nyamuk memillih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk

beristirahat.Nyamuk Aedes aegypti. Lebih suka hinggap di tempat-tempat yang

dekat tanah. (Sembel,2009).

3. Perilaku Berkembangbiak

Nyamuk Aedes aegypti bertelur dan berkembangbiak di tempat-tempat yang

terdapat air jernih terutama di bak mandi dan tempat penampungan air didalam

rumah lainnya. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Sekali

bertelur nyamuk dapat mengeluarkan telur sebanyak 50–150 butir telur. Lama

daur hidupnyamuk Aedes aegypti mulai telur sampai dewasa rata-rata 8–14 hari

tergantung pada suhu antara 30 hingga 40̊C (WHO,2009).

Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk

menembus kulit mamalia untuk menghisap darah. Kebanyakan nyamuk betina

perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk

jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai

untuk nyamuk Aedes aegypti dewasa tidak pergi jauh dari tempat saat stadium

larva karena daya terbangnya hanya dalam radius100–200 m saja dan rata-rata
lama hidup Aedes aegypti betina hanya 10 haridan akan bertelur tiga hari

kemudian setelah menghisap darah (Sembiring, 2011).

2.2.7. Pengendalian Vektor

1. Pengendalian Fisik

Pengendalian fisik merupakan pengendalian dengan menggunakan alat fisika

untuk pemanasan, pembekuan dan alat listrik untuk pengadaan angin, penyinaran

cahaya yang dapat membunuh atau mengganggu kehidupan vektor. Suhu 60̊ dan

suhu beku akan membunuh serangga dan suhu dingin dapat mengakibatkan

terhambatnya aktivitas vektor (Safar, 2010:299).

Contoh pengaplikasian pengendalian fisik yaitu penggunaan kawat kasa di

rumah-rumah atau mencegah gigitan nyamuk dengan memakai pakaian yang

dapat menutupi seluruh bagian tubuh kecuali muka (Sembel, 2009).

2. Pengendalian Biologi

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan memperbanyak musuh alami dari

vektor. Beberapa parasit, bakteri, dan virus dapat dipakai sebagai pengendali

pertumbuhan nyamuk. Beberapa spesies ikan merupakan pemangsa yang cocok

untuk pengendalian vektor stadium larva nyamuk. Pengendalian vektor nyamuk

dari antrofilik menjadi lebih zoofilik dengan meletakkan kandang hewan di antara

tempat perindukan dan rumah penduduk (Safar, 2010:299).

3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian kimiawi menggunakan bahan kimia yang berguna untuk

membunuh serangga (insektisida) atau hanya berguna untuk menghalau serangga

(repellent). Melakukan fogging dengan malathion untuk membunuh nyamuk


dewasa merupakan salah satu contoh pengendalian secara kimiawi (Palgunadi dan

Rahayu, 2011:5).

Kelebihan dari pengendalian ini adalah dapat dilakukan dengan segera

dengan cakupan yang luas, sehingga dapat menekan populasi vektor dalam waktu

yang singkat. Kelemahan dari pengendalian ini adalah dapat membunuh hewan

peliharaan,membunuh organisme yang bukan menjadi sasaran, serta menimbulkan

resistensi (Safar, 2010:299)

2.3. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

2.2.1. Mia Dzahara (2018)

Penelitian yang di lakukan oleh Mia Dzahara yang berjudul “Pengaruh Jenis

Aktraktan Dan Kosentrasi Pada Modifikasi Ovitrap Terhadap Peningkatan Jumlah

Koleksi Telur Dan Nyamuk Aedes Aegypti L.” bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan jumlah telur dan nyamuk bedasarkan jenis aktraktan (0,000<0,05).

Selanjutnya jumlah telur nyamuk berdasarkan kosentrasi tidak terdapat pengaruh

yang signifikan (0,148>0,05). Sedangkan jumlah nyamuk bedasarkan kosentrasi

terdapat perbedaan yang signifikan (0,013<0,05).

2.2.2. Arvita Kumala Sari, dkk (2017)

Penelitian yang di lakukan oleh Arvita Kumala Sari, dkk yang berjudul

“Perbedaan Efektifitas Penggunaan Atraktan Larutan Fermentasi Gula-Ragi Dan

Air Rendaman Cabai Merah (Capsicum Annum) Terhadap Jumlah Telur Aedes Sp.

Yang Terperangkap” bahwa Jumlah telur Aedes sp yang terperangkap dalam

ovitrap adalah 1021 butir. Jumlah telur yang terperangkap dalam kontrol (sumur

air), air rendaman cabai merah dan larutan atraktan ragi-sugart masing-masing
adalah 929 butir (91%), 60 butir (5,9%) dan 32 butir (3,1%). Jumlah telur yang

digantung di ovitrap outdoor adalah 639 butir (62,6%) sedangkan di ovitrap

indoor sebanyak 382 butir (37,4%).

2.2.3. Gusti Rati, dkk (2016)

Penelitian yang di lakukan oleh Gusti Rati, dkk yang berjudul “Perbandingan

Efektivitas Berbagai Media Ovitrap terhadap Jumlah Telur Aedes Spp yang

Terperangkap di Kelurahan Jati Kota Padang” bahwa Hasil penelitian diperoleh

telur nyamuk Aedes spp yang terperangkap selama penelitian adalah 3.090 butir

dengan sebaran 1.563 butir di luar rumah dan 1.527 butir di dalam rumah.

Berdasarkan media ovitrap, telur yg terperangkap pada media air jerami 1.758

butir, air mineral 576 butir, air kolam 523 butir, air sumur 233 butir.

2.2.4. Ratna Pramuditya, dkk (2016)

Penelitian yang di lakukan oleh Ratna Pramuditya, dkk yang berjudul

“Efektifitas Beberapa Jenis Atraktan Dalam Menangkap Telur Nyamuk Aedes Sp

Di Kelurahan Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas Tahun

2016” bahwa jumlah telur nyamuk yang paling banyak pada jenis atraktan air

rendaman jerami (1.933 butir) dan jenis bahan ovitrap gelas plastik (1436 butir).
2.4. Kerangka Teori

Nyamuk Aedes aegypti merupaan nyamuk yang berperan sebagai vector

berbagai macam penyakit salah satunya adalah DBD, berbagai program

pengendalian vektor Aedes aegypti sudah dilakukan yaitu dengan cara

pengendalian biologi, fisika, dan kimia. Pengendalian dengan cara kimia sudah

banyak dilakukan yaitu dengan menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah

nyamuk yang akan mendekat ke tubuh manusia. Selain itu juga menggunakan

pengasapan (fooging) untuk membunuh nyamuk dewasa. Dalam hal

penanggulangan secara fisik salah satunya menggunakan gelas aqua plastik yang

di isi air dan diberikan kasa dalam gelas aqua plastik yang disebut perangkap

telur nyamuk (ovitrap) yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur.


Nyamuk Kejadian DBD

Pengendalian
Nyamuk

Kimia Fisik Biologi

Fooging, Abate,
Perangkap Telur Ikan Sebagai
Pemakaian Obat
Nyamuk (Ovitrap) Predator.
Anti Nyamuk

Jumlah telur
nyamuk yang
terperangkap pada
Ovitrap

Atraktan: Air Lama


Media ovitrap Kasa Ovitrap
Biasa pemasangan

Sumber dimodifikasi, (Dzahara;2018)


2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini di buat berdasarkan kerangka teori yang menunjukkan

hubungan antara variabel bebas ovitrap dan variabel terikat jumlah terul nyamuk

yang terperangkap dan kondisi lingkungan, dimana dengan di letakkan ovitrap

maka telur nyamuk di perkirakan akan masuk dalam ovitrap.

Jumlah Telur
Nyamuk Yang
Terperangkap

Ovitrap

Kondisi Lingkungan

Keterangan :

: Variabel Terikat

: Variabel Bebas
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

dengan menggunakan rancangan post test only design untuk melihat perbedaan

jumlah telur nyamuk yang terperangkap.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2019 di beberapa

wilayah di Kota Kendari yaitu Kelurahan Lepo-lepo, Kelurahan Tobuha, dan

Kelurahan Bungkutoko.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua telur nyamuk Aedes aegypti

yang terperangkap pada ovitrap dengan menggunakan media bambu dan gelas

aqua plastik.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 rumah yang berada di

Kelurahan Tobuha Kecamatan Puwatu. Pemilihan tempat pemasangan sampel

dilakukan dengan sistem random sampling.


3.4. Variabel Penelitian

Variabel terikat pada penelitian ini adalah ovitrap, variabel bebas pada

penelitian ini adalah jumlah telur nyamuk Aedes yang terperangkap dan kondisi

lingkungan di empat wilayah di Kota Kendari

3.5. Instrumen Pengumpulan Data

1. Alat dan bahan penelitian

a. Alat :

1) Gelas aqua plastik

2) Air

3) Kertas kasa

4) Hekter

5) Cat warna hitam

6) Kuas cat

b. Bahan :

1) Buku Tulis

2) Alat tulis

3) Kamera

4) Penampung air

2. Cara kerja

1) Gelas aqua plastiik masing-masing di cat berwarna hitam kemudian di

keringkan.

2) Bila sudah kering pasangkan kertas kasa ke dalam gelas aqua plastik jepit

menggunakan hekter.
3) Kemudian isi air perkirakan jangan sampai kena kertas kasa

3.6. Definisi Operasional

1) Ovitrap adalah suatu alat yang berupa kontainer terbuat dari bahan kaleng,

plastik, gelas ataupun bambu yang diisi air, diletakkan pada tempat-tempat

yang telah ditentukan.

2) Media ovitrap adalah ukuran wadah yang digunakan sebagai ovitrap.

3) Jumlah telur nyamuk adalah jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang

terperangkap atau terjebak di dalam ovitrap pada tiap rumah resonden

3.7. Jenis Data Penelitian

3.7.1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini diperoleh dari data hasil perlakuan yang

dilakukan secara langsung terhadap ovitrap.

3.7.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber seperti

hasil penelitian sebelumnya, data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari maupun dari

referensi lainnya.

3.8. Analisis Data

Analisis data dari hasil penelitian yang akan di lakukan menggunakan index

ovitrap dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Ovitrap Positif Telur


Indeks Ovitrap = x 100%. Analisis ini di gunakan untuk
Jumlah Ovitrap Terpasang

melihat jumlah telur nyamuk aedes yang terperangkap dalam ovitrap

Data yang didapat kemudian dianalisis


dengan analisis univariat yang disajikan dalam
bentuk tabel untuk melihat perbedaaan jumlah
telur Aedes spp yang terperangkap di kelurahan
Jati. Analisis multivariat dengan uji statistik
Kruskal Walls dan Mann Whitney yang disajikan
dalam bentuk tabel
Daftar Pustaka

Anggraeni D.S. 2010. Stop! Demam Berdarah Dengue.Bogor. Bogor Publishing


House
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Dirjen PP& PL.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2018. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2018. Kendari.
Dinas Kesehatan Kota Kendari. 2018. Profil Kesehatan Kota Kendari Tahun 2018.
Kendari
Djoni,D. 2006. “DBD, Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis dan
Penatalaksanaannya”,Universitas Muhammadiyah Press.
Ginanjar, G. 2008. Demam Berdarah: A Survival Guide. Bentang Pustaka.
Jakarta.

Kementrian Kesehata RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta.


Harbach, R. 2008. Family Culicidae Meigen, Mosquito Taxonomic Inventory.
http://mosquito-taxonomic-inventory.info/famili-culicidae-meigen-1818[29
Oktober 2015]
Hasyimi,M. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta, Trans Info Media.
Kesehatan dan Parasit Yang Dikandungnya. Ul-Press. Jakarta.
Kementrian kesehatan RI. 2018. Pusat Data dan Informasi Profil Kesehtan
Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Milana Salim dan Tanwirotun Ni’mah. 2015. “Aktivitas Beberapa Atraktan Pada
Perangkap Telur Berperekat Terhadap Aedes Aegypti” Spirakel, Vol.7
Nomor 2, Desember 2015, hlm. 9.
Palgunadi, Bagus Uda., dan Rahayu, Asih. 2011. Aedes aegypti sebagai Vektor
Penyakit Demam Berdarah Dengue.(online). Diakses pada 13 Maret 2015.
Perich MJ, Kardec A, Braga IA, Partal IF, Burge R, Zeichner BC, et al., Field
evaluation of a lethal ovitrap against dengue vectors in Brazil. Med and Vet
Entomology 2003:17: 205 – 10.
Polson, K.A., C. Curtis., C.M. Seng., J.G. Olson., N. Chanta., S.C. Rawlins. 2002.
The Use of Ovitrap Baited with Hay Infusion as a Surveillance Tool for
Aedes aegypti Mosquitoes in Cambodia. Dengue Bulletin. Vol 26: 178-184.
Puspitasari, Diah N. 2012. Tingkat Kerawanan Wilayah Berdasarkan Insiden
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Indeks Ovitrap di
Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1
(2): 305 – 314.
Putri SE. 2010. Mengenal Nyamuk Ae. aegypti Penyebar Demam Berdarah Dan
Upaya Pengendaliannya. Jakarta.
Rakkang Y, Arsin AA, Ishak H. 2013. Efektivitas Lethal Ovitrap Atraktan
Terhadap Penurunan Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kelurahan
Adatongeng Kecamatan Turikale KabupatenMaros.[internet] [diakses 2015
Mei 3. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/606.
Rattanarithikul, R. and B. Harrison. 2005. Illustrated Keys to the Mosquitoes of
Thailand I Background; Geographic Distribution; Lists of Genera.
Subgenera and Species; and Key to the Genera. The southeast Asian journal
of Tropical Medicine. Vol. 36. Supplement 1. Bangkok.
Safar, Rosdiana, 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung: CV. Yrama Widya.
Salim, Milana, and Tri Baskoro Tunggul Satoto. 2015. "Uji Efektifitas Atraktan
pada Lethal Ovitrapterhadap Jumlah dan Daya Tetas Telur Nyamuk Aedes
aegypti." Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 43, Nomor 3.
Santos E, Correia J, Muniz L, Meiado M, Albuquerque C. 2010. Oviposition
activity of Aedes aegypti L. (Diptera: Culicidae) in response to different
organic infusions. Neo Entomol.
Sayono. 2008. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes
yang Terperangkap,” (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi,
Universitas Diponegoro Semarang), hlm. 30.
Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit: Andi: Yogyakarta. 49-105.
Sembiring. Entomologi Kesehatan (Arthropoda Pengganggu Kesehatan Dan
Parasitnya).Vol 78. Jakarta: UIRPRESS; 2011.
Setya R, Achmad, and Eri Nasution. 2010. "Analisis Perbedaan Penggunaan
Ovitrap Jenis Tutup Da- tar Dan Ovitrap Jenis Tutup Lengkung Da- lam
Efektifitas Sebagai Perangkap Telur Nyamuk Aedes Sp. Di Perumahan
Baros Kelurahan Baros Kota Sukabumi." Jurnal Kesehatan Kartika, 2010:
26-34.
Silver, J., B. 2007.Mosquito Ecology: Field Sampling Methods. Ed.IIT.
Springer , Science & Business Media.
Singh, K. V. dan Bansal, S. K. (2005). Use of Different Ovitraps for the
Surveillance and Control of Urban Mosquito Vectors, with Special
Reference to Aedes aegypti. At http://www.icmr.nic.in/annual/2004-
05/dmrc/ar45_1f.pdf. Diakses pada 10 Januari 2016 pukul 17.15 WIB
Susanna, D., Sembiring, T., U. 2011. Entomologi Kesehatan: Athropoda
Pengganggu.
Tanjung N. 2011. Hubungan Difusi Inovasi dengan Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu
Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan
Kota Medan Tahun 2010 [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatra
Medan.
Teng TB. New inisiatives in dengue control in Singapore. Dengue Bulletin.
2001; 25:1 – 6.
Wati, F. A. 2010.Pengaruh Air Perasan Kulit Jeruk Manis (Citrus aurantium sub
spesies sinensis) terhadap Tingkat Kematian Larva Aedes aegypti Instar Iii
In Vitro(Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret).
WHO. 2009. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control-
New edition. France : WHO Press.
Widiyanto, T. 2007.Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Purwokerto Jawa Tengah. Universitas
Diponegoro Semarang.
Wong, Ngai S., Yan LC, Kwan LM, Shan LS, Hui L. 2007. An Alert System For
Informing Esnvironmental Risk Of Dengue Infections. GIS For Health And
The Environment. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Word Health Organization-(WHO). Dengue (Guidelines ForDiagnosis, Treatment,
Prevention And Control)2009.
World Healt Organization. (2019,Augustus). Dengue Situation Updates 2019.
https://iris.wpro.who.int/handle/10665.1/14329. Diakses pada 22 September
2019 pukul 22.02 WITA.
World Health Organization. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Panduan Lengkap. Alih bahasa: Palupi
Widyastuti. Editor Bahasa Indonesia: Salmiyatun. Cetakan I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal 58–77.
Zeichner BC and Perich MJ. Laboratory testing of a lethal ovitrap for Aedes
aegypti. Med and Vet Entomology . 1999;13: 234 – 8.
Zulfikar, Aditama Wiwik. 2015. “Efektifitas Ovitrap Bambu terhadap Jumlah
Jentik Aedes sp yang Terperangkap” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 9, No. 4, Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai