Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue merupakan kasus endemik yang ditimbulkan dari
infeksi virus dengue tertular melalui nyamuk Aedes aegypti (WHO 2011). Kasus Demam
Berdarah Dengue hingga saat ini yang menjadikan permasalahan utama kesehatan di
dunia. Penyakit DBD selalu menjadi penyakit edemik dan menjadi masalah utama
sampai saat ini (Sahrir et.al., 2016).
Kasus DBD erat kaitannya dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes spi. Siklus
nyamuk Aedes sp memiliki empat tahapan yaitu telur,alarva,apupa dan dewasa. Tempat
perkembangbiakan tahap telur, jentik dan pupa berada di air yang jernih. Genangan air
pada wadah atau wadah penampung air bisa menjadi kawasan berkembang biaknya
nyamuk Aedes sp. (Anggraini 2018).
Studi Marlik (2018) penderita tertinggi Kabupaten Kediri pada tahun 2016
terbanyak yaitu di wilayah KecamatanLPare, NgasemLdan Kunjang menunjukkan
bahwa larva Aedes sp dari 4 kecamatan nyamuk dewasa resisten terhadap insektisida
malathion dan resisten terhadap Themephos. Demes (2020) Jentik Aedes sp Larva Aedes
sp resisten terhadap Temefos pada konsentrasi 0,04 mg/lt, lebih lanjut ditegaskan oleh
Haidah (2020) terdapat kaitannya sebaran Aedes sp di 11 kecamatan yang diteliti. Status
ketahanan wilayah Dari 11 subdivisi status ketahanan, hanya satu wilayah yang rentan
untuk mendeteksi keberadaan gen Aedes sp yang terbukti resisten terhadap pestisida
organofosfat. Deteksi resistensi pestisida pada nyamuk Aedes sp menunjukkan pita 250
bp pada gen nyamuk yang menunjukkan bahwa VGSC merupakan gen yang resisten
terhadap pestisida, Indonesia menggunakan pestisida organofosfat (Yudhana 2017).
Kediri sudah cukup lama menggunakan insektisida jenis Organophospat, hasil penelitian
Marlik (2018) bahwa nyamuk Aedes sp resisten dengan malathion.
Kasus DBD dipengaruhi tiga faktor yaitu host, agent dan enviroment, atau
segitiga epidemiologi. Faktor inang yaitu manusia menjadi inang virus demam berdarah,
diantaranya mobilitas masyarakat, pendidikan, sanitasi pemukiman, kepadatan
penduduk, siklus hidup imunitas gizi, umur, dan ras. Faktor agennya adalah virus
penyebab DBD. Curah hujan yang secara berkala menyebabkan genangan air di media
yang menjadi tempat berkembang biak yang aman bagi nyamuk (Al-Dubai et al., 2013).
Sebagian besar kasus DBD terdeteksi pada musim hujan, ketika banyak genangan
air di wadah air hujan yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Hingga saat ini
jumlah kabupaten yang terjangkit penyakit DBD di negara Indonesia sejumlah 477
kabupaten atau 92,8% dari seluruh kabupaten di Indonesia. Jumlah tersebut
kemungkinan meningkat dari tahun 2010 hingga 2019. (Kementerian Kesehatan RI
2021)
Studi Firda Yussy Annisa (2021) Kenaikan nilai ABJ berdampak pada total DBD
di Puskesmas Perak. Kasus DBD naik selama musim hujan ketika ABJ mulai berkurang,
menunjukkan bahwa keberadaan larva semakin banyak. Penelitian Kurniawati, N. T., &
Yudhastuti (2016) dijelaskan bahwa semakin rendah nilai ABJ akan mempengaruhi
tingginya kejadian DBD.
Studi Fajar Ridha (2020) Sarang Nyamuk dan 3M Plus di Desa Baba, Kecamatan
Baba, Kabupaten Kediri dinilai kurang diberantas. Kegagalan pemberantasan sarang
nyamuk adalah akibat dari kurangnya informasi dan pemahaman tentang cara
pencegahan DBD yang benar sesuai anjuran pemerintah.
Situbondo memiliki dataran tinggi dan dataran rendah, terdapat 3 wilayah dataran
tinggi yaitu Sumber Malang, Jatibanteng dan Bungatan. Untuk dataran rendah lebih
rentan terserang penyakit DBD dikarenakan pengaruh cuaca yang selalu berganti setiap
harinya sehingga jika saat turun hujan maka terjadinya genangan air sehingga nyamuk
Aedes sp dapat menaruh telur di genangan air tersebut dan saat cuaca cerah telur dapat
menetas lalu menjadi jentik.
Kondisi suhu Kabupaten Situbondo tahun 2016 kondisi iklim Kabupaten
Situbondo mencapai Suhu rata-rata maksimum adalah 29 OC dan suhu minimum rata-rata
yaitu 21,68OC. Kelembaban maksimum dengan rata-rata mencapai 99% dan kelembaban
minimum dengan rata-rata mencapai 43,50%. Iklim hujan di Kabupaten Situbondo
berkisar antara 29 sampai 355 mm3 (Peraturan Bupati Situbondo 2019). Kabupaten
Situbondo pada 3 tahun terakhir terjadi kasus DBD yang cukup tingi di kabupaten
Situbondo pada tahun 2019 nilai IR 65,6/100.000, pada tahun 2020 nilai IR 48,3/100.000
dan pada tahun 2021 nilai IR 68,9/100.000.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu tekonologi pemetaan secara
geografis, kemampuan dari SIG dapat memahami, melihat, bertanya, menerjemahkan,
dan menampilkan data menggunakan berbagai bentuk seperti hubungan, simbol-simbol,
tren dalam bentuk peta, laporan ataupun grafik. SIG sangat bermanfaat secara umum
dalam dunia kesehatan guna menilai resiko serta resiko kesehatan di masyarakat,
mengetahui distribusi penyakit wabah untuk melakukan perencanaan dan penerapan
program pada pelayanan kesehatan dan dapat digunakan sebagai pengawasan program
kesehatan dan evaluasi (Sunaryo 2019).
SIG di bidang ilmu kesehatan sebagai menganalisis lingkungan dan suatu
penyakit. Pada hal ini pengolahan data, Dinas Kesehaan Situbondo hanya menggunakkan
Microsoft Excel untuk menyajikan data dalam bentuk grafik dam tabel. Sistem Informasi
Geografis dalam pembuatan peta diharapkan dapat membantu pdalam mengelolah,
menampilkan dan menganalisis data.
Berdasarkan uraian masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian pemetaan supaya
mempermudah mengetahui nilai ABJ nyamuk Aedes sp di setiap wilayah Kabupaten
Situbondo sehingga dapat melakukan pencegahan terjadinya kasus DBD secara optimal.
Dengan judul “DISTRIBUSI KASUS DBD DAN ANGKA BEBAS JENTIK DI
WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah


1. Identifikasi Masalah
a. Tingginya kasus DBD di Kabupaten Situbondo pada tahun 2019-2021.
b. Nilai ABJ kabupaten Situbondo tahun 2021 sebesar 91,718%, 2020 sebesar
90.43% dan 2019 sebesar 89.8%.
c. Wilayah Kabupaten Situbondo masih belum dilakukan pemetaan ABJ dan kasus
DBD pada tahun 2019-2021.
2. Batasan Masalah
a. Obyek pada penelitian ini yaitu nilai Angka Bebas Jentik (ABJ) sebagai indikator
kepadatan jentik nyamuk Aedes sp.
b. Pemetaan ABJ dan Kasus DBD kabupaten Situbondo 2019- 2021.

C. Rumusan Masalah
Bagaimana Pemetaan ABJ dan Kasus DBD di wilayah Kabupaten Situbondo
pada tahun 2019-2021?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan distribusi geografis ABJ dan kasus DBD di kabupaten
Situbondo.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengidentifikasi kasus DBD pada tahun 2019-2021 di Kabupaten Situbondo.
b. Mengidentifikasi nilai ABJ pada tahun 2019-2021 di kabupaten Situbondo.
c. Memetakan kasus DBD dan ABJ di kabupaten Situbondo tahun 2019-2021.

E. Manfaat
1. Bagi Institusi
Hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Situbondo untuk
meningkatkan perencanaan program pengendalian vektor DBD.
2. Bagi Mahasiswa
Menjadi sumber informasi yang terkait variabel penelitian pemetaan
wilayah distribusi jentik nyamuk Aedes sp di Kabupaten Situbondo.
3. Bagi Penelitian Lain
Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai
variabel.
4. Bagi Masyarakat
Kajian ini diharapkan untuk sumber bagi orang supaya memprediksi
potensi tempat berkembang biak Aedes sp untuk mengembangkan strategi
pengendalian DBD untuk meminimalkan efek dari penyakit.

Anda mungkin juga menyukai