Disusun dalam rangka menyelesaikan Ujian Ahkir Program Jenjang Pendidikan Tinggi
Diploma III Keperawatan
OLEH :
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , atas berkat dan rahmat-
nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “
Gambaran Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue “. proposal ini
disusun sebagai salah satu persyaratan awal akademi dalam rangka melakukan
penelitian di Kelurahan Kota Uneng.
Penulis menyadari semua kekurangan dan keterbatasan yang ada, sehingga
dalam menyusun proposal ini tidak lepas dari bantuan ,bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi peneliti .oleh karena itu pada
kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan terima kasih dengan tulus
kepada :
1. Maria Kornelia Ringgi Kuwa, S. ST.,M.Kes selaku Direktur Akademi
Keperawatan Santa Elisabeth yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu di civitas akademika ini
2. Elfirida Nona Ferni, S. ST.,M.Kes selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta arahan sehingga dapat
terselesainya Proposal ini.
3. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi dan
masukan-masukan terkait dengan penyusunan Proposal ini dan juga untuk
kebersamaan kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, baik isi maupun penulisannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Proposal ini.
Maumere,
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut WHO dalam Global Strategy for Dengue Prevention and Control
2012-2020, kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam 50 tahun terakhir
meningkat sebanyak 30 kali lipat, Sekitar 50% penduduk dunia atau sekitar 3
milyar penduduk rentan terhadap infeksi virus dengue dengan kasus baru yang ada
dalam populasi 500 sampai 100 juta per tahun. Pada tahun 1970 hanya terdapat 9
negara yang menjadi wilayah penyebaran kasus DBD pada tahun 2014, DBD
menjadi penyakit endemik yang menyebar lebih dari 100 negara tropis dan
subtropis yang diantaranya yaitu Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat. Penyakit DBD selain terjadi di negara tropis dan
subtropis penyebaran kasus nya juga telah terjadi di berbagai negara di seluruh
dunia seperti yang tercatat dalam Dengue and Severe Dengue from WHO bahwa
pada tahun 2012 telah terjadi lebih dari 2.000 kasus DBD pada lebih dari 10
negara di Eropa (Kolondam, 2020).
Negara Indonesia telah menjadi daerah endemis DBD sejak tahun 1968 yang
semakin meningkat dan telah menyebar di 34 provinsi dengan 416 kabupaten dan
98 kota. Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis (P2TVZ)
Kementrian Kesehatan menyatakan, Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Desember
2015 sampai Januari 2016 dilaporkan ada 9 kabupaten dan 2 kota dari 7 provinsi di
Indonesia dengan jumlah kematian lebih dari 25 orang akibat DBD. Pada tahun
2015 tercatat terdapat 126.675 kasus DBD di Indonesia dan tahun 2016 merupakan
puncak kasus tertinggi yang pernah tercatat dengan jumlah kasus sebanyak
200.830 kasus, jumlah kematian pada tahun tersebut mencapai 1.229 orang pada
tahun 2015 dan 1.585 pada tahun 2016. Pada tahun 2017 kasus DBD terjadi
penurunan yang signifikan yaitu menjadi 59.047 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 444 orang, pada tahun 2018 mengalami sedikit kenaikan jumlah kasus
menjadi 65.602 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 462 orang dan pada tahun
2019 sebanyak 138.127 kasus dengan 919 kematian (Kementerian Kesehatan RI,
2019). . WHO menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kedua dengan
kasus DBD paling tinggi diantara 30 negara wilayah endemis dikarenakan dengan
banyaknya kasus DBD yang terjadi di Indonesia pada tahun 2019 (Damanik,
2019).
Dalam pengobatannya, vaksin DBD telah ditemukan pada tahun 2015 dengan
nama vaksin CYD-TDV (Dengvaxia) yang dapat membentuk kekebalan tubuh
terhadap virus dengue yang beredar. Menurut dr. Irene Cindy Sunur terdapat
beberapa kelemahan pada vaksin DBD yang diantaranya yaitu hanya dianjurkan
untuk usia 9-49 tahun, efektif pada kelompok tertentu, tidak memberikan
pencegahan sepenuhnya dan memiliki harga yang relatif mahal (Kevin, 2019).
Pemerintah Indonesia secara umum telah melakukan upaya pencegahan
menyebarnya DBD dengan melakukan gerakan 3M (Menguras - Menutup –
Mengubur). Program yang membutuhkan peran serta masyarakat ini telah
dilakukan sejak tahun 1992, bahkan pada tahun 2000 gerakan tersebut telah
dikembangkan menjadi 3M Plus dengan ditambahkannya penggunaan lavasida,
pemeliharaan ikan, serta mencegah gigitan nyamuk sebagai usaha dalam
meminimalisir tersebarnya DBD secara luas (Respati 2017)
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan
jumlah kasus DBD yang tinggi setiap tahunnya dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Indonesia. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2021
menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD di NTT hingga 12 Desember 2021
sebanyak 2.092 kasus. Kota Kupang merupakan salah satu daerah yang mengalami
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD sesuai dengan pernyataan KLB DBD di Kota
Kupang No. Dinkes .443.32/ 008/I/2019 yang dikeluarkan oleh Walikota Kupang,
hal ini dikarenakan adanya peningkatan kasus pada tahun 2019 minggu pertama
(21 kasus), minggu ke dua (33 kasus) dan sampai minggu ke tiga (28 kasus).
Tahun 2019 bulan Juni terjadi peningkatan kasus sebanyak 66 kasus, sedangkan
minggu ke 3 Januari 2019 sebanyak 114 kasus. Laporan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2021 menunjukkan bahwa kasus DBD di Kota Kupang
sebanyak 511 kasus merupakan kasus tertinggi urutan ketiga di Indonesia.
Kabupaten Kupang merupakan salah satu yang masuk status waspada DBD di
tahun 2020. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang tahun 2020,
jumlah kasus DBD hingga Juli 2020 adalah 174 orang dengan jumlah kematian 4
orang. Kejadian-kejadian tersebut akan berpotensi meningkat, mengingat bahwa
pengendalian nyamuk yang masih belum dilakukan maksimal di lingkungan
wilayah kerja.
Hasil penelitian pada 80 pasien menunjukkan 46,3% anak pada usia 6-14
tahun mengalami kejadian demam berdarah dengue dengan persentase laki-laki
52,5% dan perempuan 47,5%. Terdapat 3 jenis antibiotik yaitu sefadroksil,
amoksisilin, dan seftriakson pada terapi DBD dengan infeksi sekunder. Tata
laksana terapi yang sesuai dengan panduan praktik klinik dapat mempengaruhi
perbaikan pada luaran klinik pasien sebesar 93,8% pada kejadian luar biasa demam
berdarah dengue. Kata kunci : KLB demam berdarah dengue, kesesuaian terapi
dan luaran klinik. Kabupaten Sikka merupakan salah satu kabupaten dengan kasus
tertinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur sepanjang tahun 2020 dengan jumlah
kasus sebanyak 1.816 kasus dan 16 korban meninggal dunia, juga sudah 4 kali
ditetapkan menjadi status Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue
(DBD) yakni tahun 2010, 2013, 2016 dan tahun 2020 (DINKES Kab.Sikka,2020).
Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Sikka tidak hanya terjadi pada
tahun 2020, namun terjadi pada tahun sebelumnya dengan kurun waktu 10 tahun
terakhir terhitung dari tahun 2010-2019 terdapat 2.251 kasus dan korban
meninggal sebanyak 28 orang (DINKES Kab.Sikka,2019). Pada tahun 2021 kasus
demam berdarah dengue di Kabupaten Sikka sebanyak 64 kasus dengan
Kecamatan Alok menempati posisi tertinggi yaitu sebanyak 15 kasus (DINKES
Kab. Sikka,2021). Alok adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Sikka, Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Kecamatan ini termasuk bagian dari kota Maumere,
ibu kota Kabupaten Sikka. Pusat pemerintahan Kota Maumere terdapat di
Kecamatan Alok sehingga infrastruktur, sarana-prasarana, dan lapangan pekerjaan
yang tersedia juga lebih banyak dibanding dengan Kecamatan lain. Sarana dan
prasarana serta infrastruktur yang memadai mendorong terjadinya mobilitas
penduduk dengan tujuan memperoleh kesempatan kerja yang berdampak pada
munculnya bangunan tempat tinggal baru yang memadati wilayah ini. Kasus
demam berdarah dengue di Kecamatan Alok berjumlah 134 kasus demam
berdarah dengue (Kornelis, 2020)
1.3TUJUAN
a) Tujuan umum
Untuk mengetahui Gambaran Upaya Pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Kota Uneng.
b) Tujuan khusus
3. bagi peneliti
BAB 11
TINJAUAN TEORI
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae).
Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain
seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis, Ae.scutelaris dan Ae. niveus juga
dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai
daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka
merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan
vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti. Nyamuk penular
dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Pengertian Vektor
DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi
sumber penular DBD. Di Indonesia teridentifikasi ada 3 jenis nyamuk yang bisa
menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes
scutellaris. Sebenarnya yang dikenal sebagai Vektor DBD adalah nyamuk Aedes
betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang betina dengan
yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan
memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak
lebat. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam
darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Berikut ini uraian tentang
morfologi, siklus hidup, dan
1. Morfologi
a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada
dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai ± 6 bulan di tempat
kering.
b. Jentik (larva)
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
c. Pupa
d. Nyamuk dewasa
3. Habitat Perkembangbiakan
6. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-
telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembansgbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah)
mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi
nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan.
Terdapat 4 virus dengue, yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Virus dengue juga menginfeksi dan berkembang biak di dalam sel Langerhans, sel
kekebalan khusus yang ada di lapisan kulit. Sel Langerhans normalnya bekerja
membatasi penyebaran infeksi secara terus-menerus. Namun, sel yang sudah
terinfeksi virus itu selanjutnya pergi ke kelenjar getah bening dan menginfeksi
lebih banyak sel sehat. Penyebaran virus dengue menghasilkan antibodi khusus
yang menetralkan partikel virus dengue, sementara sistem kekebalan cadangan
diaktifkan untuk membantu antibodi dan sel darah putih melawan virus. Respons
imun juga mencakup sel-T sitotoksik (limfosit), yang mengenali dan membunuh
sel yang terinfeksi. Proses inilah yang kemudian memunculkan berbagai gejala
demam berdarah. Selain itu munculnya bintik-bintik merah di tubuh merupakan
reaksi netralisasi. Namun, jika netralisasi tidak berhasil, virus dengue terus
mengganggu fungsi pembekuan darah. Apabila kondisi tersebut tidak terganggu
lagi maka akan timbul kebocoran plasma darah. Plasma darah dalam pembuluh
darah akan memasuki rongga perut dan paruparu. Keadaan yang fatal tersebut
disebut demam berdarah dengue.
Penderita yang telah terjangkit demam berdarah dengue yang tidak segera
ditangani akan menderita sindrom syok dengue (SSD). Memasuki sindrom syok
dengue, penderita mengalami penurunan demam yang mendadak. Keadaan ini
harus diwaspadai karena sering dianggap penderita akan segera sembuh karena
suhu tubuh yang telah menurun. Padahal keadaan ini merupakan gejala awal
penderita demam berdarah dengue memasuki tahap sindrom syok dengue.
Beberapa gejala yang tampak pada penderita yang mengalami sindrom syok
dengue yaitu tampak gelisah, mengalami sakit di ulu hati/ perut, wajah pucat,
tekanan nadi melemah dan hilang kesadaran. Penurunan suhu yang mendadak pada
penderita diakibatkan oleh gagalnya peredaran darah. Perdarahan di lambung
menyebabkan penderita mengalami sakit perut dan ulu hati. Keadaan sindrom syok
dengue biasanya terjadi pada hari ke 4-5. Setelah fase kritis sudah di lewati dengan
penanganan tepat, umumnya pasien DBD akan mengalami demam kembali, akan
tetapi tidak perlu khawatir. Umumnya saat demam kembali naik, trombosit pun
juga akan perlahan naik. Cairan tubuh yang tadinya turun selama dua fase pertama
juga pelan-pelan mulai kembali normal (Frida, 2019).
2.6Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
a. Diagnosa Klinis
Demam tinggi mendadak 2-7 hari dengan suhu tubuh 38-40 °C. Terjadinya
pendarahan kecil didalam kulit, bintik merah pada kulit, pendarahan pada mata,
pendarahan pada hidung, pendarahan gusi, muntah darah, buang air besar bercampur
darah, dan adanya darah dalam urin. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul
bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah Pembesaran hati
(hematomegali). Mengalami renjatan atau syok. Gejala klinik lainnya yang sering
menyertai yaitu hilangnya selera makan, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan
sakit kepala.
b. Diagnosa Laboratoris
Trombositopeni pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit hingga
100.000sel/mm3. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokitsebanyak 20% atau
lebih.
Demam berdarah dengue dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan demam
berdarah dengue adalah wilayah yang banyak kasus demam berdarah dengue(rawan atau
endemis), tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orangorang yang dating
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus
dengueyang cukup besar seperti sekolah, hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah,
rumahsakit atau puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Pemukiman baru
dipinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada
kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda
dari masing-masing lokasi.
c) Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa gizi yang baik mempengaruhi
peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik,
maka terjadi infeksi virus dengueyang berat.
d) Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah kasus
demam berdarah denguetersebut.
e) Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksi virus dengue.
c. Lingkungan (environment)
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk
yang tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana
dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga
mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran
dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta
melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut
diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan
riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan penyakit. Perubahan iklim (climate
change) global yang menyebabkan kenaikan rata-rata temperatur, perubahan pola musim
hujan dan kemarau juga disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan
berisiko terhadap munculnya KLB DBD. Sebagai contoh adanya kenaikan Index
Curah Hujan (ICH) di beberapa provinsi yaitu NTT, DKI dan Kalimantan
Timur selalu diikuti dengan kenaikan kasus DBD.
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:
1. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengueditemukan tersebar luas di
berbagai Negara terutama di Negara tropik dan subtropik yang terletak
antara 30° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan seperti Asia Tenggara
dengan tingkat kejadian demam berdarah denguesekitar 50-100 juta kasus
setiap tahunnya. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan dapat muncul secara endemic maupun epidemik yang
menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke
negara lain.
2. Musim
Negara dengan empat musim, epidemi demam berdarah
dengueberlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan
kasusdemam berdarah denguesporadis pada musim dingin. Wilayah
AsiaTenggara epidemik demam berdarah dengueterjadi padamusim
hujan, seperti di Indonesia, Thailand, dan Malaysiaepidemi demam
berdarah dengueterjadi beberapa minggusetelah musim hujan. Periode
epidemik yang terutamaberlangsung selama musim hujan dan erat
kaitannya dengankelembaban pada musim hujan. Hal tersebut
menyebabkanpeningkatan aktivitas vektor dalam menggigit
karenadidukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.
Upaya PSN 3M Plus adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah untuk
mencegah dan mengendalikan penyakit DBD dengan melakukan pemberantasan sarang
nyamuk secara terus menerus dan berkesinambungan. Gerakan PSN 3M Plus ini
merupakan kegiatan yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit DBD serta
mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku. Tujuan Kegiatan PSN 3M Plus
adalah memberantas tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk aedes melalui upaya
pembinaan peran serta masyarakat sehingga penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.
Menurut WHO (2019), strategi pencegahan dan pemberantasan penaykit demam
berdarah denguedapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu PSN 3M Plus:
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang),
kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-
barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam
berdarah.
Keberhasilan kegiatan PSN 3M antara lain dapat diukur dengan angka bebas jentik
(ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah
atau dikurangi. Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan,
hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika hampir setiap tahunnya, wabah DBD
digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB). Masyarakat diharapkan cukup berperan dalam
hal ini. Oleh karena itu, langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah upaya
pencegahan DBD dengan 3M Plus.
Sasaran Kegiatan PSN 3M Plus adalah semua keluarga dan pengelola tempat umum
melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dimana tiap-tiap rumah tangga memiliki satu
orang penanggungjawab kegiatan PSN 3M Plus di rumahnya. Penanggungjawab tersebut
selanjutnya disebut Jumantik Rumah harus melaksanakan PSN 3MPlus serta menjaga
kebersihan di lingkungannya masing-masing secara rutin sekurang-kurangnya seminggu
sekali sehingga bebas dari jentik nyamuk Aedes dan melakukan pencatatan hasil pemantauan
jentik tiap minggu pada kartu pemeriksaan jentik (Kartu Jentik). Di samping itu para
pengelola tempat-tempat umum/ institusi (TTU/TTI) harus menunjuk/ menugaskan seorang/
lebih yang bertanggung jawab untuk memantau dan melaksanakan PSN 3M Plus di tempat
kerjanya, sekaligus melakukan pencatatan hasil pemantauan jentik pada kartu pemeriksaan
jentik (kartu jentik), petugas pemantau pada TTU/TTI ini selanjutnya disebut Jumantik
Lingkungan.
Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit demam berdarah
dengueadalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor manusia, mobilitas manusia, perilaku
manusia, kebiasaan menyimpan barang bekas atau kurang memeriksa lingkungan
terhadap adanya air yang tertampung dalam wadah dan ketahanan tubuh seseorang
atau stamina seseorang. Jika kondisi badan tetap bugar kecil kemungkinan untuk
terkena penyakit demam berdarah dengue. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki
daya tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau
virus seperti penyakit demam berdarah dengue. Oleh karena itu sangat penting untuk
meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba. Musim itu terjadi
perubahan cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan virus dengue
penyebab demam berdarah dengue. Hal ini menjadi kesempatan jentik nyamuk
berkembangbiak menjadi lebih banyak.(RI, 2017)
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh manusia. Faktor
ini tidak mudah dikontrol karena berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan dan
perilaku manusia baik di tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja.
Faktor yang memudahkan seseorang menderita demam berdarah dengue dapat dilihat
dari kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti di penampungan
air, karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk hidup dan
berkembangbiak. Hal ini dikarenakan tempat penampungan air masyarakat Indonesia
umumnya lembab, kurang sinar matahari. Nyamuk lebih menyukai benda-benda yang
tergantung didalam rumah seperti gorden, kelambu, dan pakaian. Maka dari itu
pakaian yang terrgantung dibalik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari,
karena nyamuk aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat ditempat-tempat gelap
dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi untuk
bisa menggigit manusia.(RI, 2017)Semakin mudah nyamuk aedesaegypti menularkan
virusnya dari satu orang ke orang lainnya karena pertumbuhan penduduk yang tinggi
dapat meningkatkan kesempatan penyakit demam berdarah denguemenyebar,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali.(RI, 2017)
2.14 Kerangka konsep
1. 3Mplus
Upayah
DBD pencegahan
DBD
1. Penyuluhan
2. Melakukan
survey
Faktor eksternal
1. Pengetahuan
2. Perilaku manusia
3. Lingkungan
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak di keluarkannya surat ijin pengambilan data pengkajian
awal hingga penelitian yaitu pada bulan…….
1. Pengumpulan data
a. Data primer
Jenis data penelitian yang dikumpulkan untuk pertama kali
melalui pengalaman atau bukti pribadi. Data primer kerap
diandalkan dalam sebuah penelitian karena autentik dan
objektif. Selain itu, data primer juga digambarkan sebagai data
mentah atau informasi tangan pertama. Biasanya data primer
dikumpulkan melalui beberapa cara, seperti observasi, tes
fisik, kuesioner, survey, dan jenis wawancara pribadi lainnya.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari data
yang telah ada sebelumnya. Pada awalnya data sekunder
merupakan data primer yang telah dikumpulkan oleh orang
lain sebelumnya, baik digunakan untuk kepentingan penelitian
maupun untuk disimpan di databasenya saja.
2. Tahapan pengumpulan data
a. Surat permohonan ijin ke Lembaga Kesbangpol
b. Surat Persetujuan dari Kesbangpol ditujukan kepada
1) Dinas kesehatan kabupaten sikka
2) Puskesmas Kopeta
3) Kantor bupati sikka
4) Kantor camat alok
5) Kelurah kota uneng
c. Setelah mendapat persetujuan dari Kesbangpol, peneliti mulai melakukan
pengambilan data dengan menyebarkan kusioner penelitian atau
mewawacarai langsung kerumah.
d. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan pengisian kusioner penelitian
e. Responden atau peneliti mengisi formulir persetujuan penelitian
f. Responden penelitian mengisi formuli persetujuan penelitian
3. Pengumpulan data
Setelah data terkumpul dari angket atau kusioner, maka dilakukan pengelolahan
data yang melalui beberapa tahap sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah mengumpulkan, memeriksa daftar kusioner dan data yang
terkumpul. Pada tahap ini, penulis melakukan penilaian terhadap data
yang diperoleh kemudian diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak
dalam pengisiannya.
b. Coding
Coding adalah kegiatan memberi kode pada jawaban atau kode tertentu
sehingga lebih dan sederhana. Pada tahap ini penulis memberikan kode
tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan
analisa data.
c. Entry
Kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam table atau
data base computer membuat distribusi frekuensi sederhana.
d. Tabulating
Tabulating adalah memasukan hasil kusioner ke dalam bentuk tabel.
Pada tahap ini jawaban responden yang sama dikelompokan dengan teliti
dengan teratur, lalu dihitung dan dijumlahkan kemudian ditulis dalam
bentuk tabel-tabel.
4. Analisa Data
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui Gambaran Pencegahan
DBD di Kelurahan Kota Uneng data yang sudah diperoleh, dillakukan
klasifikasi kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, variable
penelitian di interpretaikan dengan menggunakan skala ordinal dengan rumusan
yang digunakan untuk mengetahui presentase dari masing-masing variable
adalah:
P=F/N(100%)
Keterangan:
P: Presentasi
F: Jumlah jawaban
N: Jumlah skor maksimal
Dengan hasil:
a. kriteria fisik
1) siap: skor 75-100%
2) belum siap: skor <75%
b. kesiapan mental
1) siap: skor 67- 100%
2) belum siap: skor < 67%
c. kesiapan psikologi
1) siap: skor 67-100%
2) belum siap: skor < 67%
1. Tanpa nama
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan nama dari responden.
Selanjutnya peneliti hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
2. Asas kemanfaatan
Penelitian ini sangat mempertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin
terjadi. Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada resiko maka penelitian
akan dilanjutkan. Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh
membahayakan manusia dan sebaliknya dimaksudkan untuk menciptakan
kesejahteraan bagi manusia.
3. Informed consent
Subjek dalam penelitian ini harus menyatakan kesediaannya mengikuti
penelitian dengan mengisi imformend conset. Hal ini juga merupakan bentuk
kesukarelaan dari subjek penelitian untuk ikut serta dalam penelitian.
4. Aspek kerahasiaan
Data yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahasiaanya dan hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
3.8 Prosedur Penelitian
1. Pra penelitian
Tahap persiapan penelitian meliputi:
a. Menentukan sampel yang akan diteliti
b. Menyiapkan instrument penelitian untuk menyiapkan data primer
c. Mengajukan surat ijin penelitian pada kepala puskesmas di puskesmas
kopeta
2. Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian meliputi:
a. Menyeleksi penderita yang akan menjadi sampel berdasarkan data dari
puskesmas kopeta
b. Menemui responden secara langsung kerumah
c. Melakukan wawancara pada penderita dengan menggunakan instrument
berupa kuesioner
d. Mendokumentasikan kegiatan penelitian dalam bentuk foto
3. Pasca penelitian
Tahap pasca penelitian meliputi:
a. Setelah mengumpulkan data kemudian data diimput ke computer untuk
kemudian diolah dan dianalisis
b. Menyusun hasil dan analisa data penelitian yang diperoleh ke dalam
bentuk Karya Tulis Ilmiah( KTI).