Anda di halaman 1dari 17

TUGAS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS SEBARAN SPASIAL KERAWANAN PENYAKIT


DEMAM BERDARAH
DENGUE TAHUN 2010 – 2019 DI KOTA BANDA ACEH
Daniel Happy Putra, M.K.M

DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
1.Olia Ramadani 20200306015
2.Nursamina Pulungan 20200306050
3.Nadella Putri Prisrilia 20200306011
4. Salsa Bila Putri C 20200306049

PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2021
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang KERAWANAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
TAHUN 2010 – 2019 . Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu baik
berupa materi maupun pikiran sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi kita semua. Kami
menyadari makah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membenagun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kata Pengantar ................................................................................................................................ 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................................. 5
BAB II............................................................................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 7
2.1 Penyakit yang dipilih ........................................................................................................ 7
2.2 Faktor penyebab ............................................................................................................... 7
2.3 Analisis Spasial ................................................................................................................ 7
BAB III ........................................................................................................................................... 9
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP .................................................................... 9
3.1 Kerangka Teori ................................................................................................................. 9
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................................... 10
BAB IV ......................................................................................................................................... 11
METODELOGI PENELITIAN .................................................................................................... 11
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................................... 11
4.2 Lokasi dan Waktu........................................................................................................... 11
4.3 Pengumpulan data .......................................................................................................... 11
4.4 Analisis Spasial .............................................................................................................. 11
BAB V .......................................................................................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................................... 12
5.1 Hasil Analisis Berdasarkan Curah Hujan ....................................................................... 12
5.2 Hasil Analisis Berdasarkan Kelembaban ....................................................................... 13
5.3 Hasil Analisis Berdasarkan Suhu ................................................................................... 14
BAB VI ......................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 16
Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk betina Aedes aegypti atau nyamuk Aedes albopictus. Penyakit DBD masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Indonesia merupakan
negara endemis demam berdarah dengue yang menempati urutan kedua setelah
Negara Brasil dengan kasus DBD tertinggi. Pada tahun 2010 Indonesia
memperoleh peringkat pertama di ASEAN dengan kasus jumlah kasus 156.086 dan
kematian 1.358 orang (Lisdawati, 2012). Penyakit DBD disebabkan oleh gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue. Pada saat nyamuk
menghisap darah maka virus akan masuk kedalam tubuh, setelah masa inkubasi 3-
15 hari penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut (Ariani, 2016).
Upaya yang paling efektif untuk pencegahan DBD adalah melakukan pemutusan
mata rantai penularan yaitu pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kegiatan
yang sering disebut 3M plus (DEPKES, 2008). Kasus DBD telah ditemukan di
seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi Aceh kasus DBD masih tinggi dimana
tercatat pada tahun 2015, terdapat 1516 kasus, di mana 6 orang di antaranya
meninggal dunia. Pada tahun 2016 tertinggi terjadi di Aceh Tengah dengan jumlah
293 kasus, disusul Lhokseumawe 280 kasus dan Bireuen 278 kasus. Pada 2017,
terdapat 1.218 kasus DBD di seluruh Aceh, yang menyebabkan 7 di antaranya
meninggal dunia. Angka di 2017 ini sedikit menurun dibandingkan 2016 yaitu 2672
kasus, yang 21 orang dari jumlah itu meninggal dunia (Dinkes Aceh, 2018) Salah
satu penyakit menular yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah
Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group A dan
B. Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta
[1]. Terminologi DBD berasal dari definisi yang dibuat Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan merupakan terjemahan dari Dengue Haermorrhagic Fever
(DHF) sebagai salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue [2].
Sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara kedua dengan kasus demam
berdarah terbesar diantara 30 negara endemik. [3] DBD juga dapat menyebabkan
kematian, maka upaya untuk mencegah meluasnya penyebaran DBD harus segera
dilakukan. Pemetaan merupakan langkah awal yang bisa dilakukan untuk
pencegahan DBD. Dengan adanya pemetaan tingkat kerawanan DBD maka akan
memudahkan masyarakat dan petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan dan
penyebarannya. Kota Banda Aceh termasuk salah satu daerah rawan DBD di
Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun, mulai dari tahun 2010 - 2019 total kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Banda Aceh adalah sebanyak 3.168 kasus
dengan jumlah kematian 16 orang [4]. Curah hujan, suhu udara, kelembaban udara
dan kepadatan penduduk dapat mempengaruhi parasit dan vector DBD. Genangan
air yang disebabkan oleh turunnya hujan dapat menjadi media
perkembangbiakannya nyamuk sedangkan kelembaban dibawah 60% akan
menghambat dan memperpendek umur nyamuk [5]. Curah hujan, kelembaban,
suhu dan kepadatan penduduk adalah faktor lingkungan fisik yang paling
berpengaruh terhadap peningkatan dan penularan penyakit DBD. Cara
penyimpanan air yang salah pada saat musim kemarau akan menjadi breeding place
yang dapat menambah populasi nyamuk [6]. Selain itu populasi nyamuk juga bisa
meningkat apabila curah hujan kecil terjadi dalam waktu yang lama [7]. Pada suhu
kurang dari 20 ºC siklus reproduksi dan fertilasi nyamuk betina akan berkurang.
Selain itu kasus DBD juga akan semakin tinggi jika kepadatan penduduk pada suatu
wilayah semakin tinggi [8]. Perkembangan pemanfaatan Geographic Information
System (GIS) untuk analisis spasial (spatial analysis) sudah sedemikian luas[9].
Dalam bidang kesehatan, pemanfaatan GIS sangat besar dalam pemantauan sebaran
suatu penyakit dalam suatu wilayah. Salah satu penyakit yang bisa dianalisis
sebaran spasialnya adalah kasus DBD. Data dan Informasi yang berkaitan dengan
penyakit DBD seperti jumlah penderita, lokasi penderita dan fasilitas kesehatan
dapat simpan, dianalisis dan kemudian bisa dipanggil kembali dengan lebih cepat
dan dapat disajikan sebagai informasi baru berbasis spasial (peta) [10]. Penyajian
data terkait kasus DBD dalam bentuk Peta, seperti kerawanan DBD, jumlah kasus
per keluraham/kecamatan dan ketersediaan fasilitas kesehatan akan lebih
informative bagi dinas terkait dibandingkan penyajian dalam bentuk grafik maupun
tabel. Dengan mengetahui sebaran spasialnya maka akan memudahkan dalam
penanganan DBD dan pencegahan penyebaran DBD [11]. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sebaran spasial kerawanan demam
berdarah dengue di Kota Banda Aceh berdasarkan data sekunder tahun 2010 –
2019. Data yang dipergunakan untuk menganalisis sebaran spasial DBD ini adalah
curah hujan bulanan, kelembaban udara bulanan, suhu udara bulanan, dan
kepadatan penduduk.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan pengaruh iklim dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kota Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian


a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kondisi iklim dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Banda Aceh
b) Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui seberapa besar kondisi curah hujan dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Banda Aceh
2. Mengetahui seberapa besar kelembapan dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Banda Aceh
3. Mengetahui seberapa besar suhu udara dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Banda Aceh
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit yang dipilih


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya hemokonsentrasi yang
ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites, efusi pleura,
hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot
& tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata. Tidak semua yang terinfeksi virus
dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam
ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala
sakit (asimtomatik).
Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian. Dalam 3 dekade terakhir penyakit ini
meningkat insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis dan sub-tropis,
banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue. Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi
setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat angka kesakitannya dan sebaran
wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463
kabupaten/kota dengan angka. kesakitan sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, namun
angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB DBD terjadi
hampir setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga.

2.2 Faktor penyebab


Penyebab terjadinya demam berdarah sebagai berikut
o Musim hujan yang lama
o Daya tahan tubuh yang buruk
o Buang sampah sembarangan
o Jarang menguras bak mandi
o Gemar menumpuk baju kotor di rumah
o Sering keluar rumah malam-malam
o Pergi ke daerah yang banyak kasus demam berdarah

2.3 Analisis Spasial


Perkembangan pemanfaatan Geographic Information System (GIS) untuk analisis
spasial (spatial analysis) sudah sedemikian luas. Dalam bidang kesehatan,
pemanfaatan GIS sangat besar dalam pemantauan sebaran suatu penyakit dalam
suatu wilayah. Salah satu penyakit yang bisa dianalisis sebaran spasialnya adalah
kasus DBD. Data dan Informasi yang berkaitan dengan penyakit.
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP


3.1 Kerangka Teori

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah


penyakit demam akut (Sucipto, 2011).

DBD disebabkan oleh virus


dengue

Berresiko tinggi terhadap


kematian

Menerapkan 3 M

Menutup Menguras Mendaur ulang

Bagan 3.1 Kerangka Teori


3.2 Kerangka Konsep

Lingkungan:

- Upaya 3M tidak berjalan sempurna


- Masyarakat kurang berpelaku hidup sehat

Kejadian Demam Faktor Penyebab:


Berdarah - Musim hujan yang lama
- Daya tahan tubuh yang buruk
- Buang sampah sembarangan

Bagan 3.2 Kerangka Konsep Jarang menguras bak mand


BAB IV

METODELOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan metode penelitian ini dilakukan berdasarkan dengan memanfaatkan data
series curah hujan bulanan, kelembaban udara bulanan, suhu udara bulanan, dan kepadatan
penduduk . Data time series yang digunakan adalah data dari Tahun 2010 sampai 2019
yang diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait.

4.2 Lokasi dan Waktu


Lokasi tempat penelitian dilaksanakan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara
administrasi Kota Banda Aceh dibagi menjadi 9 kecamatan dan sebanyak 90 kelurahan.

4.3 Pengumpulan data


Pengumpulan data diambil dari berbagai sumber badan pemerintah, seperti data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas
Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPPKP) dan Dinkes Kota Banda Aceh dari
Tahun 2010 - 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus DBD berkorelasi dengan
curah hujan sebesar 25,07%. Kasus DBD berkorelasi dengan kelembaban yaitu sebesar
42,06%. Sedangkan korelasi antara suhu dengan kasus DBD adalah -47,26%. Hasil analisis
spasial kerawanan DBD menunjukkan bahwa kerawanan DBD tinggi terdapat di
Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan
Syiah Kuala.

4.4 Analisis Spasial


Dari data sekunder inilah perkembangan pemanfaatan Geographic Information
System (GIS) untuk analisis spasial (spatial analysis) dapat berkembang apalagi di dalam
bidang kesehatan yang sangat dibutuhkan. Dalam kasus ini sistem analisis spasial
bermanfaat untuk sebagai alat pemantau sebaran suatu penyakit dalam suatu wilayah
termasuk DBD. Data dan Informasi yang berkaitan dengan penyakit DBD seperti jumlah
penderita, lokasi penderita dan fasilitas kesehatan dapat simpan, dianalisis dan kemudian
bisa dipanggil kembali dengan lebih cepat dan dapat disajikan sebagai informasi baru
berbasis spasial (peta). Penyajian data terkait kasus DBD di banda aceh lebih baik
penggunaanya menggunakan dalam bentuk peta ,seperti kerawanan DBD, jumlah kasus
per keluraham/kecamatan dan ketersediaan fasilitas kesehatan , karena penyajian nya jauh
lebih informative dan memudahkan dalam penanganan DBD dan pencegahan penyebaran
DBD. Jika menggunakan tabel atau grafik penyajian data nya kurang informative dan sulit
digunakan bagi dinas terkait ( kesehatan) untuk diamati.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis Berdasarkan Curah Hujan

Hasil analisis terhadap data curah hujan yang diperoleh dari 9 stasiun curah hujan
selama kurun waktu dari tahun 2010 sampai 2019 di Kota Banda Aceh, yaitu stasiun
Baiturrahman, Banda Raya, Jaya Baru, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Lampineung,
Meuraxa, dan Ulee Kareng. Curah hujan dan puncak kasus DBD dari tahun 2010 sampai
dengan Tahun 2019. Sebagian besar bulan puncak curah hujan terjadi pada bulan
November. Puncak kasus DBD sebagian besar terjadi pada saat bulan puncak curah hujan,
yaitu pada bulan November, Desember, dan Januari. Adapun puncak kasus DBD tertinggi
terjadi pada tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014. Kemudian kasus DBD menurun dari
tahun 2015 sampai tahun 2018 dan naik kembali pada Tahun 2019, sedangkan kasus DBD
terendah di tahun 2018.
Jumlah Kasus DBD dan curah hujan setiap bulan Tahun 2010-2019

Tahun Variable Bulan


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2010 CH 839 544 928 1475 949 1150 1062 2226 668 907 2343 2006
(mm)
Kasus 74 79 93 30 58 55 43 30 36 106 81 74
DBD
2011 CH 1094 751 2107 1079 632 196 570 661 1399 546 411 1086
(mm)
Kasus 81 57 37 42 35 15 13 3 6 36 14 43
DBD
2012 CH 774 926 722 463 1164 462 296 349 1234 1398 970 1281
(mm)
Kasus 71 62 32 30 25 26 28 6 22 54 82 68
DBD
2013 CH 1819 1703 293 1061 946 1921 634 386 1831 868 1089 1821
(mm)
Kasus 57 38 28 20 9 7 6 4 18 8 24 39
DBD
2014 CH 1106 518 132 247 737 1160 533 1274 1180 2501 3686 2982
(mm)
Kasus 14 7 11 10 11 24 9 25 46 50 50 42
DBD
2015 CH 1013 252 510 1660 363 221 1302 708 1362 951 1320 874
(mm)
Kasus 13 18 7 6 9 4 6 8 15 22 12 7
DBD
2016 CH 1720 1351 403 433 1888 449 610 2421 1017 2699 2297 1547
(mm)
Kasus 12 21 4 4 6 7 3 4 6 17 19 49
DBD
2017 CH 3374 963 1469 205 1874 279 383 609 1631 507 1957 2469
(mm)
Kasus 81 67 45 12 5 3 1 1 1 7 8 5
DBD
2018 CH 713 177 377 698 1594 1122 586 743 872 1229 2561 1900
(mm)
Kasus 7 6 7 3 4 2 7 1 2 4 31 31
DBD
2019 CH 809 792 694 558 492 516 779 421 830 981 700 914
(mm)
Kasus 52 58 23 10 7 6 8 17 12 28 54 69
DBD
Rerata CH (mm) 1326 798 764 778 1064 748 676 980 1202 1259 1733 1688
CH Tertinggi 3374 1703 2107 1660 1888 1921 1302 2421 1831 2699 3686 2982

5.2 Hasil Analisis Berdasarkan Kelembaban

Bulan kelembaban tertinggi dan puncak kasus DBD dalam satu tahun kalender dari
tahun 2010 sampai 2019. Puncak kasus DBD sebagian besar terjadi pada saat bulan dengan
tingkat kelembaban tertinggi, yaitu pada bulan September, Oktober, November, Desember,
dan Januari. Korelasi antara kelembaban dengan kasus DBD yang tertinggi adalah antara
kasus DBD dengan kelembaban satu bulan sebelumnya, dengan korelasi 0,7727 atau 77,27
%. Kasus DBD dengan kelembaban pada bulan yang sama hanya 42,06 % dan kasus DBD
dengan kelembaban 2 bulan sebelumnya adalah 53,17 %.
Jumlah kasus DBD dan suhu setiap bulan selama Tahun 2010-2019

Tahun Variable Bulan


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
2010 Kelembaban 84.5 81.8 84.3 84.3 81.5 80.0 81.8 78.0 82.3 77.3 87.4 85.7
( RH )
Jumlah 74 79 93 30 58 55 43 30 36 106 81 74
Kasus
2011 Kelembaban 83.4 84.8 84.0 83.5 78.8 70.1 73.7 77.1 80.0 82.6 84.0 83.9
( RH )
Jumlah 81 57 37 42 35 15 13 3 6 36 14 43
Kasus
2012 Kelembaban 83.9 83.1 82.8 81.4 78.1 67.8 71.1 72.9 74.8 82.4 85.7 84.3
( RH )
Jumlah 71 62 32 30 25 26 28 6 22 54 82 68
Kasus
2013 Kelembaban 83.7 84.3 83.5 83.5 80.9 74.2 72.9 76.8 74.1 81.9 86.1 87.0
( RH )
Jumlah 57 38 28 20 9 7 6 4 18 8 24 39
Kasus
2014 Kelembaban 82.0 81.3 81.3 80.4 80.3 69.8 65.6 75.9 79.7 85.8 84.4 85.2
( RH )
Jumlah 14 7 11 10 11 24 9 25 46 50 50 42
Kasus
2015 Kelembaban 80.7 78.5 80.0 84.3 79.3 75.7 75.4 75.2 79.3 84.6 85.0 83.0
( RH )
Jumlah 13 18 7 6 9 4 6 8 15 22 12 7
Kasus
2016 Kelembaban 82.5 81.4 80.7 80.7 80.7 72.4 75.2 68.2 79.3 84.6 86.0 83.7
( RH )
Jumlah 12 21 4 4 6 7 3 4 6 17 19 49
Kasus
2017 Kelembaban 84.8 80.1 82.0 80.6 76.7 72.9 66.9 75.2 78.9 78.0 84.6 84.6
( RH )
Jumlah 81 67 45 12 5 3 1 1 1 7 8 5
Kasus
2018 Kelembaban 82.5 80.7 81.0 83.1 85.7 76.8 71.9 72.3 80.3 86.3 87.7 84.6
( RH )
Jumlah 7 6 7 3 4 2 7 1 2 4 31 31
Kasus
2019 Kelembaban 81.2 82.2 82.0 80.9 78.5 74.8 74.6 70.4 78.2 88.1 83.5 82.5
( RH )
Jumlah 52 58 23 10 7 6 8 17 12 28 54 69
Kasus
Rerata Kelembaban (RH 82.9 81.8 82.2 82.3 80.1 73.4 72.9 74.2 78.7 83.2 85.4 84.4
)
Kelembaban Tertinggi 84.8 84.8 84.3 4.3 85.7 80.0 81.8 78.0 82.3 88.1 87.7 87.0

5.3 Hasil Analisis Berdasarkan Suhu

Tingkat suhu dan jumlah Kasus DBD tertinggi terjadi pada suhu 26 °C – 27 °C. Dari
tahun 2010 sampai Tahun 2019 Kasus DBD tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan
suhu rata – rata 26,4 °C. selanjutnya puncak kasus DBD tertinggi kedua terjadi pada bulan
Desember dengan suhu rata – rata 26,8 °C dan kasus DBD tertinggi ketiga terjadi pada
bulan Februari dengan suhu rata – rata 26,6 °C. Korelasi antara suhu dengan kasus DBD
yang tertinggi adalah antara kasus DBD dengan suhu satu bulan sebelumnya, dengan
korelasi 0,7727 atau 77,27 %. Kasus DBD dengan suhu pada bulan yang sama hanya -
47,26 % dan kasus DBD dengan suhu 2 bulan sebelumnya adalah 53,17 %.
Jumlah kasus DBD dan suhu setiap bulan Tahun 2010-2019
Tahun Variabel Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
2010 Suhu (°C ) 26.4 27.3 27.0 27.6 28.2 27.6 27.2 27.5 26.8 27.3 25.8 26.0
Jumlah 74 79 93 30 58 55 43 30 36 106 81 74
Kasus
2011 Suhu (°C) 26.0 26.2 26.2 26.8 27.6 28.5 27.7 27.2 26.9 26.7 26.2 26.4
Jumlah 81 57 37 42 35 15 13 3 6 36 14 43
Kasus
2012 Suhu (°C) 26.1 26.4 26.2 26.8 27.5 28.3 27.8 27.6 27.4 26.4 26.2 26.4
Jumlah 71 62 32 30 25 26 28 6 22 54 82 68
Kasus
2013 Suhu (°C) 26.7 26.3 27.3 27.3 27.4 28.0 27.6 27.0 27.4 26.5 26.3 26.1
Jumlah 57 38 28 20 9 7 6 4 18 8 24 39
Kasus
2014 Suhu (°C) 25.7 26.0 27.0 27.3 27.8 29.0 29.0 27.3 26.8 26.2 26.6 26.4
Jumlah 14 7 11 10 11 24 9 25 46 50 50 42
Kasus
2015 Suhu (°C) 26.5 26.3 27.1 26.7 27.8 28.0 28.1 27.8 27.1 26.7 26.7 26.8
Jumlah 13 18 7 6 9 4 6 8 15 22 12 7
Kasus
2016 Suhu (°C) 27.4 27.1 28.0 28.3 28.2 28.2 27.6 28.3 17.1 26.7 26.4 26.3
Jumlah 12 21 4 4 6 7 3 4 6 17 19 49
Kasus
2017 Suhu (°C) 26.0 26.6 26.7 27.4 27.9 28.3 28.6 27.5 27.1 26.8 26.5 26.2
Jumlah 81 67 45 12 5 3 1 1 1 7 8 5
Kasus
2018 Suhu (°C) 26.7 27.1 27.6 27.6 27.4 28.3 28.9 28.1 27.2 26.3 26.3 26.5
Jumlah 7 6 7 3 4 2 7 1 2 4 31 31
Kasus
2019 Suhu (°C) 26.9 26.9 27.2 27.8 28.0 28.3 27.8 28.2 27.6 25.7 26.7 26.3
Jumlah 52 58 23 10 7 6 8 17 12 28 54 69
Kasus
Rerata Suhu 26.4 26.6 27.0 27.4 27.8 28.3 28.0 27.7 27.1 26.5 26.4 26.4
Suhu Tertinggi 27.4 27.3 28.0 28.3 28.2 29.0 29.0 28.3 27.6 27.3 26.7 26.8
BAB VI

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peta spasial
yang dihasilkan dari tahun 2010 – 2019 Kota Banda Aceh Sebagian besar berwarna merah, artinya
Kota Banda Aceh termasuk ke dalam wilayah dengan tingkat kerawanan DBD beresiko tinggi.
Parameter curah hujan, suhu, kelembaban dan kepadatan penduduk berpengaruh terhadap kejadian
DBD di Kota Banda Aceh di dukung dengan uji statistik korelasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kasus DBD berkorelasi dengan curah hujan sebesar 25,07 %. Kasus DBD berkorelasi
dengan kelembaban yaitu sebesar 42,06%. Sedangkan korelasi antara suhu dengan kasus DBD
adalah -47,26%. Hasil analisis spasial kerawanan DBD menunjukkan bahwa kerawanan DBD
tinggi terdapat di Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kecamatan Kuta Alam dan
Kecamatan Syiah Kuala.
Daftar Pustaka

Asniati1, SM Indirawati2. (2020). Analisis Sebaran Spasial Kerawanan Penyakit Demam Berdarah.
Analisis Sebaran Spasial Kerawanan Penyakit Demam Berdarah, 9.

Anda mungkin juga menyukai