Anda di halaman 1dari 60

GAMBARAN PENERAPAN KOMPRES HANGAT DI KOMBINASIKAN

DENGAN ANTIPIRETIK DENGAN MASALAH HIPERTERMIA

PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DIRUANGAN ANGGREK RSUD

MOKOPIDO TOLITOLI

Proposal penelitian

Oleh :

Magfira Ramadhani

NIM : PO7247320023

POLITEHNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D III KEPERAWATAN TOLITOLI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ijin dan karunian-nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul “Gambaran

Penerapan Kompres Hangat Dikombinasikan Dengan Antipiretik Dengan

Masalah Hipertemi Pada Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Ruangan

Anggrek RSUD Mokopido Tolitoli Tahun 2022”. Sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Diploma III Poltekkes Kemenkes Palu Prodi D III

Keperawatan Tolitoli.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua Orang Tua

tercinta ayahanda Aidil dan ibunda Harmini yang selalu memberikan cinta dan

kasih serta dukungan baik materi dan moral, sehingga penulis mampu sampai

pada titik ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal masih banyak

kekurangannya, baik yang berkaitan dengan materi maupun sistematika penulisan

atau pembuatannya, maka dari itu penulis terbuka apabila ada kritikan dan saran

yang sifatnya membangun.

Terwujudnya proposal ini tidak terlepas dari bantuan dari bimbingan

berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya maka

perkenankanlah penulis segala kerendahan hati mengucapkan rasa hormat dan

terima kasih setulus tulusnya kepada :

1. Bapak Nasrul Sahe, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Palu

yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengikuti pendidikan di

prodi D-III Keperawatan Tolitoli.


2. Ibu Selvi Afrida Mangundap S.Kp.,M.Si selaku ketua jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Palu yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

3. Ibu Ns.Sova Evie S.Kep,M.Kep selaku ketua Prodi D-III Keperawatan Tolitoli

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

4. Bapak Ns. Saman S.Kep,M.Kep selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga proposal

penelitian ini terselesaikan.

5. Bapak Ns. Dwi Yogyo S.Kep,M.Kep selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, pikiran dalam memberikan saran dan masukkan kepada

penulis sehingga proposal penelitian ini terselesaikan.

6. Seluruh Dosen dan Staf Poltekkes Kemenkes Prodi D-III Keperawatan Tolitoli

yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

7. Bapak Anjasmara, S. St. Selaku kepala Dinas Kesehatan Kab. Tolitoli yang

telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengambil data angka kejadian

kasus penyakit.

8. Ibu Dr. Hayyatun Nufus Sp.N, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Mokopido

Tolitoli yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengambil data

kasus penyakit.

9. Rekan-rekan Mahasiswa angkatan 2020 yang telah memberikan banyak

kebersamaan selama menempuh pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palu Prodi

D-III Keperawatan Tolitoli.


Semoga tuhan yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal

baik yang telah diberikan, melainkan ucapan Terima Kasih.

Toltoli, 16 November 2022

penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue yang termaksud golongan abovirus atau

Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD

ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes

aegypti atau Aedes albopictus (Kemenkes RI, 2017).

Arbovirus yang ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk akan masuk racun kedalam aliran darah sehingga tubuh menjadi

panas dan Hipotalamus tidak bisa mengontrol suhu tubuh yang tinggi

akibat toksin yang sebarkan oleh nyamuk. Suhu tubuh yang sangat tinggi

dapat menyebabkan terjadinya perdarahan spontan dan mengalami syok

hipovolemik sehingga menyebabkan perubahan kebutuhan volume cairan

akhirnya suhu tubuh meningkat dan terjadi demam akut. (Harsono, 2009

dalam Safitri, 2018)

Dampak berbahaya dari suhu tinggi antara lain perdarahan lokal dan

degenerasi parenkimatoza di seluruh tubuh, gangguan pada metabolisme

sel-sel tubuh, terutama enzim sebagai katalis berbagai reaksi oksidasi

kimia untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan sel, sehingga sel tidak

mampu melakukan tugasnya secara optimal.


Untuk mencegah dampak berbahaya dari demam tinggi pada anak,

suhu tubuh anak yang demam harus diturunkan menjadi normal. Upaya

penurunan suhu tubuh dapat dilakukan baik secara farmakologis maupun

non farmakologis. Terapi farmakologis dapat berupa pemberian obat

antipiretik (paracetamol, ibuprofen) untuk menurunkan demam, sedangkan

pengobatan non farmakologis yaitu anak demam ditempatkan dalam

ruangan bersuhu normal, melonggarkan pakaian atau memakai pakaian

yang tipis, memberikan banyak minum dan memberikan kompres (Amin

Huda Nurarif, 2015)

Kompres hangat mengacu pada penggunaan kain atau handuk yang

dibasahi air hangat dan ditempelkan pada bagian tubuh tertentu untuk

memberikan kenyamanan dan menurunkan suhu tubuh.(Wardiyah,2016

dalam Rahayu, 2022).

Penggunaan kompres hangat selama 10-15 menit dalam air bersuhu

30-32°C membantu mengurangi panas dengan cara panas akan keluar

lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Menerapkan kompres

hangat ke aksila (ketiak) lebih efektif karena area ini memiliki banyak

pembuluh darah besar dan banyak kelenjar keringat apokrin sehingga

memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Mempercepat

perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat. Kompres

hangat dapat diterapkan pada lipatan tubuh (misalnya lipatan ketiak, paha,

dll,) karena pada lipatan tubuh biasanya terdapat pembuluh darah yang
cukup besar untuk mempercepat pelebaran pembuluh darah dan proses

penguapan panas tubuh.(Pratiwi, 2018 dalam Rahayu, 2022).

WHO memperkirakan pada tahun 2021 akan ada sekitar 100 hingga

400 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahunnya. Asia menempati

urutan pertama dalam jumlah penderita DBD, hingga 70% setiap tahunnya.

Dibalik itu, DBD merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di

Asia Tenggara, dengan 57% dari seluruh kasus DBD di Asia Tenggara

terjadi di Indonesia (WHO,2021 dalam Saragih, 2021).

Indonesia memiliki 71.633 kasus DBD pada bulan Juli, dengan

Jawa Timur menempati peringkat ketiga dengan 5.948 kasus setelah Jawa

Barat dan Bali. Jumlah kasus DBD tahun 2019 sebanyak 112.954 kasus

dan jumlah kematian sebanyak 751 kasus. sedangkan pada Januari-Juli

2020 terdapat 71.633 kasus dan 459 kematian.Jumlah kasus dan kematian

pada tahun 2020 relatif rendah dibandingkan tahun 2019 (Kemenkes RI,

2020)

Pada tahun 2020 terdapat 108.303 kasus DBD dengan jumlah

kematian sebanyak 747 kasus. Kasus maupun kematian akibat DBD

mengalami penurunan pada tahun 2021 yaitu sebesar 73.518 kasus dan 705

kematian (Kemenkes RI, 2021)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah, kasus

DBD cenderung meningkat dengan sebaran wilayah yang lebih luas. Dari

13 kabupaten/kota yang melaporkan data kasus DBD tahun 2016 terdapat

2302 kasus dan 22 kematian, tahun 2017 terdapat 821 kasus dan 8
kematian, 2018 terdapat 1070 kasus dan 7 kematian, tahun 2019 terdapat

1933 dengan 18 kematian. Tahun 2020, terdapat 1.190 kasus dan 12

kematian (Tengah, 2011)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Tolitoli tercatat pada tahun 2020 kasus DBD 62 orang dengan kematian 1

orang, tahun 2021 tercatat 178 kasus dengan kematian 1 orang, tahun 2022

sebanyak 292 kasus. Dan berdasarkan data dari rumah sakit umum daerah

mokopido tolitoli tercatat pada tahun 2020 sebanyak 34 kasus, tahun 2021

tercatat 195 kasus, dan pada bulan januari – September 2022 tercatat 352

kasus dengan jumlah kematian 13 orang. (Dinkes Tolitoli, 2022 & RS

Mokopido Tolitoli, 2022).

Upaya pemerintah dalam pencegahan penyakit DBD yaitu

mendorong masyarakat agar ikut aktif dalam melakukan upaya promotif

preventif melalui Gerakan satu Rumah satu Jumantik, melibatkan

masyarakat khususnya anggota keluarga untuk aktif dalam melakukan

pembersihan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus ditempat-tempat umum dan

juga pada lingkungan rumah. Adapun gerakan 3M yaitu menguras

penampungan air, menutup penampungan air, mendaur kembali barang

bekas dan plusnya dengan memelihara ikan pemakan jentik nyamuk,

menggunakan obat anti nyamuk, gotong royong membersihkan

lingkungan, memasang kawat kaca pada jendela dan ventilasi, meletakkan

pakaian kotor dalam wadah tertutup, memperbaiki saluran dan talang air
yang tidak lancar. Menaburkan bubuk abate dibak penampungan air, dan

melakukan pengasapan (Infodatin, 2017)

Upaya perawat pada kasus DBD yaitu memberikan asuhan

keperawatan secara menyeluruh, meliputi upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitative. Upaya promotif yaitu memberikan pendididkan

kepada keluarga pasien terkait pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih

Sehat (PHBS) dilingkungan rumah dan memberikan nutrisi sesuai

kecukupan gizi anak, upaya preventif adalah memberikan edukasi kepada

keluarga mengenai cara pecegahan DBD dengan menguras dan

membersihkan bak mandi, tidur menggunakan kelambu, menggunakan

lotin pengusir nyamuk, upaya kuratif perawat melakukan tindakan mandiri

dan kolaborasi yaitu pemberian obat, memberi asupan nutrisi, memantau

tanda-tanda dehidrasi, memberikan cairan yang adekuat, menganjurkan

tirah baring dan memantau tanda-tanda vital, upaya rehabilitative adalah

perawat dapat menganjurkan untuk banyak beristirahat dan memotivasi

kepada keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (Kemenkes RI,

2016).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Suci Fitri Rahayu

(2022) yang berjudul “Penerapan Kompres Hangat Untuk Menurunkan

Demam Pada Anak Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Rumah Sakit

Martapura” dilakukan kompres hangat sebelum dan sesudah kompres

hangat menggunakan air hangat (30°C -32°C) di daerah aksila dan lipatan

paha. Hasil pada hari pertama sebelum dilakukan kompres hangat 38,4°C
setelah dilakukan kompres hangat jadi 37,8°C, hari ke-2 dari 38.0°C

menjadi 37,5°C setelah kompres hangat, hari ke-3 dari 37.7°C turun

menjadi 37,0°C.

Berdasarkan latar belakang diatas maka kewajiban kita sebagai

perawat bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan

kesehatan untuk mengurangi kasus DBD dan menghindari komplikasi yang

lebih serius. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Gambaran Penerapan Kompres Hangat Dikombinasikan Dengan

Antipiretik Dengan Masalah Hipertermia Pada Kasus Demam Berdarah

Dengue (DBD) Di Ruangan Anggrek RSUD Mokopido Tolitoli”.

A. Rumusan Masalah

Bagaimana Gambaran Penerapan Kompres Hangat Dikombinasikan

Dengan Antipiretik Dengan Masalah Hipertermia Pada Kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD) Di Ruangan Anggrek RSUD Mokopido Tolitoli.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Penurunan Suhu Tubuh Pasien

Hipertermi Karena Penyakit DBD Yang Dilakukan Kompres Hangat

Dikombinasikan Dengan Antipretik.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan terapi kompres hangat pada pasien Hipertermi karena

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


b. Melakukan pengukuran suhu tubuh setelah dilakukan terapi

kompres hangat selama 15 menit

c. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh sebelum dan setelah 15

menit dilakukan pemberian terapi kompres hangat pada klien

Demam Berdarah Dengue (DBD)

d. Memberikan antipiretik setelah dilakukan terapi kompres hangat

dan pengukuran suhu tubuh jika pasien masih mengalami demam

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan Prodi DIII Keperawatan Tolitoli

Sebagai bahan referensi atau bahan bacaan tentang Gambaran

Penerapan Kompres Hangat Dikombinasikan Dengan Antipiretik

Dengan Masalah Hipertermia Pada Kasus Demam Berdarah Dengue

(DBD)

2. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Mokopido Tolitoli

Sebagai sumber informasi tentang Gambaran Penerapan Kompres

Hangat Dikombinasikan Dengan Antipiretik Dengan Masalah

Hipertermia Pada Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

3. Bagi Pasien

Sebagai tambahan informasi atau pengetahuan untuk pasien dan

keluarga tentang penyakit dan penatalaksaan Demam Berdarah

Dengue (DBD).

4. Bagi peneliti/peneliti Sebelumnya


Dapat menambah pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman

dan mengembangankan kemampuan berfikir dalam menerapkan

Kompres Hangat Dikombinasikan Dengan Antipiretik Dengan

Masalah Hipertermia Pada Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya yang akan melakukan studi kasus mengenai Gambaran

Penerapan Kompres Hangat Dikombinasikan Dengan Antipiretik

Dengan Masalah Hipertermia Pada Kasus Demam Berdarah Dengue

(DBD).
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertermia

1. Pengertian

Hipertermia atau demam adalah suhu tubuh meningkat diatas

rentang normal tubuh (PPNI DPP Pokja SDKI, 2018). Hipertermia

adalah kondisi di mana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya akibat

peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Demam ini

menaikkan suhu tubuh dalam 2-3 hari, menurunkan suhu tubuh dalam

4-5 hari dan naik kembali setelah 6-7 hari (Safitri, 2018 dalam

Pratiwi, 2021)

Umumnya, orang berkeringat untuk menurunkan suhu tubuhnya.

Namun, dalam beberapa kasus suhu naik begitu cepat setelah

terinfeksi, tubuh manusia melepaskan sejumlah panas dari kulit.

Demam adalah proses alami dimana tubuh melawan infeksi yang

masuk kedalam tubuh. Demam terjadi pada suhu di atas 37,2 °C dan

terjadi secara teratur disebabkan oleh kontaminasi (mikroorganisme,

infeksi, organisme atau parasit), Gangguan sistem kekebalan tubuh,

penyakit ganas atau obat-obatan (Anisa, 2019).

2. Etiologi

Demam sering disebabkan oleh infeksi. Penyebab demam non-

infeksi juga dapat disebabkan oleh toksemia, keganasan, atau reaksi


obat, dan gangguan pusat termoregulasi pusat (misalnya, perdarahan

otak, koma). Secara umum, diagnosis penyebab demam yang akurat

membutuhkan, antara lain: Ketepatan dalam riwayat medis,

pemeriksaan fisik, pemantauan perkembangan penyakit dan

interpretasi tes laboratorium dan bantuan lainnya secara dapat diterima

dan komprehensif (Amin Huda Nurarif, 2015)

(PPNI DPP Pokja SDKI, 2018) Ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan hipertermia atau demam yaitu : dehidrasi, paparan

lingkungan panas, proses penyakit (mis. infeksi, kanker),

ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju

metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan dan penggunaan

inkubator.

3. Klasifikasi Demam

(Amin Huda Nurarif, 2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:

a. Demam septik

Suhu tubuh naik sangat tajam pada malam hari dan turun

lagi di atas nilai normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan

menggigil dan berkeringat. Jika demam tinggi turun ke tingkat

normal, disebut juga demam hektik

b. Demam remiten

Suhu tubuh dapat menurun setiap hari, tetapi tidak pernah

mencapai suhu tubuh normal. Kemungkinan penyebab suhu yang


diukur bisa mencapai dua derajat, tidak sebesar perbedaan suhu

yang terlihat pada demam septik

c. Demam intermiten

Suhu tubuh turun ke tingkat normal selama beberapa jam

sehari. Jika demam tersebut terjadi dua hari sekali disebut tersiana,

jika terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam

disebut kuartana

d. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu

derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali

disebut hiperpireksia

e. Demam siklik

Suhu tubuh naik selama beberapa hari, diikuti demam

beberapa kali selama beberapa hari, diikuti dengan kenaikan suhu

seperti semula. Jenis demam terkadang dikaitkan dengan penyakit

tertentu, seperti demam intermiten yang terkait dengan malaria.

Seorang pasien yang mengalami demam dapat langsung

berhubungan dengan penyebab yang jelas, seperti: Abses,

pneumonia, infeksi saluran kemih, malaria, tetapi terkadang tidak

dapat langsung dikaitkan dengan penyebab yang jelas.

4. Manifestasi klinis

Menurut (PPNI DPP Pokja SDKI, 2018) tanda dan gejala hipertermia

terbagi menjadi tanda mayor dan tanda minor


a. Tanda mayor

Suhu tubuh diatas nilai normal

b. Tanda minor

1) Kulit merah

2) Kejang

3) Takikardi

4) Takipnea

5) Kulit teraba hangat

(Amin Huda Nurarif, 2015) tanda dan gejala terjadinya demam adalah:

a. Anak rewel ( suhu tubuh meningkat dari 37,8°C - 40°C )

b. Kulit kemerahan

c. Teraba hangat

d. Frekuensi pernafasan meningkat

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

5. Komplikasi

Komplikasi dari demam menurut ( Nurarif, 2015 dalam Pratiwi, 2016)

adalah:

a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam).

Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan


dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak

berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak.

6. Penatalaksaan

penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan

farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi

keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani

demam pada anak menurut ( Wardiyah, 2016 dalam Pratiwi, 2016)

yaitu :

a. Tindakan farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan

antipiretik berupa:

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan

pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan

antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam

waktu 30 menit dan puncaknya 2 jam setelah konsumsi.

Demam dapat kembali dalam waktu 3-4 jam.

Parasetamol dapat diberikan kembali setiap 4-6 jam dari

dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan adalah 1,2

- 1,4°C, sehingga jelas bahwa tujuan pemberian parasetamol

bukan untuk menormalkan suhu, tetapi untuk menurunkan suhu

tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan

karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum

memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping

paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,

peningkatan suhu pada bayi baru lahir yang bugar (sehat) tanpa

resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan

atau kurang cairan.

Efek samping parasetamol adalah: muntah-muntah, sakit

perut, reaksi alergi, urtikaria (urtikaria), purpura (bercak merah

pada kulit akibat pendarahan di bawah kulit), Bronkospasme

(penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat

melanjutkan perkembangan virus, seperti cacar air

(memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan antipiretik yang juga memiliki sifat

anti-inflamasi. Ibuprofen merupakan pilihan kedua untuk

demam jika Anda alergi terhadap acetaminophen. Ibuprofen

dapat diberikan kembali 6-8 jam setelah dosis terakhir. Efek

antipiretik diperoleh dengan dosis 5 mg per 1 kg berat badan.

ibuprofen bekerja optimal dalam waktu satu jam dan

bertahan selama 3-4 jam. Efek antipiretik set lebih cepat dari

parasetamol. Efek samping ibuprofen termasuk mual, muntah,

sakit perut, diare, perdarahan gastrointestinal, gugup, sakit


kepala, agitasi, dan gelisah. Dosis yang berlebihan dapat

menyebabkan kejang bahkan koma dan gagal ginjal.

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat

dilakukan menurut (TIM Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) yaitu :

Sediakan lingkungan yang dingin

1) Longgarkan pakaian atau lepaskan pakaian

2) Basahi (kompres hangat) dan kipasi permukaan kulit

3) Ganti linen setiap hari atau sering jika mengalami keringat

berlebihan (hiperhidrosi)

4) Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipertermi atau

kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila)

Tindakan non farmakologis menurut (Nurarif, 2015 dalam Pratiwi,

2016) yaitu :

1) memberikan minuman yang banyak

2) tempatkan dalam ruangan yang bersuhu normal

3) menggunakan pakaian yang tebal

4) memberikan kompres

B. Konsep Kompres Hangat

1. Pengertian

Kompres hangat adalah tindakan melapisi permukaan kulit dengan

kain atau handuk yang telah dibasahi dengan air hangat untuk

memenuhi kebutuhan rasa nyaman, menghilangkan atau mengurangi


nyeri, mengurangi atau mencegah kejang otot, dan memberikan sensasi

hangat, dengan tujuan untuk memperlancar peredaran darah (Uliyah &

Hidayah, 2008 dalam Veronika, 2020).

Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat

membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016).

Pemberian kompres hangat pada ketiak lebih efektif karena daerah ini

memiliki pembuluh darah yang lebih besar dan banyak kelenjar

keringat apokrin dengan banyak pembuluh darah, sehingga daerah

yang mengalami vasodilatasi melebar sehingga memungkinkan

percepatan. Perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali

lebih tinggi (Ayu, 2015 dalam Pratiwi, 2016).

2. Tujuan Kompres Hangat

Menurut ( Kusyati et al., 2013 dalam Sand, 2022 ) tujuan dari

pemberian kompres, yaitu :

a. Dapat menurunkan suhu tubuh

b. Dapat memberikan kenyamanan

c. Mencegah terjadinya kejang demam

d. Memperlancar sirkulasi radah

3. Indikasi

Menurut ( koizier dan Erb dalam Sandi, 2022) yaitu :

a. Demam

b. Sakit kepala

c. Kesemutan atau nyeri otot


d. Nyeri pada punggung

e. Bengkak

4. Kontra indikasi

Menurut ( koizier dan Erb dalam Sandi, 2022) yaitu :

a. Trauma 12-24 jam pertama

b. Pendarahan edema

c. Gangguan vaskuler

d. Pleuritis

e. Pasien yang berdarah (luka terbuka)

5. Penatalaksanaan

Menurut (Rohani, 2011 dalam Sandi, 2022) penatalaksanaan kompres

hangat yaitu :

a. Periksa airnya, pastikan tidak terlalu panas, lalu letakkan waslap

atau handuk di dalam baskom berisi air hangat

b. Tempatkan kain basah atau waslap yang hangat di atas area yang

ingin di kompres

c. Tunggu 10-20 menit.

d. Jika belum sampai pada waktu yang di tentukan sudah tidak terasa

hangat, maka masukan kain ke air hangat lagi.

6. Durasi dan letak kompres hangat

a. Durasi

panas mempunyai efek yang berbeda-beda pada tubuh, efek

ini juga bergantung pada lamanya pemberian panas. Menerapkan


panas selama 10-15 menit memiliki efek vasodilatasi yang

meningkatkan aliran darah. Peningkatan aliran darah berkurang

Viskositas darah dan metabolisme lokal saat aliran darah

membawa oksigen ke jaringan (Kozier dalam Sandi, 2022).

b. Letak kompres hangat

Kompres hangat dengan cairan atau alat yang menimbulkan

suhu hangat untuk memperlancar peredaran darah. Saat mengobati

demam, Anda bisa memberikan kompres hangat pada anak,

khususnya pada lipatan dada, ketiak, leher, dan paha, karena

daerah tersebut menginterpretasikan suhu luar sangat panas, dan

tubuh akhirnya menurunkan pengatur suhu yaitu otak, begitu juga

sebaliknya. tidak meningkatkan pengaturan suhu tubuh (Potter dan

Perry, 2005 dalam Sandi, 2022).

7. Prosedur penerapan Kompres Hangat

a. Fase Pra-interaksi

1) Perawat membaca catatan medis klien

2) Persiapan alat :

a) Handuk kecil / waslap

b) Baskom berisi air hangat

c) Perlak

d) Handscoon / sarung tangan

b. Fase Orientasi
1) Memberikan salam, kenalkan diri perawat dan menyapa pasien

2) Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan

pada pasien atau keluarga

3) Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya

4) Mendekatkan alat pada pasien

5) Perawat mencuci tangan

c. Fase Kerja

1) Memberitahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan

2) Pastikan lingkungan aman untuk pasien

3) Mengukur suhu tubuh klien dengan thermometer

4) Meletakkan perlak dibawah badan yang akan dilakukan

pengompresan

5) Memberikan kompres yaitu di (aksila, dahi, perut, leher, atau

yang mempunyai pembuluh darah besar)

6) Lakukan pengompresan selama 30 menit

7) Mengevaluasi suhu tubuh setelah dilakukan pengompresan

setelah 20 menit

8) Keringkan alat dan bahan yang sudah digunakan untuk

kompres

9) Mencuci tangan dengan bersih

d. Fase Terminasi

1) Evaluasi hasil yang dicapai

2) Memberi reinforcement positif pada klien


3) Kontrak untuk pertemuan selanjutnya

4) Akhiri pertemuan dengan baik

5) Melakukan dokumentasi

C. Konsep Teori Demam Berdarah Dengue

1. Pengertian

Demam Berdarah Dengue/DBD adalah penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue yang menular Dari nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu fungsi darah kapiler

dan sistem pembekuan darah, yaitu menyebabkan perdarahan. Demam

berdarah dengue tidak ditularkan melalui kontak manusia. seperti

virus dengue Patogen penyebab demam berdarah hanya dapat

ditularkan oleh nyamuk (Prasetyo, 2012 dalam Roghodatul et al.,

2020).

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah penyakit yang disebabkan

oleh Infeksi virus dengue dengan gejala klinis demam tinggi tiba-tiba

tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari,

penderita merasakan sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, rasa

perih, nyeri pada otot, nyeri sendi, badan terasa lesu dan lemas, ada

ruam (bitnik-bintik merah) pada kulit terutama pada tangan dan kaki,

mual, muntah, nafsu makan menurun dan jika kondisinya cukup

parah, terjadi komplikasi seperti mimisan, petechiae, perdarahan

(Nurarif, 2016 dalam Antika, 2022).


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue, yang menyebabkan

terganggunya pembuluh kapiler dan sistem pembekuan darah

sehingga menimbulkan perdarahan yang dapat mengakibatkan

kematian (Soepardi, 2010)

2. Etiologi

Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue

dari golongan famili flaviviridae, genus flavivirus. Terdapat 4 serotipe

dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Empat seritipe

tersebut mirip secara antigenik, namun tidak menimbulkan potensi

silang setelah terinfeksi dari salah satu serotipe tersebut (Asdie,

Witjaksono & Loehoeri, 2017).

3. Patofisiologi

Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia

melalui Gigitan nyamuk Aedes. Setelah virus dengue masuk ke dalam

tubuh akan menimbulkan gejala viremia, seperti demam, sakit kepala,

mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia faring, timbulnya

ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada reticulo endothelium

seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limpa. saat bakteri

dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh kemungkinan besar akan

memproteksi virus yang masuk dengan cara memproduksi sel darah

putih lebih banyak untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan

infeksi. Selain itu pusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus juga akan
berperan dalam hal hipotalamus akan meningkatkan sekresi

prostglandin yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu

tubuh. Sehingga terjadilah masalah hipertermi pada kasus DBD

(Wijaya, 2013 dalam Antika, 2022)

4. Klasifikasi DBD

(Ayu Putri Ariani dalam Pratiwi, 2021) Dengue Hemorrhagic Fever

tergolong dalam 4 derajat, yaitu:

a. Derajat I yaitu Demam disertai perdarahan spontan, uji tourniket

positif

b. Derajat II sama seperti derajar I, terjadi perdarahan pada kulit dan

perdarahan lainnya.

c. Derajat III terjadi kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat

dan lemah serta penyempitan tekanan nadi (di bawah 20 mmhg)

atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit teraba dingin dan

lembab serta gelisah.

d. Derajat IV meliputi rejatan berat, denyut nadi dan tekanan darah

tidak dapat diukur

5. Manifestasi Klinis

a. Demam tinggi berlangsung 2-7 hari disertai gejala anoreksia dan

malaise

b. Perdarahan pada gusi, mimisan (episkasis), muntah darah

(hematemesis), feses hitam (melena), perdarahan bawah kulit

c. Pembesaran hati, nyeri tekan tanpa ikterus


d. Terjadi rejatan

e. Kenaikan hemokonsentrasi yaitu sedikitnya 20 % dan penurunan

nilai trombosit (trombitipenia 100.000/microliter atau kurang

f. Pada foto rontgen : pulmonary vaskuler congestion dan plural

effusion pada paru kanan (Titik Lestari, 2016 dalam Nugroho,

2019)

6. Komplikasi

Komplikasi DBD menurut ( Smeltzer dan Bare, 2012 dalam

Nurdiansyah, 2020) yaitu :

a. Perdarahan

Perdarahan pada DBD disebabkan adanya pembuluh darah,

penurunan trombositopenia (trombositopenia) <100.000/mm³, dan

koagulopati, trombositopenia yang berhubungan dengan

peningkatan megakorionosit muda di sumsum tulang dan umur

trombosit yang memendek. Kecenderungan berdarah dengan tes

tourniquet positif, petechiae, purpura, memar dan perdarahan

gastrointestinal, hematemesis dan melena.

b. Kegagalan sirkulasi

Dengue shock syndrome (DSS) biasanya terjadi setelah 2-7

hari. disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang

menyebabkan kebocoran plasma, kebocoran cairan serosa ke

rongga pleura dan perut, hipoproteinemia, Hemokonsentrasi dan

hipovolemia, mengakibatkan penurunan aliran darah aliran balik


vena, prelod, miokadium volume sekuncup dan Gagal jantung

sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan

sirkulasi jaringan.

Dengue Sindrom Syok (DSS) juga disertai dengan

kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah

jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia

jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel,

terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal

dalam 12-24 jam.

c. Hepatomegali

Hati biasanya membesar dengan kelemahan yang

berhubungan dengan nekrosis akibat perdarahan yang terjadi di

lobus hati dan sel kapiler. Terkadang sel neutrofil dan limfosit

lebih besar dan lebih banyak karena reaksi atau kompleks antibodi

virus.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF perlu

dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi ( Andra dan

Yessi, 2013 dalam Nurdiansyah, 2020).

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah pada pasien DBD yaitu :

a) IgG dengue positif (dengue blood)


b) Trombositopenia

c) Hemoglobin meningkat >20%

d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)

e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan

hipoproteinema, hiponatremia, hypokalemia

f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat

g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

h) Waktu perdarahan memanjang

i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois

metabolik PCO2 <35 – 40 mmHg, HCO3 rendah

2) Pemeriksaan laboratorium urine : pada pemeriksaan urine

dijumpai albumin ringan.

3) Pemeriksaan serologi

Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada

klien yang diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi

inhibisi (HI test), uji komplemen fiksasi (CF test), uji

neutralisasi (N test), IgM Elisa (Mac. Elisa), IgG Elisa

Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test

(Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan

komplemen (komplemen fixation test) pada pemeriksaan

serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa

akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi

diambil darah vena 2-5 ml.


4) Pemeriksaan radiology

a) Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi

pleura.

b) Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali

dan splenomegal.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DBD menurut (Ayu Putri Ariani, 2016)

a. Mengobservasi tanda syok yaitu sianosis, gelisah, nafas cepat,

akral dingin, kulit lembab, kejang, muntah, kesadaran menurun.

b. Menganjurkan pasien untuk minum banyak menghindari

terjadinya dehidrasi

c. Memberi obat antipiretik atau obat penurun panas

Pengobatan DBD menurut (Ayu Putri Ariani, 2016)

1) Memberi obat penurun panas

2) Kompres air hangat

3) Minum air yang banyak

4) Memakan makanan yang bergizi

5) Minum sari kurma dan juga jus jambu untuk menaikkan

trombosit

D. Konsep Keperawatan Anak

1. Paradigma Keperawatan Anak


Paradigma keperawatan anak adalah landasan pemikiran dalam

aplikasi pengasuhan anak. Dasar pemikiran ini Terdiri dari empat

bagian antara lain (Yuliastati Nining 2016 dalam Fitriani, 2020) :

a. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien)

adalah anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang

dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang,

dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial

dan spiritual.

Anak adalah individu yang mengalami berbagai perubahan

perkembangan dari masa kanak-kanak hingga remaja. Dalam

proses perkembangan, anak memiliki fisik, kognitif, konsep diri,

pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik semua anak belum tentu

sama, termasuk anak-anak Perkembangan kognitif terkadang cepat

atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak masa

kanak-kanak namun belum sepenuhnya terbentuk dan berkembang

seiring bertambahnya usia anak. Pola bertahan hidup juga sudah

muncul sejak bayi, di mana bayi menangis saat lapar.

Dalam layanan pengasuhan, anak-anak selalu menjadi yang

terdepan, karena keterampilan pemecahan masalah masih berada

pada tahap yang berbeda dengan orang dewasa.

karena struktur fisik anak dan orang dewasa berbeda, mulai dari

tinggi badan dilihat dari kematangan fisik.


b. Sehat-sakit

Rentang sehat sakit merupakan batasan yang dapat

diberikan bantuan pelayanan. keperawatan pada anak adalah

keadaan dimana status kesehatan anak sejahtera, sehat optimal,

sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal dunia. Rentang ini selalu

menjadi ukuran dinamis untuk penilaian kesehatan. Selama berada

dalam kisaran ini, anak membutuhkan bantuan perawat baik secara

langsung maupun tidak langsung, misalnya jika anak sehat, maka

tujuan perawat adalah meningkatkan kondisi kesehatan hingga

mencapai taraf sejahtera fisik, sosial dan mental. Begitu pula

sebaliknya, jika anak dalam kondisi kritis atau sekarat, perawat

selalu menawarkan bantuan dan dukungan kepada keluarga.

Batasan yang sehat dengan demikian dapat diartikan secara umum

sebagai kesempurnaan fisik dan mental serta tidak hanya tanpa

penyakit dan cedera.

c. Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang

relevan adalah lingkungan eksternal dan internal yang

mempengaruhi perubahan kesehatan anak. Lingkungan internal

seperti anak yang lahir dengan kelainan kongenital menyebabkan

perubahan kesehatan dengan kecenderungan berkembangan

penyakit di kemudian hari, sedangkan lingkungan eksternal seperti

malnutrisi mempengaruhi peran orang tua, saudara kandung, teman


sebaya dan masyarakat. perubahan status kesehatan.

mempengaruhi kesehatan anak.

d. Keperawatan

komponen ini merupakan pelayanan keperawatan anak

untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal menurut

keluarga. Upaya ini dapat dicapai melalui keterlibatan langsung

keluarga, mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang

anggotanya dapat diasuh secara efektif dan selain itu keluarga

memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan kerja

pengasuhan yang dilakukan oleh Keluarga berperan sangat penting

dalam melindungi anak. Peran lainnya adalah menjaga

kelangsungan hidup anak dan keluarga. Untuk menjaga keamanan

dan kesejahteraan anak, untuk mencapai masa depan yang lebih

baik bagi anak, melalui interaksi ini, kesejahteraan anak dapat

terwujud.

2. Prinsip Keperawatan Anak

Mengingat banyaknya perbedaan yang harus disesuaikan seiring

bertambahnya usia dan tumbuh kembang anak, karena perawatan yang

kurang optimal berdampak tidak baik secara fisiologis maupun

psikologis pada anak itu sendiri (Yuliastati Nining 2016). Perawat

harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda ketika

menerapkan pekerjaan perawatan anak, dalam hal ini prinsip-prinsip

tersebut ada (Yuliastati Nining 2016):


a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang

unik, artinya anak tidak hanya dilihat dari segi fisik saja, tetapi

sebagai individu yang unik dengan pola pertumbuhan dan

perkembangan menuju kedewasaan.

b. Anak adalah individu yang unik dan memiliki kebutuhan

perkembangan. Sebagai individu yang unik, anak-anak memiliki

kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangannya. Kebutuhan fisiologis seperti makanan dan

cairan, aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain

psikologis, sosial dan spiritual yang dilihat dalam kaitannya

dengan tumbuh kembangnya.

c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan yang bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, mengingat anak

adalah generasi penerus bangsa.

d. Keperawatan anak adalah disiplin ilmu kesehatan yang

menempatkan fokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat

memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk perawatan anak.

Dalam hal kesejahteraan anak, kepedulian selalu mendahulukan

kepentingan anak, dan usahanya tidak lepas dari peran keluarga,

sehingga selalu melibatkan keluarga.

e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan


meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses

keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek

hukum (legal)

f. Tujuan dari keperawatan anak dan keluarga adalah untuk

mempromosikan kematangan yang sehat bagi anak-anak dan

remaja sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks

keluarga dan masyarakat. Kematangan seorang anak selalu terletak

pada pertimbangan lingkungan, baik di dalam maupun di luar

dimana kematangan seorang anak ditentukan oleh lingkungan yang

baik.

g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

3. Batasan Usia Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO,

batasan usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia

19 tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimaksud Anak

adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali

berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa


usia dewasa dicapai lebih awal (Kementrian Kesehatan RI 2018 dalam

Fitriani, 2020).

E. Konsep Hospitalisasi Pada Anak

1. Pengertian Hospitalisasi

Suatu Proses yang muncul dari kejadian darurat atau yang

direncanakan, mengharuskan anak untuk tetap berada di rumah sakit

sampai mereka dapat pulang untuk terapi dan perawatan. Selama

proses ini, tidak hanya anak-anak, tetapi juga orang tua mengalami

kebiasaan asing, lingkungan yang asing, orang tua tanpa dukungan

emosional menunjukkan rasa takut. Kecemasan orang tua

meningkatkan stres anak. Dengan demikian, pekerjaan pengasuhan

tidak hanya menyasar anak-anak dalam terapi, tetapi juga

mempengaruhi orang tuanya (Mdiri & Prayogi 2016 dalam Fitriani,

2020).

2. Faktor yang menyebabkan stress akibat hospitalisasi yaitu (Mendiri &

Prayogi 2016) :

a. Lingkungan

Setelah tiba di rumah sakit, pasien mengalami lingkungan yang

baru baginya dan itu menyebabkan stress pada anak

b. Berpisah dengan keluarga

Pasien yang dirawat di rumah sakit merasa kesepian dan sendiri,

jauh dari keluarga dan suasana rumah yang nyaman dan harmonis

c. Kurang informasi
Anak akan merasa takut karena tidak tahu apa yang dilakukan

perawat atau dokter. Anak-anak tidak menyadari penyakit mereka

dan khawatir tentang konsekuensi penyakit mereka.

d. Masalah pengobatan

Anak takut akan intervensi medis yang akan dilakukan, karena

anak menganggap perawatan yang dilakukan menyakitkan

3. Faktor risiko yang meningkatkan anak lekas tersinggung pada stress

hospitalisasi (Mendiri & Prayogi 2016 dalam Fitriani, 2020).

a. Temperamen yang sulit

b. Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua

c. Usia antara 6 bulan – 5 tahun

d. Anak dengan jenis kelamin laki-laki

e. Intelegensi dibawah rata-rata

f. Stres yang berkali-kali dan terus-manerus

4. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (di RS) sesuai dengan perkembangan

anak (Mendiri & Prayogi 2016).

a. Bayi (0-1 tahun)

Jika bayi dipisahkan dari orang tuanya, maka pembentukan

rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi

usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana

reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum bisa mengungkapkan

apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang

lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan. Pada


bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang

yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger

Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi

akan menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini

dimanifestasikan dengan menangis, marah dan pergerakan yang

berlebihan. Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya

ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan

Separation Anxiety (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan

jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis

sejadijadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

b. Toddler (1-3 tahun)

Anak-anak kecil belum mampu berkomunikasi secara

memadai dalam bahasa dan memiliki pemahaman yang terbatas.

Hubungan anak dengan ibu sangat dekat, sehingga perpisahan

dengan ibu menimbulkan rasa kehilangan orang terdekat bagi anak

dan lingkungan, serta rasa tidak aman dan takut. Diketahui bahwa

sumber stres utama bagi anak adalah akibat perpisahan (usia 15-30

bulan). Kecemasan akan perpisahan disebut juga depresi analitik,

respon perilaku anak terhadap perpisahan terbagi menjadi 3 tahap,

yaitu:

1) Tahap Protes

Pada tahap ini ditandai dengan menangis kuat, menjerit dan

memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar


orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya

serta menolak perhatian orang lain.

2) Tahap Putus Asa (Despair)

Pada fase ini anak tampak tenang, jarang menangis, tidak

aktif, tidak mau bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih

dan apatis.

3) Tahap menolak (Denial/Detachment)

Pada tahap ini, anak secara samar-samar menerima

perpisahan, mengembangkan hubungan dangkal dengan orang lain,

dan tampaknya mulai menyukai lingkungan. todler dapat

menunjukkan kestabilan dalam pengendalian diri dengan

mempertahankan aktivitas rutin seperti makan, tidur, mandi,

menggunakan toilet, dan bermain. Akibat sakit dan hospitalisasi,

anak kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam

mengembangkan kemandirian. Ini menyebabkan regresi.

c. Pra Sekolah (3-6 tahun)

Anak pra sekolah bisa menerima perpisahan orang tuanya

dan anak juga bisa membangun kepercayaan dengan orang lain.

Namun, anak-anak membutuhkan perlindungan dari keluarga

mereka. Karena perpisahan pada anak dapat menyebabkan reaksi

seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya

misalnya : kapan orang tuanya mengunjunginya, dia tidak

kooperatif dalam kegiatan sehari-hari.


Hilangnya kontrol terjadi karena keterbatasan fungsional

setiap hari dan melalui hilangnya kekuatan sendiri. Anak-anak

prasekolah membayangkan bahwa rawat inap adalah sebuah

hukuman, bahwa mereka terpinggirkan, bahwa mereka merasa

tidak aman dan kebebasan mereka dihalangi. Anak-anak bereaksi

dengan perasaan malu, bersalah dan takut.

d. Sekolah (6-12 tahun)

Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit merasa

khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya,

takut kehilangan ketrampilan, merasa sendiri dan kesepian. Anak

membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun

tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini

anak berusaha mandiri dan produktif. Akibat dirawat di rumah

sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal

ini terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik,

takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat

kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan pispot,

kurangnya privasi, pemakaian kursi roda, dll.

e. Remaja (12-18 tahun)

Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di

rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya

dan kelompok. Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua

akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan dengan teman


sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang

ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya

privasi. Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas

diri, perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila

anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam

sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.

5. Reaksi keluarga pada hospitalisasi anak (Mendiri & Prayogi 2016).

Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap

anggota dalam keluarga :

a. Reaksi Orang Tua

Orang tua mengalami stress ketika anaknya sakit dan perlu

dirawat di rumah sakit. Ketakutan meningkat ketika mereka tidak

memiliki informasi tentang tata cara dan perawatan anak, serta

dampaknya bagi masa depan anak. Orang tua bereaksi dengan

tidak percaya, terutama ketika penyakit anak mereka tiba-tiba dan

parah. Ketika mereka mengenali kondisi anak, mereka bereaksi

dengan kemarahan dan rasa bersalah, seringkali menyalahkan diri

sendiri karena tidak mampu merawat anak sehingga

menyebabkan anak jatuh sakit.

b. Reaksi sibling

Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat

dirumah sakit adalah kemarahan, kecemburuan, benci dan

bersalah. Orang tua seringkali lebih memperhatikan anak yang


sakit dari pada anak yang sehat. Hal ini akan menyebabkan

kecemburuan pada anak yang sehat dan merasa tersisih.

F. Kerangka pikir

Demam Berdarah Dengue

Tanda dan gejala

Hipertermi

penatalaksanaan

Hipertermi

Non Farmakologis Farmakologis

Manajemen Hipertermi
Pemberian obat antipiretik
1. Monitor suhu tubuh
2. Sediakan lingkungan
dingin
3. Melonggarkan pakaian
atau memakai pakaian
yang tipis
4. Memberikan banyak
minum

5. Kompres Hangat Penurunan Suhu Tubuh

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode

deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau

menjabarkan suatu hasil penelitian, sesuai dengan namanya, jenis memiliki

metode mencangkup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,

kesamaan dan perbedaan antara fenomena satu dengan fenomena yang

lainnya (Ramadhan, 2021). Penelitian ini melakukan studi kasus sesuai

dengan tahapan asuhan keperawatan dengan intervensi penerapan kompres

hangat dikombinasikan dengan antipiretik.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian studi kasus dilakukan di RSUD Mokopido Tolitoli, pada

bulan januari 2022 s/d februari 2022, penelitian dilakukan selama 3 hari.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang akan

diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi juga maksudnya bukan hanya objek atau

subjek yang dipelajari. Tetapi meliputi semua karakteristik, sifat-sifat

yang dimiliki objek atau subjek tersebut (Siyoto, 2015). Populasi yang

dimaksud pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang

mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD) di Ruangan Anggrek

RSUD Mokopido Tolitoli.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian kecil dari jumlah dan karakteristik suatu

populasi, atau sebagian kecil dari anggota populasi yang diperoleh

menurut prosedur tertentu sehingga populasi dapat terwakili. Jika

populasinya besar dan peneliti tidak mungkin melakukan penelitian

semua populasi, hal ini dikarenakan keterbatasan biaya, tenaga dan

waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari

populasi (Siyoto, 2015). Maka sampel pada penelitian ini adalah salah

satu pasien anak yang menderita penyakit DBD di Ruangan Anggrek

RSUD Mokopido Tolitoli.

3. Tehnik Sampling

Dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengambilan sample

dengan tehnik purposive sampling yaitu cara penarikan sampel yang

dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang


ditetapkan oleh peneliti atau mengambil sampel sesuai dengan

kebutuhan (Ramadhan, 2021)

4. Kriteria Sampel

a. Kriteria inklusi

1) Pasien yang di diagnosa medis Demam Berdarah Dengue

2) Kondisi pasien demam

3) Pasien atau keluarga bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien atau keluarga pasien tidak bersedia menjadi responden

2) Demam tapi bukan karena DBD

D. Variable penelitian dan definisi operasional

1. Variable penelitian

Variabel adalah sesuatu yang diputuskan oleh peneliti yang sedang

diselidiki dengan cara tertentu untuk memperoleh informasi tentang

hal tersebut dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Penelitian

ini akan mengeksplorasi variabel penerapan kompres hangat dan

variabel hipertermia pada kasus Demam Berdarah Dengue, serta

hubungan atau pengaruh kedua variabel eksplorasi

penelitian/buku/artikel penelitian sebelumnya.

a. Variabel (dependen) terikat : Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan Hipertermia

b. Variabel (independen) bebas : kompres hangat


2. Definisi operasional variabel

Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu

variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu

penelitian, seorang peneliti akan mengetahui pengukuran suatu

variabel, sehingga peneliti dapat mengetahui apakah pengukuran itu

baik atau buruk (Siyoto, 2015).

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

Nama Definisi Alat Ukur Hasil Skala

Variabel Operasional Ukur / Penguku

Kategori ran

Kompre Suatu cara Observasi Suhu Nominal

s hangat menurunkan Dan handuk tubuh

pada suhu tubuh dibasahi Turun atau

orang dengan suhu

DBD menempelkan tubuh

kain atau handuk tidak turun

yang telah

dicelupkan pada

air hangat dan

diletakkan pada

daerah dahi serta

lipatan ketiak.

Hiperter Keadaan dimana termometer Hipertermi Interval


mia pada suhu atau : >36,5 °C

orang temperature Normal :

DBD tubuh meningkat 36,5 °C –

diatas rentang 37,5 °C

normal

E. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit, selama

pasien dirawat inap secara terus menerus untuk menambah data atau

melengkapi data maka dikumpulkan data primer dan data sekunder :

1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pasien

oleh peneliti dari hasil pengukuran dan pengamatan pada kasus

Demam Berdarah Dengue.

Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data yaitu :

a. Wawancara

Dalam penelitian ini tehnik wawancara yang dimaksud

adalah memberikan pertanyaan atau melakukan Tanya jawab

secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien yang menjadi

sampel dan telah didiagnosa oleh dokter mengalami Demam

Berdarah Dengue di Ruangan Anggrek RSUD Mokopido Tolitoli.

Instrument yang digunakan dalam wawancara yaitu format

pengkajian keperawatan medical bedah.

b. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan melihat secara

langsung keadaan umum : kesadaran dan tanda-tanda vital

khususnya suhu tubuh pasien. Pada penelitian ini akan dilakukan

observasi pada tanda-tanda vital khususnya suhu tubuh pasien yang

telah di diagnosa medis Demam Berdarah Dengue sebeluh dan

sesudah diberikan kompres hangat. Observasi dan pencatatan suhu

tubuh menggunakan lembar observasi

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu suatu cara atau tehnik pengumpulan data untuk

mendapatkan atau memperoleh informasi dengan menyalin data yang

telah tersedia (data sekunder) kedalam format pengisian yang disusun.

Dalam penelitian ini data sekunder diambil dari hasil pemeriksaan lab,

pemeriksaan radiologi dan buku rekam medik

F. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan pada studi kasus ini menggunakan

tehnik non-statistik yaitu dengan membuat ringkasan berdasarkan hasil

observasi dan wawancara

G. Analisa Data

Data dari hasil penelitian dianalisis kemudian disajikan dalam

bentuk uraian kalimat. Data yang terkumpul dari hasil wawancara dan

lembar observasi untuk selanjutnya disimpulkan.

H. Etika penelitian
1. Tidak membahayakan atau mengganggu kenyamanan ( the right to

freedom from harm and discomfort) peneliti memperhatikan tentang

hal-hal yang dapat membahayakan dan dapat mengganggu

kenyamanan pasien maupun kenyamanan peneliti itu sendiri

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan

kerugian mengharuskan agar pasien dilindungi dari eksploitasi dan

peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk

meminimalkan kerugian dari satu penelitian

3. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden untuk

mndapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya

penelitian, memiliki kebebasan untuk menentukan pelihan dan bebas

dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Oleh karena itu,

peneliti harus memprsiapkan formulir persetujuan responden

(informed consent).

4. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality). Penelitian akan memberikan akibat

terbukanya informasi individu, termaksud informasi yang bersifat

pribadi. Tidak semua orang mengingikan informasinya diketahui orang

lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan privasi dan kebebasan

orang tersebut. Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai

identitas responden, baik nama maupun alat dalam kuesioner/alat.


Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau nomor identitas

responden).

5. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness) prinsip

keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil. Penilitian harus

dilakukan secara jujur, hati-hati, professional, berprikemanusiaan.

Daftar Pustaka

Amin Huda Nurarif, H.K. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. 1st edn. Edited by O. Yudha, Budi.
jogjakarta: Mediaction Jogja.

Antika, S. (2022) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hipertermi Pada


Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Rs Kamar Medika
Mojokerto’. Available at:
https://repositori.stikes-ppni.ac.id/handle/123456789/873.

Asdie, R.H., Witjaksono, D.P. and Loehoeri, S. (2017) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 2nd edn, Interna Publishing. 2nd edn. Edited by G.S.
Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, Chairul Effendi,
Djoko Santoso. surabaya: Airlangga University Press.

Fitriani, T.R. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue
Hemoragic Fever (DHF) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit’, pp. 17–25.

Haerani, D. and Nurhayati, S. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak


Dengan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Studi Kasus’, Buletin
Kesehatan: Publikasi Ilmiah Bidang kesehatan, 4(2), pp. 80–98.
Available at: https://akper-pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/view/79.

Infodatin (2017) ‘Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017’,


kementerian kesehatan Indonesia, pp. 1–7. Available at:
https://d3v.kemkes.go.id/storage/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf.

Kemenkes RI (2017) ‘Profil Kesehatan Tahun 2016’, Dinas Kesehatan


Yogyakarta [Preprint]. Available at:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profi
l-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf.

Kemenkes RI (2020) ‘Hingga Juli Kasus DBD di Indonesia Capai 71 Ribu’.


Available at:
https://www.kemkes.go.id/article/view/20070900004/hingga-juli-kasus-
dbd-di-indonesia-capai-71-ribu.html.

Kemenkes RI (2021) ‘Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan


Indonesia.’, Pusdatin.Kemenkes.Go.Id, p. 215. Available at:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profi
l-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf.

Novi, M. et al. (2021) Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Available


at:https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_dan_Pe
meriksaan_Fisik/PjJAEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=wawancara,
+observasi+dan+pemeriksaan+fisik+keperawatan&pg=PA7&printsec=fr
ontcover.

Nugroho, H., Sutrisno, S. and Kalsum, U. (2019) ‘Asuhan Keperawatan Pada


Anak DHF Dengan Risiko Perdarahan Di Ruang Perawatan Anak RS
Samarinda Medika Citra Tahun 2019’. Available at:
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/884.

Nurdiansyah (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Demam


Berdarah Dengue (DBD)’, Ilmu Keperawatan, (Demam Berdarah
Dengue (DBD)), pp. 1–77. Available at: http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/2153/1/KTI NURDIANSYAH.pdf.
PPNI DPP Pokja SDKI (2018) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). 1st edn, Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 1st edn. jakarta:
Dewan Pengurus Pusat.

Pratiwi, N.R.R. (2016) ‘Penerapan Kompres Hangat Pada Anak Demam


Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nyaman Di Rsud Sleman’,
Karya Tulis Ilmiah Demam Pada Anak, pp. 8–30. Available at:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/1413.

Pratiwi, S.W. (2021) ‘Perbandingan Keefektifan Tepid Water Sponge Dan


Kompres Hangat Pada Pasien Hipertermi Dengue Haemorrhagic Fever
(Dhf) Pada Balita’, 4(1), p. 6. Available at: http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/5791/.

Rahayu, S.F. (2022) ‘Penerapan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Demam


Pada Anak Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Rumah Sakit
Martapura’, Journal Nursing Army, 3(1), pp. 47–53. Available at:
http://journal.akperkesdam6tpr.ac.id/index.php/JOJS/article/view/32/30.

Ramadhan, M. (2021) Metode Penelitian. Edited by A.A. Effendy. surabaya:


Cipta Media Nusantara (CMN). Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Metode_Penelitian/Ntw_EAAA
QBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=metode+deskriptif+adalah&printsec=frontcover.

Roghodatul, A. et al. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak R Dengan


Diagnosa Dengue Hemerragic Fever (DHF) Di Ruang Ashoka Di RSUD
Bangil Pasuruan’. Available at:
http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/204/1/KTI AISY .pdf.

Safitri, N. (2018) ‘Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)


pada An. K dan An. Q dengan Masalah Keperawatan Hipertermi di
Ruang Bougenvile RSUD Dr. Haryoto Lumajang’, pp. 1–77. Available
at: https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/87041.
Sandi, H.N. (2022) ‘Penerapan Kompres Hangat Pada Anak Dengan Kondisi
Demam Di Ruang Anak Di Rsud Arjawinangun Dan Rsud 45 Kuningan’.
Available at: http://repo.poltekkestasikmalaya.ac.id/739/6/6. BAB II.pdf.

Saragih, R.O.P. (2021) ‘Asuhan Keperawatan Anak Demam Berdarah Dengue


Yang Mengalami Masalah Defisit Volume Cairan Dengan Tindakan
Pemberian Cairan Di RSU UKI Jakarta’, (November 2020), pp. 12–16.
Available at: http://repository.uki.ac.id/5984/2/BABI.pdf.pdf.

Siyoto, S. (2015) Dasar Metodelogi Penelitian, Syria Studies. Edited by Ayup.


yogyakarta: literasi Media publishing. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governan
ce/link/548173090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://
www.econ.upf.edu/~reynal/Civil wars_12December2010.pdf
%0Ahttps://think-asia.org/handle/11540/8282%0Ahttps://
www.jstor.org/stable/41857625.

Soepardi, J. (2010) Demam Berdarah Dengue : Ekstrak Daun Jambu Biji. 1st
edn, Buletin Jendela Epidemiologi. 1st edn. jakarta: yayasan pustaka
obor indonesia. Available at:
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-
buletin.html.

Tengah, D. kesehatan sulawesi (2011) ‘Profil kesehatan sulawesi tengah’,


Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja, p. 156. Available at:
https://dinkes.sultengprov.go.id/wp-content/uploads/2022/05/PROFIL-
DINAS-KESEHATAN-2021.pdf.

TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). 1st edn, Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 1st edn. jakarta:
Dewan Pengurus Pusat.

Veronika, O.N. (2020) ‘Penerapan Kompres Hangat pada Asuhan Keperawatan


Anak dengan Demam Thypoid di Ruang Anak RSUD H. Hanfie Muara
Bungo’, Karya Ilmiah Akhir Ners Stikes Perintis Padang, 21(1), pp. 43–
44. Available at: http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/.

Amin Huda Nurarif, H.K. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. 1st edn. Edited by O. Yudha, Budi.
jogjakarta: Mediaction Jogja.

Antika, S. (2022) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hipertermi Pada


Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Rs Kamar Medika
Mojokerto’. Available at:
https://repositori.stikes-ppni.ac.id/handle/123456789/873.

Asdie, R.H., Witjaksono, D.P. and Loehoeri, S. (2017) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 2nd edn, Interna Publishing. 2nd edn. Edited by G.S.
Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, Chairul Effendi,
Djoko Santoso. surabaya: Airlangga University Press.

Fitriani, T.R. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue
Hemoragic Fever (DHF) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit’, pp. 17–25.

Haerani, D. and Nurhayati, S. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak


Dengan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Studi Kasus’, Buletin
Kesehatan: Publikasi Ilmiah Bidang kesehatan, 4(2), pp. 80–98.
Available at: https://akper-pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/view/79.

Infodatin (2017) ‘Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017’,


kementerian kesehatan Indonesia, pp. 1–7. Available at:
https://d3v.kemkes.go.id/storage/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf.

Kemenkes RI (2017) ‘Profil Kesehatan Tahun 2016’, Dinas Kesehatan


Yogyakarta [Preprint]. Available at:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profi
l-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf.

Kemenkes RI (2020) ‘Hingga Juli Kasus DBD di Indonesia Capai 71 Ribu’.


Available at:
https://www.kemkes.go.id/article/view/20070900004/hingga-juli-kasus-
dbd-di-indonesia-capai-71-ribu.html.

Kemenkes RI (2021) ‘Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan


Indonesia.’, Pusdatin.Kemenkes.Go.Id, p. 215. Available at:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profi
l-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf.

Novi, M. et al. (2021) Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Available


at:https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_dan_Pe
meriksaan_Fisik/PjJAEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=wawancara,
+observasi+dan+pemeriksaan+fisik+keperawatan&pg=PA7&printsec=fr
ontcover.

Nugroho, H., Sutrisno, S. and Kalsum, U. (2019) ‘Asuhan Keperawatan Pada


Anak DHF Dengan Risiko Perdarahan Di Ruang Perawatan Anak RS
Samarinda Medika Citra Tahun 2019’. Available at:
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/884.

Nurdiansyah (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Demam


Berdarah Dengue (DBD)’, Ilmu Keperawatan, (Demam Berdarah
Dengue (DBD)), pp. 1–77. Available at: http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/2153/1/KTI NURDIANSYAH.pdf.

PPNI DPP Pokja SDKI (2018) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI). 1st edn, Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 1st edn. jakarta:
Dewan Pengurus Pusat.

Pratiwi, N.R.R. (2016) ‘Penerapan Kompres Hangat Pada Anak Demam


Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nyaman Di Rsud Sleman’,
Karya Tulis Ilmiah Demam Pada Anak, pp. 8–30. Available at:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/1413.
Pratiwi, S.W. (2021) ‘Perbandingan Keefektifan Tepid Water Sponge Dan
Kompres Hangat Pada Pasien Hipertermi Dengue Haemorrhagic Fever
(Dhf) Pada Balita’, 4(1), p. 6. Available at: http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/5791/.

Rahayu, S.F. (2022) ‘Penerapan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Demam


Pada Anak Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Rumah Sakit
Martapura’, Journal Nursing Army, 3(1), pp. 47–53. Available at:
http://journal.akperkesdam6tpr.ac.id/index.php/JOJS/article/view/32/30.

Ramadhan, M. (2021) Metode Penelitian. Edited by A.A. Effendy. surabaya:


Cipta Media Nusantara (CMN). Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Metode_Penelitian/Ntw_EAAA
QBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=metode+deskriptif+adalah&printsec=frontcover.

Roghodatul, A. et al. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak R Dengan


Diagnosa Dengue Hemerragic Fever (DHF) Di Ruang Ashoka Di RSUD
Bangil Pasuruan’. Available at:
http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/204/1/KTI AISY .pdf.

Safitri, N. (2018) ‘Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)


pada An. K dan An. Q dengan Masalah Keperawatan Hipertermi di
Ruang Bougenvile RSUD Dr. Haryoto Lumajang’, pp. 1–77. Available
at: https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/87041.

Sandi, H.N. (2022) ‘Penerapan Kompres Hangat Pada Anak Dengan Kondisi
Demam Di Ruang Anak Di Rsud Arjawinangun Dan Rsud 45 Kuningan’.
Available at: http://repo.poltekkestasikmalaya.ac.id/739/6/6. BAB II.pdf.

Saragih, R.O.P. (2021) ‘Asuhan Keperawatan Anak Demam Berdarah Dengue


Yang Mengalami Masalah Defisit Volume Cairan Dengan Tindakan
Pemberian Cairan Di RSU UKI Jakarta’, (November 2020), pp. 12–16.
Available at: http://repository.uki.ac.id/5984/2/BABI.pdf.pdf.
Siyoto, S. (2015) Dasar Metodelogi Penelitian, Syria Studies. Edited by Ayup.
yogyakarta: literasi Media publishing. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governan
ce/link/548173090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://
www.econ.upf.edu/~reynal/Civil wars_12December2010.pdf
%0Ahttps://think-asia.org/handle/11540/8282%0Ahttps://
www.jstor.org/stable/41857625.

Soepardi, J. (2010) Demam Berdarah Dengue : Ekstrak Daun Jambu Biji. 1st
edn, Buletin Jendela Epidemiologi. 1st edn. jakarta: yayasan pustaka
obor indonesia. Available at:
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-
buletin.html.

Tengah, D. kesehatan sulawesi (2011) ‘Profil kesehatan sulawesi tengah’,


Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja, p. 156. Available at:
https://dinkes.sultengprov.go.id/wp-content/uploads/2022/05/PROFIL-
DINAS-KESEHATAN-2021.pdf.

TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). 1st edn, Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 1st edn. jakarta:
Dewan Pengurus Pusat.

Veronika, O.N. (2020) ‘Penerapan Kompres Hangat pada Asuhan Keperawatan


Anak dengan Demam Thypoid di Ruang Anak RSUD H. Hanfie Muara
Bungo’, Karya Ilmiah Akhir Ners Stikes Perintis Padang, 21(1), pp. 43–
44. Available at: http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/.

Novi, M. et al. (2021) Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Available


at:https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_dan_Pe
meriksaan_Fisik/PjJAEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=wawancara,
+observasi+dan+pemeriksaan+fisik+keperawatan&pg=PA7&printsec=fr
ontcover.

Siyoto, S. (2015) Dasar Metodelogi Penelitian, Syria Studies. Edited by Ayup.


yogyakarta: literasi Media publishing. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governan
ce/link/548173090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://
www.econ.upf.edu/~reynal/Civil wars_12December2010.pdf
%0Ahttps://think-asia.org/handle/11540/8282%0Ahttps://
www.jstor.org/stable/41857625.

Anda mungkin juga menyukai