Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN HIPERTERMI TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :
Yowana Selina Putri (191440137)

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PANGKALPINANG
PRODI KEPERAWATAN PANGKALPINANG
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini
dengan berjudul “ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN DEMAMTIFOID
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTER TAHUN 2021’’ Penulis menyadari bahwa
proposal ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan proposal ini dimasa yang akan datang.
Semoga proposal ini dapat bermanfaat khususnya bagi para mahasiswa dan masyarakat
umumnya dan semoga proposal ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat yang membacanya.

Pangkalpinang, 03 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah...................................................................................................
3. Tujuan .....................................................................................................................
4. Manfaat ...................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS.......................................................................................
1. Konsep Teoritis Medis...........................................................................................
A. Konsep Teori Demam Tipoid................................................................................
1. Definisi Demam Tipoid.............................................................................................
2. Anatomi Dan Fisiologi..............................................................................................
3. Klasifikasi Demam Tipoid.........................................................................................
4. Etiologi Demam Tipoid.............................................................................................
5. Manifestasi Klinis Demam Tipoid.............................................................................
6. Patofisiologi Demam Tipoid.....................................................................................
7. Komplikasi Demam Tipoid.......................................................................................
8. Penatalaksanaan Demam Tipoid ............................................................................
B. Konsep Teori Hipertermi.......................................................................................
1. Definisi Hipertermi...................................................................................................
2. Penyebab Hipertermi...............................................................................................
3. Tanda Dan Gejala Hipertermi..................................................................................
4. Tipe Dan Jenis Hipertermi ......................................................................................
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipertermi..........................................................
2.Konsep Keperawatan...............................................................................................
A. Konsep Teori Anak.................................................................................................
1. Pengertian Anak .....................................................................................................
2. Kebutuhan Dasar Anak ...........................................................................................
3. Tingkat Perkembangan Anak ..................................................................................
4. Tugas Perkembangan Anak ...................................................................................
5. Tahap Tumbuh Kembang Anak ..............................................................................
B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Demam Tifoid
Dengan masalah Hipertermi.......................................................................................
1. Pengkajian Anak........................................................................................................
2. Perumusan Diagnosa Keperawata Anak...................................................................
3. Intervensi Keperawatan.............................................................................................
4. Implementasi Keperawatan.......................................................................................
5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................
BAB III METODOLOGI PENULISAN............................................................................
1. Rancangan Studi Kasus..........................................................................................
2. Subyek Studi Kasus.................................................................................................
3. Fokus Studi Kasus...................................................................................................
4. Definisi Operasional.................................................................................................
5. Metode Pengumpulan Data ....................................................................................
6. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus................................................................................
7. Penyajian Data .......................................................................................................
8. Etika Studi Kasus..............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Usia bayi, balita dan anak remaja merupakan usia yang rentan untuk
menderita suatu infeksi. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang
masih belum matang, sehingga anak mudah menderita dan tertular penyakit tropis.
Angka kejadian pada anak yang mengalami penyakit trofis ini umumnya penyakit
infeksi yang menular. Salah satunya penyakit yang sering muncul pada masa balita
yaitu demam tipoid (Ambarwati,2012).
Berdasarkan data word health organization (WHO) 2018 penyakit demam
tipoid atau tifus abdominalis masih salah satu penyakit yang banyak didunia karena,
memperkirakan jumlah kasus demam tifoid diseluruh dunia diperkirakan terdapat 21
juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap tahunnya. Kasus
terbanyak terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Berdasarkan data di Indonesia diperkirakan demam tifoid ini sebanyak 300-
810 kasus per 100.000 penduduk/pertahun. Insiden tertinggi ditemukan pada anak-
anak, kejadian pasien berusia 12 tahun ke atas adalah 70-80%, pasien berusia
antara 30-40 tahun adalan 50-10%, dan hanya 50-10% diatas 40 tahun dan penyakit
demam tipoid dan paratifoid menduduki peringkat ke 3 dari 10 penyakit terbanyak
pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 55.098 kasus dengan 2,06%
diantaranya meninggal dunia (Kemenkes,2012).
Menurut penelitian Sharma (2009) tentang faktor resiko penyakit demam
tifoid menunjukan bahwa kebiasaan mengkonsumsi sayuran mentah merupakan
salah satu faktor resiko kejadian penyakit demam tifoid. Pada tahap komplikasi
demam tifoid ada beberapa tahap diantaranya ada komplikasi intestinal, komplikasi
eksra intestinal, komplikasi darah, komplikasi paru, komplikasi ginjal, komplikasi
tulang. dan ada juga ditemukan oleh penelitian tentang deman tifoid yaitu seperti
sepsis, hepatitis, pendarahan saluran cerna, ensefalopati dan perforasi usus demam
tipoid ini juga bisa dapat menyebabkan komplikasi yang berat, seperti syok septik
dan Acute Resoiratory Distress Syindrome (ARDS)
Di Indonesia, peran pemerintah pusat dan daerah dalam pencegahan dan
menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat demam tifoid antara lain dengan
rencana aksi kegiatan pengendalian demam tifoid seperti tersedianya sarana dan
prasarana KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) tentang pencegahan demam tifoid
adanya kerjasama lintas program mencakup PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat), air bersih, jamban dan sanitasi darurat (Purba, Wandra, Nugrahini, Nawawi
dan Kandun, 2016).
walaupun program pemerintah dan kerja sama dengan lintas program sudah
digerakan, tetapi kasus demam tipoid masih menjadi 10 besar penyakit terbanyak di
Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan anak pada pasien demam tifoid dengan masalah
Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien demam tifoid dengan masalah hipertermi.
3. Tujuan Studi Kasus
Menggambarkan asuhan keperawatan anak pada pasien demam tipoid dengan
masalah asuhan keperawatan anak pada pasien demam tipoid dengan masalah
hipertermi tahun 2021.

4. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Penulis
Studi kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien demam tifoid dengan masalah keperawatan hipertermi.
2. Bagi Tempat Penulisan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau
referensi dalam menerapkan asuhan keperawat dan meningkatkan mutu
pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien demam tifoid dengan
masalah keperawatan hipertermi.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
Profesi Keperawatan khususnya dalam penerapan asuhan keperawatan pada
pasien demam tifoid dengan masalah keperawatan hipertermi.
4. Bagi Pendidikan (Poltekkes Pangkalpinang)
Dapat menambah referensi sebagai pengetahuan dan wawasan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien demam tifoid dengan masalah
keperawatan hipertermi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Tiori Demam Tipoid


1. Definisi Demam Tipoid
Demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, terjadi gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tipoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi
akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin & Kumala, 2011).
Demam tipoid atau typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh salmonella typhi . demam tipoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonellosis. Jenis lain dari demam enteric adalah demam paratipoid yang
disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S.
hirscfeldii (semula S. paratyphi C). demam tipoid memperlihatkan gejala lebih berat
dibandingkan dengan demam enteric yang lain (Widagdo, 2011). Dari beberapa
pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa demam tipoid merupakan
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhi.

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Sistem pencernaan manusia (Budiyono, 2011)

Sistem pencernan atau sistem gastrointesinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
a. Mulut
Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses
pencernaan makanan, fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan
makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan kedalam perut.
b. Lidah
Lidah berfungsi sebagai membolak-balikkan makanan sehingga semua
makanan dihancurkan secara merata, selain itu lidah berfungsi membantu
menelan makanan.

c. Gigi
Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit memakan makanan yang
dimakannya. Menurut tugasnya gigi termasuk dari sistem pencernaan. Gigi
tumbuh didalam lesung pada rahang dan memiliki jaringan seperti pada tulang,
tetapi gigi bukanlah bagian dari kerangka.

d. Esophagus/kerongkongan
Setelah dikunyah dimulut, makanan ditelan agar masuk kelambung melalui
suatu saluran yang disebut dengan kerongkongan. Kerongkongan atau
esophagus berfungsi menyalurkan makanan dari mulut kelambung. Didalam
leher sesungguhnya memiliki dua saluran, yairu kerongkongan (letaknya
dibelakang) dan tenggorokan atau trakea (letaknya didepan). Kerongkongan
merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan antara mulut dengan
lambung. Pada saat melalui kerongkongan, makanan didorong masuk ke
lambung oleh adanya gerak peristaltic otot-otot kerongkongan. Hal ini
dikarenakan dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang melingkar dan
memanjang serta berkontraksi secara bergantian. Dikerongkongan makanan
hanyqa lewat saja dan tidak mengalami pencernaan.

e. Lambung
Lambung merupakan alat pencernaan yang berbentuk kantung. Dinding
lambung tersusun otot-otot yang memanjang, melingkar, dan menyerong. Hal ini
memungkinkan makanan yang masuk kedalam lambung dibolak-balik dan
diremas lagi sehingga menjadi lebih halus. Makanan yang dikunyah lewat mulut
belum cukup halus, oleh karena itu perlu dihaluskan lagi dilambung. Agar
lambung tidak bekerja terlalu berat, sebaiknya mengunyah makanan sampai
halus benar sebelum menelannya. Secara mekanisme lambung juga mencerna
makanan secara kimiawi. Lambung menghasilkan suatu cairan yang
mengandung air, lender, asam lambung (HCL), serta enzim renin dan
pepsinogen. Karena sifatnya yang asam, cairan lambung dapat membunuh
kuman yang masuk bersama makanan. Sementara itu, enzim renin akan
mengumpulkan protein susu yang ada didalam air susu sehingga dapat dicerna
lebih lanjut. Pepsinogen akan diaktifkan oleh HCL menjadi pepsin yang berfungsi
memecah protein menjadi pepton.
Lambung adalah bagian saluran pencernaan makanan yang melebar seperti
kantong, terletak dibagian atas rongga perut sebelah kiri, dan untuk sebagian
tertutup oleh alat-alat yang letaknya berdekatan seperti hati, usus besar dan
limpa.

f. Usus Halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (deudenum)
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam
duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang biasa dicerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
Duodenum menerima enzim pankreatik dari prankreas dan empedu dari hati.
Cairan tersebut yang masuk kedalam duodenum melalui lubang yang disebut
sfingter oddi. Merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan
penyerapan. Gerakan peristaltic juga membantu pencernaan dan penyerapan
dengan cara mengaduk dan mencampurkan dengan zat yang dihasilkan oleh
usus. Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin tetapi sisanya
memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil
(mikrovili).
Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum terdiri dari jejunum dan
ileum. Bagian ini terutama bertanggung jawab atas penyerapan lemak dan gizi
lainnya. Penyerapan I ni diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri
dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang menyangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus
melepas lender (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejum;ah enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Didalam duodenum, air
dengan cepat dipompa kedalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung.
Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena
mengandung air, lender dan enzim-enzim pankreatik.

g. Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu
asinine yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan pulau prankreas yang
menghasilkan hormone. Prankreas melepaskan enzim pencernaan kedalam
duodenum dan melepaskan hormon kedalam darah.
Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel dan mengalir melalui berbagai
saluran kedalam duktus pankreatikus. duktus pankreatikus akan bergabung
dengan saluran empedu pada sfingter oddi, dimana keduanya akan masuk
kedalam duodenum. Enzim yamng dilepaskan oleh pancreas akan mencerna
preotein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein kedalam
bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Prankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,
yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
Tiga hormone yang dihasilkan oleh pancreas adalah
1. Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
2. Glucagen, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah.
3. Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormone
lainnya. (insulin dan glucagen).

h. Kandung dan saluran empedu


Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang
selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran ini
kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung
empedu(duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus
pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam
duodenum.
Empedu memiliki dua fungsi penting yaitu :
1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol.

Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut yaitu:


1. Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan.
2. Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk
membantu menggerakkan isinya.
3. Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang kedalam empedu sebagai
limbah dari sel darah merah yang dihancurkan.
4. Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang
dari tubuh.
5. Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang didalam
empedu.
Garam empedu kembali diserap kedalam usus halus, disuling oleh
hati dan dialirkan kembali kedalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai
sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami
sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil
garam empedu masuk kedalam usus besar (kolon). Didalam kolon,
bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok.
Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang
bersama tinja.

i. Usus Besar
Usus besar terdiri dari:
1. Kolon asendens (kanan)
2. Transversum
3. Kolon desendens (kiri)
4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum)
Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil yang berbentuk seperti
tabung. Yang terletak dikolon asendens, pada perbatasan kolon asendens
dengan usus halus. Usus besar menghasilkan lender dan berfungsi
menyerap air dan elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isis usus
berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rectum bentuknya menjadi padat.
Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin k. bakteri
ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotic
bisa menyebabkab gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkab dikeluarkannya lender dan
air dan terjadilah diare.

j. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rectum I I kosong karena tinja
disimpan ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dari tinja masuk kedalam rectum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar. Orang cdewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dananak yang lebih muda mengalami kekura ngan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap
tertutup.

1. Klasifikasi Demam Tipoid


Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal
tumbuhnya penyakit/ gejala yang tidak khas) yaitu :
a. Perasaan tidak enak badan.
b. Nyeri kepala.
c. Pusing.
d. Diare.
e. Anoreksia.
f. Batuk.
g. Nyeri otot.
Demam berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama : demam ritmen,
biasanya menurun pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Minggu
kedua : demam terus. Minggu ketiga : demam mulai turun secara berangsur-
angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi dengan
selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai dengan
tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada
kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain “RESEOLA” (bintik-
bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit).

2. Etiologi
Penyebab dari demam tipoid adalah salmonella typhi, sedangkan demam
paratipoid disebabkan oleh organisme yang termasuk kedalam spesies salmonella
enteritindis, yaitu: S. enterindis biosrotipe paratyhi A, S. entreritindis bioseratipe B, S.
enteritidis bioseretipe paratyphi C, kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S.
paratyphi A.S seholt mollen dan S. Hirsch feldri (Junadi 2001 dalam Nabiel ridha
2014).

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul bervariasi, dalam ,minggu pertama keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah obtipasi atau diare, perasaaan
tidak enak di perut, batuk dan epitaris pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh. Dalam minggu kedua gejala-gejala yang terjadi lebih jelas
berupa demam, beradikardi relative, lidar typoid (kotor ditengah, tepid an ujung
merah dan teremor). Hematomegali, splenomegali, metiorismes, gangguan
kesadaran berupa salmonella sampai koma, sedangkan residopi jarang ditemukan
pada orang Indonesia. (Nabiel ridha 2014)
Secara umum ada beberapa tanda yang menunjukan seorang anak
terinfeksi oleh kuman salmonella typhi. Adapun gejala-gejalanya ialah sebagai
berikut :
a. Gejalanya diawali dengan perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, tidak nafsu makan, kemudian demam.
b. Biasanya, demam yang muncul lebih tinggi pada sore dan malam hari ketimbang
pagi atau siang hari. Namun pada minggu kedua, demam terus tinggi, sehingga
lidah sering kali terlihat kotor, mulut berbau, serta bibir pecah-pecah.
c. Selain gejala tersebut, penderita biasanya tidak dapat buang air besar. Namun,
infeksi pada masa anak justru lebih sering di sertai diare, dan dampak yang
muncul ialah anak sering kali merasakan sakit atau nyeri pada perutnya. Hal ini
dikarenakan pembengkakan hati dan limpa.
d. Pada anak yang lebih besar, serangan kuman salmonella typhi sering kali
menyebabkan menurunnya kesadaran yang disertai mengigau. Jika tidak segera
mendapatkan obatkan obat, bisa timbul komplikasi tertentu, seperti buang air
besar berdarah
e. Akibat yang lebih fatal ialah bila penyebaran infeksi sampai rongga perut, ini
menyebabkan kesadaran semakan menurun, sehingga dapat berujung pada
kematian (Fatchul mufidah, 2012).

4. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi melalui mulut oleh makanan yang tercemar,
sebagai kuman yang di musnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke
usus halus, kejaringan lamford dan berkembang biak, kemudian kuman masuk
aliran darah dan mencapai sel-sel reticulum dextral melepaskan kuman ke dalam
peredaran darah dan menimbulkan bakterinia untuk kedua kalinya. selanjutnya
kuman masuk ke jaringan ke beberapa organ tubuh terutama limpa, usus dan
kandung empedu pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer,
minggu kedua terjadi dekrosis dan minggu ketiga terjadi ulsenasi plaks peyer. Pada
minggu ke empat terjadi penembuhan ulkus-ulkus yang menimbulkan siikatriks,
ulkus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan sampain perfarasi usus, selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Purnawan junadi, 2001
dalam H. Nabiel ridha 2014)
Patofisiologi infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus
halus. Melalui pembuluh darah limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai
di organ–organ terutama hati. Dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan
membesar disertai nyeri pada peradaban. kemudian hasil untuk kembali ke dalam
darah (baktermia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar
limpoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak
penyeri. Tukak tersebut dapat menumbulkan perdarahan dan perforasi usus. gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah 2014).

5. Komplikasi
a. Kompikasi intestinal.
1) Perdarahan usus.
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intertina
Komplikasi kardiovaskuler: miakarditis, thrombosis, dan trombo flebilitis
c. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombusta penia dan sindrom uremia
hemolitik
d. Komplikasi paru preomonia, emfiema dan pleuritis.
e. Komplikasi hepar da kandung kemih:hepatitis dan kolelitaris
f. Komplikasi ginjal glumerulonetritis, prelene tritis, dan prine pitis
g. Komplikasi tulang: ostiomeritis, spondilitis, dan ortitis.
Menurut H.Nabiel ridah (2014).

6. Penatalaksanaan
a) Obat-obat anti biotika yang biasa digunakan adalah kloram penikol, tiam fenikal
kontra maksazol, ampizilin dan amoksilin.
b) Anti piretika.
c) Bila perlu di berikan laksansia
d) Tirah baring selama demam, untuk mencegah komplikasi pendarahan usus atau
perforasiusus
e) Nemisasi bertahap bila tidak panas.
f) Diet pada permukaan, diet pada makanan yang tidak merangsang saluran cerna
dalam bentuk saring atau lemak.
g) Makanan dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan keluhan gastra
intertinal sampai makanan biasa.
h) Tindakan operasi bila ada komplikasi perdarahan (H.Nabael Ridha 2014)
Pasien yang dirawat dengan diagnostik observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan perlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan
pengobatan sebagai berikut:
a. isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta.
b. perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.
c. istirahat selama demam menurut Ngastiyah (2014).

1. Konsep Tiori Hipertermi


1. Definisi Hipertermi
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kenaikan suhu tubuh
merupakan bagian dari reaksi biologis, kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh
susunan saraf pusat. Demam sendiri merupakan gambaran karakteristik dari
kenaikan suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit infeksi dan non infeksi
(Sarasvati, 2010).
Selama episode febris, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang
meningkat menurunkan konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan
pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus
menstimulasi interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga
berfungsi sebagai tujuan diagnostic. Selama demam metabolism meningkat dan
konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap
derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh terhadap nutrient. Metabolism yang
meningkat menggunakan energy yang memproduksi panas tambahan (Potter
dan Perry, 2005).

2. Penyebab Hipertermi
Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu (hipotalamus). Zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat
berupa protein, pecahan protein, dan zat lain terutama toksin polisakarida, yang
dilepas pleh bakteri toksik/pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh
dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.

3. Tanda dan Gejala


1. Demam tinggi dari 39-40 derajat celcius.
2. Tubuh mengigil.
3. Denyut jantung lemah (bradikardi).
4. Badan lemah.
5. Nyeri otot.
6. Kehilangan nafsu makan.
7. Konstipasi.
8. Sakit perut.
9. Rose spots, pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah muda.

4. Tipe dan jenis


Menurut Nelwan 2007 ada beberapa tipe demam yang mungkin dijumpai antara
lain:
1. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi
hari, sering disertai mengigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ketingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari suhu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Pada tipe demam siklik, terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertermi


1. Usia
2. Irama
3. Stress
4. Lingkungan
2. Konsep Teori Anak
1. Definisi Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan terdapat dalama undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah
siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam
kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan
terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan
hingga berusia 18 tahun (Damayanti,2008).

2. Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum digolongkan
menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi, pangan atau gizi,
perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak, sanitasi, sandang,
kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (Asih),
pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras
antara ibu atau pengganti ibu dengan anak merupakan syarat yang mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selarak baik fisik, mental maupun psikososial.
Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal
dalam proses belajar (Pendidikan dan pelatihan) pada anak.
Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial
diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian dan sebagainya.

3. Tingkat Perkembangan Anak


a. Usia bayi (0-1 Tahun)
Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan
pikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih
banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus,
basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekpresikan
prasaannya dengan menangis. Walaupun demikian. Sebenarnya bayi dapat
berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi
dengannya secara non verbal, misalnya memberikan sentuhan, dekapan dan
menggendong dan berbicara lemah lembut.
Ada beberapa respon non verbal yang bisa ditunjukkan bayi misalnya
menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi
kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Oleh karena
itu, perhatian saat berkomunikasi dengannya jangan langsung menggendong
atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan kamonikasi
terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina
hubungan yang baik dengan ibunya.

b. Usia Pra Sekolah (2-5 Tahun)


Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3
tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan
takut pada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang
akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan
merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu
jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk
memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak
berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan
karena anak belum mampu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh karena itu, saat
menjelaskan gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah
yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional
seperti boneka. Berbicara dengan orang tua bila anak malu-malu. Beri
kesempatan yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan orang tua.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas
apa yang telak dicapainya.

c. Usia Sekolah (6-12 Tahun)


Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang
dirasakan atau yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu,
apabila berkomunikasi atau berinteraksi social dengan anak diusia ini harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak dan berikan contoh
yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya.
Anak usia sekolah sudah mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan anak
sudah mampu berpikir secara konkret.

d. Usia Remaja (13-18 Tahun)


Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa akhir
anak-anak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker dan tingkah
laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang dewasa. Anak
harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif.
Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan bahwa ia dapat mengajak
bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia percayai.
Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang
prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan
ekspresi wajah bahagia.

4. Tugas Perkembangan Anak


Tugas perkembangan Anak menurut teori Havighurst (1961) adalah
tugas yang harus dilakukan dan dikuasai induvidu pada tiap tahap
perkembangannya. Tugas perkembangan bayi 0-2 tahun adalah bejalan,
berbicara, makan makanan padat, kestabilan jasmani. Tugas anak usia 3-5
tahun adalah mendapat kesempatan bermain, bereksperimen dan
berekplorasi, meniru, menganal jenis kelamin, membentuk pengertian
sederhana mengenai kenyataan social dan alam, belajar mengadakan
hubungan emosional, belajar membedakan salah dan benar serta
mengembangkan kata hati juga proses sosialisasi.
Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai
keterampilan fisik dan motoric, membentuk sikap yang sehat mengenai diri
sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, memainkan peranan sesuai
denagan jenis kelamin, mengembangkan konsep yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan yang fundamental,
mengembangkan pembentukan kata hati, moral dan skala nilai,
mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok social dan lembaga.
Tugas perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki,
menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis
kelamin, menemukan diri sendiri brkat refleksi dan kritik terhadap diri sendiri,
serta mengembangkan nilai-nilai hidup.

5. Tahap Tumbuh Kembang Anak


1. Masa perinatal, mulai dari konsepsi sampai lahir. Pada masa ini terjadi
tumbuh kembang yang sangat pesat. Sel telur yang dibuahi mengalami
deferenisasi yang berlangsung cepat hingga terbentuk organ-organ tubuh
yang berfungsi sesuai dengan tugasnya, hanya perlu waktu 9 bulan didalam
kandungan. Masa ombrio berlangsung sejak konsepsi sampai umur 8 minggu
(sebagian ada yang sampai 12 minggu). Pada saat ini terbentuk organ-organ
yang sangat peka terhadap lingkungan. Pada masa fetus ini, terjadi
percepatan pertumbuhan, pembentukan janin manusia yang sempurna dan
organ-organ tubuh yang telah terbentuk mulai berfungsi. Sedangkan pada
masa fetus lanjut, pertumbuhan berlangsung pekat dan berkembang pada
fungsi organ-organ tubuh.
2. Pada masa neonatal, terjadi adaptasi lingkungan dari kehidupan intrauteri ke
kehidupan ektrauteri dan terjadi perubahan siklus darah. Organ-organ tubuh
berfungsi sesuai tugasnya di dalam kehidupan ektauteri. Pada masa 7 hari
pertama (neonatal dini), bayi harus mendapatkan perhatian khusus, karena
angka kematian pada masa bayi ini lebih tinggi.
3. Pada masa bayi dan masa anak dini, pertumbuhan anak pesat walaupun
kecepatan telah mengalami deselerasi dan proses mutasi yang berlangsung
terutama sistem saraf.
4. Pada masa anak prasekolah, kecepatan pertumbuhan lambat dan
berlangsung stabil (plateau) pada masa ini terdapat kecepatan
perkembangan motoric dan fungsi eksresi. Aktivitas fisik bertambah serta
keterampilan dan proses fisik meningkat.
5. Pada masa praremaja, anak perempuan 2 tahun lebih cepat memasuki masa
remaja bila dibandingkan dengan anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi
dari masa anak ke dewasa, pada masa ini terjadi pacu tumbuh berat badat,
tinggi badan dan juga pertumbuhan yang pesat pada alat-alat kelamin dan
timbul tanda-tanda seks sekunder.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Demam Tipoid Dengan
Masalah Hipertermi

Sodikin (2011) menjelaskan asuhan keperawatan demam tipoid sebagai berikut:


1. Pengkajian
a. Identifikasi
Penyakit ini sering di temukan pada anak pada anak berumur di atas satu tahun.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris
remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur baik setiap hari nya, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien pasien
berada pada keadaan demam. Saaat minggu ketiga, suhu berlangsung turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen: jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).selain gejala-gejala
tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lain , seperti pada punggung dan
anggota gerak dapat di temukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demem),
kadang ditemukan juga bradikardi dan eptistaksis pada anak yang lebih besar.
e. Pemeriksaan fisik
1) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaputputih kotor, sementara ujungdan tepinya
bewarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen: dapat ditemukan perut kembung (meterorismus) bisa terjadi
konstipasi, diare, atau normal
3) Hati dan limfe: membesar disertai dengan nyeri pada peradaban.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leucopenia, limpositosis
relative, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
2) Kultur darah(biakan empedu) dan widal
3) biakan empedu basil salmonella typhi dapat ditemukan dalam urine san feses.
4) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap
antigen o. titer yang bernilai ½ atau lebih merupakan kenaikan yang progresif.
2. Diagnosa Keperawatan
Nurarif dan kusuma 2015
a) Hipertermi b.d proses inflamasi
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
c) Ketidakefektifan termograsi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit
d) Resiko kekurangan volume cairanb.d intek yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh

3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi


Keperawatan
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Monitor TTV,
proses inflamasi tindakan keperawatan turgor kulit, dan
3×24 jam masalah membran mukosa
keperawatan teratasi 2. Monitor intake dan
dengan kriteria hasil : output cairan
a. Suhu 36-37˚C 3. Beri kompres
b. Nadi dan RR dingin disekitar
dalam rentang axilla atau bagian
normal kepala.
c. Tidak ada 4. Beri pakaian yang
perubahan warna tipis dan menyerap
kulit dan tidak ada keringat.
pusing, merasa 5. Beri cairan
nyaman parenteral.
6. Kolaborasi
pemberian obat
antipiretik.

2. Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Observasi gejala


an nutrisi kurang tindakan keperawatan kardinal setiap 3
dari kebutuhan 3×24 jam masalah jam
tubuh b.d keperawatan teratasi 2. Berikan penjelasan
anoreksia dengan kriteria hasil : pada keluarga
a. Berat badan naik klien tentang
Kebutuhan akan penyebab
nutrisi terpenuhi gangguan
pemenuhan nutrisi,
pentingnya nutrisi
bagi tubuh dan
cara
mengatasinya.
3. Anjurkan klien
untuk makan
sedikit tapi sering.
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk diet.
5. Lakukan
penimbangan
berat badan setiap
3 hari sekali.
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor suhu
termograsi b.d tindakan keperawatan minimal 2jam
fluktuasi suhu 3×24 jam masalah 2. Monitor warna dan
lingkungan, keperawatan teratasi . suhu kulit
proses penyakit a. Keseimbangan 3. Monitor tanda-
antara produksi tanda hipertemi
panas, panas dan hipotermi
yang diterima, 4. Selimuti pasien
dan kehilangan untuk mencegah
panas hilangnya
b. Seimbang antara kehangatan tubuh.
produksi panas, 5. ajarkan kepada
panas yang pasien untuk
diterima, dan mencegah keletiha
kehilangan panas pada panas
selama 20 hari
pertama hilang

4. Resiko Setelah tindakan 1. Pertahankan


kekurangan keperawatan 3x 24 catatan intake
volume cairanb.d jam masalah teratasi output yang
intek yang tidak dengan kreteria hasil: akurat.
adekuat dan a. Mempertahankan 2. Monitor status
peningkatan suhu urine out put dehidrasi(kelemba
tubuh sesuai dengan pan membrane
usia dan berat mukosa, nadi
badan, urine adekuat, tekanan
normal dan ht darah ortospartik)
normal. 3. Monitor ttv
b. Tekanan 4. Kolaborasi
darah,nadi,suhu pemberian IV
tubuh dalam batas 5. Monitor masukan
normal makanan atau
tidak ada tanda-tanda cairan dan hilang
dehidrasi, elastisitas intake kolori harian
tugor kulit baik, 6. Monitor status
membrane mukosa nutrisi
lembab, tidak ada
rasahaus yang
berlebihan
Sumber: Nurarif dan Kusuma (2015)

4. Implementasi Keperawatan
Tarwoto dan Wartonah (2014) menyatakan implementasi merupakan
tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lainnya.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter atau petugas kesehatan lainnya. Agar lebih jelas dan akurat
dalam melakukan implementasi, diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik
dan operasional.
5. Evaluasi Keperawatan
Budiono dan Pertami (2016) menyatakan, evaluasi pada dasarnya dilakukan
untuk mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan sudah di capai atau belum. Dalam
hal ini, digunakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif sebagai
evaluasi yang dilakukan setelah selesai tindakan dan dilakukan secara terus-
menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif
sebagai evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Untuk memudahkan dalam melakukan evaluasi digunakan komponen
SOAP (subjektif, objektif, analisis, dan planning) dan SOAPIER (subjektif, objektif,
analisis, planning, implementasi, evaluasi, dan reassessment). Berikut penjelasan
dari masing-masing item :
Subjektif : Dapat menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Objektif : Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi
langsung kepada klien.
Analisis : Suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih
terjadi atau juga dapat masalah/diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status klien yang telah teridentifikasi
datanya dalam data subjektif dan objektif.
Planning : Perencanaan keperawatan yang akan di lanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau dapat ditambahkan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Implementasi : Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuatu dengan
instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen
perencanaan.
Evaluasi : Respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Reassessment : Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui hasil evaluasi.

BAB III
METODELOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi Kasus


Ditinjau dari segi tujuan penelitian yang hendak dicapai, penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif. Menurut Notoadmojo (2010), deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
diskripsi suatu keadaan secara objektif.
Rancangan studi kasus ini ialah deskriptif untuk mengeksplorasi masalah Asuhan
Keperawatan Anak Pada Pasien Demam Tifoid Dengan Masalah Hipertermi Di
Wilayah Bangka Belitung. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,diagnosa
keperawatan,perencanaa,pelaksanaan,dan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah individu dengan kasus
yang diteliti secara merinci dan mendalm. Adapun subyek studi kasus yang
diambil mengenai Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Demam Tifoid
Dengan Masalah Hipertermi.

C. Fokus Studi
Fokus studi asuhan keperawatan ini adalah pada Asuhan Keperawatan Anak
Pada Pasien Demam Tifoid Dengan Masalah Hipertermi di Wilayah Bangka
Belitung. Asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,diagnosa
keperawatan,perencanaan, pelaksanaan,dan evaluasi.

D. Defenisi Operasional
Demam tipoid adalah keadaan dimana tubuh mengalami kenaikan suhu di atas
normal yang disebabkan oleh adanya bakteri salmonella typhi. Anak merupakan
seorang yang belum usia 18 tahun masih pada tahap proses perkembangan dan
pertumbuhan, dimana kebutuhan anak harus terpenuhi memerlukan bantuan
orang dewasa untuk mencukupi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Ketidakseimbangan nutrisi adalah keadaan dimana asupan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh kurang untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

E. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan menurut Indrawan dan Yaniawati
(2016) sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan kepada
narasumber(informan atau informan kunci) untuk mendapatkan informasi
yang mendalam. Komunikasi antara pewawancara dengan yang
diwawancarai bersifat intensif dan masuk kepada hal-hal yang bersifat
detail
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan atas perilaku manusia, atau lingkungan
ala, budaya keyakinan yang memiliki dampak kepada kehidupan
manusia. Observasi melibatkan rentang penuh dari kegiatan pemantauan
aktivitas dan kondisi perilaku ataupun bukan perilaku.
c. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah upaya untuk memperoleh data dan informasi
secara tertulis/gambar yang tersimpan berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Dokumen meruoakan fakta dan data tersimpan dengan berbagai
bahan yang berbentuk dokumentasi. Yang termasuk dokumen adalah
laporan, jadwal, catatan kasus, dan buku rekam medik

F. Lokasi dan Waktu Studi Kasus


Lokasi studi kasus ini yaitu di Wilayah Bangka Belitung dan lama waktunya ialah
sejak pertama kali kunjungan ke pasien dan memberikan tindakan minimal 3 hari.

G. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan cara mereview jurnal. Di dalam jurnal tersebut
dijelaskan bahwa metode yang digunakan adalah metode wawancara terstruktur
dan roleplay pada pasien atau anak, observasi dengan memantau keadaan
pasien, pemeriksaan fisik, diagnostik, pemeriksaan penunjang, dan pengukuran.
Pada pengumpulan data ini hanya dilakukan seusai dengan jurnal yang telah
direview, tidak langsung ke pasien. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisinya
tidak memungkinkan untuk bisa turun langsung kelapangan sebab pandemic
Covid-19.
.
H. Etika Studi Kasus
Afiyanti dan Rachmawati (2014) mengemukakan prinsip dasar etik merupakan
landasan untuk mengatur kegiatan studi kasus. Pengaturan ini dilakukan untuk
mencapai kesepakatan sesuai kaidah studi kasus antara penulis dengan subjek
penelitian. Subjek pada studi kasus adalah manusia dan penulis wajib mengikuti
seluruh prinsip etika selama melakukan studi kasus. Prinsip dasar pertimbangan
etik atas hal-hak partisispan etika yangf harus iperhatikan selama studi kasus
ialah sebagai berikut:
1. Menghargai harkat dan martabat partisipan
Hal ini dapat dilakukan untuk memenuhi hak-hak klien adalah sebagai berikut:
a. Kerahasiaan identitas (anonymity), peneliti tidak mencantumkan nama
klien pada lembar data dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan pengumpulan data atau hasil yang akan disajikan
b. Kerahasiaan data (confidentiality), peneliti wajib menjaga kerahasiaan
berbagai informasi yang diberikan oleh klien dengan sebaik-baiknya.
Untuk menjamin itu peneliti wjib menyimpan seluruh dokumen hasil
pengumpulan data berupa lembar persetujuan, penelitian,biodata, hasil
rekaman dan wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa diakses
oleh penulis.
c. Menghormati otonomi (resect for autonomy), pernyataan bahwa setiap
klien memiliki hak menentukan dengan bebas,secatra sukarela,tanpa ada
paksaan untuk menjadi klien dalam studi kasus yang dilakukan.

2. Memperhatikan kesejahteraan
Hal ini dapat dilakukan dengan memenuhi hak-hal partisipan dengan cara
memerhatikan kemanfaatan (benefience) dan meminimlkan resiko
(nonmaleficience) dari kegiatan penelitian yang dilakukan dengan
memperhatikan ketidaknyamanan (free from dicomfort), eksploitasi (free from
exploitation). Berikut penjelasan masing-masing hak tersebut:
a. Kemanfaatan (benefience), penelitian yang dilakukan dapat memberikan
manfaat yang lebih besar dari pada risiko/bahaya yang dapatr
ditimbulkan.
b. Menimbulkan risiko (nonmaleficience), setiap peneliti berkewajiban
meyakinkan bahwa kegiatan penekiti yang dilakukan tidak menimbulkan
bahaya.
c. Ketidaknyamanan ( free from dicomfort), yaitu hak dari ketidaknyamanan
seerti secara fisik dapat mengalami kelelahan,secara psikologis dapat
mengalami stres dan rasa takut, dan secara sosial dapat mengalami
kehilangan imun,atau secara ekonomi dapat kehilangan penghasilan.
d. Eksploitasi (free from exploitation), tidak boleh merugikan klien atau
membuat klien tewrpapar informasi yang membuat klien tidak siap karena
merasakan tereksploitasi untuk menjawab pertanyaan yang sangat
pribadi.

3. Keadilan (justice)
Hal tentang keadilan yaitu memberikan semua klien hal yang sama untuk
dipilih dalam penelitian tanpa diskriminasi. Semua partisipan memperoileh
perlakuan dan kesempatan yang sama dengan menghormati seluruh
persetujuan yang disepakati. Klien memiliki hak untuk diperlakukan adil dan
tidak dibeda-bedakan. Peneliti memberikan perlakuan dan penghargaan yang
sama dalam hal apapun selama kegiatan riset yang dilakukan tanpa
memandang suku,agama,etnis, dan kelas sosia.

4. Bentuk persetujuan (informed Consent)


Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan klien
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum studi kasus dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah agar klien mengerti
maksud dan tujuan penelitian

DAFTAR PURTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC


Potter dan Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3. Indonesia : Salemba
Medika Purba, dkk. 2016. Program

Purba, dkk. 2016. Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia : Tantangan dan
Peluang. Volume 4, no 1, 2018 (Online),
(https://media.neliti.com/media/publications/179277-id-program-pengendalian-
demam-tifoid-di-ind.pdf diakses pada tanggal 24 januari 2020)

Ridha. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka pelajar

Sefirna dan Purnama. 2012. Mengenal, Mencegah, Menangani Berbagai Penyakit pada Bayi
dan Balita. Jakarta : Dunia Sehat

Ambarwati, R. P & Nasution, N. (2012). Buku pintar asuhan keperawatab bayi dan balita.
Yogyakarta : Cakrawala Ilmu

Damayanti. (2008). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta:EGC.

Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4 ed.). Jakarta: FKUI

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika

Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta : CV Sagung
Seto

Havighurst. (1961). Human Development & Education. New York : David Mckay Co.

Mufidah, Fatchul. 2012. Cermati Penyakit-Penyakit Yang Rentan Diderita Anak Usia
Sekolah. Yogyakarta : FlashBooks.

Sharma S. 2009. Aroma Therapy. Terjemahan Alexander Sindoro. Jakarta : Kharisma


Publishing Group. h. 39-40

Anda mungkin juga menyukai