Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang di limpahkan-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH TYHPOID ”. Makalah ini disusun
dan ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Keluarga, tahun pelajaran2020/2021.
Makalah ini penulis susun dengan menggunakan banyak literatur yang penulis gunakan
untuk menjadi dasar terwujudnya makalah ini. Di dalam pembuatan makalah , penulis
mendapatkan banyak petunjuk, bantuan, dukungan bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak.
“Tak ada gading yang tak retak “, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan asuhan keperawatan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca. Dan penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pera pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB 1....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................................8
1.3. Tujuan..........................................................................................................................................8
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................................8
2.1. Konsep Keluarga.......................................................................................................................8
1. Defisini Keluarga.........................................................................................................................8
2. Fungsi Keluarga...........................................................................................................................9
3. Tahap-tahap Perkembangan keluarga........................................................................................10
4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan Sebagai Berikut :....................................................12
2.2. Konsep Penyakit......................................................................................................................12
1. Definisi Demam Tyhpoid..........................................................................................................12
2. Klasifikasi demam Typhoid.......................................................................................................12
3. Manifestasi klinis Demam typoid..............................................................................................13
4. Etiologi Demam Typoid............................................................................................................14
5. Patofisiologi Demam Typoid.....................................................................................................15
6. Pathway Demam Typoid...........................................................................................................16
7. Pemeriksaan Penunjang Demam Typoid...................................................................................17
8. Penularan...................................................................................................................................20
9. Penatalaksanaan.........................................................................................................................21
10. Pencegahan Demam Typoid..................................................................................................23
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................................................24
A. Pengkajian.................................................................................................................................24
B. Diangnosa Keperawatan............................................................................................................29
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................................................29
3
D. Implementasi Keperawatan........................................................................................................30
E. Evaluasi.....................................................................................................................................34
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................35
3.2 Saran..........................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................36
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus
yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi).1,2,3
Demam tifoid ditandai dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.4,5,6 Penyakit ini
masih sering dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang terutama yang terletak
di daerah tropis dan subtropik.7,8 Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C.
penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011).
Demam typoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena
karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan
musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia dapat
dilihat meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan. Penyakit yang harus
diwaspadai pada saat musim hujan adalah ISPA, leptosiposis, penyakit kulit, diare,
demam berdarah dan demam tifoid (Kementerian Kesehatan RI, 2012).Besarnya angka
pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal
mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data WHO tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan
insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid atau paratifoid
menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasienrawat inap di rumah sakit
tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang dengan Case
Fatality Rate sebesar 1,25%.10 Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2010 demam tifoid atau paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit
terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus,
yang meninggal 274 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 0,67 %.11 Menurut Riset
Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007, prevalensi tifoid klinis nasional sebesar 1,6%.
5
Sedang prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus tifoid
1.500 per 100.000 penduduk Indonesia.
Di Jawa Timur angka kejadian demam tifoid sebanyak 483 kasus.(Dinkes Jawa
Timur, 2012). Di Surabaya sendiri angka kejadian demam typoid pada bulan januari
sampai dengan Desember 2013 sebanyak 25.203 orang, penderita typoid yang berusia 0-
14 tahun sebanyak 11.711 orang dengan prosentase 46,5%, usia 15-44 tahun sebanyak
9.344 orang dengan prosentase 37,1% dan usia lebih dari 45 tahun sebanyak 4.148
orang dengan prosentase 16,5%. Pada bulan januari hingga agustus 2014, pasien typoid
sebanyak 23.144 orang, pasien usia 0-14 tahun sebanyak 11.311 orang dengan
prosentase 48,9%, usia 15-44 tahun sebanyak 8.899 orang dengan prosentase 38,5% dan
usia lebih dari 45 tahun sebanyak 2.934 orang dengan prosentase 12,7%. (Dinkes kota
Surabaya,2013).
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia NO
364/MANKES/SK/V/2006 tentang pedoman pengendalian demam typoid, ada beberapa
factor yang berperan dalam penularan demam typoid factor tersebut antara lain adalah
hygiene perorangan yang rendah, hygiene makanan yang di cuci dengan air yang
terkontaminasi Salmonella, sayuran yang di pupuk dengan tinja manusia, makanan yang
tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, selain itu hygiene minumn yang
rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai, jamban keluarga yang tidak
memenuhi syarat pasien dan karier typhoid yang tidak diobati secara sempurna dan
belum membudaya program imunisasi typhoid. Terjadinya peningkatan jumlah kasus
demam tifoid disebabkan karena demam tifoid merupakan penyakit yang multifaktorial
artinya banyak faktor yang dapat memicu terjadinya demam tifoid antara lain umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sanitasi lingkungan, personal hygiene, serta
tempat tinggal si penderita yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit tersebut
(Ruztam, 2012). Penelitian yang dilakukan Maghfiroh (2016) dan Batubuaya (2017)
menyebutkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid antara lain
praktik cuci tangan sebelum makan, praktik cuci tangan setelah buang air besar, kondisi
tempat pembuangan sampah, pengolahan makanan, kebiasaan makan di luar rumah,
pekerjaan responden, dan tingkat pendapatan kepala keluarga. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Nadyah (2014) menyebutkan bahwa faktor risiko paling dominan
6
terjadinya demam tifoid adalah faktor lingkungan dan faktor sumber pengolahan
makanan.
Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi sangat diperlukan yaitu dengan
diet yang mengandung cukup cairan kalori dan tinggi protein, makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas, antibiotic
yaitu chloramfenikol atau thiamphenicol sertatirah baring sampai 7 hari bebas demam.
(Nugroho, 2012)
7
BAB 2
PEMBAHASAN
8
c) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan
menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga
dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya
keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi
kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah
meneruskan keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan,
yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang
sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.
3. Tahap-tahap Perkembangan keluarga
Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi
menjadi 8 :
a) Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan
keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang
memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga
lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan menjadi orangtua
9
dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi
orangtua).
10
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan
menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
dalam keluarganya.
11
memutuskan untuk membawa anaknya ke puskesmas atau pelayanan kesehatan
terdekat.
c. Melakukan upaca perawatan untuk menghilangi kondisi sakit pada anggota
keluarga
Diharapkan saat salah satu anggota sakit tyhpoid, keluarga dapat
memenuhi kebutuhan perawatan seperti, memberikan makanan yang bergizi,
memberikan edukasi pada anggota keluarga yang sakit untuk bedtres total dan
tidak banyak melakukan aktivitas minimal 1 minggu, memberikan kopres hangat
saat pasien mengalami demam dll.
d. Pemeliharaan kesehatan pada lingkungan rumah yang kondusif
Diharapkan keluarga dapat meningkatan kondisi lingkungan yang sehat,
rumah yang tidak lembab, lantai rumah bersih, kamar mandi bersih, makanan
dan minuman yang disediakan bersih. sehingga harapanya dengan lingkungan
yang bersih anggota keluarga yang sakit segera sembuh dan keluarga terhindar
dari kuman dan bakteri penyebab penyakit.
e. Memanfaatkan pelayanan kesehatan
Diharpakan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
disekitar, sehingga saat anggota keluarga sakit bisa langsung memutuskan untuk
dibawa ke pelayanan kesehatan.
2.2. Konsep Penyakit
1. Definisi Demam Tyhpoid
12
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak
%anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada
fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan
adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknYa,
hinngga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi,
usus dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi difeses.
(Fitrianggraini, A., 2012)
Menurut Ngastiyah (2012 : 237) Gejala klinis demam tifoid pada anak
biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Selama inkubasi
mungkin di temukan gejala prodomal perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang
biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
1) Minggu 1
13
Dalam minggu pertama gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah,
diare, perasaan tidk enak di perut, batuk. Pada pemeriksaan fisiknya hanya
di dapatkan suhu badan meningkat.
2) Minggu II
Dalam minngu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardi
relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan
tremor), hepatomegali, splenomegaly, meteroismus, gangguan mental
berupa salmonella, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.
3) Minggu III
Dalam minggu ke tiga suhu badan berangsur angsur menurun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan
keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapadalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau gelisah.
14
proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus
Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang kurangnya tiga macam
antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum
penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut
(Zulkhoni, 2011).
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
14 terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang
telah memenuhi kriteria penilaian.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di
atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Sudoyo A.W., 2010).
5. Patofisiologi Demam Typoid
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang
baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal
(usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan
darah mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah
dan jaringan limpoid plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan
15
perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian
akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh
dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan
seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh
(Zulkoni.2011).
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakteremia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepaladan sakit perut (Sudoyo
A.W., 2010)
16
kadangkadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor:
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat
17
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan
sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
agglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer
antibodi dalam serum. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan
infeksi ini.
Uji Widal ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman
Salmonella typhi. Pada uji ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen
yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid (Sudoyo
A.W., 2010).
e. Pemeriksaan urin
18
Didapatkan protein urin ringan (<2 gr/liter) juga di dapatkan peningkatan
leukosit pada urin.
f. Pemeriksaan feses
Didapatkan lender dan darah, dicurigai akan adanya perdarahan usus dan
perforasi.
g. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi kuman salmonella pada biakan darah tinja, urin, cairan
empedu, atau sumsum tulang.
h. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam typoid. (Muttaqin & Sari, 2013)
i. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada pemeriksaan kultur sumsum tilang, biakan salmonella typhi dapat
tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotikserta menunjukkan
gambaran hiperaktif sumsum tulang. (Suriadi. 2012)
7. Penularan
Transmisi Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia dapat melalui hal hal
berikut :
a. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi.
b. Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis yang
mempunyai Salmonella typhilangsung bersentuhan dengan makanan yang
dimakan.
c. Transmisi kotoran, dimana kotoran yang indivisu yang mempunyai hasil
Salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang digunakan sebagai
air minum yang kemudian langsung diminum tanpa masak. (Muttaqin & Sari,
2013)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
a. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien
19
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yangmenurun, posisitubuhnya harus diubah-ubah
pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik
dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
b. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak
serat.
c. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin
adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur
Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang
disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram
negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam
bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang
terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik.
Dosis pada anak : 25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg
BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86),
Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3)
dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi
kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg
BB/hari.
Ko-trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg
TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja
antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim
dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah
20
kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis dan
anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-
6fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara
lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson,sejenis
eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada
anakanak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia
6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg
TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis).
Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari
untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi,
(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
Ampisilin dan Amoksilin Ampisilin: Penbritin, Ultrapen,Binotal.
Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan
beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat
penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung
usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang
baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat
sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam,
secara oral dalam tiga dosis), (Behrman
Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
Obat – obat simptomatik:
Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)(2)) Kortikosteroid
(dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran
dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah
kapiler.
Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:
Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan
pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami
21
kejang- Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual
tertentu.
a. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan.
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan.
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh.
Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.
f. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan
Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
22
Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual
makanan (Akhsin Zulkoni, 2011).
b. Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning pada demam
tifoid adalah:
Hindari tempat yang tidak sehat.
Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih.
Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan
sampai 570 beberapa menit dan secara merata. 4)Salmonella thypi
didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570 untuk beberapa menit
atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi. 6)Mintalah
minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol.
Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur.
Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping.
Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi gejala tersebut.
Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan.
Vaksin demam tifoid.
Buang sampah pada tempatnya (Nurarif & Kusuma, 2015).
23
hubungan dengan keluarga
umur
pendidikan
riwayat imunisasi masing-masing anggota keluarga
riwayat Kb
c. Tipe Keluarga
Kaji pasien termasuk dalam tipe keluarga seperti apa.
d. Suku bangsa dan Agama
Kaji apa suku bangsa dari keluarga, karena suku dan kepercayaan
mempengaruhi proses penyembuhan. dan ketika mengetahui apa suku dan
kepercayaan keluarga yang di kaji perawat bisa menyesuiakan dengan
tindakan yang dapat dilakukan.
e. Status sosial dan ekonomi keluarga
Pada status sosial dan ekonomi terhadap riwayat penyakit yang di derita oleh
keluarga.
f. Aktivitas rekreasi keluarga
Kaji apakah keluarga pernah melakukan rekreasi bersama, karena dengan
adanya rekreasi bersama dengan keluarga bisa menghindari strees yang dapat
menimbulkan penyakit.
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
kaji apa tahap perkembangan keluarga pada keluarga pasien saat ini, ada 8 tahap
perkembangan kelaurga diantanya :
a. Keluarga Baru (Berganning Family)
b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)
c. Keluarga dengan anak pra sekolah
d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)
e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)
f. Keluarga dengan anak dewasa
g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)
h. Keluarga lanjut usia
24
3. Riwayat Kesehatan Keluarga Inti
kaji bagaimana riwayat kesehatan pada keluarga, apakah ada salah satu anggota
keluarga yang pernah terkena typhoid atau penyakit lainnya yang dapat
ditularkan.
4. Pengkajian Lingkungan
a. Karakterisrik Rumah : bagaimana kondisi rumah pasien saat ini, apakah
rumah milik diri sendiri, bagaimana kebersihan lingkungan rumah terutama
area dapur dan kamar mandi pasien, bagaimana keadaan lantai rumah
pasien, kelembapan pada bagian rumah, apakah keluarga pasien menanam
tumbuh-tumbuhan di halam rumah, apakah pasien membuang sampah pada
tempatnya, bagaimana kualitas Air yang dibuat keluarga untuk kebutuhan
sehari-hari.
b. Denah Rumah
buat desain denah rumah untuk mempermudah dalam melakukan
pengkajian
c. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
bagaimana karakteristik dari lingkungan rumah apakah pasien termasuk
tinggal dalam lingkungan padat penduduk atau tidak.
d. Mobilitas Geografis keluarga
Kaji apakah keluarga pernah berpindah-pindah rumah.
e. Perkumpulan Keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Kaji bagaimana keluarga dengan masyarakat sekitar apakah keluarga
termasuk kategori keluarga tertutup atau dapat bersosialisasi dengan
masyrakat.
f. Sistem pendukung keluarga
Kaji bagaimana keluarga dalam mengatasi masalah yang ada pada salah
satu anggota keluarga atau masalah keluarga yang dihadapi.
5. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi
25
Kaji apa bahasa yang biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-harinya,
kaji apakah komunikasi dalam keluarga bersifat terbuka atau tertutup
dengan anggota keluarga yang lain. karena pola komunikasi dapat
mempengaruhi pola penyelesain masalah dalam keluarga.
b. Struktur Kekuatas Keluarga
Kaji didalam keluarga siapa yang paling berkuasa dalam mengambil
keputusan ketika ada masalah, apakah keluarga termasuk tipe keluarga
saling menghargai dengan anggota kleuarga lainnya atau tidak.
c. Struktur peran
Apakan daalam struktur peran keluarga semua anggota keluarga sudah
menempatkan diri dengan perannya masing-masing atau tidak .
d. Nilai dan Norma Keluarga
Kaji bagaimana nila dan norma yang dianut dalam keluarga, apa ada
perbedaan di setiap anggota atau tidak.
6. Fungsi Keluarga
kaji bagaimana fungsi keluarga dalam keluarga pasien misalkan :
a. Fungsi Afektif : Apakah keluarga sudah termasuk golongan keluarga yang
saling menghormati satu dengan yang lain
b. Fungsi Sosial : Kaji bagaiaman interkasi satu anggota dengan yang lainnya,
atau ada salah satu anggota keluarga yang tertutup dan jarang berinteraksi
dengan kelaurganya.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Kaji bagaimana keluarga mengambil peran dalam perawatan kesehatan
apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
d. Fungsi Reproduksi
e. Fungsi Ekonomi
Kaji bagaimana pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga untuk
mencukupi kebutuhan keuarganya.
7. Stress dan Koping Keluarga
Kaji bagaimana peran keluarga dalam menghadapi masalahkesehatan pada salah
satu anggota keluarga yang sakit
26
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berikut yang dapat dilakukan saat pasien mengalami typhoid
a. Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih, sementara ujung dan
tepinya bewarna kemerahan, dan jarang disertai tremor
b. Abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi
konstipasi atau mungkin diare atau normal
c. Hati dan Limfe
Membesar disertai nyeri pada perabaan
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pameriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis, relatif pada permukaan sakit
Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
Biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam feces dan urinn
Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah
titer zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif
9. Harapan Keluarga
Kaji bagaimana harapan keluarga pada perawat yang melakukan pengkajian
terhadap kelaurganya.
B. Diangnosa Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan ditandai dengan membran mukosa kering, tugor kulit
menurun, frekuensi nadi menurun, tekanan darah menurun, suhu tubuh meningkat
2. Diagnosa : Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan berat badan
27
menurun minimal 10 %, nafsu makan menurun, kebutuhan metabolik meningkat,
lemah.
3. Diagnosa : Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit , proses penyakit
ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas normal, mengigil, mukosa bibir
kering, pucat, kulit memerah
4. Diagnosa : Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan ditandai dengan anggota keluarga
kesulitan menjalankan perawatan yang diterapkan
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan ditandai dengan membran mukosa kering, tugor kulit
menurun, frekuensi nadi menurun, tekanan darah menurun, suhu tubuh meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan status
cairan membaik dengan kriteria standarnya:
Kekuatan nadi meningkat, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik,
tekanan nadi membaik, membran mukosa membaik, jugular vonous pressure
(JVP) membaik, tugor kulit meningkat, perasaan lemah menurun, keluahan haus
menurun, konsentrasi urine menurun, kadar Hb membaik, kadar Ht membaik,
berat badan membaik, intake cairan membaik, suhu tubuh membaik (L.03028).
2. Diagnosa : Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan berat badan
menurun minimal 10 %, nafsu makan menurun, kebutuhan metabolik meningkat,
lemah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
sattus nutrisi membaik dengan kirteria hasil :
Porsi makanan yang dihabiskanmeningkat, berat badan membaik, indeks masa
tubuh (IMT) membaik, frekuensi makanan membaik, kekuatan mengunyah otot
meningkat, kekuatan otot menelan meningkat, nafsu makan membaik, bising usus
membaik, membran mukosa membaik, diare menurun, sariawan menurun, nyeri
28
abdomen menurun, verbilasasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
(L.03030).
3. Diagnosa : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh diatas normal, mengigil, mukosa bibir kering, pucat, kulit
memerah
Tujuan : setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
termoregulasi membaik dengan kriteria standarnya :
menggigil menurun, kulit merah menurun, kejang menurun, konsumsi oksigen
menurun, kulit memorata menurun, pucat menurun, takikardi menurun, bradikardi
menurun, dasar kuku sianosik menurun, hipoksia menurun, suhu tubuh membaik,
suhu kulit membaik, tekanan darah membaik (L.14134)..
4. Diagnosa : Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan ditandai dengan anggota keluarga
kesulitan menjalankan perawatan yang diterapkan
Tujuan : diharapkan setelah dilakukannya tindakan keperawatan keluarga
manajemen kesehatan keluarga meningkat dengan kriteria standarnya :
Kemampuan menjelaskan masalah kesehatan yang dialami meningkat, Aktivitas
keluarga mengatasi masalah kesehatan tepat meningkat, verbalisasi kesulitan
menjalankan perawatan yang ditetapkan menurun, tindakan untuk mengurangi
faktor resiko meningkat, gejala penyakit anggota keluarga menurun. (L.12105)
D. Implementasi Keperawatan
29
(JVP) membaik, tugor kulit meningkat, perasaan lemah menurun, keluahan haus
menurun, konsentrasi urine menurun, kadar Hb membaik, kadar Ht membaik,
berat badan membaik, intake cairan membaik, suhu tubuh membaik (L.03028).
Implementasi : (Manajemen Hipovolemia. l.03116)
Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis : frekuensi nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, tugor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun, haus, dan
lemah)
2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan posisi modified trendelenburg
3) Berikan asupan oral
Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonik (mis : cairan NaCl, Rl)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( mis : glukosa 2,5 %,
NaCl 0,4%)
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis: Albumin, plasmanate)
30
meningkat, kekuatan otot menelan meningkat, nafsu makan membaik, bising usus
membaik, membran mukosa membaik, diare menurun, sariawan menurun, nyeri
abdomen menurun, verbilasasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
(L.03030).
Implementasi : (Manajemen nutrisi l.03119)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan toleransi makan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menetukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah kontipasi
5) Berikan makanan tinggi dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan diet yang di programkan
2) Anjurkan diet yang di programkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikal sebelum makan (mis : pereda nyeri,
amyematik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukkan jumlah kalori
dannjenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
31
3. Diangnosa : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh diatas normal, mengigil, mukosa bibir kering, pucat, kulit
memerah
Tujuan : setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
termoregulasi membaik dengan kriteria standarnya :
menggigil menurun, kulit merah menurun, kejang menurun, konsumsi oksigen
menurun, kulit memorata menurun, pucat menurun, takikardi menurun, bradikardi
menurun, dasar kuku sianosik menurun, hipoksia menurun, suhu tubuh membaik,
suhu kulit membaik, tekanan darah membaik (L.14134)..
Implementasi : (Manajemen Hipertermia l.15506)
Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermi (mis : dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, pengunaan inkubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setaip hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringan berlebih)
6) Lakukan pendinginan eksternal (mis : selimut hipotermi atau kompres
hangat pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7) Hindari pemberian antipiretik atau asipirin
8) Berika oksigenasi bila perlu
Edukasi
1) Anjurkan tirang baring
Kolaborasi
32
1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Terapeutik :
a) Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan keluarga
b) Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
c) Diskusikan rencana medis dan perawatan
d) Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan peralatan
yang diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan
pasien.
e) Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
Edukasi :
a) Informasikan kemajuan pasien secara berkala
b) Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia
Kolaborasi :
a) Rujuk untuk terapi keluarga jika perlu.
33
E. Evaluasi
34
Tujuan : diharapkan setelah dilakukannya tindakan keperawatan keluarga
manajemen kesehatan keluarga meningkat
Evaluasi : Manajemen kesehatan keluarga dapat membaik.
35
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Semoga setelah adanya materi mengenai Asuhan Keperwatan Keluarga dengan
masa;ah Typhoi ini pembaca calon perawat paham mengenai asuhan keperawatan
keluarga dengan masalah typhoid . tidak ada manusia yang sempurna penulis berharap
ada kritikan dan saran yang membangun untuk penulis agar membuat makalah yang lebih
baik lagi kedepannya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma Huda dan Amin, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC NOC.Jogyakarta: EGC.
Kepmenkes RI. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Typoid Mentri Kesehatan Republik
Indonesia. Diunduh dari.http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3642006.pdf
Depkes. 2012.Profil kesehatan provinsi jawa timur. Diambil pada 02 Juli 2019 dari,
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2
012/15_Profil_Kes.Prov.JawaTimur_2012.pdf
37