Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN POLIOMIELITIS

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Anak


Program Studi Ilmu Keperawatan
Akademi Keperawatan Yayasan Jalan Kimia

Disusun oleh:

1. Alifia ramadhianti (202001)


2. Nadila fitriani (202011)
3. Qurnia eka rahayu (202013)
4. Siti nurul rohmah (202017)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN JALAN KIMIA
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami hanturkan kepada Allah swt. yang telah memberikan banyak
nikmat dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Poliomielitis ” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti
makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak.

Oleh karena itu kami sampaikan terimakasih banyak kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai
manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu, dengan
segala kerendahan hati, selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca .

Dengan karya ini kami berharap dapat membantu pemerintah dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa indonesia. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Bogor-06-april 2022

Hormat kami,

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1. 1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1. 2 TUJUAN .................................................................................................... 2
1. 3 MANFAAT ................................................................................................ 2
1. 4 SISTEMATIKA ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 3
2.1 DEFINISI ................................................................................................... 3
2.2 EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 4
2.3 KLASIFIKASI ........................................................................................... 4
2.4 ETIOLOGI ................................................................................................. 6
2.5 PATOFISIOLOGI...................................................................................... 7
2.6 PATHWAY................................................................................................ 8
2.7 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................... 8
2.8 KOMPLIKASI ........................................................................................... 10
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................... 11
2.10PENATALAKSANAAN ........................................................................... 11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................. 13
3.1 PENGKAJIAN ........................................................................................... 13
3.2 DIAGNOSA ............................................................................................... 15
3.3 INTERVENSI ............................................................................................ 16
BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 20
4.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 20
4.2 SARAN ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang sistem
saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Penyakit poliomyelitis paling banyak
menyerang pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga bisa pada remaja. Gejala utama
penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari
yang akan menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011).
Menurut WHO pada tahun 2018, wabah polio ditemukan di negara papua nugini
setelah 18 tahun menghilang dinegara pasifik. Jumlah kasus polio diseluruh dunia telah
turun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus kemudian menjadi 22
kasus yang dilaporkan pada tahun 2017 (Kompas, 2018).
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu, Sukabumi,
Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI, Jakarta, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan secara total terdapat 295 kasus
polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22 kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al.,
2013).
Berdasarkan epidemiologi polio di Indonesia, penting bagi perawat untuk mengetahui
konsep dasar penyakit polio beserta konsep asuhan keperawatannya pada anak karena
anak yang rentan terkena penyakit polio. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah
dan mengobati penyakit polio di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang
terdiri dari upaya promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
cara pengobatan penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan,
penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup
sehat, dan peningkatan gizi; upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau
kondisi yang memperberat penyakit polio; upaya kuratif dan rehabilitatif untuk
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat kejadian
penyakit polio.

1
1. 2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Setelah disusunnya makalah ini mahasiswa mampu memahami konsep asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan poliomeilitis melalui pendekatan
keperawatan.
b. Tujuan Khusus, dapat:
1. Menjelaskan tentang konsep teori penyakit poliomyelitis.
2. Mengkaji pada anak dengan penyakit poliomyelitis.
3. Merumuskan diagnose pada anak dengan penyakit poliomyelitis.
4. Mengintervensi tindakan keperawatan pada anak dengan penyakit poliomyelitis.

1. 3 MANFAAT
a. Mahasiswa dapat memahami pengertian, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
pathway, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Mahasiswa dapat memehami konsep asuhan keperawatan pada pasien poliomielitis.

1. 4 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam tugas ini, disusun sebagai berikut :
1) BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan.
2) BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini berisi pengertian , epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, pathway,
manifestasi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan pada pasien anak
dengan poliomielitis.
3) BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan poliomielitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Poliomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus polio dan
dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. 50%-70% dari kasus polio adalah
umur 3-5 tahun (Ranuh, 2008).
Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut yang pada keadaan serius menyerang
susunan saraf pusat. Kerusakan saraf motorik pada medulla spinalis
menyebabkan paralisis flaksid (Jawetz, et al., 2005).
Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang
sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Gejala utama penyakit ini adalah
kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari yang akan
menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011). Poliomielitis merupakan penyakit infeksi
akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya
menyerang saluran pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan
saraf pusat melalui peredaran darah (Huda, 2016).
Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti
motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat tersebut akan
terjadi kelumpuhan dan atrofi otot (Staf Pengajar IKA FKUI, 2005).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Poliomielitis adalah
penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak dibawah 15 tahun
yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan. Sampai saat ini
tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang aman dan
efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting dalam
mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi.

3
2.2 EPIDEMIOLOGI
Polio tersebar di seluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan
Afrika. Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pada tahun 1993, virus polio 1
dan polio 3 di Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus Polio 1di Thailand
pada tahun 1997.
India salah satu Negara endemic polio, juga menularkan penyakit ini ke
Cina dan Syria pada tahun 1999, ke Bulgaria pada tahun 2001, serta ke Lebanon pada
2003. Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di Indonesia
pada tahun 2005 berasal dari sudan atau Nigeria yang berada di Arab Saudi. Virus
tersebut ditularkan ke Negara lain melalui jamaah haji, jemaah umroh, dan tenaga
kerja lainnya.
Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita polio
sebanyak 70-80% di daerah endemik adalah anak berusia kurang dari 3 tahun,
dan 80-90% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang tidak
diimunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak-anak yang tidak
terdaftar.
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,
Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI,
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan
secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22
kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al., 2013).

2.3 KLASIFIKASI
Zulkifli (2007) menjelaskan bahwa penyakit polio dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis. penyakit polio adalah sebagai berikut:
a. Poliomielitis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat
gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95%
penduduk dan menyebabkan imunitas pada virus tersebut.

4
b. Poliomyelitis abortif
Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemic terutama yang
diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8%
penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah,
nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya
dapat dibuat dengan menemukan virus dibiakan jaringan. Diagnosis banding : influenza
atau infeksi bakteri daerah nasofaring.
c. Poliomyelitis non-paralitik
Gejala klinik sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan
muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang di ikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri
otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan
tungkai dengan hypertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion
spinal dan kolumna posterior.
Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, ia akan menekuk kedua lutut keatas
sedangkan kedua lengan menunjang kebelakang ada tempat tidur (tanda tripod) dan
terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan
kerning dan brudzinsky yang positif. Head drop ialah bila tubuh pasien ditegakan dengan
menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Reflek
stendon tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat
poliomyelitis paralitik. Diagnosis banding dengan meningismus, meningitis serosa
tonsillitis akut yang berhubungan dengan adenitis servikalis.
d. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari
200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi
pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah
kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf
tulang belakang dan saraf motorik yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode

5
inilah muncul gejala seperti flu, namun pada penderita yang tidak memiliki kekebalan
atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf pusat
dan menyebar sepanjang serabut saraf.
Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan saraf motorik. Saraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi
dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem
saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini
disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen
(perut), disebut quadriplegia.

2.4 ETIOLOGI
Menurut Widoyono (2011), Virus Polio termasuk genus enterovirus. Di alam bebas
virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2 minggu pada musim
hujan. Di dalam usus manusia virus dapat bertahan hidup sampai 2 bulan. Virus polio
tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter, kloroform, tetapi virus ini akan mati dengan
pemberian formaldehida 0,3%, klorin, pemanasan, dan sinar ultraviolet. Poliomyelietis
dapat disebabkan oleh virus yaitu sebagai berikut:
1. Tipe I Brunhilde : Sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
2. Tipe II Lansing : Kadang menyebabkan kasus yang sporadik
3. Tipe III Leon : Epidemi ringan

Virus tersebut dapat hidup berbulan – bulan di dalam air, mati dengan pengeringan
atau oksidan. Virus tersebut hanya menyerang sel – sel dan daerah susunan syaraf tertentu.
Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali

6
dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3 – 4 minggu sesudah timbul gejala.
Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis yaitu:
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta
formasioretikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti – inti virmis
4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang – kadang
nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik

2.5 PATOFISIOLOGI
Poliomielitis merupakan infeksi dari virus jenis enteroviral yang dapat
bermanifestasi dalam 4 bentuk yaitu, infeksi yang tidak jelas, menetap, nonparalitik,
dan paralitik. Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan memalalui rute oral-
fekal, melalui konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia).
Terdapat tiga jenis yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 – 35 hari. Apabila virus masuk kedalam tubuh
melalui jalur makan, akan menetap dan berkembang biak di kelenjar getah bening
nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui darah ke seluruh tubuh. Setelah
virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan mengeluarkan neurotropik yang akan
merusak akhiran saraf pada otot, yang menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak
bahkan sampai otot mata.
Berdasarkan keluhan awal penderita akan mengeluh seperti adanya infeksi ringan
seperti akibat flu, atau batuk. Pada kasus infeksi yang tidak jelas, keluhan disertai dengan
adanya mual, muntah, nyeri perut, yang berlangsung selama kurang dari 5 hari, dan
berkembang menjadi iritasi dari selaput otak. Pada paralitik osteomyelitis keluhan akan
terus berkembang dari kelemahan anggota gerak sampai gangguan pernafasan. Penderita
yang telah sembuh dari polio akan menimbulkan gejala sindroma post polio berupa

7
kelemahan dan ketidak seimbangan pada anggota gerak yang terinfeksi sebelumnya
(Dinkes Siak, 2013).

2.6 PATHWAY

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Penyakit poliomyelitis paling banyak pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga bisa
pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis pada anak adalah panas
disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan punngung,
kekuatan otot yang diperjelas dengan tanda head drop, tanpa tripod saat duduk, tanda tanda
spinal, tanda brudzinsky atau kering. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi
minor illnesses (gejala ringan, seperti: asimtomatis / silent infection dan poliomyelitis
abortif) dan major illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun non-paralitik) (Huda,
2016).

8
a. Minor Illnesses (Gejala Ringan)
1. Asimtomatis (silent infection)
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat
gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemik diperkirakan terdapat pada 90-95%
penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut. Merupakan proporsi
kasus terbanyak (72%).
2. Poliomielitis abortif
Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemik, terutama
yang diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan
terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak, berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari, biasanya sekitar 2-10 hari. Gejala berupa
infeksi virus, seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi, dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya bisa dengan
menemukan virus di biakan jaringan.
b. Major Illnesses
1. Poliomielitis non-paralitik
Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan
muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase
kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot
belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi
pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk
dari posisi tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan
menunjang kebelakang pada tempat tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan
otot spinal oleh spasme, kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan
Brudzinsky yang menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh
ke belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat
perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik.
2. Poliomielitis paralitik
Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat pada poliomyelitis
non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau

9
kranial, dan timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan paralisis vesika urinaria
dan atonia usus. Secara klinis dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sesuai
dengan tingginya lesi pada susunan saraf yang terkena.
a.) Bentuk spinal
Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen, tubuh,
diafragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar,
pada tungkai bawah otot kuadrisep femoris, pada lengan otot deltoideus,
dan sifat paralisis adalah asimetris. Refleks tendon mengurang/menghilang
serta tidak terdapat gangguan sensibilitas.
b.) Bentuk bulbar
Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga terjadi
insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak, kesulitan makan,
kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara. Saraf otak yang terkena adalah
saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII.
c.) Bentuk bulbospinal
Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar
d.) Bentuk ensefalitik
Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor dan
kadang-kadang kejang. (Estrada dalam Virlta, 2013)

2.8 KOMPLIKASI
Menurut driyana, dkk (2013) Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio adalah
sebagai berikut :
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis

10
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Huda (2016) pemeriksaan penunjang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Lab :

1. Pemeriksaan darah tepi perifer

2. Cairan serebrospinal

3. Pemeriksaan serologik

4. Isolasi virus polio

b. Pemeriksaan radiology

c. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior

d. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia ( kadar gula dan
protein)

2.10 PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukkan untuk
meredakan gejala dan pengobatan spotif untuk meningkatkan stamina penderita.
(Widoyono,2011)
Menurut Reeves dalam Huda (2016) penatalaksanaan pengobatan pada penderita
poliomyelitis adalah simptomatis dan suportif. Adapun penatalaksanaan menurut
klasifikasi poliomyelitis yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi tanpa gejala : istirahat total
2. Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur norma. Kalau perlu
dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu, 2
bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui
adanya kelainan.
3. Non Paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan
kadang – kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot
board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang

11
sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel
kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
4. Paralitik : Harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu – waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa
sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tenpat lahir, asal dan suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan
penghasilan orang tua (Wong, 2009).
Biasanya anak yang sering terkena penyakit polio adalah yang berusia di
bawah 15 tahun (Widoyono, 2011).
Biasanya anak yang terkena risiko virus poliomyelitis pada daerah endemis dan
kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan Utama : keluarga pasien biasanya mengeluh aktivitas anaknya terganggu
karena kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan yang sifatnya mendadak dan
layuh.
Riwayat Keluhan Utama : Awalnya keluarga pasien mengeluh semakin hari berat
badan anaknya berkurang disertai dengan keluahan tidak nafsu makan, mual
muntah, kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan. Keluhan yang biasanya
dikeluhkan pasien pada saat pengkajian :
1) Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya rewel 3 disertai
sakit kepala.
2) Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu :
Riwayat penyakit yang pernah diderita anak, biasanya sebelumnya anak belum
pernah mengalami penyakit poliomyelitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apabila terdapat keluarga yang menderita polio, biasanya kemungkinan besar
keluarga yang lain dapat terserang polio dengan mudah.

13
3. Riwayat Imunisasi :
Biasanya anak yang terkena polimyelitis, riwayat imunisasinya tidak lengkap.
4. Tumbuh Kembang Anak :
Biasanya ketika anak terkena penyakit poliomyelitis tumbuh kembangnya terganggu,
terutama tumbuh kembang anak pada peningkatan ukuran tubuh yaitu, tinggii badan
dan berat badan.
5. Riwayat Nutrisi :
Anak biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun, mual dan
muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Pengkajian Sosial :
Biasanya pada anak dengan poliomielitis akan mengalami gangguan konsep diri,
karena anak tidak bisa bermain dengan kondisi tubuh yang sedang dialaminya.
7. Riwayat Sirkulasi :
Anak biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas, perubahan pada tekanan
darah, serta perubahan pada frekuensi jantung.
8. Riwayat Eliminasi :
Anak biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami gangguan fungsi. Urine
yang keluar sedikit (retensi urin).
9. Riwayat Neurosensori :
Anak biasanya tampak kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan.
10. Riwayat Nyeri/Keamanan :
Anak biasanya akan mengeluh nyeri dan kejang otot, sakit kepala, gatal (pruritus),
serta sensasi yang abnormal. Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan
biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dari rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
11. Riwayat Pernafasan :
Biasanya anak mengalami perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea,
potensial obstruksi.

14
B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum anak dengan polio yaitu lemah.

2. Kesadaran : Biasanya kesadaran anak menurun.

3. Tanda – tanda vital :

a. Tekanan darah : Tekanan darah anak kemungkinan akan meningkat.

b. Denyut nadi : Denyut nadi anak kemungkinan akan meningkat.

c. Suhu : Biasanya anak mengalami hipertermi

4. Pernapasan : Pernapasan anak biasanya meningkat

5. Berat Badan : BB anak biasanya turun karena anoreksia.

6. Kepala : Bibir anak tampak pucat.

7. Ektermitas : Biasanya pada anak poliomyelitis terdapat kelumpuhan pada ektermitas


bawah.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Defisit nutrisi b/d ketidakmapuan menelan makanan
2. Hipertermi b/d proses penyakit
3. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)
4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d gangguan muskuloskeletal ;

15
3.3 INTERVENSI
1. Manajemen Nutrisi (I.03119)
 Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e) Monitor asupan makanan
f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil laboratorium
 Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
c) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
d) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
e) Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

2. Manajemen Hipertermi (I.15506)


 Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit

16
d) Monitor haluaran urine
e) Monitor komplikasi akibat hipertermi
 Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebih)
f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermi atau kompres dingin pada
dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
g) Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
h) Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3. Manajemen Nyeri (I.08238)


 Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri)
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
h) Monitor efek samping penggunaan analgetik

17
 Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
ekupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
 Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4. Dukungan Mobilisasi (I. 05173)


 Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
 Terapeutik
a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
b) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
 Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini

18
c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio
yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan serta atrofi
otot pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Virus poliomyelitis (virus RNA)
tergolong dalam genus Enterovirus dan famili Picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu
tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau
lebih dari tipe virus tersebut. Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan
pleiositosis biasanya kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak
polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang
lebih dominan.
Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain yaitu Jangan masuk daerah endemik,
Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti tonsilektomi, suntikan
dan sebagainya, Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan, Imunisasi aktif (Staf
Pengajar IKA FKUI, 2005).
Sampai saat ini tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang
aman dan efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting
dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi.

4.2 SARAN
Penting bagi perawat untuk mengetahui konsep dasar penyakit polio beserta konsep
asuhan keperawatannya. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati
penyakit polio di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya
promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan
penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan informasi,
peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi;
upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit polio upaya kuratif dan rehabilitatif untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, dan menurunkan tingkat kejadian penyakit polio.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Huda Nurarif, Amin & Kusuma, Hardi. 2016. Asuhan Keperwatan Praktis.Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
2. Manurung, santa. 2011. Keperawatan profesional. Jakarta : Tim.
3. Widoyono. 2011 . Penyakit Tropis. Surabaya: Erlangga.
4. Budi, et al. 2013. Makalah Virologi Virus Polio Kelompok IV. Makalah.
Dipublikasikan. Surakarta: Akademi Analis Kesehatan Nasional.
5. Dinkes Siak. 2013. Poliomyelitis. http://diskes.siakkab.go.id/
diskes/index.php?categoryid=48&p5038_articleid=15&pid=5038 (07- april-2022)
6. Jawetz, et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta:
Salemba Medika
7. PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
8. PPNI (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia : definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI
9. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

21

Anda mungkin juga menyukai