Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KELUARGA DENGAN PASIEN

TUBERKULOSIS (TB)

Disusun Oleh:
Dina Ayu Septiani
(011 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM 2023/2024
KATA PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan
ini dengan judul “Laporan Pendahuluan Pada Keluarga Dengan Pasien
Tuberkulosis (Tb)” tepat pada waktunya.
Saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun Laporan
Pendahuluan dengan dukungan dari banyak pihak, dan saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya menyelesaikannya.
Namun, saya menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Pendahuluan ini masih
memiliki banyak kekurangan dalam hal penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Jadi, saya dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca untuk
membantu saya menyempurnakan Laporan Pendahuluan ini.
Akhirnya, penyusun berharap Laporan Pendahuluan yang sederhana ini
bermanfaat. Saya juga berharap dapat menginspirasi para pembaca untuk
membahas masalah lain yang terkait dengan Laporan Pendahuluan di bagian
berikutnya.

Mataram, 17 Juli 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................4

2.1 Konsep Keluarga.........................................................................................4

2.1.1 Definisi Keluarga................................................................................4

2.1.2 Bentuk Keluarga..................................................................................4

2.1.3 Fungsi Keluarga..................................................................................5

2.1.4 Tahap Perkembangan Keluarga..........................................................6

2.1.5 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan..........................................8

2.2 Konsep Tuberculosis..........................................................................……..9

2.2.1 Definisi................................................................................................9

2.2.2 Etiologi..............................................................................................10

2.2.3 Klasifikasi.........................................................................................10

2.2.4 Manifestasi Klinis.............................................................................12

2.2.5 Komplikasi........................................................................................13

2.2.6 Patofisiologi......................................................................................13

2.2.7 Pathway.............................................................................................15

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................16

iii
2.2.9 Penatalaksanaan................................................................................17

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga...........................................……..18

2.3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga...................................................18

2.3.2 Diagnosa Keperawatan Keluarga......................................................21

2.3.3 Intervensi Keperawatan Keluarga.....................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan dari
satu orang ke orang lain, biasanya penyakit menular ditularkan melalui
makanan atau air, vector dan udara atau percikan air liur. Penyakit menular
yang ditularkan melalui makanan atau air adalah hepatitis dan diare. Penyakit
menular yang ditularkan melalui vector adalah malaria. Sedangkan penyakit
menular yang ditularkan oleh udara atau percikan air liur adalah Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Pneumonia dan TB Paru (Riskesdas,
2013:hal.8).

TB Paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan. Cara penularan


TB Paru yaitu melalui percikan dahak (droplet nuclei) pada saat pasien batuk
atau bersin terutama pada orang disekitar pasien seperti keluarga yang tinggal
serumah dengan pasien. Perilaku keluarga dalam pencegahan TB Paru sangat
berperan penting dalam mengurangi resiko penularan TB Paru. Meningkatnya
penderita TB Paru di Indonesia disebabkan perilaku hidup yang tidak sehat.
Hasil survey di Indonesia oleh Ditjen pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL) salah satu penyebab tingginya angka
kejadian TB Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan
(Kemenkes Republik Indonesia, 2015).

Saat ini TB paru merupakan penyakit yang menjadi perhatian global,


dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan insidens dan kematian
akibat TB paru telah menurun, namun TB paru diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,3 juta kematian pada tahun
2018 (WHO, 2019). Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan peringkat
kedua pada kasus Tb tertinggi didunia setelah India. Badan Kesehatan Dunia
(World Health Organization) memperkirakan di tahun 2018 sebanyak 10 Juta
jiwa terjangkit tuberkulosis sehingga dapat menyebabkan kematian 1,3 juta
jiwa di dunia serta 100 ribu jiwa di Indonesia (World Health Organization,
2022). Menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2021, besaran kasus

1
tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2021 ditemukan sebanyak 397.377
kasus, Hal ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu yaitu
sebesar 351.936 kasus (Kemenkes RI., 2021). Di Provinsi NTB, pada tahun
2019 dilaporkan bahwa jumlah seluruh pasien TB (semua tipe) mencapai
6509 orang, sedangkan untuk tahun 2020, jumlah seluruh pasien TB adalah
5430 orang. Apabila dibandingkan dengan tahun 2019 maka kasus Tb pada
tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 16.58%. TBC banyak ditemukan di
daerah pemukiman padat penduduk dengan sanitasi yang kurang bagus
(Dinkes NTB,2021).

Kejadian Tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama


Tuberkulosis adalah faktor umur karena insiden tertinggi penyakit
Tuberkulosis adalah pada usia dewasa muda di Indonesia diperkirakan 75%
penderita Tuberkulosis adalah pada kelompok usia produktif. Faktor yang
kedua adalah jenis kelamin yang lebih banyak menyerang laki-laki daripada
wanita, karena sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok. Faktor ketiga
adalah kebiasaan merokok yang dapat menurunkan daya tahan tubuh,
sehingga mudah untuk terserang penyakit terutama pada laki-laki yang
mempunyai kebiasaan merokok).

Faktor keempat adalah kepadatan hunian yang merupakan faktor


lingkungan terutama pada penderita Tuberkulosis yaitu kuman M.
Tuberculosis dapat masuk pada rumah yang memiliki bangunan yang gelap
dan tidak ada sinar matahari yang masuk. Faktor kelima adalah pekerjaan
yang merupakan faktor risiko kontak langsung dengan penderita. Faktor
keenam adalah status ekonomi yang merupakan faktor utama dalam keluarga
masih banyak rendahnya suatu pendapatan yang rendah dapat menularkan
pada penderita Tuberkulosis karena pendapatan yang kecil membuat orang
tidak dapat layak memenuhi syarat-syarat kesehatan (Sejati, 2015).

Faktor yang mempermudah penularan Tuberkulosis Paru adalah perilaku


membuang ludah di sembarang tempat, kebiasaan tidak menutup mulut saat
batuk, kebiasaan tidak menutup mulut saat orang lain batuk, dan 4 kebiasaan
menggunakan kayu bakar di dalam rumah. Di kota Samarinda menunjukkan

2
bahwa pendidikan, kontak serumah, lama kontak, kepadatan penghuni dan
ventilasi rumah merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru
dengan nilai OR > 1. Kontak serumah dan lama kontak merupakan faktor
risiko tertinggi terhadap kejadian Tuberkulosis Paru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui konsep keluarga
2. Untuk mengetahui konsep dari tuberculosis
3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan keluarga dengan
tuberkulosis
1.3 Tujuan
1. Mampu mengetahui konsep dasar keluarga
2. Mampu mengetahui konsep dari penyakit Tuberculosis
3. Mampu mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan keluarga dengan
tuberkulosis

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP KELUARGA
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga menurut UU No. 52 Tahun 2009 adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah sekumpulan
orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan
untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarga (Friedman, 2013).
2.1.2 Bentuk Keluarga
1. Keluarga tradisional
a. The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas
suami, istri, dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
b. The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri
atas suami dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui,
keluarga ini mungkin belum mempunyai anak atau tidak
mempunyai anak.
c. Single parent yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan
anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.
d. Single adult yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang
dewasa. Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak
menikah atau tidak mempunyai suami.
e. Extended family yaitu keluarga yang terdiri atas keluarga inti
ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan
sebagainya. Tipe keluarga ini banyak dianut oleh keluarga
Indonesia terutama di daerah pedesaan.
f. Middle-aged or elderly couple yaitu orang tua yang tinggal sendiri
di rumah (baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya
sudah membangun karir sendiri atau sudah menikah.

4
g. Kin-network family yaitu beberapa keluarga yang tinggal bersama
atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan,
seperti dapur dan kamar mandi yang sama
2. Tipe Keluarga Nontradisional
a. Unmarried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri atas
orang tua dan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. Cohabitating couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama di
luar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
c. Gay and lesbian family yaitu seorang pasangan yang mempunyai
persamaan jenis kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana
pasangan suami istri.
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang
hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Foster family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada
hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat
orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya (Kholifah & Widagdo,
2016).
2.1.3 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2013) ada lima fungsi keluarga:
1. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka
keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama,
membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi
kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin secara lebih akrab,
dan harga diri.
2. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
karena individu secara lanjut mengubah perilaku mereka sebagai
respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.

5
Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan yang
dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan
pembelajaran peran-peran sosial.
3. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan
kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang memepegaruhi status
kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian yang
paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan.
2.1.4 Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman & Marylin (2010)
adalah berikut :
1. Tahap I (Keluarga dengan pasangan baru)
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan
intim yang baru. Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan
yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis
dengan jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga.
2. Tahap II (Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia
30 bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
menjadi siklus kehidupan keluarga.
Tugas perkembangan tahap II adalah membentuk keluarga muda
sebagai suattu unit yang stabil ( menggabungkan bayi yang baru
kedalam keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik

6
mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai
keluarga,mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan,
memperluas hubungan dengan hubungan dengan keluarga besar
dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi kakek/nenek.
3. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak
pertama berusia 2½ tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun.
Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan
posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan
putri-saudara perempuan.
Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah memenuhi
kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi dan keamanan
yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi anak kecil
sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga dan
diluar keluarga.
4. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam
waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia
mencapai pubertas, sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap
ini juga maksimal. Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV adalah
menyosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan restasi,
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
5. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung
selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama, jika anak tetap
tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.
Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan

7
kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi
seorang dewasa muda
6. Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda)
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya
anak pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya
rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah.
Tugas keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran
keluarga terhadap anak dewasa muda, termasuk memasukkan anggota
keluarga baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan
untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan,
membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.
7. Tahap VII (Orang tua paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika
anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau
kematian salah satu pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan
kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna
antara orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat
hubungan pernikahan.
8. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun
salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan
pasangan dan berakhir dengan kematian pasangan lain. Tujuan
perkembangan tahap keluarga ini adalah mempertahankan penataan
kehidupan yang memuaskan.
2.1.5 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Freeman (1981) dalam Setyawan (2012) sesuai dengan fungsi
keluarga dalam pemeliharaan kesehatan, maka keluarga juga mempunyai
tugas dalam bidang kesehatan, yang antara lain adalah:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga. Perubahan
sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung
menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, oleh karena itu perlu

8
mencatat dan memperhatikan segala perubahan yang terjadi dalam
keluarga.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
3. Memberikan perawatan kepada anggota keluaraganya yang sakit atau
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.

2.2 KONSEP DASAR TUBERKULOSIS (TB)


2.2.1 Definisi
Tuberkulosis Paru (TBC) adalah suatu penyakit menular yang paling
sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).
Tuberculosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim bar, biasanya di sebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. TB dapat menyebar hampir ke setiap bagian tubuh, termasuk
meniges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi
dalam 2 sampai 10 minggu setelah pajanan. Pasien kemudian dapat
membentuk penyakit aktif karena respons system imun menurun atau tidak
adekuat (Brunner & Suddarth, 2016).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis yang masih
merupakan permasalahan serius yang di temukan pada penduduk dunia
termasuk indonesia. Penyakit paru yang di sebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis ini ditemukan telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk
dunia yang telah menjadi masalah kesehatan utama secara global
berdasarkan World Health Organization. (Jom FK Volume 4 No. 1
Februari 2017).

9
2.2.2 Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang
dapat ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluar
kanorganisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi
terinfeksi. Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.
Reaksiinflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,
granuloma,dan jaringan fibrosa (Smeltzer dan Bare, 2015).
Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tak sengaja keluarlah droplet dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
atau nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012). Menurut Smeltzer&Bare (2015),
Individu yang beresiko tinggi untuk tertularvirus tuberculosis adalah:
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif.
2. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
merekayang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi
denganHIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
5. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan
diabetes,gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
6. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
7. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan
aktivitas yang beresiko tinggi
2.2.3 Klasifikasi

10
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman
yaitu:
1. Pembagian secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
2. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum)
aktif,non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal
b. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
c. Moderately advanced tuberculosis
d. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah
infiltrate bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru. Bila
bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
e. Far advanced tuberculosis
f. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderatelyadvanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi
terapi. Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a. Dengan atau tanpa gejala klinik
b. BTA positif:mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakanpositif satu kali atau disokong radiologik positif 1
kali.
c. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a. Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
b. BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

11
3. Bekas TB Paru dengan kriteria :
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjuk kan
serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih
mendukung).
2.2.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Wikurendra, 2019) terdapat 2 tipe gejala TB paru, yaitu:
1. Gejala Umum
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Gejala ini timbul karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk lama
yang terjadi lebih dari 3 minggu disertai dengan dahak maupun
tidak selanjutnya akan terjadi batuk darah karena pembuluh darah
yang pecah (Suherni & Maduratna, 2013).
b. Demam
Demam lama tanpa sebab yang jelas terjadi secara berulang dan
disertai berkeringat pada malam hari. Suhu tubuh penderita bisa
mencapai 40-41 ºC (Suherni & Maduratna, 2013).
c. Berat badan menurun tanpa sebab
Berat badan yang menurun tanpa sebab ini selain nafsu makan
yang menurun, pada anak berat badan tidak akan bertambah
(Suherni & Maduratna, 2013).
d. Mudah Lelah
Hilangnya nafsu makan dan batuk berat membuat tubuh menjadi
lemah dan mengakibatkan penderita menjadi mudah capai.
e. Hilang nafsu makan
Bila gejala ini terjadi pada anak terlihat gagal tumbuh dan berat
bada tidak akan bertambah (kurang gizi) meskipun telah dilakukan
penanganan gizi (Suherni & Maduratna, 2013).
2. Gejala Khusus

12
a. Berdasarkan organ tubuh mana yang terinfeksi. Sebagai contoh jika
terdapat sumbatan sebagian pada bronkus, diakibatkan oleh
penekanan kelejar getah bening yang membesar,
b. Akan menimbulkan suara “mengi” atau terdapat tambahan suara
napas wheezing, suara nafas akan melemah, terdapat sesak dan bisa
menimbulkan nyeri dada jika terdapat cairan dipleura,
c. Jika mengenai tulang akan menimbulkan gejala seperti infeksi
tulang yang akan membentuk saluran pada kulit dan keluar nanah,
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (meningitis) dengan gejala
demam tinggi, penurunan kesadaran dan kejang.
2.2.5 Komplikasi
TB paru akan menimbulkan komplikasi bila tidak ditangani dengan
baik. Menurut Sudoyo (2009) dalam (Bagaskara, 2019), komplikasi-
komplikasi pada penyakit TBC dibedakan menjadi 2:
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laryngitis
e. Usus Poncet’s
f. Arthropathy
2. Komplikasi Stadium Lanjut
a. Hemoptisis masis, dapat mengakibatkan kematian karena
pendarahan yang terjadi pada saluran nafas bawah menyumbat
jalan nafas.
b. Kolaps lubus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis, pada paru terjadi pelebaran bronkus setempat dan
terjadi pembentukan jaringan ikat pada proses reaktif dan
pemulihan.
d. Pneumotoraks spontan, terjadi paru kolaps spontan karena udara
yang terdapat di pleura.

13
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti, tulang, ginjal, otak dan
sendi
2.2.6 Patofisiologi
Penyebaran bakteri TB melalui percikan dahak (droplet) pasien saat
batuk, bersin, atau berbicara. Percikan dahak akan berada di udara dan
terhirup oleh individu dan masuk ke alveoli melalui jalan nafas. Alveoli
merupakan tempat berkumpul dan berkembang biak bakteri Myobacterium
Tuberculosis. Sistem imun tubuh akan berespon dan terjadi reaksi
inflamasi. Fagosit menekan bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis
menghancurkan bakteri dan jaringan normal (Kenedyanti & Sulistyorini,
2017).
Jika respon imun adekuat, jaringan parut sekitar tuberkel atau lesi
granulomatosa dan basil akan tetap tertutup. Lesi ini akan mengalami
klasifikasi dan terlihat pada sinar-x. sehingga ketika pasien terinfeksi oleh
bakteri Myobacterium Tuberculosis dengan respon imun yang adekuat,
tidak terjadi penyakit TB. Jika pasien dengan respon imun tidak adekuat
untuk mengandung basili, maka penyakit TB akan terjadi.
Lesi TB yang telah sembuh dapat reaktivasi ketika imun tertekan
akibat usia, penyakit and penyalah gunaan obat. Turbukel rupture, basili
menyebar ke jalan nafas dan membentuk lesi yan menghasilkan pneumonia
tuberkulosis. Orang yang menagalami TB paru aktif terus menyebarkan
bakteri Myobacterium Tuberculosis ke lingkungan dan menginfeksi orang
lain. Timbulnya edema trakeal/faringeal karena reaksi inflamasi yang
membentuk kavitas dan rusaknya parenkim baru. Akibat dari reaksi
inflamasi juga terjadinya peningkatan produksi secret dan pecahnya
pembuluh darah pada jalan nafas yang mengakibatkan batuk produktif,
batuk darah dan sesak nafas (Bagaskara, 2019).

14
15
2.2.7 Pathway

16
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosa
tuberkulosis, berikut pemeriksaan penunjang untuk tuberkulosis.
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya
bakteri Basil Tahan Asam (BTA) dalam sputum. Dibutuhkan tiga
specimen untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis dengan
waktu pengumpulan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) (Ramadhan &
Fitria, 2017).
2. PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan cara melacak
suatu fragmen DNA target dengan menggunakan fragmen DNA yang
komplementer. Untuk mendeteksi terjadinya ikatan komplementer
dilakukan amplifikasi DNA sehingga DNA target dapat dilacak
meskipun bateri Myobacterium Tuberculosis sangat sedikit.
Keunggulan dari teknik adalah tingkat kesensitifan lebih tinggi, cepat
dan spesifik (Ramadhan & Fitria, 2017) .
3. Ziehl Neelsen
Pemerikasan dengan teknik ini masih menjadi pilihan pertama untuk
mendeteksi TB karena murah, mudah dan spesifitasnya tinggi dalam
mendeteksi BTA (Basil Tahan Asam) (Suryawati et al., 2019).
4. Tuberkulin Skin Test
Menurut Lubis (1992) dalam (Nurlaela et al., 2018), uji Tuberkulin ini
salah satu cara untuk mendiagnosis penyakit TB yang sering dilakukan
untuk mendiagnosis TB pada anak. Uji tuberkulin merupakan dasar
kenyataan bahwa akan ada reaksi delayed-type hypersensitivity
terhadap komponen antigen oleh infeksi Myobacterium Tuberculosis,
komponen antigen tersebut berasal dari ekstrak Myobacterium
Tuberculosis atau tuberkulin. Dosis yang digunakan adalah 5 TU
(Tuberkulin Unit) PPD-S, yang berarti dalam 0,1 mg PPD-S dapat
terekskresikan oleh aktivitas tuberkulin skin tes.
5. Rontgen Dada

17
Foto rotgen dada menjadi salah satu cara untuk mendiagnosis
tuberkulosis, biasanya dilakukan dengan hasil pemeriksaan sputum
negatif. Namun pada pasien dengan BTA (+) rontgen dada digunakan
2.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya
berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat
sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Jenis obat utama
yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis
obat tambahan lainnya Kanamisin, Amikasin, Kuinolon. Pengobatan
Tuberkulosis Paru pada orang dewasa dibagi dalam beberapa kategori
yaitu:
1. Kategori 1: 2HRZE/4HR3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol setiap hari (tahap intensif) dan 4 bulan selanjutnya minum
obat INH dan Rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
a. Penderita baru Tuberkulosis Paru BTA positif.
b. Penderita Tuberkulosis Ekstra Paru (Tuberkulosis di luar paru-
paru) berat.
2. Kategori 2: HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3: 2HRZ/4H3R2
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung
aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tuberkulosis kronik

18
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah suatu tindakan peninjauan situasi
manusia untuk memperoleh data tentang klien dengan maksud menegaskan
situasi penyakit, diagnosa klien, penetapan kekuatan, dan kebutuhan
promosi kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan, dan kesehatan klien. Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang
masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya, data dasar tersebut
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan
asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-
masalah klien (Kholifah & Widagdo, 2016).
Selain itu, kekuatan keluarga perlu digali dalam proses pengkajian.
Jumlah dan jenis informasi juga bergantung pada klien, yang mungkin
ingin menyampaikan lebih banyak informasi tentang satu area daripada
area yang lain. Walaupun pengkajian merupakan langkah pertama proses
keperawatan, data terus dikumpulkan sepanjang pemberian layanan yang
menunjukkan sifat yang dinamis, interaktif dan fleksibel dari proses ini.
Sumber data pengkajian:
1. Wawancara klien tentang peristiwa yang lalu dan sekarang yaitu
mengajukan pertanyaan dan mendengarkannya, genogram dan ecomap.
2. Pengkajian yang dapat melengkapi data objektif yaitu observasi rumah
dan observasi interaksi keluarga.
3. Pengkajian yang dapat melengkapi data subyektif yaitu pengalaman
anggota keluarga yang dilaporkan, observasi orang yang dilaporkan
dan instrumen pengkajian yang diisi oleh anggota keluarga.

19
4. Informasi tertulis dan lisan dari rujukan.
5. Laporan dari agensi yang bekerja dengan keluarga.
6. Laporan dari anggota tim kesehatan lain (Friedman, 2014).
Menurut Mubarak (2011), Pengkajian adalah tahapan seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga
yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang dipergunakan mengkaji
status keluarga adalah:
1. Struktur dan karakteristik keluarga.
2. Sosial, ekonomi, dan budaya.
3. Faktor lingkungan.
4. Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga.
5. Psikososial keluar
Hal-hal perlu dikaji pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Tahap 1
a. Yang perlu dikaji pada data umum keluarga yaitu identitas kepala
keluarga (nama, alamat, pekerjaan dan pendidikan), komposisi
keluarga (daftar anggota keluarga dan genogram), menjelaskan tipe
keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan tipe
tersebut, setelah itu identifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan, tentukan
pendapat keluarga serta kebutuhan dan penggunaan (apakah ada
kesenjangan) dan aktivitas rekreasi keluarga.
b. Yang perlu dikaji pada riwayat dan tahap perkembangan keluarga
yaitu tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan
keluarga yang belum dipenuhi, riwayat penyakit keluarga: riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing keluarga
(adakah anggota keluarga sebelumnya menderita Tuberkulosis
Paru), status kesehatan anak (imunisasi), sumber pelayanan
kesehatan yang bisa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap
pelayanan kesehatan.

20
c. Yang perlu dikaji pada pengkajian lingkungan yaitu karakteristik
rumah: luas, tipe rumah, jumlah ruang, pemanfaatan rumah,
peletakkan perabot rumah tangga, saran eliminasi (tempat, jenis,
jarak dari sumber air), sumber air minum, karakteristik tetangga
dan komunitas RT atau RW: kebiasaan, lingkungan fisik, nilai
budaya yang mempengaruhi kesehatan, perkumpulan keluarga dan
interaksi dengan masyarakat, ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat, jumlah anggota yang sehat, fasilitas untuk
penunjang kesehatan.
d. Yang perlu dikaji pada struktur dan fungsi keluarga yaitu cara
berkomunikasi antar anggota keluarga, kemampuan anggota
keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk
merubah perilaku, menjelaskan peran dari masing-masing anggota
keluarga, baik secara formal maupun non formal, nilai dan norma
serat kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan, dukungan
keluarga terhadap anggota lain, fungsi perawatan kesehatan
(pengetahuan tentang sehat/sakit, kesanggupan keluarga).
e. Yang perlu dikaji pada stres dan koping keluarga: stresor jangka
pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan. Stresor jangka panjang yaitu
stresor yang saat ini dialami yang memerlukan penyelesaian lebih
dari 6 bulan. Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi atau
stresor, mengkaji sejauh mana keluarga berespons terhadap situasi
atau stresor, strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan. Strategi adaptasi disfungsional,
menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pengkajian keluarga khususnya pemeriksaan fisik, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Perlu dicantumkan tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, sesuai
dengan format yang ada.

21
b. Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga.
c. Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala,
mata, mulut, THT, leher, thorax, abdomen, ekstremitas atas dan
bawah sistem genitalia.
d. Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.
3. Harapan Keluarga
Keinginan keluarga terhadap perawat keluarga terkait permasalahan
kesehatan yang dialami oleh keluarga.
4. Analisa Data
Rangkum data yang didapat dari hasil pengkajian menjadi data
subyektif dan data obyektif berdasarkan sumber data dan tentukan
masalah keperawatan serta penyebab dari masalah keperawatan
tersebut.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret
berlebih susah dikeluarkan
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmunal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosi
laktat dan penurunan curah jantung
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak adekuatan intake nutrisi,
dyspneu
2.3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil (Slki) Intervensi (Siki)


Keperawatan

Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas


tidak efektif keperawatan 3x24 jam
Observasi:
oksigenasi dan/atau eliminasi
berhubungan dengan 1. Monitor pola napas
karbondioksida pada
produksi secret membran alveolus-kapiler 2. Monitor bunyi napas
tambahan
berlebih susah Normal dengan kriteria hasil
sbb : 3. Monitor sputum
dikeluarkan (jumlah,warna,aroma)
1. Batuk efektif meningkat
Terapeutik
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun 1. Pertahankan kepatenan

22
4. Sianosis menurun jalan napas
5. Gelisah menurun 2. Posisikan semi fowler
6. Pola nafas membaik atau fowler
3. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
4. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
5. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi


Gas berhubungan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan karbondioksida 1. Monitor pola nafas,
dengan kongesti paru, monitor saturasi oksigen
pada membran alveolus-
hipertensi pulmunal, kapiler dalam batas normal 2. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
penurunan perifer dengan kriteria hasil sbb :
1. Tingkat Kesadaran napas
yang mengakibatkan 3. Monitor adanya sumbatan
meningkat
asidosi laktat dan 2. Dispneu menurun jalan nafas
Terapeutik
penurunan curah 3. Bunyi nafas tambahan 1. Atur Interval pemantauan
menurun respirasi sesuai kondisi
jantung
4. Gelisah menurun pasien
5. Diaforesis menurun Edukasi
6. PCO2 membaik 1. Jelaskan tujuan dan
7. PO2 membaik prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi

23
oksigen
3. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
4. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan
jalan napas
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
maka diharapkan status 2. Identifikasi alergi dan
ketidak adekuatan
nutrisi membaik dengan intoleransi makanan
intake nutrisi, dyspneu kriteria hasil sbb : 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makan yang yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
2. Perasaan cepat kenyang kalori dan jenis nutrient
menurun 5. Identifikasi perlunya
3. Nyeri abdomen menurun penggunaan selang
4. Sariawan menurun nasogastric
5. Rambut rontok menurun 6. Monitor asupan makanan
6. Diare menurun 7. Monitor berat badan
7. Berat badan membaik 8. Monitor hasil pemerksaan
8. Indeks massa tubuh laboratorium
(IMT) membaik Terapeutik
9. Frekuensi makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan, jika perlu
10. Nafsu makan membaik 2. Fasilitasi menentukan
11. Bising usus membaik pedoman diet (mis.
12. Memberan mukosa Piramida makanan)
membaik 3. Sajikan makanan secara

24
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

25
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. 2022. Global Tuberculosis Report 2022.


Brunner dan Suddarth, 2015.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.EGC. Jakarta
Friedman, Marilyn, 2010. Asuhan Keperawatan Keluarga, konsep dan praktik.
EGC. Jakarta.
Sejati, A. 2015. Faktor-faktor terjadinya Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, (122-128).
Friedman. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga. Gosyen Publishing.
Setyawan, D.A. 2012 Konsep dasar Keluarga. Politeknik Kesehatan Surakarta.
Halaman 1-10.
Smeltzer, C. & S Bare, B. G. (2015). Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah
(EGG(ed.); Brunner & Suddrat.
Wahid, Abd. & Suprapto, I. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Respirasi. Trans Info Media
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
(III). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

26

Anda mungkin juga menyukai