Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DENGAN HALUSINASI

Disusun Oleh:
HAURA INAS ANISA
Nim.019STYC20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TI


NGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI PENDIDIK
AN NERS
MATARAM 2023/2024
KATA PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini. Laporan
Pendahuluan dengan judul “Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa” tepat pada
waktunya.
Penyusunan Laporan Pendahuluan sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk
itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah
membantu kami dalam rangka menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam Laporan
Pendahuluan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-
luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi
penyempurnaan Laporan Pendahuluan ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari Laporan Pendahuluan yang
sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih berhubungan pada
Laporan Pendahuluan-Laporan Pendahuluan berikutnya.

Mataram, 18 Juli 2023

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan kasus Halusinasi di cakranegara selatan


baru telah mendapatkan pengesahan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui :

Pembimbing pendidikan Pembimbing lahan

(Sopian Halid,Ners.,M.Kes.) (Tintin Sumarni S.Kep.Ners.)

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................3
2.1 KONSEP DASAR KESEHATAN JIWA..............................................3
2.1.1 Pengertian Jiwa.............................................................................3
2.1.2 Pengertian Kesehatan Jiwa...........................................................3
2.1.3 Gangguan Jiwa..............................................................................4
2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA........................................6
2.2.1 Pengertian Keperawatan Jiwa...........................................................6
2.2.2 Falsafah Keperawatan Jiwa...............................................................6
2.2.3 Model Stres Adaptasi dalam Keperawatan Jiwa.............................7
2.3 PROSES KEPERAWATAN DALAM KEPERAWATAN JIWA.......10
2.3.1 Pengkajian..........................................................................................10
2.3.2 Diagnosis............................................................................................12
2.3.3 Rencana Tindakan Keperawatan.....................................................13
2.3.4 Implementasi Tindakan Keperawatan.............................................14
2.3.5 Evaluasi..............................................................................................14
2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA KEPERAWATAN JIWA. 15
2.4.2 Halusinasi...........................................................................................21
BAB 3 PENUTUP..........................................................................................71
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................71
3.2 SARAN.................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................72

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang sec
ara fisik, mental, social dan spiritual sehingga individu tersebut menyadari kemamp
uan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dan dapat bekerja secara produktif, mampu m
emberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesua
i pada individu disebut gangguan jiwa, (UU No.18 Tahun 2014) dalam (Fatmawati,
2019).
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 jut
a orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 45,7 juta orang terk
ena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertam
bah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang (Kemenkes, 2016).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan bahwa
penderita gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 7% per mil pada tahun 2018. Pre
valensi daerah atau provinsi yang mempunyai penderita skizofrenia tertinggi menur
ut data Riskesdas tahun 2018 yaitu wilayah Provinsi Bali dengan mencapai angka 1
1% per mil.
Pada tahun 2021, Pemerintah Provinsi NTB (Nusa Tenggara Barat) telah melapo
rkan data terkait pelayanan kesehatan bagi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) b
erat di beberapa kabupaten/kota di wilayah tersebut. Dari data yang tersebut, jumla
h ODGJ berat yang mendapat pelayanan kesehatan di NTB pada tahun 2021 adalah
8739. Sementara itu, jumlah ODGJ berat di seluruh kabupaten/kota di NTB pada
tahun 2021 adalah 13776. Dengan demikian, persentase gangguan jiwa berat yang
mendapat pelayanan kesehatan di NTB pada tahun 2021 adalah sebesar 63.44%.(D
KAN Diskominfotik NTB, n.d.)
Asuhan keperawatan jiwa memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya m
eningkatkan kesehatan mental dan kualitas hidup individu. Melalui asuhan keperaw
atan jiwa, perawat dapat memberikan perhatian dan perawatan holistik kepada pasie
n yang mengalami gangguan mental atau emosional.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka perlu adanya upaya yang kompr
ehensif dalam pelayanan kesehatan jiwa, termasuk melalui asuhan keperawatan jiw
a, untuk memberikan perawatan holistik kepada individu dengan gangguan jiwa da
n meningkatkan kesehatan mental serta kualitas hidup mereka.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menilai efektivitas asuhan keperawatan jiwa dalam meningkatkan kesehatan
mental individu dengan gangguan jiwa berat.
2. Memahami peran asuhan keperawatan jiwa dalam pemulihan dan perbaikan
kesejahteraan individu dengan gangguan jiwa berat.
3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya
perawatan jiwa dan kesehatan mental.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR KESEHATAN JIWA
2.1.1 Definisi Jiwa
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri namun memiliki fungsi dan
manifestasi yang sangat terkait dengan materi. Meskipun sulit dipahami secara lan
gsung karena sifatnya yang abstrak, jiwa dapat diamati melalui manifestasinya dal
am bentuk perilaku, pikiran, perasaan, dan pengaruh lingkungan sosial. Manifesta
si jiwa mencakup kesadaran, afek, emosi, psikomotor, proses berpikir, persepsi, d
an sifat kepribadian. Dalam praktik keperawatan jiwa, kesadaran dapat menjadi te
rlalu tinggi, terlalu rendah, atau fluktuatif, yang dapat mencerminkan kondisi men
tal pasien. Memahami manifestasi jiwa ini penting dalam melakukan pengkajian t
anda dan gejala gangguan jiwa serta memberikan asuhan keperawatan yang tepat
untuk membantu pasien dalam pemulihan dan kesejahteraan mentalnya.(Yusuf et
al., 2015)
2.1.2 Definisi Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang sulit untuk didefinisikan secara tepat.
Namun, terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan jiwa
seseorang. Menurut beberapa ahli, orang yang memiliki kesehatan jiwa yang baik
adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungan, berinteraksi secara
positif, bebas dari gejala gangguan psikis, dan dapat berfungsi optimal sesuai
dengan kapasitasnya. World Health Organization (WHO) juga memberikan
kriteria orang yang memiliki kesehatan jiwa yang baik, seperti mampu
menyesuaikan diri dengan kenyataan, merasa bebas dari ketegangan dan
kecemasan, mendapatkan kepuasan dari usaha hidupnya, memiliki kemampuan
memberi dan menerima, serta memiliki hubungan sosial yang saling memuaskan.
Di Indonesia, meskipun draf RUU Kesehatan Jiwa belum selesai dibahas,
terdapat batasan mengenai upaya kesehatan jiwa dalam perundangan terdahulu.
UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 menjelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal pada individu, serta sejalan dengan orang
lain. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menegaskan bahwa
upaya kesehatan jiwa bertujuan untuk menjamin setiap individu dapat menikmati

3
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa meliputi
pendekatan preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan
masalah psikososial.
Secara keseluruhan, pengertian kesehatan jiwa melibatkan kondisi yang
memungkinkan perkembangan optimal dalam berbagai aspek kehidupan individu,
termasuk fisik, intelektual, emosional, dan hubungan sosial. Kesehatan jiwa
merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam
rangka mencapai kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan.(Yus
uf et al., 2015)
2.1.3 Gangguan Jiwa
1. Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseoran
g yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau h
endaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusi
a, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya te
rletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Ma
slim, 2002; Maramis, 2010). Dalam (Yusuf et al., 2015)
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Ba
nyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundame
ntal, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak waja
r atau tumpul (Maslim, 2002). Dalam (Yusuf et al., 2015)
2. Sumber Penyebab Gangguan Jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-sosial. Dalam
mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala
gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan
menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010). Dalam (Yusuf e
t al., 2015)
1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanato
mi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan p
erkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan an
ak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam ke
4
luarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan
memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaa
n ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa
malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola me
ngasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok min
oritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan y
ang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditega
kkan berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Asso
ciation) ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Ou
tcame Criteria). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian terhadap be
rbagai masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa. Pa
da penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang
paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu:
1. Perilaku kekerasan.
2. Halusinasi.
3. Menarik diri.
4. Waham.
5. Bunuh diri.
6. Defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan,
aktivitas sehari-hari, buang air).
7. Harga diri rendah.

5
2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
2.2.1 Definisi Keperawatan Jiwa
Stuart dan Sundeen memberikan batasan tentang keperawatan jiwa, yaitu suatu
proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan per
ilaku, yang mengontribusi pada fungsi yang terintegrasi. Sementara ANA (Americ
an Nurses Association) mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu
bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia s
ebagai ilmunya dan penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya (Stuart, 200
7). Berdasarkan dua pengertian di atas, maka setiap perawat jiwa dituntut mampu
menguasai bidangnya dengan menggunakan ilmu perilaku sebagai landasan berpi
kir dan berupaya sedemikian rupa sehingga dirinya dapat menjadi alat yang efekti
f dalam merawat pasien (Depkes RI, 1998). Dalam (Yusuf et al., 2015)
2.2.2 Falsafah Keperawatan Jiwa
Beberapa keyakinan mendasar yang digunakan dalam keperawatan jiwa antara
lain sebagai berikut (Depkes RI, 1998). Dalam (Yusuf et al., 2015):
1. Individu memiliki harkat dan martabat, sehingga setiap individu perlu dihar
gai.
2. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
3. Setiap individu mempunyai potensi untuk berubah.
4. Manusia adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan ling
kungan sebagai manusia yang utuh.
5. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
6. Semua perilaku individu adalah bermakna.
7. Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
8. Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, yang dipengaruhi oleh
kondisi genetik, lingkungan, kondisi stres, dan sumber yang tersedia.
9. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu.
10. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
11. Kesehatan mental adalah komponen kritis dan penting dari pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
12. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
untuk kesehatan fisik dan mentalnya.

6
13. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan, memaksimalkan
fungsi (meminimalkan kecacatan/ketidakmampuan), dan meningkatkan
aktualisasi diri.
14. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan pa
da individu.
2.2.3 Model Stres Adaptasi dalam Keperawatan Jiwa
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya str
es yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres
baik yang biologis, psikososial, dan sosiokultural. Secara bersama-sama, fakt
or ini akan memengaruhi seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap
stres pengalaman stres yang dialaminya. Adapun macam-macam faktor predis
posisi meliputi hal sebagai berikut:
a. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis, kesehat
an umum, dan terpapar racun.
b. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, dan
kontrol.
c. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi
sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan
tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor presi
pitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan hi
dup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultura
l. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu b
erapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Adapun faktor presi
pitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan,
yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktivitas
sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan,
keuangan, aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah
kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan
7
masuk adalah seseorang yang baru memasuki lingkungan sosial.
Keinginan sosial adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.
b. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan
keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian.
Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang
dihubungkan dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang
dihubungkan dengan remaja dan anak-anak, ketegangan yang
dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang
dihubungkan dengan peran.
3. Penilaian terhadap Stresor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhada
p pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian terhadap
stresor ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons s
osial. Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya sus
tu kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat:
a. Respons kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kogni
tif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kej
adian yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosio
nal, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang. Penilaian kognitif m
erupakan jembatan psikologis antara seseorang dengan lingkungannya da
lam menghadapi kerusakan dan potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe p
enilaian stresor primer dari stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantanga
n.
b. Respons afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhada
p stresor respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumny
a merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk e
mosi. Respons afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak perc
aya, antisipasi, atau kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi, dan
karakter yang berubah sebagai hasil dari suatu kejadian.

8
c. Respons fisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin ya
ng meliputi hormon, prolaktin, hormon adrenokortikotropik (ACTH), vas
opresin, oksitosin, insulin, epineprin morepineprin, dan neurotransmiter l
ain di otak. Respons fisiologis melawan atau menghindar (the fight-or-fli
gh) menstimulasi divisi simpatik dari sistem saraf autonomi dan meningk
atkan aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai tambahan, stres dapat memengar
uhi sistem imun dan memengaruhi kemampuan seseorang untuk melawa
n penyakit.
d. Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
e. Respons sosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut s
osial, dan perbandingan sosial.
4. Sumber Koping
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut sosial
dan perbandingan sosial.
5. Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres.
Ada tiga tipe mekanisme koping, yaitu sebagai berikut.
a. Mekanisme koping problem focus
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk mengatasi
ancaman diri. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.
b. Mekanisme koping cognitively focus.
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan menetral
isasinya. Contoh: perbandingan positif, selective ignorance, substitution
of reward, dan devaluation of desired objects.
c. Mekanisme koping emotion focus
Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak berlebi
han. Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial,
supresi, atau proyeksi.

9
2.3 PROSES KEPERAWATAN DALAM KEPERAWATAN JIWA
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data,
analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data
pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Se
orang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self
awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara tera
peutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) kare
na hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling perca
ya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan
memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Oleh karenanya,
dapat membantu pasien menyelesaikan masalah sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping
yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali selama proses pengkajian.
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut:
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medis
Data tersebut dapat dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. D
ata objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secar
a langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan
oleh pasien dan/atau keluarga sebagai hasil wawancara perawat.

10
Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat langsung oleh
perawat, sedangkan data sekunder bila data didapat dari hasil pengkajian perawat
yang lain atau catatan tim kesehatan lain.
Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format pengkajian keseha
tan jiwa, maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan meneta
pkan suatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mu
ngkin adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan.
a. Pasien memerlukan pemeliharaan kesehatan dengan follow up secara
periodik, karena tidak ada masalah serta pasien telah memiliki
pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan
promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2. Ada masalah dengan kemungkinan.
a. Risiko terjadinya masalah, karena sudah ada faktor yang mungkin dapat
menimbulkan masalah.
b. Aktual terjadi masalah dengan disertai data pendukung.
TABEL 1. Rumusan Masalah Keperawatan
PernyataanDiagnosti TujuanKeperawatan FokusIntervensi
k
Aktual Perubahandalamperilakupa Mengurangiataumenghilangkanmasala
sien(beralih ke arah resolusi h.
diagnosisatauperbaikanstatu
s).
Risikotinggi Pemeliharaankondisiyangada. Mengurangifaktor-faktorrisikountukm
encegahterjadinyamasalahaktual.
Pernyataan Diagnosti Tujuan Keperawatan Fokus Intervensi
k
Mungkin Tidak ditentukan kecuali mas Mengumpulkan data tambahan untuk
menguatkan atau menetapkan tan dan
alah divalidasi. gejala atau faktor risiko.
Masalah kolaboratif Tujuan keperawatan. Menentukan awitan atau status masala
h penatalaksanaan perubahan status.
Sumber: Carpenito, 1997 dikutip oleh Keliat, 1999. Dalam (Yusuf et al., 2015)
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah
masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon
masalah (FASID, 1983; INJF, 1996). Untuk membuat pohon masalah, minimal
harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah
utama (core problem), dan akibat (effect). Meskipun demikian, sebaiknya pohon
masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang ditemukan
11
dari pasien. Dengan demikian, pohon masalah merupakan rangkat urutan
peristiwa yang menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga
dapat mencerminkan psikodimika terjadinya gangguan jiwa.
1. Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah yang ada pada
pasien. Masalah utama bisa didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama
saat itu (saat pengkajian).
2. Penyebab adalah sal satu dari beberapa masalah yang merupakan penyebab
masalah utama, masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah
yang lain, demikian seterusnya.
3. Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah utama. Efek ini da
pat menyebabkan efek yang lain dan demikian selanjutnya.
2.3.2 Diagnosis
Menurut Carpenito (1998) dalam (Yusuf et al., 2015), diagnosis keperawatan a
dalah penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu, keluarga
atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan. Rumusan diagno
sis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hu
bungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa menga
cu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada pohon masalah di atas,
maka dapat dirumuskan diagnosis sebagai berikut:
1. Sebagai diagnosis utama, yakni masalah utama menjadi etiologi, yaitu risiko
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Pada rumusan diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single diag
nosis, maka rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi saja. Berdasarkan
pohon masalah di atas maka rumusan diagnosis sebagai berikut:
1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi.
2. Isolasi sosial: menarik diri.
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.

12
2.3.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan umum
berfokus pada penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika tujuan
khusus yang ditetapkan telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien yang harus
dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek, yaitu sebagai
berikut (Stuart dan Sundeen, 2002).
1. Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis
keperawatan.
2. Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.
3. Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan
menyelesaikan masalah.
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional adalah
alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan. Alasan ini bisa didapatkan dari
literatur, hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Rencana tindakan yang
digunakan di tatanan kesehatan kesehatan jiwa disesuaikan dengan standar asuhan
keperawatan jiwa Indonesia. Standar keperawatan Amerika menyatakan terdapat
empat macam tindakan keperawatan, yaitu (1) asuhan mandiri, (2) kolaboratif, (3)
pendidikan kesehatan, dan (4) observasi lanjutan.
Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan keperawatan yang
mandiri, serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi
dengan tim kesehatan jiwa yang lain.
Mengingat sulitnya membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa,
mahasiswa disarankan membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
(LPSP), yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan
yang direncanakan. Proses keperawatan dimaksud dalam LPSP ini adalah uraian
singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri atas data subjektif, objektif,
penilaian (assessment), dan perencanaan (planning) (SOAP). Satu tindakan yang
direncanakan dibuatkan strategi pelaksanaan (SP), yang terdiri atas fase orientasi,
fase kerja, dan terminasi.
Fase orientasi menggambarkan situasi pelaksanaan tindakan yang akan
dilakukan, kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi

13
beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian
tambahan, penemuan masalah bersama, dan/atau penyelesaian tindakan. Fase
terminasi merupakan saat untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai
keberhasilan atau kegagalan, dan merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan
berikutnya.
2.3.4 Implementasi Tindakan Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat
ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempuny
ai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yan
g akan dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan
bisa diimplementasikan.
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus
membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan
dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan
terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu
mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi
proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut:
1. S: respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksa
nakan.
2. O: respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksan
akan.
3. A: analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiks
i terhadap masalah yang ada.
4. P: tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

14
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut:
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindaka
n tetapi hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang deng
an masalah yang ada).
4. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan
keadaan baru.
2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA KEPERAWATAN JIWA
2.4.1Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwapasien
yang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman (Yusuf
dkk, 2015).
2. Rentang Respon
Adapun rentang respon halusinasi (Yusuf dkk, 2015). adalah:
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses pikir Gangguan proses


tidak terganggu pikir(delusi)
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Emosi tidak stabil Kesukaran proses emosi
pengalaman
Perilaku cocok Perilaku tidak biasa Perilaku tidak
terorganisasi
Hubungan sosial Menarik Diri Isolasi sosial
harmonis

Keterangan:
a. Pikiran logis adalah keadaan dimana individu dapat memikirkan sesuatu
dengan kenyataan atau realita.
b. Persepsi akurat adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta
perbedaan antara hal ini melaui proses mengamati, mengetahui, dan

15
mengartikan setelah panca indra mendapat rangsang dan mampu
mempersepsikan sesuai dengan stimulus yang diterima.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah reaksi emosi yang sesuai
dengan yang dialami atau kejutan yang sedang terjadi.
d. Perilaku sesuai adalah keadaan dimana individu sesuai apa yang sedang
dialami atau dihadapi.
e. Hubungan sosial harmonis adalah keadaan dimana individu mampu
menjalin hubungan dengan orang lain dan sekitar dengan selaras.
f. Pikiran kadang menyimpang adalah keadaan dimana individu kadang-
kadang tidak mampu berfikir secara realita dan kemampuan yang dimiliki.
g. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi karena rangsang pada panca indra.
h. Emosi berlebihan atau kurang adalah reaksi emosi dari individu yang
diekspresikan menjadi tidak wajar.
i. Perilaku tidak lazim atau tidak biasa adalah perilaku yang diperlihatkan oleh
individu yang tidak sesuai dengan kenyataan atau apa yang dihadapi
j. Menarik diri adalah suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
k. Kelainan pikiran atau waham adalah suatu keyakinan terhadap sesuatu
secara berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
l. Halusi atau delusi (kelainan berespon terhadap kenyataan) adalah dimana
seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
mendekat (yang dipraktekan secara internal dan eksternal) berlebihan,
kelainan berespon terhadap stimulus.
m. Kesukaran respon emosi adalah keadaan dimana individu tidak dapat
berespon terhadap reaksi emosi secara tepat.
n. Perilaku tidak terorganisir adalah suatu perilaku individu yang tidak sesuai
antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dilakukan.
o. Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain dan alam sekitar.

16
3. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi halusinasi Budiana (2010), meliputi:
a. Faktor biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf ysng berhubungsn dengan
respon neurobiologis maladaptif.
b. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentan hidup klien.
c. Faktor sosial budaya
Di masyarakat disingkirkan dan kesepian terhadap lingkungan, kehidupan
terisolasi disertai stress.
4. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya seperti kemiskinan, pasangan sosial ekonomi
b. Faktor biokimia
Penggunaan agen-agen toksik atau alkohol yang memungkinkan gangguan
kesadaran misalnya halusinogenik
c. Faktor psikologik
Disorientasi proses pikir yang dihubungkan dengan mekanisme koping
tidak efektif.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Yusuf, dkk (2015), tanda dan gejala yang muncul dalam halusinasi
dapat diklasifikasikan menjadi:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-
dengar/suara sendiri suara atau kegaduhan
 Marah-arah tanpa sebab  Mendengar suara yang
 Mengarahkan telinga ke mengajak bercakap-
arah tertentu cakap
 Menutup telunga  Mendengar suara
menuruh melakukan
suatu yang berbahaya
Halusinasi  Menunjuk-nunjuk ke  Melihat bayangan,
penglihatan arah tertentu sinar, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu geometris, bentuk
yang tidak jelas kartun, melihat hantu
atau monster

17
Halusinasi  Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan
penciuman membaui bau-bauan seperti bau darah,
tertentu urine, feses, dan
 Menutup hidung kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Halusinasi  Sering meludah  Merasakan rasa seperti
pengecapan  Muntah darah, urine atau feses
Halusinasi  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
 Merasa seperti
tersengat listrik

6. Psikodinamika
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinas
i yang diperlukan (Stuart & Sudden, 2008) meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yangdikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan
apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat
mengalami halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan
klien.

18
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
7. Mekanisme Koping
a. Regresi (Kembali kemasa sebelumnya.)
b. Proyeksi (Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau suatu suatu benda.)
c. Menarik diri (Sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus
internal).
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
8. Sumber Koping
Sumber koping seseorang individual dan alamiah serta tergantung pada
luasnya gangguan neurobilogical.Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan
keyakinan budaya serta dukungan keluarga dapat membantu seseorang
menginterprestasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
9. Penatalaksanaan Umum
a. Menciptakan lingkukan yang terapeutik untuk mengarungi tingkat
kecemasan, kepanikan dan keatkutan klien akibat halusinasi. Sebaiknya
pada kecemasan, kepanikkan dan ketakutan klien akibat halusinasi
sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau diisolasi
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk kekamar atau mendekati
klien, bicaralah dengan begitu juga bila akan meninggalkan hendaklah
klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan saran yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong klien untuk berhubungan dengan realitas. Misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, dan majalah.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Seringkali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara

19
persuasive tapi intruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul-betul ditelannya serta reaksi obat yang diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah klien lebih kooperatif dan komunikatif perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi mengatasi
masalah yang ada.
d. Memberi aktivitas klien.
e. Melibatkan keluarga dan petugas dalam proses keperawatan.
10. Masalah Keperawatan
a. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
11. Fokus Intervensi
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Perubahan Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk pasien:
persepsi dilakukan 1. Mengidentifika Sp 1
sensori: tindakan si halusinasi: 1. Identifikasi halusinasi: isi,
halusinasi keperawatan isi, waktu frekuensi, waktu terjadi,
selama 12 x terjadi, situasi pencetus, perasaan,
30 menit frekuensi, respon
diharapkan situasi 2. Jelaskan cara mengontrol
klien mampu pencetus, halusinasi : hardik, obat,
mengontrol perasaan, cakap-cakap, kegiatan harian
halusinasiny respon. 3. Latih cara mengontrol
a 2. Pasien mampu halusinasi dengan
mengulang menghardik
cara 4. Masukkan pada jadwal
mengontrol kegiatan untuk latihan
halusinasi: menghardik
hardik, obat, SP 2
cakap-cakap 1. Evaluasi kegiatan
dan melakukan menghardik. Beri pujian
kegiatan 2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan obat
( jelaskan 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum obat
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum obat.
Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
20
halusinasi dengan bercakap-
cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
menghardik, minum obat dan
latihan bercakap-cakap. Beri
pujian
2. Laihan cara mengntrol
halusinasi dgn melakukan
kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan latihan menghardik,
minum obat, bercakap-cakap
dan kegiatan harian

Sp 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan
harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
4. Nilai apakah halusinasi
terkontrol

Intervensi untuk keluarga:


Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda &
gejala dan proses terjadinya
haluusinsi
3. Jelaskan cara merawat
halusinasi (gunakan booklet)
4. Latih cara merawat
halusinasi: hardik
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik. beri
pujian
2. Jelaskan 6 benar cara
21
memberikan obat
3. Latih cara memberikan atau
membbimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besuk dan
beri pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik dan
memberikan obat. Beri
pujian
2. Jelaskan cara bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan
dalam mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu
bercakap-cakap dengan
pasien terutama saat terjadi
halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik, minum
obat, cakap-cakap dan
kegiatan harian. Beri puian
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM , tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan kelurga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik, minum
obat, cakap-cakap dan
melakukan kegiatan
2. Nilai kemampuan keluarga
dalam merawat klien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke
RSJ/PKM

22
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terkait klasifikasi gangguan jiwa dan konsep dasar kepe
rawatan jiwa, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan pada pasien gangg
uan jiwa dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria NANDA, NIC, dan NOC
Di Indonesia, terdapat tujuh masalah keperawatan utama yang sering terjadi pada
pasien di rumah sakit jiwa, termasuk perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri,
waham, bunuh diri, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah. Konsep dasar ke
perawatan jiwa mencakup pengertian tentang keperawatan jiwa sebagai proses int
erpersonal yang berupaya meningkatkan perilaku yang terintegrasi, serta keyakina
n bahwa individu memiliki harkat dan martabat, memiliki potensi untuk berubah,
dan memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu,
model stres adaptasi digunakan dalam keperawatan jiwa untuk memahami faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, mekani
sme koping, dan respons individu terhadap stresor.
3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan Laporan p
endahuluan di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Ad
apun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu den
gan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangu
n dari para pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA
DKAN Diskominfotik NTB. (n.d.). Cakupan Pelayanan Kesehatan Orang Dengan Gan
gguan Jiwa (ODGJ) Berat Provinsi NTB Tahun 2021 - Pelayanan Kesehatan Oran
g dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Berat di Provinsi NTB | Satu Data NTB. Retriev
ed July 17, 2023
Fatmawati, Y. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Halusinasi Pendengara
n Di Ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.
Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur.
Yusuf, A. ., Fitryasari, R., & Endang Nihayati, H. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa.
In Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Fitria, Nita 2009, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strate
gi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperaw
atan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J .2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

24

Anda mungkin juga menyukai