Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA KASUS

MENINGITIS

Dosen Pengampu: Salis Miftahul Khoeriyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Reska Silvia Febriyanti

Nim : 181100399

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Meningitis”.

Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bia
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan pendahuluan ini bisa membantu menambah wawasan pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Cilacap, 06 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kasus pada Meningitis....................................................................................................5


a. Pengertian..................................................................................................................5
b. Anatomi Fisiologi......................................................................................................5
c. Klasifikasi..................................................................................................................6
d. Etiologi.......................................................................................................................7
e. Patofisiologi................................................................................................................7
f. Tanda dan Gejala......................................................................................................8
g. Pathway......................................................................................................................11
h. Penatalaksanaan........................................................................................................11
2. Konsep Kegawat Daruratan Pada Kasus Cardiac Aresst...........................................14
a. Fokus Pengkajian......................................................................................................14
1. Keluhan Utama.....................................................................................................14
2. Triase.....................................................................................................................14
3. Pengkajian Primer.................................................................................................14
4. Pengkajian Sekunder.............................................................................................14
5. Pemeriksaan penunjang.........................................................................................16
b. Diagnosa.....................................................................................................................18
c. Intervensi...................................................................................................................18
d. Implementasi.............................................................................................................20
e. Evaluasi......................................................................................................................21

ii
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur,
meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini
adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua
kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden
puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka
morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden, 2009).
Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati
secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori
juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responif
dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas
di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak
atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran
dan defisit motorik lokal.
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal
meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar dari
komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang
pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak
terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).
Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus
yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi
purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular
diseminata (DIC) 2 Poltekkes Kemenkes Padang terjadi secara mendadak, kematian
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013).
DataWorld Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun
2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian
sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari 400

1
juta orang yang tinggal di 26 negara (dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus
dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut
mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa
neurologis.
Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi. Meningitis di Indonesia
merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah
malaria.Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari- 11 bulan dengan urutan ketiga
yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis penyebab
kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah
Necroticans EnteroColitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008).
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Shinta (2010) di RSUP H. Adam Malik
Medan, anak yang mengalami kematian karena meningitis (42,16%), dari 102 kasus yang
ditemukan terdapat penderita meningitis Purulenta (43,1%) sedangkan penderita
meningitis Serosa (56,9%) dan penderita paling banyak yaitu usia nol sampai kurang dari
lima tahun (58,8%).
Penelitian Arydina, dkk (2014) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta melaporkan
bahwa Bacterial Meningeal Score merupakan indikator yang baik untuk menilai
meningitis bakteri pada bayi dan anak karena memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai
praduga negatif, nilai praduga positif, likelihood ratio positif dan likelihood ratio negatif
yang tinggi. Parameter BMS berdasarkan kriteria WHO. Skor BMS berkisar antara 0–6.
Pasien 3 Poltekkes Kemenkes Padang berdasarkan BMS dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu BMS <2 yang artinya pasien mempunyai risiko rendah untuk menderita
meningitis bakteri dan BMS ≥2 yang artinya pasien mempunyai risiko tinggi untuk
menderita meningitis bakteri. Hasil pemeriksaan BMS tersebut di dapatkan meningitis
bakteri lebih banyak terjadi pada anak usia 1-5 tahun dengan perbandingan laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan. Terdapat 15 dari 31 subjek datang dengan penurunan
kesadaran dan rangsangan meningeal positif. Tanda meningeal pada kelompok curiga
meningitis 17/31 dan pada kelompok meningitis bakteri adalah 8/12.
Sedangkan Relontina, dkk (2014) menemukan di RS. Elizabet Medan, Proporsi
penderita Meningitis anak berdasarkan pekerjaan orang tua yang tertinggi adalah
wiraswasta yaitu 25 orang (28,1%), pekerjaan orang tua lain-lain yaitu (6,7%)

2
diantaranya adalah dokter, sopir, serta bidan dan proporsi terendah adalah yang bekerja
sebagai bidan yaitu 1 orang (1,1%). Selain itu juga di laporkan bahwa penderita
meningitis purulenta terbanyak pada anak laki-laki (71,9%) dan penderita meningitis
Serosa lebih tinggi pada perempuan (52,6%). Kejadian meningitis paling tinggi terjadi
pada pasien dengan riwayat Tb Paru (30,3%), gejala yang paling sering terjadi adalah
demam (52,8%), kejang (29,2%) dan terendah adalah diare (4,5%).
Monita, ddk (2012) menemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 orang anak
(1,1%) mengalami meningitis yang merupakan komplikasi dari pneumonia. Sedangkan
data di RSUP Dr. M. Djamil padang yang di dapat melalui data Rekam Medis,pada tahun
2014 terdapat 96 orang pasien anak dengan meningitis dan pada tahun 2015 terdapat 73
orang anak dengan kasus meningitis.
Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada pasien
meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena
pernapasannya sering cheyne-Stokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di lakukan
secara cermat untuk mencegah 4 Poltekkes Kemenkes Padang komplikasi kelebihan
cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak dengan kompres hangat dan nilai status
hidrasi pada anak (Ngastiyah, 2012).
Survey awal yang dilakukan pada tanggal 11 januari 2017 di RSUP Dr. M. Djamil
Padang di temukan lima orang anak yang dirawat di diruangan HCU anak dan 1 dari 5
orang anak mengalami meningitis dengan diagnosa medis meningitis TB. Saat observasi
anak tampak terpasang triway, terpasang oksigen dengan kosentrasi 3 liter, terpasang
monitor dan terpasang NGT, anak tampak mengalami penurunan kesadaran. Diagnosa
keperawatan yang muncul adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan
hipertermi. Tindakan keperawatan yang telah di lakukan diruangan berupa melakukan
pemasangan O2, memantau aliran O2, memonitor suhu pasien, melakukan pemberian
makan melalui NGT dan memonitor intake output serta menganjurkan keluarga untuk
melakukan pengompresan. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun pendokumentasian
yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga perkembangan dari
kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat.
Perawat berperan penting dalam memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas
bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara

3
pengobatan dan perawatan yang diberikan. Hasil survey ditemukan perawat lebih sering
melakukan perawatan kepada pasien jika pasien mengalami keluhan, sehingga asuhan
yang sering di berikan hanya bersifat biologis. Akibatnya anak lebih sering mengalami
stress hospitalisasi.
Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis serta
masih perlunya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk kesembuhan pasien. Oleh
sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
meningitis di ruangan HCU dan Akut IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil
Padang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada kasus Meningitis di ruang HCU dan
Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan
Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan dengan kasus Meningitis di
ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun
2017.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan dengan dengan kasus Meningitis di
ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun
2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan dengan kasus Meningitis di ruang HCU
dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kasus pada Meningitis


a. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada tulang
wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi
oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner &
Suddart, 2013).

b. Anatomi fisioligi
a) Sistem Pernapasan
Pada klien dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat, sebagai
kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga
klien tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer. Pasien
meningitis sering terjadi peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya
koma. Pasien koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat
gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b) Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena
adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada
anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c) Sistem Neurologis

5
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak,
bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang
beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak meningitis
adalah kejang atau bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

c. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor
penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
a) Asepsis Meningitis
asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis ini biasanya di
sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti gondongan,
herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks
serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat. 8 Poltekkes Kemenkes
Padang
b) Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme
bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis
(meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan
haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
c) Tuberkulosa Meningitis
tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich & McCoredck,
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis
primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya
selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang
atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat
juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada

6
pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

d. Etiologi
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan
kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses
otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah,
2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a) Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam
saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan 9 Poltekkes Kemenkes Padang
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini.
Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di
sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b) Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
c) Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d) Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak
yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e) Klien dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

e. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan
intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen,

7
edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk
melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui
trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem
saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF)
dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub
arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan
ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada
CSF dan menimbulkan Hidrosefalus. Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit
dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan
bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi
vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau
trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat menjadi
infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

f. Tanda dan Gejala


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a) Meningitis bakteri
1. Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a. Sangat sulit menegakkan diagnosis
b. Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c. Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan
menunjukkan perilaku yang buruk
d. Menolak pemberian susu/makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Diare
g. Tonus otot buruk
h. Penurunan gerakan

8
i. Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
j. Leher biasanya lemas (supel)
2. Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a. Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b. Ikterus
c. Iritabilitas
d. Mengantuk
e. Kejang
f. Pernapasan ireguler atau apnea
g. Sianosis
h. Penurunan berat badan
3. Bayi dan anak yang masih kecil
a. Demam
b. Pemberian makan buruk
c. Vomitus
d. Iritabilitas yang nyata
e. Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
f. Fontanela menonjol
g. Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h. Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis
4. Anak-anak dan remaja
a. Demam
b. Menggigil
c. Sakit kepala
d. Vomitus
e. Perubahan sensorik
f. Kejang
g. Iritabilitas
h. Agitasi

9
i. Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk,
stupor, koma dan kaku kuduk
j. Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k. Tanda kernig dan brudzinski positif
l. Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok m) Telinga mengeluarkan sekret yang
kronis (meningitis pneumokokus).
b) Meningitis non
bakteri (Aseptik) Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala 12 Poltekkes
Kemenkes Padang gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul
satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah
merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak
tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam
mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat.
Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :
Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi
selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau terdapat
kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah terangsang atau
menjadi apatis dantidur nya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri
kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering di jumpai.
Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai
nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks
tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus.
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul
stupor.Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak
teratur, sering terjadi pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak
meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya

10
tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika
tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal
(Ngastiyah, 2012).

g. Pathway

meningitis

reaksi peradangan jaringan serebral

gg.metabolisme serebral

infeksi jaringan otak

iritasi meningen

perunahan fisiologis intra kranial peningkatan permeabilitas darah ke otak

sakit kepala dan demam edema serebral dan peningkatan TIK

hipertermi Nyeri akut perubahan gastrointestinal

mual dan muntah

risiko devisit cairan

perubahan sistem pernapasan Bradikardi

:cheyne-stokes

Ketidakefektifan pola napas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

h. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
1. Meningitis purulenta

11
a. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam
0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat 16 Poltekkes Kemenkes Padang
di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum
berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali)
dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
c. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75
mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan
dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d. Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam
6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi
dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal
ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan
tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas atau di
ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.
2. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan
sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan
yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi
streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut
maka dapat digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali
seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi normal.
PAS dan INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid
biasanya di berikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis
minimum 20 mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di
turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid 17

12
Poltekkes Kemenkes Padang seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan
bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan
kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1. Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-
tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg
terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan
oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit
perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan.
Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu
dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk
mencatat hasil observasi pasien.
2. Resiko terjadi
komplikasi Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu
untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan
yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan
3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti
cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk
memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga
jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada 18 Poltekkes Kemenkes Padang
sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar
kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3. Gangguan rasa aman dan nyaman

13
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap
lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu
kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap
cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk
menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien kearah
jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien
berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).

2. Konsep Kegawat Daruratan Pada Kasus Cardiac Aresst


a. Fokus Pengkajian
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit kepala, sakit perut, batuk berdahak, napas sesak, klien
mual dan muntah, gelisah, aktivitas dibantu keluarga, lemah.
2. Tiase
Merah
3. Pengkajian primer
a. Airway
a) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
c) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
a) Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
a) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
b) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
4. Pengkajian Sekunder

14
1) Tingkat Keadaran kesadaran klien menurun. Nilai GCS 6 (GCS normal 15)
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
2) Tanda-tanda vital Pada pasien dengan meningitis TD 128/76mmHg, RR 47X,
N.98X, .37,0
3) Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan
kuduk kaku. (Wong, dkk, 2009).
4) pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di
ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
5) Hidung Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
7) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada klien akan di ikuti dengan denyut jantung yang
terkesan lemah
8) Kulit Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami
penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
9) Ekstremitas Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut klien mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
10) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
11) Pemeriksaan saraf kranial

15
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien
dengan meningitis yang tidak disertai penurunan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak di
ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menurun menelan .
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap tidak normal.
j) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi
pada alat gerak
1. Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
2. Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
3. Tanda brudzinski Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di
fleksikan, maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan

16
fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan
yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin,
2008).
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3
(normal : < 6/µL).
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal.
(normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
4) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan
untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan
leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya
dengan memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di
sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.
(leukosit normal : 5000-10000/mm3 , trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3 , Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki :
14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+ ) naik, kalium serum (K+ )turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L,
K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
d. Pemeriksaan kultur

17
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam
mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

b. Diagnosa
1. ketidakefektifan pola napas bd keletihan otot pernapasan 228 NANDA domain 4
kelas 4 kode 00032
2. ketidakefektifan bersihan jalan napas bg sekret yang tertahan 384 NANDA
domain 11 kelas 2 kode 00031
3. risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak bd hipertensi 235 NANDA domain 4
kelas 4 kode 00201

c. intervensi
1. ketidakefektifan pola napas
setelah dilakukan tindakan 1x30 menit diharap klien memenuhi kriteria hasil sbb:
STATUS PERNAPASAN (556 NOC)
Frekuensi pernapasan
123 4 5
12345
Irama perna
12345
12345
Kedalaman inspirasi
12345
1 2345
Suara auskultasi pernapasan
12345

18
12345
Gangguan kesadaran
12345
12345
TERAPI OKSIGEN (444 NIC)
O:
 Monitor aliran oksigen
 Monitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika
makan
 Monitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen
N:
 Batasi merokok
 Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
 Pastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
E:
 Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen
dirumah
C:

 Konsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen


tambahan selama kegiatan dan tidur

2. risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak


setelah dilakukan tindakan 1x30 menit diharap klien memenuhi kriteria hasil sbb:
PERFUSI JARINGAN : SEREBRAL 451 NOC
Tekanan intrakranial
12345
12345
Sakit kepala
12345
12345

19
Kegelisahan
12345
12345
Muntah
12345
12345
Penurunan tingkat kesadaran
12345
12345

MONITOR TEKANAN INTRA KRANIAL 238


O:
 monitor tekanan aliran darah ke otak
 Monitor status neurologi
 Monitor tingkat CO2 pertahankan dalam parameter yang ditentukan
N:
 Bantu menyiapkan perangkat pemantauan TIK
 Berikan antibiotik
 Periksa klien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk
E:
 Berikan informasi kepada klien dan keluarga / orang penting lainnya

d. Implementasi
1. ketidakefektifan pola napas
 memonitor aliran oksigen
 memonitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen
ketika makan
 memonitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen
 membatasi merokok
 memberikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan

20
 memastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
 menganjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat
oksigen dirumah
 mengkonsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama kegiatan dan tidur

2. risiko ketidakefektifan jaringan otak


 - memonitor tekanan aliran darah ke otak
 memonitor status neurologi
 memonitor tingkat CO2 pertahankan dalam parameter yang ditentukan
 membantu menyiapkan perangkat pemantauan TIK
 memberikan antibiotik
 memeriksa klien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk
 memberikan informasi kepada klien dan keluarga / orang penting lainnya

e. Evaluasi
a. ketidakefektifan pola napas
S: klien mengatakan sesak napas berkurang, mual, muntah dan batuk berkurang
O: klien tampak lebih baik, mukosa bibir kering, dan masih terlihat batuk tetapi
sudah tampak berkurang dari sebelumnya TD.128/76mmHg RR 47X N 98x S
37,0
A: Masalah teratasi sebagian
P: lamjutkan intervensi:
O:
Monitor aliran oksigen
 Monitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika
makan
 Monitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen

N:
 Batasi merokok

21
 Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
 Pastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
E:
 Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen
dirumah

C:

 Konsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen


tambahan selama kegiatan dan tidur

b. risiko ketidakefektifan perfui jaringan otak


S: klien mengatakan masih merasa sakit kepala, lemas dan aktivitas harus dibantu
keluarg
O: klien tampak lemas dan pucat, tampak dibantu keluarga ketika akan
beraktivitas
TD.128/76mmHg RR 47X N 98x S 37,0
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi:
O:
 monitor tekanan aliran darah ke otak
 Monitor status neurologi
 Monitor tingkat CO2 pertahankan dalam parameter yang ditentukan

N:
 Bantu menyiapkan perangkat pemantauan TIK
 Berikan antibiotik
 Periksa klien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk

E:

 Berikan informasi kepada klien dan keluarga / orang penting lainnya

22
DAFTAR PUSTAKA

Herdan, T. H. Dan S.K. 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan : Defisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta:EGC

Mooerhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L.,& Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
OutcomesClassification (NOC), Edisi 5. Philadelpia:Elsevier.

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K.,Dochterman, J,M,&Wagner, C.M(2016). Nursing


Interventions Classifications (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier

Anatomi fisiologi 2015. Otak http://fadilkaryosuwito.blogspot.com/2015/v-


behaviorurldefaulvtmlo.html?m=1

Berman,A. Synder, S & Fradsen, G.(2017) Nursing Diagnosis Handbook, An Evidence-


Based Guide to Planning Care. 11thEd.St.Louis: Elseiver

23

Anda mungkin juga menyukai