Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA KASUS

CARDIAC ARESST

Dosen Pengampu: Salis Miftahul Khoeriyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Reska Silvia Febriyanti

Nim : 181100399

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Cardiac Aresst”.

Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Cilacap, 01 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................3

1. Tujuan Umum.............................................................................................................3
2. Tujuan Khusus............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kasus Cardiac Aresst( Henti jantung)..........................................................................5

1. Pengertian..................................................................................................................5
2. Anatomi......................................................................................................................5
3. Klasifikasi..................................................................................................................5
4. Etiologi.......................................................................................................................6
5. Patofisiologi................................................................................................................8
6. Tanda dan Gejala......................................................................................................8
7. Pathway......................................................................................................................9
8. Penatalaksanaan........................................................................................................9

B. Konsep Kegawat Daruratan Pada Kasus Cardiac Aresst...........................................10

1. Fokus Pengkajian......................................................................................................10

ii
a. Keluhan Utama.....................................................................................................10
b. Triase.....................................................................................................................10
c. Pengkajian Primer.................................................................................................10
d. Pengkajian Sekunder.............................................................................................13
e. Pemeriksaan penunjang.........................................................................................14

2. Diagnosa.....................................................................................................................15
3. Intervensi...................................................................................................................15
4. Implementasi.............................................................................................................17
5. Evaluasi......................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba menuntut tindakan
segera yang mungkin karena epidemi, kejadian alam, untuk bencana teknologi,
perselisihan atau kejadian yang disebabkan oleh manusia (WHO, 2012 dalam Putri dkk,
2019). Kondisi gawat darurat dapat terjadi akibat dari trauma atau non trauma yang
mengakibatkan henti nafas, henti jantung, kerusakan organ dan atau perdarahan.
Kegawatdaruratan bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja, biasanya berlangsung
secara cepat dan tiba-tiba sehingga tak seorangpun dapat memprediksikan. Oleh sebab
itu, pelayanan kedaruratan medik yang tepat dan segera sangat dibutuhkan agar kondisi
kegawatdaruratan dapat diatasi. Dengan pemahaman yang utuh tentang konsep dasar
gawat darurat, maka angka kematian dan kecacatan dapat ditekan serendah mungkin
(Sudiharto, 2013 dalam Putri dkk, 2019).
Salah satu tugas petugas kesehatan adalah menangani masalah kegawatdaruratan.
Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan tersebut dapat
terjadi di luar rumah sakit atau di daerah yang sulit dijangkau oleh petugas kesehatan
sehingga peran serta masyarakat menjadi hal penting yang dibutuhkan dalam kondisi
tersebut yaitu membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan (Sudiharto &
Sartono, 2011 dalam Ngirarung dkk, 2017). Maka dari itu, sudah semestinya masyarakat
kalangan apapun mampu berperan serta dalam menangani kondisi 2 kegawatdaruratan.
Contoh kondisi kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa dan membutuhkan
penanganan segera adalah cardiac arrest atau henti jantung. Kejadian henti jantung di luar
rumah sakit sebagian besar terjadi di rumah. Di Amerika dan Kanada kejadian henti
jantung sekitar 350.000 orang per tahun. Di Indonesia data pasti atau pendokumentasian
kejadian henti jantung di kehidupan sehari-hari atau di luar rumah sakit belum jelas
(Thoyyibah, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO), Cardiovaskuler diseases (CVDs)
merupakan penyebab nomor satu kematian secara global, disebutkan juga lebih banyak
orang meninggal setiap tahunnya akibat CVDs dibandingkan penyakit lain. Diperkirakan

1
17,9 juta orang meninggal karena CVDs pada tahun 2016, mewakili 31% dari semua
kematian global. Dari kematian ini, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke.
CVD sendiri merupakan penyebab awal terjadinya cardiac arrest (henti jantung).Cardiac
arrest merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba guna mempertahankan
sirkulasi normal darah yang berfungsi untuk menyuplai oksigen ke otak dan organ vital
lainnya, yang ditandai dengan tidak ditemukan adanya denyut nadi akibat ketidakmapuan
jantung untuk dapat berkontraksi dengan baik. Kematian pada cardiac arrest terjadi ketika
jantung secara tibatiba berhenti bekerja dengan benar(Muthmainnah, 2019).
Henti jantung membutuhkan intervensi atau tindakan darurat yang cepat dan tepat
karena dapat terjadi pada semua kelompok umur. Intervensi penyelamatan jiwa sangatlah
penting untuk mencegah kematian akibat henti jantung (Kose dkk, 2019). Tindakan yang
dapat digunakan sebagai intervensi 3 penanganan kegawatdaruratan yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dari kalangan manapun adalah Basic Life Support (BLS) atau Bantuan
Hidup Dasar (BHD). Berdasarkan penelitian BLS akan memberikan hasil yang baik jika
dilakukan dalam waktu 5 menit pertama saat korban mengalami henti jantung dan henti
nafas. Tindakan bantuan hidup dasar secara definisi merupakan layanan yang dilakukan
terhadap korban yang mengancam jiwa sampai korban tersebut mendapat pelayanan
kesehatan yang paripurna (Endiyono, 2018).
Basic Life Support (BLS) adalah suatu tindakan pada saat pasien ditemukan
dalam keadaan tiba-tiba tidak bergerak, tidak sadar, atau tidak bernafas, maka periksa
respon pasien. Bila pasien tidak merespon, aktifkan sistem darurat dan lakukan tindakan
bantuan hidup dasar (W.Sudoyo dkk., 2015). Pada kasus henti jantung, bantuan hidup
dasar yang dilakukan adalah Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) atau yang biasa
disebut Resusitasi Jantung Paru (RJP) yaitu sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk
mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan
henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan nafas
(Hardisman, 2014 dalam Ngirarung dkk., 2017). Bantuan Hidup Dasar dalam hal ini yaitu
tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan penentu penting dalam kelangsungan
hidup korban henti jantung. Hal ini berarti membutuhkan peningkatan jumlah bystander
BHD di lingkungan masyarakat (AHA, 2010 dalam Ngirarung dkk, 2017).

2
Dalam usaha meningkatkan jumlah bystander BHD di lingkungan masyarakat,
motivasi dalam diri seseorang sangatlah diperlukan terlebih untuk 4 melakukan tindakan
dalam memberikan pertolongan pada kondisi yang gawat dan darurat. Motivasi
merupakan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar
tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu untuk mencapai hasil atau tujuan
tertentu, dimana motivasi juga merupakan penggerak, keinginan, rangsangan atau
dorongan yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara motivasi yang
mengacu pada sebab munculnya sebuah perilaku (Siagian, 2012). Untuk meningkatkan
motivasi dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada kasus cardiac arrest
(henti jantung), diperlukan adanya pelatihan yaitu pelatihan Basic Life Support (BLS)
atau BHD seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Pelatihan menjadikan masyarakat memiliki keterampilan untuk melakukan BLS
yang akan berbanding lurus dengan peningkatan motivasi dalam dirinya untuk
memberikan pertolongan karena mampu melakukan BLS. Maka dari itu penulis tertarik
untuk membahas review mengenai pengaruh pelatihan BLS terhadap motivasi dan
keterampilan dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan dengan mengulas
kembali serta membandingkan beberapa penelitian yang telah ada sehingga dapat ditarik
kesimpulan terkait masalah tersebut diatas.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Secara umum, penulisan ini bertujuan untuk mereview pengaruh
pelatihan Basic Life Support (BLS) terhadap motivasi dan keterampilan dalam
memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada kasus cardiac arrest.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidetifikasi pengaruh BLS terhadap motivasi pelaku wisata untuk
memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada kasus cardiac arrest.
b. Mengidentifikasi pengaruh BLS terhadap keterampilan pelaku wisata dalam
memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada kasus cardiac arrest.
c. Mengidentifikasi metode pelatihan BLS terhadap motivasi dan keterampilan
pelaku wisata dalam menangani kasus kegawatdaruratan pada kasus cardiac
arrest..

3
d. Menganalisis pengaruh pelatihan BLS terhadap motivasi dan keterampilan pelaku
wisata dalam menangani kasus kegawatdaruratan pada kasus cardiac arrest.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kasus Cardiac Aresst( Henti jantung)


1. Pengertian
henti jantung Henti jantung (cardiac arrest) adalah penghentian tiba-tiba aktivitas
pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi (Muttaqin, 2009). Henti
jantung adalah keadaan terhentinya aliran darah dalam system sirkulasi tubuh secara
tiba-tiba akibat tergangunya efektifitas kontraksi jantung saat 13 sistolik (W.Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi, K, & Setiati, 2015). Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan
dengan sirkulasi yang tidak efektif dari jantung ke seluruh tubuh (Hutabarat & Putra,
2016). Henti jantung adalah terhentinya aktivitas pompa jantung yang mengakibatkan
penghentian sirkulasi dan terganggunya efektifitas kontraksi jantung.

2. Anatomi
Henti jantung mendadak merupakan hal jarang terjadi pada oeang. Henti jantung
mendadak adalah berhentinya detak jantung sehingga penderita sulit bernapas dan
hilang kesadaran. Jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan kematian dalam
hitungan menit. Kematian terjadi karena terhentinya aktivitas pemompaan darah di
jantung dan aliran darah ke seluruh tubuh. Hal ini diakibatkan oleh gangguan aliran
listrik pada jantung yang mengakibatkan pompa jantung terhenti. Akibatnya, aliran
darah ke seluruh tubuh juga terhenti.

3. Klasifikasi cardiac arrest


Henti jantung dibedakan berdasarkan aktivitas listrik jantung (elektrokardiogram) dan
berdasarkan shockabledan nonshockable yaitu:
a. Nonshockable : asistol dan aktivitas elektrik tanpa nadi (pulseless elestrical
activity, PEA)
b. Shockable: fibrilasi ventrikel (VF), dan trikardia ventrikel tanpa nadi (pulseless
VT). Fibrilasi adalah masalah irama jantung yang terjadi ketika jantung berdetak
cepat dengan impuls listrik yang tidak menentu.

5
Pada VF terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang cepat dan tidak teratur dimana
jantung kehilangan fungsi koordinasi dan tidak dapat memompa darah secara tidak
efektif (Hardisman, 2014).

4. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, henti jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung
(82,4%), penyebab internal non jantung (8,6%) contohnya penyakit paru, penyakit
serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna, obstetrik pediatrik,
emboli paru, epilepsi, diabetes militus, panyakit ginjal, dan penyebab eksternal non
jantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksia, over dosis obat, upaya bunuh diri,
listrik atau petir (W.Sudoyo et al., 2015).
Beberapa penyebab henti jantung meliputi sebab-sebab pernapasan, pemutusan
aliran oksigen, dan penyebab sirkulasi.
a. Sebab-sebab Pernapasan
Pemutusan aliran oksigen ke otak dan seluruh organ dapat merupakan
penyebab maupun konsekuensi dari henti kardiosirkulasi. Keadaan kurangnya
aliran oksigen itu disebut hipoksia, sebagai akibat ganguan fungsi respirasi
atau gangguan pertukaran gas dalam paru. Menurut lokasinya dibedakan
apakah di jalan nafas atau di pertukaran gasnya, atau dapat pula disebut
perifer atau sentral. Hipoksia akibat ganguan jalan nafas seperti sumbatan
pangkal lidah di hipofaring pada orang yang tidak sadar atau sumbatan jalan
nafas karena aspirasi isi lambung atau cairan lambung. Dapat pula disebabkan
oleh 14 depresi pernapasan (keracunan), kelumpuhan otot-otot pernapasan,
keracunan, atau kelebihan obat.
b. Pemutusan Aliran Oksigen
Pemutusan aliran oksigen bisa pula sebagai akibat henti sirkulasi oleh
kelainan jantung primer. Ini dapat terjadi karena kegagalan kontraksi otot
jantung, gangguan hantaran, dan otomatisasi seperti gangguan gerakan
mekanisme jantung, kematian jantung mendadak (fibrilasi ventrikel), sering
disebabkan oleh infak miokardium dan penyakit serebrovaskular. Akan tetapi

6
kegagalan daya pompa miokardium oleh karena kerusakan serabut-serabut
otot miokardium pada infak atau mikarditis jarang menyebabkan henti jantung
mendadak. Kegagalan daya pompa mula-mula tampak dengan adanya
gangguan fungsi ventrikel kiri dan bendungan paru (dyspnea, edema paru) dan
gejala-gejala penurunan aliran oksigen (sianosis).
c. Penyebab Sirkulasi
Masalah pada system hemodinamika dapat menyebabkan henti sirkulasi, bila
fungsi transportasi terganggu.
Beberapa keadaan di bawah ini yang menyebabkan sirkulasi menjadi suatu
henti jantung paru meliputi:
1) Syok hipovolemik karena perdarahan, hilangnya plasma dan cairan
vascular, menurunkan transport oksigen ke organ-organ, dan dapat
menyebabkan henti sirkulasi, terutama bila terdapat kelainan jantung
sebelumnya. Penyebab lain kegagalan kardiosirkulasi adalah sumbatan
aliran darah karena emboli seperti pada emboli paru.
2) Reaksi anafilatik terhadap obat, gigitan serangga dan makanan yang
proses terjadinya sangat cepat dapat menyebabkan henti sirkulasi.
3) Kasus tenggelam dalam air tawar/garam, hipoksia dipandang sebagai salah
satu sebab utama terjadinya perpindahan cairan dari intravascular ke ruang
ekstravaskular (Muttaqin, 2009).

Penyebab henti jantung menurut Risang Bagus (2009), yaitu:

a. Terhentinya sistem pernafasan dengan tiba-tiba, karena:


1. Penyumbatan pada saluran pernafasan
2. Depresi susunan saraf pusat
3. Dehidrasi berat dengan gawat darurat keseimbangan asam basa
elektrolit dan cairan tubuh
4. Trauma dada
5. Paralise neuromuskular
b. Terhentinya peredaran darah dengan tiba-tiba, karena:
1. Shock perdarahan

7
2. Shock karena listrik
3. Shock karena obat
4. Kekurangan karbon dioksida
c. Terganggunya fungsi susunan syaraf pusat, karena:
1. Hipoksia, hiperkarbia, asidosis
2. Hipoglikemia 3) Gawat darurat elektrolit
3. Depresi susunan syaraf pusat (Sutawijaya, 2009)

5. Patofisiologi
Cardiac Arrest Henti jantung yang diawali dengan fibrilasi ventrikel atau
takikardia tanpa denyut sekitar (80-90 %) kasus, kemudian diusul oleh asistol (10%)
dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (5%). Dua jenis henti jantung yang
terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Henti
jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis) disertai
kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gosping,
apnea), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan pasien tidak sadar.
Pengiriman O2 ke otak tergantung padah curah jantung, kadar hemoglobin (Hb),
saturasi Hb terhadap O dan fungsi pernapasan. Iskemik melebihi 3-4 menit pada suhu
normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat
membuat jantung berdenyut kembali. Bantuan Hidup Dasar dilakukan untuk
mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan (respirasi) (Suharsono,
2016).

6. Tanda-Tanda Cardiac Arrest


Tanda- tanda terjadinya Henti Jantung (Cardiac Arrest) Menurut Hardisman, (2014)
yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di
pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis,
radialis).

8
7. Pathway

Penyakit jantung kelainan bawaan obat-obatan, merokok

Aritemia Cardiac

Jantung kurang oksigen Aliran darah ke jantung menurun

Suplai O2 ke jaringan kurang

O2 dan nutrisi menurun

Hipoksia selebral metabolisme

Iskemia otot jantung

Penurunan kesadaran peningkatan kelthn fisik

Penurunan curah jantung

Ketidakefektifan pola napas keletihan

Resiko penurunan perfusi jantung

8. Penatalaksanaan

Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien


/mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai berikut:
Tahap I :
- Berikan bantuan hidup dasar- Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang
dagu.
- Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
Jika nadi tidak teraba :

9
Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
Tahap II :
- Bantuan hidup lanjut.
- Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.Langkah berikutnya :
- Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan.Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung
lebih dari 2 menit,ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
- Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi :
DCShock.
- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
- Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.Petugas
IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.Pasien yang tidak dapat
ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyaifasilitas lebih
lengkap.

B. Konsep Kegawat Daruratan Pada Kasus Cardiac Aresst


1. Fokus Pengkajian
a. Keluhan Utama
Nyeri dada
b. Triase
Merah
c. Pengkajian primer
1. A ( Airway)
a. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan
napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu,
kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau
jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh
benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang

10
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
b. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa
pada korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang
direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah
tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus
dapat melakukan manuver lainnya.
2. B ( Breathing ) Bantuan napas Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
b. Memberikan bantuan napas. Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan
napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau
mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang
dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara
yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada
korban / pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara
yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16–17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah
diberikan bantuan napas.
3. C (Circulation)
Bantuan sirkulasi Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan
meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau
tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba

11
pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari
digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan
lembut selama 5–10 detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus
kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban /
pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
b. Melakukan bantuan sirkulasi Jika telah dipastikan tidak ada denyut
jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang
disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik
sebagai berikut :
1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang
iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada
(sternum).
2) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2
atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk
meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
3) Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk
satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari
jari–jari tangan menyentuh dinding dada korban / pasien, jari–jari
tangan dapat diluruskan atau menyilang.
4) Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada
korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak
30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,5–2 inci
(3,8–5 cm).
5) Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada
dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali
melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk
melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan
kompresi. (50% Duty Cycle).

12
6) Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah
posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
7) Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2
dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak
terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit
(dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu
dilakukan siklus berikutnya atau tidak. Dari tindakan kompresi
yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung
(cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang
waktu mulai menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar
sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada)
tidak boleh melebihi 30 detik.
4. D (Defibrilation)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah
defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik.
5. E Sirkulasi (Circulation)
Periksa tanda–tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan
pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau
pergerakan.
Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada
arteri Karotis.
1) Jika ada tanda–tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan
kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau
tidak ada pernapasan)
2) Jika tidak ada tanda–tanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan
kompresi dada :
a) Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar.
b) Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan
100 kali per menit.
c) Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.

13
d) Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan
mulai kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
menit.
d. Pengkajian sekunder
- Kepala
Bentuk kepala : Bentuk simetris, penyebaran rambut merata, rambut
bersih, tidak ada lesi, rambut beruban,tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa dan pembengkakan.
- Mata :
Bentuk simetris, sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+, reflek
cahaya +/+, pupil isokor, tidak ada nyeri tekan.
- Wajah : Bentuk simetris dan tampak pucat.
- Hidung : Septum nasi simetris, sekret -/-, sumbatan -/-, tidak ada nyeri
tekan.
- Telinga : Telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri tekan
tidak ada.
- Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-), tonsil
tidak kemerahan, gigi dan lidah bersih.
- Tenggorokan : Tidak ada nyeri tekan.
- Leher :Trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena jugularis ± 3
cm, nyeri tekan pada kelenjar limfe.
- Thoraks
Paru-paru : Bentuk dada simetris, pergerakan dada tidak simetris,
retraksi otot dada (+), tidak ada lesi, Ronkhi
- Jantung : terdengar suara S3
- Abdomen : bentuk flat, jejas (-), BU (+), 10x/menit, distensi abdomen
(-), asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan lien, nyeri tekan
(-), timpani
- Ekstremitas : akral hangat, reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri tekan
(+),

14
- Genetalia : PU (+)400 cc/4 jam berwarna kuning jernih, anus tidak
terkaji
- Integument : Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada kelainan
kulit, jejas (-),
e. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Tekanan sistolik biasanya meninggi karena sklerosis pembuluh nadi, denyut
nadi teraba keras, sinus bradikardi. Pemeriksaan jantung, biasanya jantung
tidak membesar bahkan bisa agak atrofik. Bisik jantung yang terjadi adalah
bising sistolik atau diastolik pada daerah katup mitral atau aorta. Bunyi irama
gallop terdengar sebagai protodiastolik maupun presistolik.
2. EKG (elektrokardiografi)
Elektrokardiogram menunjukkan irama sinus, hipertrofi ventrikel kiri, dengan
perubahan gelombang ST/T lateral. Bila terdapat kardiomiopati dilatasi maka
dijumpai QRS yang melebar.
3. X-foto Thorax Radiogram dada menunjukkan kongesti vena paru-paru yang
berkembang menjadi edema interstisial atau alveolar pada gagal jantung yang
lebih berat, resdistribusi vaskuler pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali.
Tetapi x-foto thorax bukan merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini.

2. Diagnosa
a. ketidakefektifan pola napas bd keletihan otot pernapasan Domain 4 kelas 4 kode
00032
b. penurunan curah jantung bd perubahan frekuensi jantung domain 4 kelas 4 kode
00029
c. resiko penurunan perfusi jaringan jantung bd hipoksia domain 4 kelas 4 kode
00200
d. keletihan bd peningkatan keletihan fisik domain 4 kelas 3 kode 00093

3. Intervensi

15
a. ketidakefektifan pola napas bd keletihan otot pernapasan Domain 4 kelas 4 kode
00032 ( NOC 556 status pernapasan dan NIC 444 terapi oksigen)
Setelahah dilakukan tindakan 1x 30 mnt diharapkan klien mampu memenuhi
kriteria hasil sebagai berikut :
Frekuensi pernapasan
123 4 5
12345
Irama perna
12345
12345
Kedalaman inspirasi
12345
12345
Suara auskultasi pernapasan
12345
1 2345
O:
- Monitor aliran oksigen
- Monitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika
makan
- Monitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen
N:
- Batasi merokok
- Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
- Pastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
E:
- Atur dan ajarkan klien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang
memudahkan mobolitas

C:

16
- Konsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan dan tidur

b. penurunan curah jantung bd perubahan frekuensi jantung domain 4 kelas 4 kode


00029 (NOC 115 keefektifan pompa jantung dan NIC 364 perawatan jantung)
setelah dilakukan tindakan kep.1x30 mnt diharapkan klien mampu memenuhi
kriteria hasil sbb:
indeks jantung
12345
12345
Ukuran jantung
12345
12345
Dypnea saat istirahat
12345
1 2345
O:
- Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala-gejala jantung
- Monitor keseimbangan cairan
- Monitor EKG, adakah perubahan segmen ST, sebagaimana mestinya
N:
- Lakukan penilaian komprehensif
- Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Berikan dukungan teknik yang efektif untuk mengurangi stres
E:
- Instruksikan klien tentang pentingnya untuk segera melaporkan bila
merasakan nyeri dada
- Instruksikan klien dan keluarga mengenai tujuan perawatan dan
bagaimana kemajuannya akan diukur

4. implementasi

17
a. ketidakefektifan pola napas bd keletihan otot pernapasan Domain 4 kelas 4 kode
00032 ( NOC 556 status pernapasan dan NIC 444 terapi oksigen)
- Memonitor aliran oksigen
- Memonitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika
makan
- Memonitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
- membatasi merokok
- memberikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
- memastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
- mengatur dan ajarkan klien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang
memudahkan mobolitas
- mengkonsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan dan tidur
b. penurunan curah jantung bd perubahan frekuensi jantung domain 4 kelas 4 kode
00029 (NOC 115 keefektifan pompa jantung dan NIC 364 perawatan jantung)
- Memonitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala-gejala jantung
- Memonitor keseimbangan cairan
- Memonitor EKG, adakah perubahan segmen ST, sebagaimana mestinya
- melakukan penilaian komprehensif
- mencatat tanda dan gejala penurunan curah jantung
- memberikan dukungan teknik yang efektif untuk mengurangi stres
- meinstruksikan klien tentang pentingnya untuk segera melaporkan bila
merasakan nyeri dada
- menginstruksikan klien dan keluarga mengenai tujuan perawatan dan
bagaimana kemajuannya akan diukur

5. Evaluasi
a. ketidakefektifan pola napas

18
S: klien mengatakan tiba tiba sesak napas dan setelah itu tidak tahu lagi apa yang
terjadi karena tidak sadarkan diri, setelah sadar klien mengatakan sedikit lega dan
sesak berkurang

O: klien tampak pucat dan tampak lega setelah diberikan penanganan pertama

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi:

- Monitor aliran oksigen


- Monitor kemampuan klien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika makan
- Monitor kecemasan klien yang berkaitan yang berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
- Batasi merokok
- Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
- Pastikam pengganti masker/ kanul nasal setiap kali perangkat diganti
- Atur dan ajarkan klien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang
memudahkan mobolitas
- Konsultaikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan dan tidur
b. penurunan curah jantung

S: klien mengatakan detak jantung terasa cepat dan sesak napas tetapi sudah lega

O: klien tampak lebih baik dan tidak merasa nyeri dada lagi

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi :

- Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala-gejala jantung


- Monitor keseimbangan cairan
- Monitor EKG, adakah perubahan segmen ST, sebagaimana mestinya
- Lakukan penilaian komprehensif
- Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Berikan dukungan teknik yang efektif untuk mengurangi stres

19
- Instruksikan klien tentang pentingnya untuk segera melaporkan bila
merasakan nyeri dada
- Instruksikan klien dan keluarga mengenai tujuan perawatan dan bagaimana
kemajuannya akan diukur

DAFTAR PUSTAKA

Herdan, T. H. Dan S.K. 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan : Defisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta:EGC

Mooerhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L.,& Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
OutcomesClassification (NOC), Edisi 5. Philadelpia:Elsevier.

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K.,Dochterman, J,M,&Wagner, C.M(2016). Nursing


Interventions Classifications (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier

Baird, M. S. (2016). Manual of Critical Care Nursing: Nursing Interventions and


Collaborative Management, 7th edition. Missouri: Elsevier

Markovchick, V.J., Pons, P.T., & Bakes, K.A. (2011). Emergency Medicine. Missouri:
Mosby Elsevier

Kartikasari, D. (2011). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:


Salemba Medika

Kristanty, P., et.al. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media

20
21

Anda mungkin juga menyukai