SISTEM KARDIOVASKULER
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa
Disusun Kelompok: 3
2023
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Harapan kami semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang
membacanya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. TUJUAN MASALAH..................................................................................3
1. Tujuan Umum............................................................................................3
2. Tujuan Khusus...........................................................................................3
C. MANFAAT MAKALAH..............................................................................3
BAB II.....................................................................................................................1
TINJAUAN TEORI...............................................................................................1
A. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI...........................................................1
1. Definisi Hipertensi....................................................................................1
2. Etiologi......................................................................................................2
3. Patofisiologi...............................................................................................3
4. Klasifikasi..................................................................................................4
5. Manifestasi Klinis......................................................................................7
6. Komplikasi................................................................................................7
7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................10
8. Penatalaksanaan.......................................................................................10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi...............................14
1. Pengkajian Keperawatan.........................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................18
3. Intervensi Keperawatan...........................................................................19
4. Implementasi Keperawatan...................................................................24
5. Evaluasi Keperawatan............................................................................26
C. PATOFISIOLOGI PADA MASALAH CHF (Congestive Heart Failure)...27
1. KONSEP PENYAKIT CHF (Congestive Heart Failure)........................27
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CHF.............................................36
1. PENGKAJIAN........................................................................................36
i
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN..............................................................41
3. INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................42
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN......................................................44
5. EVALUASI KEPERAWATAN................................................................45
E. Pendidikan Kesehatan: Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Pada
Sistem Kardiovaskuler.......................................................................................45
1. Upaya pencegahan...................................................................................45
F. Isi Jurnal Dan Hasil Penelitian....................................................................47
BAB III..................................................................................................................50
PENUTUP.............................................................................................................50
A. KESIMPULAN...........................................................................................50
B. SARAN.......................................................................................................50
1. Bagi pasien..............................................................................................50
2. Bagi perawat............................................................................................50
3. Bagi Rumah Sakit....................................................................................51
4. Bagi institusi............................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................52
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar di dunia, yang tingkat kematiannya semakin meningkat setiap tahun.
Berbagai jenis penyakit kardiovaskular yang penyumbang angka tertinggi
dalam kematian di dunia adalah penyakit hipertensi (Yulistina et al., 2017).
Hipertensi sering mengakibatkan keadaan yang berbahaya sering kali tidak
disadari dan kerap tidak menimbulkan keluhan. Hipertensi adalah penyakit
yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua (Kurniawan &
Sulaiman, 2019).
Gagal jantung adalah salah satu masalah kesehatan dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Gagal jantung kongestif atau juga disebut
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung saat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan
tubuh (Rispawati, 2019). Congestif Heart Failure (CHF) juga didefinisikan
sebagai suatu kondisi patologis saat jantung tidak mampu memompakan darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, hal ini disebabkan
karena adanya gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau
pengisian jantung (diastolik) sehingga nilai curah jantung lebih rendah dari
biasanya (Black, 2014). Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien
gagal jantung kongestif adalah dyspnea, fatigue dan gelisah (Nirmalasari,
2017). Faktor penyebab yang dapat memperberat kondisi pasien gagal jantung
salah satunya adalah hipertensi (Ayu et al., 2018).
Hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan yang di kategorikan
cukup berbahaya di seluruh Dunia dan merupakan the silent killer pembunuh
nomer satu di Indonesia sehingga pengobatannya seringkali terlambat (Susanti
et al., 2020). Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu keadaan
1
tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90 mmHg
(diastolik). Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler
seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal (Flack,
Calhoun and Schiffrin, 2018). Akibat yang terjadi jika hipertensi tidak segera
ditangani antara lain terjadinya penyakit stroke, retinopati, penyakit jantung
koroner dan gagal jantung serta penyakit ginjal kronik (Kemenkes RI, 2014).
WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa hipertensi
menyerang 22% penduduk Dunia, dan mencapai 36% angka kejadian di Asia
Tenggara. Hipertensi juga menjadi penyebab kematian dengan angka 23,7%
dari total 1,7 juta kematian di Indonesia tahun 2016. Kemudian Institute for
Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017, bahwa dari total 1,7 juta
kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian
adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%. Sesuai dengan data yang
terakhir di update oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui
data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebanyak 34,1%
dimana mengalami kenaikan dari angka sebelumnya di tahun 2013 yaitu
sebanyak 25,8% yang mengalami Hipertensi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2014)
.
2
2018 menunjukkan prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau diperkirakan
sekitar 29.550 orang, dengan angka kejadian tertinggi terdapat di Provinsi
Kalimantan Utara yaitu 2,2% dan terendah di Provinsi NTT yaitu 0,7%
(Badan Penelitian dan Penelitian Kesehatan, 2018).
B. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui Asuhan
keperawatan pada Sistem Kardiovaskuler
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui proses keperawatan pada sistem kardiovaskuler
b) Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sistem kardiovaskuler
c) Untuk mengetahui pendidikan kesehatan sistem kardiovaskuler
C. MANFAAT MAKALAH
1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang asuhan keperawatan
pada sistem kardiovaskuler.
2. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca tentang
asuhann keperawatan pada sistem kardiovaskuler
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, gimjal dan
mimisan.
1
2. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau
peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi, Menurut (Aspiani, 2014)adalah:
a. Usia, pengidap hipertensi yang berusia lebih dari 35 tahun
meningkatkan insidensi penyakit arteri dan kematian premature
b. Jenis kelamin, insidens terjadi hipertensi pada pria pada umumnya
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Namun, terjadinya
hipertensi pada wanita mulai meningkat pada usia paru baya,
sehingga pada usia diatas 65 tahun insidens pada wanita lebih
tinggi
c. Genetik, suatu kondisi yang terjadi karena adanya faktor keturunan
dari keluarga
d. Kebiasaan hidup seperti:
1) Mengonsumsi garam, berlebihan (lebih dari 30 gr) dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan cepat pada
beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita
hipertensi ringan,dan lansia
2) Obesitas, terkait dengan tingkat insulin yang tinggi dapat
mengakibatkan tekanan darah meningkat
3) Stres, karena kondisi emosi yang tidak stabil juga memicu
terjadinya tekanan darah tinggi
4) Kebiasaan merokok, dapat meningkatkan resiko diabetes,
serangan jantung, dan stroke. Oleh karena itu
kebiasaanmerokok yang dianjurkan dengan stres yang terus
menerus akan memicu penyakit yang berhubungan dengan
jantung dan darah
5) Mengonsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat
menyebabkan tekanan darah tingggi
2
Pada lanjut usia penyebab hipertensi disebabkan oleh terjadinya
perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer (Aspiani, 2014).
3. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui
berbagai beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidaak
dapat mengembangkan pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya
telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis (Cahyani, 2020).
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam
darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi
ginjal sehigga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari
dalam tubuh.Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan
darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengaalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, makan
tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakn oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sisten saraf
otonom(bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
3
menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan
berkurangnya volume darah dan mengebalikan tekanan darah ke normal
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan
garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah
kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah yang
menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan
tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
dapat menyebabkan tejadinya tekanan darah tinggi misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri
renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah
satu ata kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah
(Cahyani, 2020).
4. Klasifikasi
a. Hipertensi Esensial (Primer)
b. Hipertensi Sekunder
4
dengan obat – obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya
berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, resistensi insulin,
hipertiroidisme, dan pemakaian obat – obatan seperti kontrasepsi
oral dan kortikosteroid (Wijaya & Putri, 2017).
5
1) Hipertensi Pulmonal
6
timbul karena kehamilan.Hipertensi kronik yaitu hipertensi
yang sudah ada sejak sebelum ibu mengandung janin.
c) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabunganpreeklampsia dengan hipertensi kronik.
d) Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab
hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet,
tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan,
dan lain sebagainya.
3) Hipertensi Pada Lansia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup
penduduk Indonesia, dapat diperkirakan insidensi penyakit
degeneratif akan semakin meningkat. Salah satu penyakit degeneratif
yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah
hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan hipertensi
yang dialami oleh dewasa muda.
5. Manifestasi Klinis
Pengidap Hipertensi menunjukkan adanya sejumlah tanda dan
gejala, namun ada juga yang tanpa gejala. Hal ini menyebabkan
Hipertensi dapat terjadi secara berkelanjutan dan mengakibatkan
sejumlah komplikasi. Gejala yang sering kali terjadi yaitu nyeri kepala,
pusing atau migrain, rasa berat di tengkuk, sulit untuk tidur, lemah dan
lelah (Astuti & Krishna, 2020).
6. Komplikasi
Menurut Dalimartha (2019), penderita hipertensi berisiko terserang
penyakit lain yang menyebabkan komplikasi, beberapa penyakit yang
timbul sebagai akibat hipertensi di antara nya sebagai berikut:
a. Penyakit Jantung koroner
7
Penyakit ini sering di alami penderita hipertensi sebagai akibat
terjadi nya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung.
Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan
berkurangnya alirandarah pada beberapa bagian otot jantung. Hal
ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan
pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan timbul nya
serangan jantung.
b. Gagal Jantung
d. Gagal Ginjal
8
berkurang. Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan
ginjal yang di tandai dengan naiknya tekanan diastole di atas 130
mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.
e. Stroke
f. Infark Miokard
9
h. Kejang
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pasien Hipertensi menurut Astuti &
Krhisna, (2020) terdiri dari :
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan retina,
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ,
termasuk urinalis, kimia darah (natrium, kalium, kreatinin, glukosa
puasa, lipoprotein total dan lipoprotein densitas rendah) ; EKG dan
ekokardiografi untuk mengkaji hipertrofi ventrikel kiri.
b. Pemeriksaan tambahan seperti bersihan kreatinin, kadar
rennin,pemeriksaan urine dan protein urine24 jam dapat dilakukan.
8. Penatalaksanaan
Menurut (Nixson Manurung 2018) penatalaksanaan hipertensi
dapat dilakukan dengan Terapi farmakologi dan Terapi non
Farmakologi:
a. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi adalah penatalaksanaan
hipertensi dengan menggunakan obat kimiawi, seperti jenis obat
anti hipertensi Terapi tanpa obat Ada berbagai macam jenis obat
anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis ,yaitu:
1) Diuretik
10
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara
mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah
secara perlahan lahan mengalami penurunan karena hanya
fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan
sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan
pembuluh darah membesar. Kondisi tersebut membantu
tekanan darah menjadi normal.
2) Penghambat adrenergenik
3) Vasodilator
5) Antagonis kalsium
11
Merupakan sekelompok obat yang bekerja
mempengaruhi jalan masuk kalsium sel sel dan
mengendurkan otot otot di dalam dinding pembuluh darah
sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan
tekanan darah. Yang termasuk obat ini adalah Nifedipin,
Diltiasem dan Verapamil.Efek samping yang mungkin
timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
b. Terapi Nonfarmakologis
Upaya pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan
pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup
yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan
gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena
itu, faktor yang menentukan dan membantu kesembuhan pada
dasarnya adalah diri sendiri. Perubahan gaya hidup sehat bagi
penderita hipertensiyaitu:
1) Mengontrol pola makan
12
Buah buahan dan sayuran segar merupakan sumber nutrisi
terbaik tuntuk menurunkan tekanan darah.
4) Aktivitas olahraga
13
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab
meningkatnya tekanan darah. Nikotin diserap oleh
pembuluh darah di dalam paru paru dan diedarkan ke aliran
darah. Demikian dengan alkohol, efek mengkonsumsi
alkohol maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga
peluang terkena hipertensi semakin tinggi karena alkohol
dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin)
dan hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit
atau menyebabkan penumpukan lebih natrium dan air.
Selain itu alkoholyang berlebihan dapat menyebabkan
kekekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan
magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium
berkaitan dengan peningkatan pembuluh darah.
7) Terapi Herbal
Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima
macam cita rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis,
asam, pahit dan asin. Pengkajian jenis obat obatan herbal
khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan
beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung,
disajikan dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah
menjadi obat ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap
menu sehari hari. Adapun tanaman obat tradisional yang
dapat digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: bawang
putih, seledri,belimbing wuluh, belimbing, wortel,
teh, mengkudu, mentimun, dan lain lain.
14
Proses keperawatan merupakan panduan untuk memberikan asuhan
keperawatan professional, baik untuk individu, kelompok, keluarga dan
komunitas. Berdasarkan prinsip inilah, saya perlu menyusun pedoman
pemberian asuhan keperawatan yang dapat diterapkan baik pada individu
pasien, selanjutnya, bagaimana proses keperawatan itu? Menurut Craven
Hirnle, Proses keperawatan memiliki enam fase, yaitu pengkajian,
diagnosis,Intervensi, Implementasi, Evaluasi
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada
tahap ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
kesehatan klien. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan proses sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Marni, 2014).
a. Data Demografi
b. Riwayat Kesehatan
1) Alasan Masuk Rumah Sakit
15
tengkuk, pusing dan tekanan darah yang tinggi (Cahyani,
2020)
2) Keluhan Utama
16
6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dengan hipertensi dapat
dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan
fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara
umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos
mentis, apatis, somnolen, sopo, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan
hipertensi biasanya pusing, nyeri tengkuk, dan tekanan
darah lebih dari 120/80mmhg (Nugroho, 2021).
b) Sistem Kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan penyakit hipertensi
irama jantung reguler, tidak adana nyeri dada, tidak ada
kelainan suara jantung, EKG abnormal (aritmia), dan
Tekanan Darah Lebih dari sistolik 140-159 dan diastolik
90-99mmhg untuk Hipertensi grade 1 atau ringan, sistolik
160-179 dan diastolik 100-109 untuk Hipertensi Grade 2
atau sedang, lebih dari sistolik 180 dan diastolik 110
Hipertensi Grade 3 atau sangat berat, dan untuk Hipertensi
Grade 4 atau sangat Besar yaitu sitolik lebih dari 190 dan
diastolik kurang dari 90 (Cahyani, 2020).
c) Sistem Pernapasan
Pada pasien dengan Hipertensi tidak ada kelainan
pada pernafasan, tidak didapatkan bunyi nafas tambahan
wheezing dan ronchi (Nugroho, 2021)
d) Sistem Pencernaan
17
Pada pasien dengan hipertensi tidak adanya gangguan
pada sistem pencernaan meliputi kebersihan mukosa mulut
bersih, lidah, kelengkapan gigi yang tunggal, tidak adanya
gangguan menelan.(Nugroho, 2021)
e) Sistem Persyarafan
Pada pasien dengan hipertensi biasanyakesadaran
klien menurun walau tidak seberapa dalam, yaitu apatis
sampai somnolen, perhitungan normal GCS adalah 15
(Nugroho, 2021)
f) Sistem Integumen
Pada pasien Hipertensi biasanya Turgor Kulit elastis,
CRT <2 detik, warna kulit putih bersih, tidak terdapat lesi
(Nugroho, 2021)
g) Sistem Ektremitas
Pada pasien dengan Hipertensi biasanya Kedua tangan
simetris, tidak ada lesi atau luka, adanya pembengkakan
pada ekstremitas bawah dan ektremitas pada bagian
tangan kanan (Nugroho, 2021)
h) Sistem Perkemihan
Pada pasien hipertensi biasanya tidak adanya distensi
kandung kemih, frekuensi BAK setiap hari, jenis haluaran,
bau dan warna urine (Pertami, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif
dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian. Untuk
merumuskan diagnosis keperawatan dibutuhkan keterampilan klinik yang
baik mencakup proses diagnosis keperawatan dan perumusan pernyataan
keperawatan. Proses diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua yaitu
proses interpretasi dan proses menjamin keakuratan diagnosis itu sendiri.
Perumusan pernyataan diagnosis keperawatan memiliki beberapa syarat,
18
yaitu dapat membedakan antara sesuatu yang actual, risiko dan potensial.
Metode penulisan diagnosis aktual terdiri dari masalah, penyebab, dan
tanda/gejala. (PPNI, 2018).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan
keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan
pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi
dan kolaborasi (PPNI, 2018).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Penurunan curah jantung Curah Jantung Meningkat Perawatan Jantung
b.d kesadaran menurun (L.02008) (I.02075)
(D.0008) Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, maka curah jantung 1. Identifikasi tanda/gejala
meningkat, dengan kriteria primer penurunan curah
hasil: jantung (meliputi: dispnea,
a. Palpitasi menurun kelelahan, edema,
b. Takikardia menurun ortopnea, PND,
c. Gambaran EKG aritmia peningkatan CVP).
menurun 2. Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan
curah jantung (meliputi:
peningkatan berat badan,
hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
19
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
4. Monitor intake dan output
cairan Monitor berat badan
setiap hari pada waktu yang
sama
5. Monitor saturasi oksigen
6. Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
7. Monitor EKG 12 sadapan
Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
8. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit,
enzim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
9. Monitor fungsi alat pacu
jantung
10. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
11. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermitten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
20
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika
perlu
Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Nyeri akut b.d nyeri Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
kepala akut (D.0077) (L.08066) (I. 08238)
Ekpetasi : Meningkat
Kriteria hasil: Observasi
1. Nyeri dapat berkurang 1. Identifikasi lokasi,
2. Pasien menunjukan karakteristik, durasi,
ekspresi wajah yang frekuensi, kualitas,
tenang intensitas nyeri
Pasien dapat istirahat dengan 2. Identifikasi skala nyeri
nyaman 3. Idenfitikasi respon nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
21
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
22
6. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
(mis: kadar protein dan
albumin meningkat)
7. Monitor kecepatan infus
secara ketat
8. Monitor efek samping
diuretic (mis: hipotensi
ortostatik, hypovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30 – 40 derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretic
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therap
(CRRT) jika perlu
Intoleransi Aktivitas b.d Intoleransi aktivitas Manajemen Energi
kelemahan fisik (D.0056) (L.05047)
Ekpetasi : Meningkat (I.05178)
Kriteria hasil: Observasi
1. Pasien mampu 1. Identifikasi gangguan
melakukan aktivitas fungsi tubuh yang
sehari-hari mengakibatkan kelelahan
2. Pasien mampu 2. Monitor kelelahan fisik dan
berpindah tampa emosional
bantuan 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Pasien 4. Monitor lokasi dan
mengatakan ketidaknyamanan selama
keluhan lemah melakukan aktivitas
berkurang
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
23
stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Defisiensi pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi Kesehatan
b.d koping tidak adekuat (L.12111) (I.12383)
(D.0111) Ekpetasi : Meningkat Observasi:
Kriteria hasil: 1. identifikasi kesiapan dan
1. Pasien melakukan kemampuan menerima
sesuai anjuran informasi
2. pasien tampak mampu 2. identifikasi faktor-faktor
menjelaskan kembali yang dapat meningkatkan
materi yang telah dan menurunkan motivasi
disampaikan perilaku hidup bersih dan
3. pasien 3. sediakan materi dan media
mengajukan pendidikan kesehatan
pertanyaan 4. jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
5. berikan kesempatan untuk
bertanya
6. jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
7. ajarkan perilakuhidup
bersih dan sehat
8. ajarkan strategi yang dapat
digunakan umtyk
9. meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
Sumber: (PPNI & Tim Pokja SIKI DPP, 2018)
24
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric
25
c. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas
pada pasien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi,
fisioterapi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan perbandingan yang sistematis dan
(2020):
pengobatan.
informasi objektif dengan tujuan dan kriteria hasil yang kemudian dapat
26
Sebagian atau masalah tidak teratasi.
27
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
28
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
c) Patofisiologi
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1). Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
a. Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa
dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran
dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan
mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013).
Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju
ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat
(>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg).
Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular
ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth,
2007).
b. Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan
dengan disfungsi ventrikel pada gagal jantung apabila dilihat dari
kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah
terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung
sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan
cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah
(Acton, 2013).
29
c. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana
neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul
yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin
merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau
dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan
peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.
d. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan
mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati
dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.
Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah
ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen
vasokontriktor.
Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar
adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah
yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal,
akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang
mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif
(Mann, 2012).
e. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata
secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi
jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang
melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan
Molkentin, 2010).
30
Pathway
d) Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy, et al, 2013),
klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai
resiko tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada
jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal
jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A
umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung
31
koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan
pada jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila
ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B
pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan
struktural pada jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat
ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa
nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan
penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul
bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu
dimonitoring secara ketat The New York Heart Association (Yancy
et al., 2013) mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas,
meliputi :
a) Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina
pektoris (mild CHF).
c) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit
saja mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
32
d) Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan
aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu
menimbulkan gejala yang berat (severe CHF). Klasifikasi gagal
jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki
perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA
berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung,
sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada
pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada
akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa
berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.
f) Komplikasi CHF
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis
vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
33
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan
g) Faktor Resiko
Menurut (Ford, et al, 2015) faktor resiko yaitu :
1. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi,
hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
2. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal
kronik, albuminuria, anemia, stres, lifestyle yang buruk.
3. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas. Infeksi yang disebabkan
oleh virus, parasit, bakteri.
4. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi
(antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker
(transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
5. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.
h) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut Nugroho dkk (2016) diantaranya :
1. EKG (Elektrokerdiogram)
EKG merupakan suatu alat pengukur kecepatan dan keteraturan
denyut jantung, untuk mengetahui aksis, iskenia, ventrikuler atau
hipertrofi, penyempita dan keruskan yang mungkin terlihat.
2. Foto rontegen dada
Foto rontegen dada merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengetahui adanya pembesaran pada jantung, penimbunan cairan di
paru-paru, atau penyakit paru lainnya.
34
3. Tes darah BNP
Tes darah BNP merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengukur kadar hormon BNP (B-type natrirretic paptide) yang pada
gagal jantung akan meningkat.
4. Scan jantung
Scan jantung merupakan tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
i) Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan gagal jantung pada pasien adalah
untuk mengembalikan kualitas hidup, mengurangi frekuensi eksaserbasi
gagal jantung dan memperpanjang hidup. Tujuan sekunder ialah
memaksimalkan kemandirian serta kapasitas kerja dan mengurangi
biaya perawatan (Imagly, 2014). Latihan fisik dapat meningkatkan
kapasitas fungsional pada pasien gagal jantung, kapasitas yang menurun
berdampak pada penurunan kemampuan pasien dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
Latihan fisik secara bertahap menyebabkan peningkatan daya
pompa ventrikel sehingga terjadi peningkatan kapasitas fungsional.
Home based exercise training dapat digunakan sebagai terapi modalitas
keperawatan untuk meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien
gagal jantung setelah perawatan dari rumah sakit. Latihan ini dilakukan
dirumah sesuai dengan kemampuan pasien, dilakukan dimana saja tanpa
harus mengeluarkan biaya tambahan. Latihan fisik yang dimaksud
berpendoman pada tipe latiham, intensitas atau seberapa sering latihan
fisik tersebut dilakukan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan (Ni
kadek, 2020). Latihan aktifvitas fisik sedang menjadi topik yang sering
didiskusikan untuk menjadi bagian dari terapi standar pasien gagal
jatung. Perubahan fisiologis, psikologis, dan muskuluskeletal. Latihan
aktifitas fisik yang dilakukan adalah aerobic berupa jalan kaki dengan
durasi 20-30 menit dengan frekuensi latihan 3 kali dalam 1 minggu,
35
intensitas 40-60% heart rate reserve. Latihan lain yang dapat dilakukan
seperti membersihkan rumput, bersepeda menuju tempat kerja. Formula
ini menurut beberapa jurnal dapat memberikan efek positif dan aman
bagi pasien gagal jantung, dan dapat diwujudkan menjadi aktifitas
kesukaan pasien sehingga menurunkan angka ketidakpatuhan (Tony
Suharsono, 2013)
1. PENGKAJIAN
1) Identitas Klien
a. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnose medik
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pasien CHF yaitu sesak
nafas. Keluhan lain yang biasa muncul pada pasien gagal jantung
kongesif (CHF) yaitu kelemahan fisik.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menemukan sebab dari
gangguan oksigen yang nantinya membantu dalam pembuatan
rencana tindakan terhadap pasien.
1. Problem(P)
Peristiwa yang menjadi penyebab gagal jantung kongesif
(CHF) seperti sesak nafas yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
36
2. Quality(Q)
Kualitas sesak yang dirasakan pada pasien gagal jantung
kongesif (CHF) biasanya seperti orang sesak yang ditimpa
benda berat.
3. Region(R)
Pada pasien gagal jantung kongesif (CHF) biasanya setiap
beraktivitas merasakan sesak nafas yang dirasakan menjalar
kebahu hingga punggung dan lengan.
4. Severety(S)
Keluhan sesak nafas yang terjadi pada pasien gagal jantung
kongesif (CHF) seperti tertimpa beban berat dengan skala
sedang dengan saturasi 80-90% sampai berat dengan saturasi
80% kebawah.
5. Time(T)
Sesak nafas timbul saat bekerja maupun istirahat. Gejala
timbul seperti nafas pendek, dispnea dan takikardi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada
pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas
infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia.Tanyakan
juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada
masalalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi
yang dimiliki pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Genogram 3 generasi, dimana pasien berada pada generasi ketiga
untuk mengetahui apakah penyakit yang diderita diturunkan atau
tidak, tertular dari anggota keluarga yang lain atau tidak.
e. Riwayat Psikososial
Biasanya pasien dengan penyakit gagal jantung (CHF) memiliki
kebiasaan atau pola hidup yang kurang sehat atau gaya hidup
merokok atau terpapar polusi udara, adanya riwayat penyakit
37
jantung yang akan dapat mengindikasikan adanya gangguan pada
fungsi pernafasan.
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
1. Pola nutisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien gagal jangung kongestif (CHF)
mengalami kesulitan dan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi karena adanya sesak nafas saat makan.
2. Pola eliminasi
Biasanya pada pasien gagal jantung kongestif (CHF)
didapatkan pola berkemih yang menurun, urine yang berwarna
gelap, berkemih malam hari (nokturia) dan bisa terjadi diare
ataupun konstipasi.
3. Pola istirahat dan tidur
Pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) biasanya
mengalami sulit tidur dan juga istirahat karena adanya sesak
nafas yang ditandai dengan kondisi pasien yang gelisah dan
sering terbangun.
4. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien mengalami keletihan atau kelelahan terus-
menerus sepanjang hari, serta sesak nafas saat melakukan
aktivitas.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran umum
Keadaan Umum : biasanya pasien gelisah karena sesak nafas
Tingkat kesadaran : biasanya composmentis sampai terjadi
penurunan kesadaran.
1. Tanda-tanda Vital:
a) Tekanan Darah Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
38
b) Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit
(bradikardi).
c) Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
pada pasien respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat
/aktivitas.
d) Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun
2. Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem pernafasan
b) Pengkajian yang di dapat adanya tanda, kongesive vaskuler
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal
proksimal, batuk dan edema pulmonal akut dan retraksi
dinding dada
c) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: adanya parut pada dada, kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstremitas.
Palpasi: oleh karena peningkatan frekuensi jantung
merupakan respon awal jantung terhadap stress, sinus
takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan pasien dengan kegagalan pompa jantung.
Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup.
Perkusi: batas jantung pergeseran yang menunjukan adanya
hipertrofi jantung.
d) Sistem persyarafan
Kesadaran biasanya composmetis, didapatkan sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif pasien seperti wajah tampak meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
e) Sistem pencernaan
39
Pasien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan
nafsu makan akibat pembesaran vena dan statis vena di
dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan.
f) Sistem endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksaan dapat mengdengar bising.
Bising kelenjer tiroid menunjukkan peningkatan
vaskulariasis akibat hiper fungsi tiroid.
g) Sistem integumen
Pemeriksaan wajah pada pasien bertujuan menemukan
tanda-tanda yang menggambarkan kondisi pasien terkait
dengan penyakit jantung yang di alaminya.
h) Sistem mukuloskaletal
Kebanyakan pasien yang mengalami Congestive Heart
Failure juga mengalami penyakit vaskuler atau edema
perifer.
4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiografi (EKG)
Kelainan EKG yang muncul pada pasien CHF diantaranya
Sinus takikardia, Sinus bradikardia, Atrial takikardia/fibrilasi,
Aritmia ventrikel, Iskemia/infark, Left bunddle branch block
(LBBB) kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel
kiri kronis dan deviasi aksis kekanan, right bundle branch block,
dan hipertrofi kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
b. Ekokardiografi
Gambaran yang sering ditemukan pada congestive heart
failure (CHF) akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati
dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding
ventrikel.
c. Rontgen Thoraks
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler
Indonesia (2015) abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada
40
pasien congestive heart failure (CHF) yaitu Kardiomegali,
Hipertrofi ventrikel, Kongesti vena paru, Edema intertisial, Efusi
pleura, Infiltrat paru.
d. Pemeriksaan laboratorium
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan
pada pasien CHF.
1) Abnormalitas analisa gas darah PH (7.35-7,45), PO2 (80-100
mmHg),
PCO2 (35-45 mmHg) dan HCO3 (22-26mEq/L).
2) Peningkatan kreatinin serum (>150 μmol/L).
3) Anemia (Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada
perempuan).
4) Hiponatremia (<135 mmol/L) 5. Hipernatremia
(>150mmol/L)
5) Hipokalemia (<3,5mmol/L)
6) Hiperkalemia (>5,5 mmol/L)
7) Hiperglikemia( >200mg/dl)
8) Hiperurisemia (>500 ummol/L)
9) BNP (<100 pg/ml, NT proBNP<400pg/ml)
10) Kadar albumin tinggi (>45g/L)
11) Kadar albumin rendah (<30g/L)
12) Kadar albumin rendah (<30g/L)
13) Urinalisis
14) Leukositosis nuetrofilik
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab (Nikmatur,2012). Diagnosa keperawatan adalah cara
41
mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik klien
secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doengoes,
2014), Berikut ini diagnosa yang muncul pada CHF menurut SDKI DPP
PPNI (2017) :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2. Penurunan curah jantung perubahan frekuensi jantung
Namun dalam studi kasus ini penulis memfokuskan pada satu
diagnosa keperawatan yaitu Pola Nafas Tidak Efektif. Pola Nafas Tidak
Efektif adalah suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang
tidak memberikan ventilasi adekuat. SDKI DPP PPNI (2017).
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi adalah rencana tindakan yang disusun berdasarkan
prioritas masalah yang meliputi tujuan dengan kriteria keberhasilan,
intervensi dan rasionalisasi. Rencana keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan (Brunner & Suddart, 2014).
Diagnosa
Keperawatan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Observasi
efektif b.d tindakan 3x24 jam
1. Monitor pola nafas
hambatan upaya diharapkan pola nafas 2. Monitor bunyi nafas
nafas membaik dengan tambahan
42
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatanaliran
oksigen
2. Monitor posisi alatterapi
oksigen
3. Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitasterapi
oksigen
5. Monitor tanda- tanda
hipoventilasi
6. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
7. Bersihkan sekret pada
mulut hidung dann trakea,
jika perlu
8. Pertahankan kepatenan
jalannafas
9. Siapkan dan aturperalatan
pemberian oksigen
10. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
11. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
12. Kolaborasi penentuan
dosisoksigen
13. Kolaborasi
penggunaan oksigen
43
saat aktivitas dan/atau
tidur.
Penurunan curah (L.02008) Setelah di Perawatan Jantung( I.O2O75)
Observasi
jantung perubahan lakukan tindakan
1. Identifikasi tanda gejala
frekuensi jantung keperawatan primer penurunan curah
diharapkan curah jantung
2. Identifikasi tanda gejala
jantung meningkat sekunder penurunan
dengan kriteria hasil: curah jantung
3. Monitor intake dan output
1. Tanda vital dalam
cairan
rentang normal 4. Monitor keluhan nyeri
dada
2. Kekuatan nadi
Terapeutik
meningkat 5. Berikan terapi relaksasi
3. Tidak ada edema untuk mengurangi strees,
jika perlu
Edukasi
6. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
7. Anjurkan beraktifitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kebutuhan oksigen pasien
gagal jantung kongesif ini melibatkan banyak upaya nonfarmakologi.
44
Upaya ini terdiri atas pemberian terapi oksigen sesuai intruksi,
mengobservasi suara nafas, dan pola nafas pasien.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Hasil yang diharapkan
(Muttaqin, 2009) pada proses perawatan pasien dengan gangguan sistem
pernafasan Congesive Heart Failure (CHF) yaitu : pola nafas membaik
dengan kriteria hasil dipsnea menurun, pernafasan cuping hidung
menurun, frekuensi nafas membaik, dan kedalaman nafas membaik.
1. Upaya pencegahan
Penyakit hipertensi sulit untuk disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan
hingga sampai batas normal, yaitu dengan :
a. Pencegahan primer
Penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi dan
pencegahannya, Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan
kemampuan tubuh, meningkatkan aktifitas fisik, Mengendalikan
stress, emosi dan ketegangan saraf dalam berfikir dan bertindak
b. Pencegahan sekunder
Beristirahat dengan cukup, mengkonsumsi obat antihipertensi,
melakukan diet rendah garam, periksa tekanan darah secara rutin di
tempat pelayanan kesehatan
c. Pencegahan tersier
Ciptakan suasana damai, santai rileks didalam hati, pikiran dalam
setiap keadaan dan tindakan, menurunkan berat badan bila
kegemukan, menjaga pola makan untuk menurunkan hipertensi
seperti sayur, buah, ikan dan mengkonsumsi teh dapat menurunkan
45
tekanan darah, bila terkena komplikasi sebaiknya kontrol secara rutin
agar mendapat penanganan. (Soenanto, 2014)
46
F. Isi Jurnal Dan Hasil Penelitian
Tahun Pengaran Jumlah Usia % Kriteria inklusi dan Diagnosis Intervensi Topik Detail
g RespondenRata-rata Wanita ekslusi setiap
minggunya
2016 Hojskov, 64.8 13/60 (22%) Pasien CABG/CAD 1. Latihan Di mulai dari fase
Denmark yang akan menjalani Aerobic perioperatif,
CABG pertama kali, (ambulation, dilakukan 1
yang memberikan stationary atau 2 kali
persetujuan. Dengan bicycle) per hari,
kriteria usia dibawah 18 2. Latihan otot dimulai dari
tahun, didiagnosis (duduk berdiri, pendaftaran
dengan muskuloskeletal angkat tumit) dan
atau penyakit saraf yang 3. Latihan berlangsung
menghalangi pengujian pernapasan sammpai
olahraga dan pelatihan. (latihan 4 minggu
relaksasi nafas setelah
dalam antara CABG
jam 08.00 dan
22.00
4. Psikoedukasi
dilakukan pada
post operasi
hari ke 3,
sebelum
pulang dan
minggu ke 4
47
2019 Hojskov, 65.1 42/326 (13 Pasien CABG/Ischemi c 1. Pelatihan Di mulai dari fase
Brazil %) ele Hearth desease aerobik perioperatif,
kti . (ambulasi, sepeda dilakukan 1
f statis) per hari,
per Latihan otot dimulai dari
ta (duduk pendaftaran
ma berdiri, dan
kal angkat berlangsung
i tumit) sammpai 4
menjalani 2. Latihan minggu
CA pernapasan setelah
BG 5. Psikoedukas CABG
yan i
g
dis
edi
aka
n
infor
Pasien
d
i
b
a
48
w
a
h
1
8
t
a
h
u
n
usia,
p
as
ie
n
y
a
n
g
di
di
a
g
n
49
o
si
s
d
e
n
g
a
n
a
m
u
s
k
ul
o
s
k
el
et
al
at
a
u
n
e
50
ur
ol
o
gi
s
penyakit
yan
g
me
ngh
alan
gi
pen
guji
an
ola
hra
ga
dan
tidak bisa
ber
bah
asa
Den
mar
51
k
dik
ecu
alik
an.
Cal
on
pes
erta
dite
rim
a
info
rma
si
lisa
n
dan
tert
ulis
di
masuk dan direkrut
jangka waktu 19 bulan
52
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang sistem Kardiovaskuler dan asuhan
keperawatan pada pasien hipertensi dan CHF dapat disimpulakan bahwa:
1. Faktor penyebab dari ke 2 penyakit pada sistem kardiovaskuler tersebut
yaitu pola hidup yang tidak sehat dan ketidaktahuan akan penatalaksaaan
pada penyakit yang diderita.
2. Diagnosa utama yang muncul pada penyakit di sistem kardiovaskuler
yakni : penurunan curah jantung
3. Implemetasi atau penatalaksanaan pada sistem kardiovaskuler seperti pada
penyakit hipertensi dan CHF yaitu: Coronary Artery Bypass Grafting
4. Hasil analisi dari ke 3 jurnal yaitu 2 jurnal menyatakan bahwa posisi prone
dapat meningkatkan perubahan saturasi oksigen sesuai dengan evidance
base praktise pada sistem kardiovaskuler.
B. SARAN
1. Bagi pasien
Pasien diharapkan mampu untuk menerapkan penatalaksanaan pada sistem
kardiovaskuler yaitu Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) untuk
memperbaiki aliran darah ke jantung, kondisi ini diperlukan ketika
pembuluh darah arteri yang memasok darah ke jaringan jantung pada arteri
koroner, menyempit atau tersumbat dengan cara Operasi bedah.
2. Bagi perawat
Perawat dapat melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lainnya untuk
menerapkan evidance based practise pada sistem kardiovaskuler agar
asuhan keperawatan dapat dilakukan secara optimaldan komprehensif.
53
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat mengimplementasikan penatalaksanaan
pada gangguan sistem kardiovaskuler agar tingkat pelayanan di rumah
sakit menjadi lebih baik dan sesuai dengan standar operasional prosedur
yang sudah ada.
4. Bagi institusi
Dapat dipergunakan sebagai bahan acuan atau referensi dalam
memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada sistem kardiovaskuler.
54
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, A. P. (2020). Hipertensi. Penerbit Lakeisha.
Højskov, I. E., Moons, P., Egerod, I., Olsen, P. S., Thygesen, L. C., Hansen, N. V.,
… Kikkenborg Berg, S. (2019). Early physical and psycho-educational
rehabilitation in patients with coronary artery bypass grafting: A randomized
controlled trial. Journal of Rehabilitation Medicine, 51(2), 136–143.
https://doi.org/10.2340/16501977-2499
Højskov, I. E., Moons, P., Hansen, N. V., Greve, H., Olsen, D. B., La Cour, S., …
Berg,S. K. (2016). Early physical training and psycho-educational intervention
for patients undergoing coronary artery bypass grafting. The SheppHeart
randomized 2 × 2 factorial clinical pilot trial. European Journal of
Cardiovascular Nursing, 15(6), 425–437.
https://doi.org/10.1177/1474515115594524
Ilmiah, K., & Hamzah. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. T Dengan
Hipertensi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wajo Kota Baubau
Kurniawan, I., & Sulaiman. (2019). Hubungan Olahraga, Stress dan Pola Makan
dengan Tingkat Hipertensi di Posyandu Lansia di Kelurahan Sudirejo I
Kecamatan Medan Kota. Journal of Health Science and Physiotherapy, 1(1),
10–17.
Nareza, M. (2020, July 20). Hipertensi Emergensi: Kondisi Darurat yang Harus
Segera Ditangani - Alodokter. Alodokter.Com.
https://www.alodokter.com/hipertensi-emergensi-kondisi-darurat-yang-harus-
segera-ditangani
55
PPNI, & Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Edisi1).
Yulistina, Deliana, F., Maryati, S., Rustiana, & Raffi, E. (2017). Korelasi Asupan
Makanan, Stres, Dan Aktivitas Fisik Dengan Hipertensi Pada Usia Menopause.
Unnes Journal of Public Health, 6 (1), 35.
https://doi.org/10.15294/ujph.v6i1.13695
56