Anda di halaman 1dari 94

MAKALAH

GANGGUAN PADA SISTEM KARDIOVASKULER

Disusun oleh:
Arip Maulana Andia C1AB23006
Erie Meilani C1AB23015
Fadila Regina C1AB23016
Icha Alisia Permana R C1AB23024
Lilis C1AB23028
Rifqi Akfa Billah C1AB23038
Wardhana Rafi Farhan C1AB23048

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN SUKABUMI
Jl. Karamat No. 36, Karamat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 4312
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Rabbi karena berkat rahmat
dan karuniaNya, dengan didorong semangat dan daya upaya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Gangguan pada sistem kardiovaskuler
Adapun makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa
agar dapat menunjang proses pembelajaran kami mengakui bahwa pembuatan
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
diperlukan untuk membangun dan memberikan kamisebuah masukan untuk dapat
menjadi yang lebih baik lagi.
Semoga makalah yang kami buat dengan sederhana ini dapat berguna bagi
para pembaca sekalian.

Sukabumi, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................5
2.1 Konsep Kardiovaskuler.................................................................................5
2.1.1 Definisi........................................................................................5
2.1.2 Perkembangan Sistem Kardiovaskuler...........................................6
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler...........................................6
2.2 Konsep CHF.................................................................................................21
2.2.1 Definisi CHF...................................................................................21
2.2.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................22
2.2.3 Patofisiologi.....................................................................................26
2.2.4 Etiologi.............................................................................................31
2.2.5 Manifestasi klinis............................................................................31
2.2.6 Komplikasi.......................................................................................32
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................33
2.2.8 Penatalaksanaan Medis...................................................................34
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................................35
2.3.1 Pengkajian........................................................................................35
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................44
2.3.3 Intervensi..........................................................................................45
2.3.4 Implementasi...................................................................................58
2.3.5 Evaluasi............................................................................................58
2.4 Konsep Hipertensi.......................................................................................59
2.4.1 Definisi.............................................................................................59

iii
2.4.2 Etiologi.............................................................................................59
2.4.3 Patofisiologi.....................................................................................60
2.4.4 Manifestasi klinis............................................................................62
2.4.5 Pemeriksaan diagnostik..................................................................62
2.4.6 Pemeriksaan penunjang..................................................................62
2.4.7 Penatalaksanan medis.....................................................................63
2.4.8 Terapi medis....................................................................................64
2.4.9 Komplikasi.......................................................................................64
2.4.10 Penatalaksanaan medis...................................................................66
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hipertensi.......................71
2.5.1 Pengkajian Keperawatan................................................................71
2.5.2 Kemungkinan Diagosa Keperawatan............................................73
2.5.3 Intervensi..........................................................................................73
2.5.4 Evaluasi............................................................................................81
BAB III KESIMPULAN......................................................................................82
3.1 Kesimpulan............................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................83

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular dapat berasal dari aneurisma, shunts, emboli,
pelepasan enzim maupun protein jantung, stenosis, thrombus, dan
inkompetensi katub (Kowalak, 2014: 139). Terdapat beberapa macam
kelainan seperti penyakit jantung koroner, infark miokard, gagal jantung,
kardiomiopati, kelainan katup jantung, penyakit jantung rematik, thrombosis,
endocarditis, atherosclerosis (Rony, Setiawan, Fatimah, 2009: 47) yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalam fungsi jantung. Perubahan fungsi
jantung ini berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan akan oksigen dan
nutrisi pada jaringan tubuh.
Adapun faktor yang memperburuk penyakit kardiovaskular
(Syamsudin, 2011: 45) seperti kebiasaan merokok yang diakibatkan karena
zat nikotin yang terkandung dalam asap rokok dapat berpengaruh terhadap
penumpukan lemak dalam pembuluh darah, status sosial ekonomi yang
rendah dapat berpengaruh terhadap tingkat stress, pola makan yang tidak
terkontrol, tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup sehingga
menyebabkan obesitas dan hipertensi yang dapat menyebabkan kerja jantung
semakin kuat (Azam, Farahdika, 2015: 2). Hal ini dapat menjadi masalah
serius bahkan dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan
tepat. Menurut data American Heart Association (2015), angka kematian
penyakit kardiovaskular di Amerika Serikat sebesar 31, 3%. Lebih dari 5 juta
penduduk US mengalami penyakit kardiovaskular, dan 550. 000 kasus baru
ditemukan tiap tahunnya (Smeltzer, et. al. , 2010: 210). Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (2013: 90)
Hasil menunjukkan prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia
seperti jantung koroner yang didiagnosis atau dengan gejala sebesar 1, 5%
dan gagal jantung yang didiagnosis atau dengan gejala sebesar 0, 3%.
Prevalensi penyakit kardiovaskular terus meningkat seiring bertambahnya
usia.

1
Dalam laporan World Health Organization (WHO) Expert Consultation
Geneva pada tahun 2001, diperkirakan 12 juta penduduk dunia menderita
Demam Rematik (DR) dan Penyakit Jantung Rematik (PJR), dan paling tidak
3 juta diantaranya menderita penyakit jantung kongestif. pada tahun 2000,
dilaporkan angka kematian akibat PJR bervariasi di setiap negara, mulai dari
1, 8 per 100. 000 penduduk di Amerika hingga 7, 6 per 100. 000 penduduk di
Asia Tenggara Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti.
Dalam beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi PJR berkisar antara 0, 3-0, 8 per 1. 000 anak sekolah
(Hasnul, 2015: 895). Prevalensi kasus gagal jantung kongestif di
Indonesia terutama di Yogyakarta sebanyak 3. 459 orang pada tahun 2012
dengan pasien rawat inap yang mengalami GJK sebanyak 401 orang.
Berbagai terapi seperti terapi farmakologi dan non farmakologi hanya mampu
mengurangi gejala pada gagal jantung kongestif, sehingga akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien (Raghu et al, 2010; Dimos et al, 2009
dalam Akhmad, 2016: 28).
Keadaan patologis gagal jantung seperti kerusakan struktur dan fungsi
jantung secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup pasien tetapi
sudah diawali saat timbulnya tanda dan gejala penyakit. Gejala utama seperti
sesak napas dan kelelahan, serta tingginya angka rehospitalisasi dan
mortalitas dapat menyebabkan keterbatasan fungsional, sehingga
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Keterbatasan fungsional ini merujuk
pada keterbatasan fisik, sosial, fungsi peran dan fungsi mental sebagai
dampak dari penyakit jantung (Tatukude, 2016: 116). Menurut Widmar
(2005) dalam Hwang (2012: 27) menuliskan bahwa klien yang mengalami
gangguan sistem kardiovaskuler akan mengalami masalah psikososial dan
penurunan kualitas hidup. Ini dikarenakan dampak hospitalisasi pada
penderita yang menderita kardiovaskular dapat merubah perilaku normal
tidak hanya pada penderita, tetapi juga keluarga seperti kurangnya privasi
yang menimbulkan rasa tidak nyaman, mengalami perubahan pola gaya
hidup, perubahan otonomi diri dalam menerima tindakan medis, perubahan
peran dalam keluarga hingga masalah ekonomi (Asmadi, 2008: 64).

2
Kualitas hidup yang baik ditemukan pada seseorang yang dapat
menjalankan fungsi dan perannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik,
sesuai tahap perkembangannya. Menurut Renwick, Brown, dan Nagler (1996)
dalam Primadi dan Hajam (2010: 124), kualitas hidup individu dapat dilihat
dari lima hal, yaitu produktivitas kerja, kapabilitas intelektual, stabilitas
emosi, perannya dalam kehidupan sosial, serta ditunjukkan dengan adanya
kepuasan hidup yang baik dari segi materi maupun non-materi. Penderita
kardiovaskular cenderung mengalami perubahan respon fisiologis dan
psikologis yang yang dapat mengganggu proses kehidupan. Adanya
perubahan fisiologis dan kondisi kronis terhadap kesehatan sangat
berpengaruh terhadap perubahan kualitas hidup seseorang (Black & Hawks,
2009: 252), namun secara tidak langsung dapat juga memengaruhi perubahan
kualitas hidup yang diawali dengan timbulnya keterbatasan fungsional hingga
distres bagi penderita. Keterbatasan fungsional yang merujuk pada
keterbatasan fisik, sosial, fungsi peran, dan fungsi mental (Effendi,
Makhfudli, 2009: 43) sebagai dampak dari salah satu penyakit
kardiovaskular.
Pencegahan agar tidak terulangnya kembali serangan jantung, pasien
kardiovaskular perlu melakukan perubahan gaya hidup yang cukup masif.
Seperti perubahan dalam pola diet, kebiasaan merokok, pembatasan aktivitas,
serta pengendalian stres dan kecemasan. Kondisi ini justru dapat memicu
timbulnya distres baru, ditambah lagi perubahan dalam kondisi fisik dan
perubahan peran yang terjadi akibat sakit yang berkepanjangan. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa stress, depresi, rendahnya dukungan sosial
dan spiritual dapat meningkatkan perburukan kondisi penyakit pada pasien
kardiovaskular (Nuraeni et al. , 2013: 108).
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara status sosiodemografi dan psikososial pasien kardiovaskular dengan
kualitas hidup. Terjadi peningkatan kualitas hidup pada pasien yang masih
tetap bekerja, menikah, aktif secara fisik dan menjalani rehabilitasi dan tidak
depresi pada populasi pasien kardiovaskular di Amerika (Christian et al. ,
2007 dalam Nuraeni et al. , 2013: 108). Dalam penelitian aziza (2013: 24)

3
menyatakan bahwa 5 dari 7 orang penderita kardiovaskular mengalami
peningkatan kualitas hidup setelah menjalani oprasi Coronary Artery Bypass
Graft (CABG). Penderita yang memiliki gejala gangguan fungsi
kardiovaskular ringan mampu melakukan pekerjaan, serta tidak menunjukkan
kecemasan, dan melaporkan memiliki kualitas hidup yang sangat baik (Heo,
et. al. , 2008: 125).
Komunitas penduli jantung dan pembuluh darah kota malang adalah
salah satu pusat rehabilitasi jantung dan pembuluh darah yang bertujuan
untuk memulihkan penderita penyakit jantung yang telah mengalami
kesembuhan selepas dirawat dari rumah sakit agar dapat melakukan aktivitas
sehari-hari. Kegiatan di komunitas tersebut mulai dari kegiatan fisik seperti
senam jantung, kegiatan rohani, hingga kegiatan yang bersifat social.
Berdasarkan analisa di atas terlihat begitu kompleks dampak yang
ditimbulkan pada penderita kardiovaskular yang mempengaruhi kualitas
hidupnya. Oleh karena itu peneliti ingin membuktikan melalui penelitian
yang berjudul “gambaran kualitas hidup pada penderita gangguan fungsi dan
struktur jantung di Komunitas Peduli Jantung dan Pembuluh Darah Kota
Malang”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut, gangguan pada sistem kardiovaskuler.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kualitas hidup pada penderita gangguan fungsi
dan struktur jantung di Komunitas Peduli Jantung dan Pembuluh Darah
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya:
1. Mengidentifikasi angka kejadian kualitas hidup pada penderita dengan
penyakit jantung.

4
2. Mengidentifikasi gambaran kualitas hidup pada penderita penyakit
kardiovaskular berdasarkan gangguan fungsi jantung.
3. Mengidentifikasi gambaran kualitas hidup pada penderita penyakit
kardkular berdasarkan gangguan struktur jantung.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Kardiovaskuler


2.1.1 Definisi
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri
dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan
tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem
kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi
regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah
meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat
terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

5
Gambar 2. 1 Gambar 2. 2
Jantung pusat kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler

2.1.2 Perkembangan Sistem Kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler mulai berfungsi pada usia 3 minggu
kehamilan. Dalam sistem kardiovaskuler terdapat pembuluh darah terbesar
yang di sebut Angioblast. Angioblast ini timbul dari:
a. Mesoderm: splanknikus & chorionic
b. Merengkim: yolk sac dan tali pusat
c. Dan dapat juga menimbulkan pembuluh darah dan darah
Dalam awal perkembangannya yaitu pada minggu ketiga, tabung
jantung mulai berkembang di splanknikus yaitu antara bagian pericardial
dan IEC dan atap katup uning telur sekunder(kardiogenik area). Tabung
jantung pasangkan membujur endotel berlapis saluran. Tabung-tabung
membentuk untuk menjadi jantung primordial. Jantung tubular bergabung
dalam pembuluh darah di dalam embrio yang menghubungkan tangkai,
karian dan yolk sac membentuk sistem kardivaskuler purba. Pada janin,
proses peredaran darah melalui plasenta.

6
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler

Gambar 2. 3 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler


2.1.3.1 Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik
dengan apeks (superior-posterior: C-II) berada di bawah dan basis
(anterior-inferior ICS –V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat
aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh
balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah
rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae
tepatnya pada mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita
dapat memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat pada
orang dewasa sekitar 250-350 gram.
a. Hubungan jantung dengan alat sekitarnya
1) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago
kostalis setinggi kosta III-I.
2) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
3) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan
aorta pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
4) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta
desendes, vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
5) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.
b. Factor yang mempengaruhi kedudukan jantung
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah
tempat. Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan

7
jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh
darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah
berpindah. Factor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
1) Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk
jantung agak turun kebawah
2) Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap
(TBC) menahun batas jantung menurun sehingga pada asma
toraks melebar dan membulat
3) Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan
mendorong bagian bawah jantung ke atas
4) Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi
oleh posisi tubuh.
c. Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
1) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong
pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di
belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2
lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral.
Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican
untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak mengganggu
jantung.
2) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria.
Susunan miokardium yaitu:
a) Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua
lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk
lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.
b) Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari
cincin antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
c) Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan
bilik (atrium dan ventrikel).
3) Dalam / Endokardium

8
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang
mengilat yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender
endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena
kava.
d. Bagian- bagian dari jantung
1) Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan
dengan pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra
dan sebagian oleh atrium dekstra.
2) Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut
tumpul.
e. Permukaan jantung (fascies kordis)
1) Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan
berbatasan dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium
dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
2) Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior,
dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra
dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
3) Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang
bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh
dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra.
f. Tepi jantung( margo kordis)
1) Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai
dari vena kava superior sampai ke apeks kordis
2) Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang
dari bawah muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke
apeks kordis.
g. Alur permukaan jantung
1) Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis
2) Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis
dengan aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apeks kordis.

9
3) Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah
kanan muara vena cava inferior menuju apeks kordis.
h. Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
1) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar,
bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
a) Muara atrium kanan terdiri dari Vena cava superior, Vena
cava inferior, Sinus koronarius, serta Osteum
atrioventrikuler dekstra
b) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
2) Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis
melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih
tebal dari atrium kanan terdiri dari Valvula triskuspidal dan
Valvula pulmonalis
3) Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
4) Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui
osteum aorta terdiri dari Valvula mitralis dan Valvula
semilunaris aorta
i. Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah
ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis
membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru(pulmo).
Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup
vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa
darah dari paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh
darah terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta
terdapat sebuah katup valvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:

10
1) Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan
kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan
cabang-cabangke atrium dekstra dan ventrikel kanan.
2) Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
3) Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung
mengalir ke atrium kanan melalui sinus koronarius yang terletak
dibagian belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan
dari vena.
2.1.3.2 Fisiologi Jantung
a. Fungsi umum otot jantung
1) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa
adanya rangsangan dari luar.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontraksi maksimal.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
b. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy
kimia untuk berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism
asam lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi
terutama laktat dan glukosa. Proses metabolism jantung adalah
aerobic yang membutuhkan oksigen.
c. Pengaruh Ion Pada Jantung
1) Pengaruh ion kalium: kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
2) Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan
jantung berkontraksi spastis.
3) Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
d. Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan
permeabilitas membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung

11
dinamakan potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik,
kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya
permeabilitas membrane terhadap natrium sehingga natrium
mengalir dari luar ke dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga
muatan positih dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan
stabil agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat
meningkat.
e. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
1) SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada
di dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2) AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
3) Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan
pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
4) Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada
pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
f. Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium
dan dua pompa tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung
sampai kontraksi berikutnya disebut siklus jantung.
g. Fungsi jantung sebagai pompa
Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu:

12
1) Fungsi atrium sebagai pompa
2) Fungsi ventrikel sebagai pompa
3) Periode ejeksi
4) Diastole
5) Periode relaksasi isometric
Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung
1) Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume
darah yang mengalir ke jantung.
2) Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung
melalui saraf otonom
h. Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan
kanan sama besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel
selama satu menit disebut curah jantung (cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
i. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1) Bunyi pertama: lup
2) Bunyi kedua: Dup
3) Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu
muda
4) Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum
bunyi pertama
2.1.3.3 Anatomi sistem pembuluh darah

13
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah
keseluruh tubuh. Aliran darah dalam tubuh terdiri dari aliran darah
coroner, aliran darah portal, aliran darah pulmonal dan aliran darah
sistemik.
a. Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung
yang membawa darah keseluruh tubuh dan alat tubuh. Pembuluh
darah terbesar yang keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta.
Arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu Tunika Intima, Tunika Media dan
Tunika Eksterna
1) Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari
jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendes
membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis sinistra, turun
sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma, turun ke
abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian:
a) Aorta Asenden
b) Arkus Aorta
c) Aorta desendes
Aorta asendes mempunyai cabang:
a) Aorta torakalis
b) Aorta Abdominalis

2) Arteri Kepala dan Leher


Disuplai oleh arteri komunis dekstra dan sinistra. Pada
masing-masing sisi menuju keatas leher dibawah otot
sternomastoid dan pada ketinggian perbatasan atas kartilago
tiroid membagi diri menjadi dua yaitu:
a) Arteri karotis eksterna
(1) A. tiroid superior
(2) A. faringea asendes
(3) A. lingualis

14
(4) A. fasialis
(5) A. aurikularis posterior
(6) A. maskilaris
b) Arteri karotis interna:
(1) A. oftalmika
(2) A. komunikan posterior
(3) A. coroidea
(4) A. serebri anterior
(5) A. serebri media
(6) A. nasalis
3) Arteri vertebralis
Cabang bagian pertama subklavia berjalan naik melalui
foramen prosesus transversi masuk ke cranium melalui foramen
mahnum berjalan ke atas lalu kedepan medial medulla oblongata
sampai di tepi bawah pons arteri ini bergabung dan membentuk
A. basilaris cabang-cabang cranial A. vertebralis.
4) Arteri basilaris
Dibentuk oleh penggabungan dua A. vertebralis berjalan
naik dalam alur. Pada permukaan anterior pons bercabang dua:
a) Arteri serebralis posterior
b) A. sirkumateriosus
Wajah menerima darah dari:
a) Arteri fasialis dan temporalis superficial
b) Arteri temporalis superficial
c) Arteri transversa fasialis
d) Arteri supraorbitalis dan supratoklearis
5) Arteri subklavia
Terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan
sinitra cabang dari arkus aorta. Terdiri dari:
a) A. aksilaris
b) A. brakhialis
c) A. ulnaris

15
d) A. radialis
e) A. arkus Palmaris superfisialis
f) A. arkus Palmaris profundus
g) A. digitalis
6) Aorta torakalis
a) Rongga toraks terdiri dari:
(1) A. intercostalis
(2) A. perikardialis
(3) A. bronkialis
(4) A. esofagialis
(5) A. mediastinalis
b) Dinding toraks terdiri dari:
(1) Arteri prenikus superior
(2) Arteri subkostalis
7) Aorta abdominalis: merupakan bagian dari aorta desendens.
8) Arteri Rongga perut, Terdiri dari:
a) Arteri seliaka
b) A. splinika
c) A. mesenterika superior
d) A. renalis
e) A. spermatika dan Ovarika
f) A. mesenterika Inferior
g) A. marginalis
9) Arteri dinding Abdomen
Arteri dinding abdomen muka dan belakan terdiri dari:
a) Prenikus inferior
b) Arteri subkostalis
c) Epigastrika superior
d) Arteri lumbalis
10) Rongga panggul, Terdiri dari:
a) Arteri iliaka interna
b) Arteri iliaka eksterna

16
b. Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang
membawa darah dari alat-alat tubuh kembali ke jantung. Vena
terbesar adalah vena pulmonalis. Pembuluh darah vena yang
terdapat dalam tubuh yaitu:
1) Vena ke jantung
Meliputi: Vena cava superior, inferior dan pulmonalis
2) Vena yang bermuara pada vena cava superior: tepat dibelakang
angulus mandibularis yang menyatu dengan vena aurikularis
posterior turun melintasi M. sternokleidomastoideus tepat diatas
clavikula menembus fasia servikalis profunda dan mencurahkan
isinya ke V. subclavia. Cabang- cabangnya:
a) Vena aurikularis posterior
b) Vena retromadibularis
c) Vena jugularis eksterna posterior
d) Vena supraskapularis
e) Vena jugularis anterior
3) Vena kulit kepala: vena troklearis dan vena supraorbitalis, vena
temporalis superfisialis, aurikularis posterior dan oksipitalis.
4) Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa fasialis.
5) Vena pterigoideus: Vena maksilaris, fasialis, lingualis,
oftalmika.
6) Vena tonsil dan palatum
7) Vena punggung
8) Vena yang bermuara pada vena cava interior
9) Anastomisis portal sistemik
10) Vena dinding pelvis
11) Vena anggota gerak atas dan,
12) Vena anggota gerak bawah
c. Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan
pembuluh rambut. Kapiler terdiri dari:

17
1) Kapiler arteri
2) Kapiler vena
Fungsi kapiler:
1) Penghubung arteri dan vena
2) Tempat pertukaran darah dan cairan jaringan
3) Mengambil hasil dari kelenjar
4) Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus
5) Menyaring darah dalam ginjal
d. Sistem Pembuluhan Limfe
Sistem pembuluh limfe merupakan suatu jalan tambahan
tempat cairan dapat mengalir dari ruang interstitial ke dalam darah.
pembuluh limfa dapat mengangkut protein dan zat partikel besar,
keluar ruang jaringan yang tidak dikeluarkan dengan absorbs secara
langsung kedalam kapiler darah. Sistem pembuluh limfe terdiri dari:
1) Duktus limfatikus dekstra: Duktus limfatikus jugularis dekstra,
subclavia, dan bronkomediastinalis masing-masing
mengalisrkan cairan limfa sisi kepala dan leher.
2) Duktus limfatikus sinistra: Mulai terlihat dalam abdomen
sebagai kantong limfe yang memanjang.
3) Nodus limfatisi: Berbentuk lonjong seperti buah kacang dan
terdapat di sepanjang pembuluh limfe.
4) Kapiler limfa: sedikit cairan yang kembali ke sirkulasi melalui
pembuluh limfe.

e. Limpa

18
Gambar 2. 4 Organ Limpa
Terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri
bawah dan pada iga ke -9, 10, dan 11, berdekatan dengan fundus
abdomen dan permukaannya menyentuh diafragma. Parenkim limpa
terdiri dari:
1) Pulpa Putih
2) Pulpa Merah
f. Fisiologi Vaskuler
Sistem vaskuler memiliki peranan penting pada fisiologi
kardiovaskuler karena berhubungan dengan mekanisme
pemeliharaan lingkungan internal.
Bagian- bagian yang berperan dalam sirkulasi:
1) Arteri mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan.
2) Arteriola, cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi sebagai
kendali ketika darah yang dikeluarkan ke dalam kapiler.
3) Kapiler, tempat pertukaran cairan, zat makanan dan elektrolit,
hormone dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstitial.
4) Venula yaitu mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap
5) Vena yaitu saluran penampung pengangkut darah dari jaringan
kembali ke jantung.

g. Aliran Darah

19
Gambar 2. 5 darah dan peredarannya
Kecepatan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan
antara kedua ujung pembuluh darah. Pembuluh darah dan aliran
arteri adalah:
1) Aliran darah dalam pembuluh darah
2) Tekanan darah arteri: Sistolik, diastolic, nadi, dan darah rata-
rata.
3) Gelombang nadi.
4) Analisis gelombang nadi: dapat di nilai dari: frekuensi
gelombang nadi, irama denyut nadi, amplitude dan ketajaman
gelombang.
5) Factor yang mempengaruhi tekanan darah arteri.
Sedangkan Pembuluh dan Aliran Vena Yaitu:
1) Tekanan Vena: biasanya sangat rendah
2) Gelombang denyut vena: perubahan tekanan dan volume
3) Kurva denyut nadi: vena jugularis eksterna dengan cara non
invasive
4) Kecepatan aliran darah vena
5) Factor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah vena
6) Pengaruh gravitasi pada tekanan darah vena
h. Mikrosirkulasi
Tempat pertukaran zat CIS dan CES (interstitial) adalah
kapiler. Dan dipengaruhi oleh kecuali dinding kapiler, arteriole,
venolus karena dapat mengatur jumlah dan kecepatan aliran darah.
Ketiga rangkaian tersebut disebut dengan mikrosirkulasi.
i. Tekanan Darah
Selisih diastolic dan sistolik disebut pulse pressure. Misalnya
tekanan sistolik 120 mmHg dan diastolic 80 mmHg maka tekanan
nadi sama denga 40 mmHg. Tekanan darah tidak selalu sesuai
karena salah satu factor yang mempengaruhinya adalah keadaan
kesehatan dan aktivitas. Pusat pengawasan dan pengaturan
perubahan tekanan darah yaitu:

20
1) Sistem saraf
a) Presoreseptor dan kemoreseptor: serabut saraf aferen yang
menuju pusat vasomotor berasal dari baroreseptor arteri dan
kemoreseptor aortadan karotis dari korteks serebri.
b) Hipotalamus: Berperan dalam mengatur emosi dan tingkah
laku yang berhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler
c) Serebrum: Mempengaruhi tekanan dari karena penurunan
respons tekanan, vasodilatasi, dan respons depressor
meningkat.
d) Reseptor nyeri: bergantung pada intensitas dan lokasi
stimulus
e) Reflex pulmonal: inflasi paru menimbulkan vasodilatasi
sistemik dan penurunan tekanan darah arteri dan sebaliknya
kolaps paru menimbulkan vasokonstriksi sistemik
2) Sistem humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik,
misalnya rennin-angiotensin, vasopressin, epineprin, asetikolin,
serotonin, adenosine, kalsium, magnesium, hydrogen dan
kalium.
3) Sistem hemodinamik: lebih banyak dipengaruhi oleh volume
darah, susunan kapiler, perubahan tekanan osmotic, dan
hidrostatik bagian luar, dan dalam sistem vaskuler.
4) Sistem limfatik: komposisi sistem limfatik hampir sama dengan
komposisi kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar
limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk
ke dalam aliran darah.

j. Cairan limfatik
Konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan
dari jaringan perifer mendekati nilai rata-rata atau pekat. Pembuluh
limfatik berfungsi sebagai:
1) Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam
sirkulasi darah

21
2) Mengankut limfosit dan kelenjar limfe ke sirkulasi darah
3) Membuat lemak yang sudah diemulsi dari usus ke sirkulasi
darah
4) Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme
5) Menghasilkan zat antibody

2.2 Konsep CHF


2.2.1 Definisi CHF
CHF adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebab
kan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung. CHF dapat disebabkan oleh
gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi distolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
(Sudoyo Aru, dkk 2009).
CHF adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal (Arif Muttaqin. 2009)
CHF adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat. CHF merupakan suatu keadaan
dimana patologisnya yaitu kelainan fungsi jantung yang menyebabkan
kegagalan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
darah yang pada umumnya untuk metabolisme jaringan. Gangguan fungsi
jantung dan metode-metode bantuan sirkulasi ditinjau dari efek-efeknya
terhadap 3 perubahan penentu utama dari fungsi miokardium yaitu
Preload, Afterload dan kontraktilitas miokardium. (Udjianti, 2010 ;
Ruhyanudin, 2007 )
CHF adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan
(Price, 2010).

2.2.2 Anatomi Fisiologi

22
Gambar 2. 5 Struktur ruang jantung
(Sumber: Simon dan Schuster, 2003)
Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak
dirongga dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri
sternum. Jantung terdapat didalam sebuah kantung longgar berisi cairan
yang disebut pericardium.
1. Bentuk Jantung
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya
tumpil (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
2. Letak
Didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrium
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas
diagfragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kota V dan
VI dua jari dibawah papila mamae pada tempet ini teraba adanya
pukulan jantung disebut iktus kordis.
3. Ukuran
Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira – kira 250 – 300 gr.
4. Lapisan
Adapun lapisan jantung terdiri atas:
a. Endokardium

23
Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat
disebelah dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau
selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
b. Miokardium
Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri
dari otot – otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan –
bundalan otot yaitu:
1) Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian kiri / kanan dan
basis kordis yang membentuk serambi / aurikula kordis.
2) Bundalan otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung yang
dimulai dari cincin atrio ventrikuler sampai diapik jantung.
3) Bundaran otot atrio ventrikuler, yaitu merupakan dinding
pemisah antara serambi dan bilik jantung
c. Perikardium
Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang
merupakan selaput pembungkus, terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan parietal dan viseral yaitu bertemu dipangkal jantung
membentuk kantung jantung. Antara dua lapisan jantung ini
terdapat lendir sebagai pelicin untuk menjaga agar pergeseran
antara perikardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap
jantung. Jantung di persyarafi oleh nervus simpatikus / nervus
akselerantis, untuk menggiatkan kerja jantung dan nervus para
simpatikus, khususnya cabang dari nervus vagus yang bekerja
memperlambat kerja jantung.
5. Pergerakan Jantung
Jantung dapat bergerak yaitu mengembang dan menguncup
disebabkan karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan syaraf
otonom. Rangsangan ini diterima oleh jantung pada simpul syaraf yang
terdapat pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut
nodus sino atrial ( sinus knop simpul keith flak). Dari sisi rangsangan
akan diteruskan kedinding atrium dan juga kebagian septum kordis

24
oleh nodus atrio ventrikular atau simpul tawaran melalui berkas
wenkebach.
Dari simpul tewara rangsangan akan melalui bundel atrio
ventrikuler (berkas his) dan pada bagian cincin yaitu terdapat antar
atrium dan ventrikel yang disebut anulas fibrosus, rangsangan akan
terhenti kira – kira 1/10 detik. Seterusnya rangsangan tersebut akan
diteruskan kebagian apeks kordis dan melalui berkas purkinya di
sebarkan ke seluruh dinding ventrikel dengan demikian jantung
berkontrksi. Dalam berkerja jantung mempunyai tiga periode:
Periode konstriksi (periode distol). Suatu keadaan dimana
jantung bagian ventrikel dalam keadaan mengatup. Katup bikus dan
trukuspidalis dalam keadaan tertutup valvula seminularis aorta dan
valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari
ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk keparu – paru
kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir
keaortra kemudian diedarkan keseluruh tubuh.
a. Periode dilatasi (periode diastol). Suatu keadaan dimana jantung
mengambang. Katup bikus dan triskupidalis terbuka, sehingga
darah dari atrium sinistra masuk ventrikel sinistra dan darah dari
atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang
ada paru – paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk
keatrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava
masuk keatrium dekstra.
b. Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi
dimana jantung berhenti kira – kira 1/10 detik. Pada waktu
beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70 – 80 kali / menit.
Pada tiap – tiap kontraksi jantung akan memindahkkan darah ke
aorta sebanyak 60 – 70 cc. Kalau kita bekerja maka jantung akan
lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan
keseluruhan tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan
memeriksa perjalan darah dalam arteri, oleh karena dinding arteri
akan mengembangkan jika ke dalamnya mengalir gelombang

25
darah. Gelombang darah ini menimbulkan denyutnya pada arteri.
Sesuai dengan kuncupnya jantung yang disebut denyut nadi atau
pulse. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi tergantung
dari kembang kempisnya jantung.
6. Siklus Jantung
Pembuluh darah pada peredaran darah kecil, terdiri atas:
a. Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang keluar dari
ventrikel dekstra menuju keparu – paru. Mempunyai dua cabang
yaitu dekstra dan sinestra untuk paru – paru kanan dan kiri yang
banyak mengandung CO2 di dalam darahnya.
b. Vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa darah
dari paru – paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Di dalam
berisi dalam yang banyak mengandung O2. Pembuluh darah pada
peredaran darah besar, yaitu; aorta, merupakan pembuluh darah
arteri yang besar yang keluar dari jantung bagian vantrikel sinistra
melalui aorta asendens lalu membelok ke belakang melalui radiks
pulmonolis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis
menembus diafragma lalu menurun ke bagian perut.
Jalannya arteri terbagi atas tiga bagian;
a. Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya + 5
cm, cabangnya arteri koronaria masuk ke jantung.
b. Arkus aurta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah kekiri, di
depan trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis IV. Cabang –
cabangnya: Arteri brakia sefalika atau arteri anomina, Arteri
subklavia sinistra dan arteri karotis komunis sinistra.
c. Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra
torakalis IV sampai vetebra lumbalis IV.
7. Bunyi Jantung
Bunyi jantung terdengar dua macam suara yaitu bunyi ritma
disebabkan menutupnya katup atrio ventrikel dan bunyi kedua karena
menutupnya katup aorta dan arteri pulmonar setelah kontraksi dari
ventrikel. Bunyi pertama panjang yang kedua pendek dan tajam.

26
8. Daya Pompa Jantung
Dalam keadaan istirahat jantung beredar 70 kali/menit. Pada
waktu banyak pergerakan, kecepatan jantung dicapai 150 kali/menit
dengan daya pompa 20 – 25 liter/menit. Setiap menit sejumlah volume
darah yang tepat sama sekali dialirkan dari vena ke jantung, apabila
pengambalian dari vena tidak seimbang dan vantrikel gagal
mengimbanginya dengan daya pompa jantung jadi membengkak berisi
darah sehingga tekanan dalam vena naik dan dalam jangka waktu lama
bisa menjadi edema.
9. Katup – katup Pada Jantung
Didalam jantung terdapat katup yang sangat penting artinya
dalam susunan peredaran darah dan pergerakan jantung manusia.
a. Valvula trikusvidalis, terdapat antara atrium dikstra dengan
ventrikel dekstra yang terdiri dari 3 katup.
b. Valvula bikuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan
vantrikel sinistra yang terdiri dari 2 katup.
c. Valvula semilunaris arteri pulmanalis, terletak antara ventrikel
dekstra dengan arteri polmunalis dimana darah mengalir menuju
keparu – paru.
d. Valvula semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sinistra dengan
aorta dimana darah mengalir menuju keseluruh tubuh.

2.2.3 Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stress tidak adekuat
dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah CHF. Jika
reverasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ
vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap
CHF meliputi:
1. Meningkatnya aktivitas adregenik simpatis

27
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi nerohormon.
3. Hipertrofi ventrikel.
4. Volume cairan berlebih
Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini
dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung bisanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya CHF, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang
efektif.
1. Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekucup pada gagal jantung akan mem
bangkitkan respon simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari
sarafsaraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung akan
meningkat secara maksimal untuk mempertahankan curah jantung.
Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organorgan yang rendah metabolismennya seperti kulit dan
ginjal.
Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat
dipertahankan. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke
sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan konstraksi
sesuai dengan hukum starling. Pada keadaan CHF, baroreseptor
diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada
jantung, ginjal, dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat
meningkatkan aktivitas simpatis tersebut. Aktivitas system saraf
simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan
vasokonstriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas
simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot
jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang

28
menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium
menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
2. Peningkatan Beban Awal Melalui Sistem RAA
Aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA)
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan
volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini
akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA
pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan untuk
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta
mempertahankan tekanan darah.
Renin merupakan enzim yang disekresikan oleh sel-sel
juxtaglomelurus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal aferen
dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal. Renin
merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar
berasal dari hati) menjadi angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada
membran plasma sel endotel akan memecahkan dua asam amino dan
angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II
memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostatis
sirkulasi yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi
sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga mentimulasi korteks adrenal untuk mensekresi
aldosteron, yang akan merangsang reabsorpsi natrium (dalam
pertukaran dengan kalium) pada bagian distal dari nefron, serta diusus
besar, kelenjar air ludah dan kelenjar keringat. Renin disekresi pada
keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium dan
peningkatan aktivitas simpatis ginjal (Stephen G. Ball et al. , 1996).
Angiotensin I sebagian besar diubah di paru-paru menjadi
angiotensin II, suatu zat presor yang paten oleh angiotensin converting
enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada
sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim

29
non-spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotensin II memegang
peran utama dalam SRAA karena meningkatkan tekanan darah dengan
beberapa macam cara seperti: vasokonstriksi, retensi garam dan cairan
serta takikardia.
Peptida natriuretik atrial (PNA) disekresikan oleh jantung
kemudian masuk kedalam sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi
oleh peningkatan pada dinding atrium atau vertikel, biasanya akibat
peningkatan tekanan atrium dan vertikel. PNA menyebabkan dilatasi
dari arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta
meningkatkan ekresi garam dan air.
3. Hipertrofi Ventrikel
Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi
ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding vertikel. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung
pada jenis beban hemodinamil yang mengakibatkan gagal jantung.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Sebagai contoh,
suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan
disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran
ruang di dalamnya. Respon miokardium terhadap beban volume
seperti pada regugistasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan
bertambahannya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan
akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial.
4. Volume cairan berlebih
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume
sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak
pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume
sekuncup dicapai dengan peningkatan jumlah sarkomer seri, yang akan
menyebabkan peningkatan volume vetrikel. Pelebaran ini
membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat
menimbulkan tekanan intravertikel yang sama sehingga membutuhkan
peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi

30
peningkatan ketebalan dinding vertikel kiri. Jadi volume cairan
berlebih menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentik.

31
2.2.4 Etiologi
Faktor-faktor yang mengganggu pengisian vertikel seperti stenosis
katup atrioventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-
keadaan seperti pericarditis konstritif dan temponade jantung
mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan efek seperti gangguan
pada pengisian vertikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali
tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan berbagai
mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung;
efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai
gangguan patofisiologis. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan
gagal jantung melalui penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa
aritmia, infeksi, sistemis, infeksi paru-paru, dan emboli paru.
2.2.5 Manifestasi klinis
1. Kriteria mayor
a. Proksimal nocturnal dyspnea
b. Distensia vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
2. Kriteria minor
a. Edema ekstermitas
b. Batuk malam hari
c. Dipnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120/menit)

32
3. Major atau minor
Penurunan BB ≥ 4. 5 kg dalam 5 hari pengobatan diangnosa
gagal jantung ditegakan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Pada anak dan bayi:
a. Takikardi (denyut jantung > 160 kali / menit pada anak umur
dibawah 12 bulan;> 120 kali/menit pada umur 12 bulan-5 tahun
b. Hepatomegali, peningkatan vena jugularis dan edema perifer
(tanda kongestif)
c. Irama derap dengan crakles/ronki pada basal paru
d. Pada bayi-napas cepat (atau berkeringat, terutama saat diberi
makanan pada anak yang lebih tua-edema kedua tungkai, tangan
atau muka, atau pelebaran vena leher.
e. Telapak tangan sangat pucat, terjadi bila gagal jantung disebabkan
oleh anemia.
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA)
a. Kelas I: Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan keletihan atau dispnea.
b. Kelas II: sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat,
tetapi aktifitas fisik biasa menyebabkan keletihan atau dyspnea.
c. Kelas III: keterbatasan nyata aktifitas fisik tanpa gejala. Gejala
terjadi bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik di lakukan, gejala
meningkat.
d. Kelas IV: Tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala.
Gejala terjadi bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas fisik
dilakukan, gejala meningkat.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi akut gagal jantung meliputi:
1. Edema paru
2. Gagal ginjal akut
3. Aritmia

33
Komplikasi kronis meliputi:
1. Intoleransi terhadap aktivitas
2. Gangguan ginjal
3. Kakeksia jantung
4. Kerusakan metabolik dan Tromboembolisme

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan
diagnostik yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya
tidak invasiv dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi
jantung. Dengan adanya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D, dan
Doppler, maka pemeriksaan invasive lain tidak lagi diperlukan.
Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa
kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis
seluruh dinding vertikel.
2. Rontgen toraks
Foto Rontagen posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang
menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya
diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran
pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG meskipun memberikan informasi yang
berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran
spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai
bahwa hasil diagnosis salah. Pada pemeriksaan EKG untuk klien
dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti berikut
ini.
1) Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukan
disfungsi ventrikel kiri kronis.

34
2) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan
segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik.
3) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang terbalik, menunjukkan
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
4) Aritmia
5) Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
vertikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

2.2.8 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen ditujukkan pada klien gagal jantung disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan
miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Pengunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, sangat
dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami
unloaded (penurunan afterload-beban akhir), dengan adanya
vasodilatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan
menurunkan pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular
pulmonal dan beratnya vertikel kiri dan penurunan pada konsumsi
oksigen miokardium.
3. Terapi Diuretik
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan
garam dan air serta diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar
menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik
memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
Jika garam natrium ditahan, air juga akan tertahan dan tekanan
darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan
pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, termasuk kalium, magnesium,
klorida dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekresi kalium

35
digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium, dan diuretik
yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium.
4. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digitalis diberikan dalam dosis yang sangat besar dan dengan cepat
diulang. Klien dengan gagal jantung lebih berat mungkin mendapat
keuntugan dengan terapi digitalis jangka panjang. Mempertahankan
kadar obat serum 1, 54 sampai 2, 56 nmol/liter.
5. Inotropik positif
Dopamin bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut
jantung pada keadaan bradikardi di saat tropin tidak menghasilkan
kerja yang efektif pada dosis 5-20 mg/kg/menit. Dopamin sering kali
diberikan dalam bentuk campuran dengan konsentrasi 400-800 mg
dalam 250 mi dekstrosa 5% dalam air dan diberikan secara IV melalui
pompa infus volumetrik untuk mendapatkan dosis yang akurat.
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja
beta 1 adrenergik. Dobutamin yang sering digunakan adalah 1000 mg
dicampur dalam 250 mi dekstrosa 5% dalam air atau normalsalin.
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedative untuk
mengurangi kegelisahan dapat diberikan. Dosis phenobarbital 15-30
mg empat kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan klien dan
memberi relaksasi pada klien.
7. Diet
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara sesuai
dengan selera dan pola makan klien dan pembatasan natrium.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama

36
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas
dan sesak napas.
3. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik
klien Secara PQRST, yaitu:
a. Provoking Incident: kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
b. Quality of pain: seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan
alat atau otot bantu pernapasan)
c. Region radiation, relief
d. Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami
organ.
e. Time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istiahat maupun saat
beraktivitas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, diabetes mellitus, dan hiperpidemia. Tanyakan mengenai
obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu dan masih
relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini meliputi diuretik, nitrat,
penghambat beta, dan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu, alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang
timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi dengan efek samping
obat.
5. Riwayat keluarga

37
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya.
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan
jenis rokok.
7. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan
yang tak perlu, khawatir dengan keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas,
kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada
diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga,
pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan stressor
yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat ditandai dengan insomnia atau tampak
kebinggungan.
8. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi system saraf pusat.
9. Keadaan umum

38
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya
didapatkan kesadaran yang baik atau compos metis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.

39
a. B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea,
ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.
2) Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal,
dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan
udara yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien
mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang
disebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat
harus menetukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan
dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat
tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh bila klien
menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat
tidur. Tetapi, perawat harus menenyakan alasan klien tidur
dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa
ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini
dan telah dilakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan
jantung, kondisi ini tidak tepat dianggap sebagai ortopnea.
4) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular
pulmonal yang sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan
gejala dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya
kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti
mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.

40
5) Edema pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi
bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular
(kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, terdapat transduksi
cairan ke dalam alveoli, yang sebaliknya menurunkan
tersediannya area untuk transport normal oksigen dan
karbondioksida masuk dan keluar dari darah dalam kapiler
pulmonar. Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat,
batuk, ortopnea, ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan
bunyi pernapasan, sangat sering nyeri dada dan sputum
berwarna merah mudah, dan berbusa dari mulut. Ini
memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani.
b. B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik, dan adanya edema ekstermitas
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume
sekucup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup
4) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
5) Penurunan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga
dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan

41
dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah,
mudah lelah, apatis letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit
memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin
timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien. curah jantung rendah kronis
dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak
spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis atau
keluhan fungsional.
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan vertikel kiri yang
dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung
ketiga dan keempat (S3, S4) dan crakles pada paru-paru. S4
atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti
konstraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell
stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung.
Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi
jantung petama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti
kegagalan kongestif, tetapi bunyi jantung pertama (S1) dan
tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi
dapat menunjukkan adanya penurunan complains (peningkatan
kekakuan) miokardium. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada
klien dengan infark miokardium akut. S3 terdengar pada awak
diastolik setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan
dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini
juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
diletakkan tepat apeks, akan lebih baik dengan posisi klien
berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi. Crackles atau
ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal vertikel kiri.
Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung,
klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan

42
membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi
karena berada di bawah diafragma.
7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan
sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan
kegagalan pompa meliputi konstraksi atrium prematur,
takikardia atrium proksimal, dan denyut vertikel prematur.
Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus
berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya, kemudian terapi dapat direncanakan dan
diberikan dengan tepat.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila vertikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan
terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada
diastolik akhir vertikel kanan, tahanan untuk mengisi vertikel,
dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan
tekanan ini sebaiknya memantulkan ke hulu vena kava dan
dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena
jugularis. Klien diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur
dengan kepala tempat tidur ditinggikan antara 30 sampai 60
derajat, kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan
meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di
atas batas atas klavikula, namun pada klien gagal vertikel
kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar 1 sampai 2 cm.
9) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan
berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan
dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung
dan otak untuk mempertahankan perfusi organ-organ seperti

43
kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin
karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan
terjadi sianosis.
10) Perubahan nadi.
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau
takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bemakna dari curah sekuncup dan
adanya vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi
(perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik), sehingga
menghasilkan denyut yang lemah atau theready pulse.
Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih
berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat
timbul pulsus alternans (suatu perubahan kekuatan denyut
arteri). Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi
mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke
denyut pada curah sekuncup.
c. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif
klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
1) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses

44
ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen,
yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafargma dan distress pernapasan.
2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
f. B6 (Bone)
1) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung
ditandai dengan gagal vertikel kanan. Akibat ini terutama lansia
yang menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi dengan
kaki tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan
subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena pimer seperti varikositis, edema pergelangan
kaki dapat terjadi yang mewakili faktor ini daripada kegagalan
ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan
kegagalan di vertikel kanan, bergantung pada lokasinya. Bila
klien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer
pada pegelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas
tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di
tempat tidur, bagian yang bergantung adalah area sacrum.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstermitas
bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan piting
edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran
hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta
kelemahan. Edema sakral sering jarang terjadi pada klien yang
berbaring lama. Pitting edema adalah edema yang akan tetap
cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan
akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal 4, 5 kg.

45
46
2) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan
dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan
dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka
menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat
dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau
anoreksia.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b. d penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduki ektrikal.
2. Nyeri dada b. d kurangnya suplai darah ke miokardium, perubahan
metabolisme, peningkatan produksi asam laktat
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial
4. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru
5. Resiko tinggi gangguan perfusi perifer b. d menurunnya curah jantung
6. Resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak.
7. Resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
kelebihan cairan sistemis akibat sekunder dari penurunan curah
jantung, gagal jantung kanan.
8. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen jaringan yang kebutuhan akibat sekunder dari
penurunan curah jantung.

47
9. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
10. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan
adanya sesak nafas
11. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan
12. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan
status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan
13. Resiko tinggi konstipasi yang berhubungan dengan penurunan intake
serat dan penurunan bising usus.
14. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
15. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan
tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

2.3.3 Intervensi
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b. d penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduki
ektrikal.
Ditandai dengan: Peningkatan frekuensi jantung (takikardia), disritmia,
perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah
(hipotensi/hipertensi), bunyi jantung ekstra (S3, S4) tidak terdengar,
penurunan output urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin (kusam),
diaphoresis, otopnea, krakles, distensi vena jugularis, pembesaran
hepar, edema ekstermitas, dan nyeri dada.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 Jam, penurunan curah jantung dapat teratasi
dan tanda vital dalam batas yang diterima (disritmia terkontrol atau
hilang), dan bebas gejala gagal jantung (parameter hemodinamika
dalam batas normal), output urine adekuat.
b. Kriteria evaluasi
Klien akan melaporkan penurunan episode dispneu, berperan
dalam aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung,

48
tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg, nadi
80x/menit), tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung
teratur, CRT kurang dari 3 detik, produksi urine > 30 mi/jam
c. Intervensi
1) Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung
Rasional: kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan
dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
2) Periksa keadaan klien dengan mengaukultasi nadi apical, kaji
frekuensi, irama jantung (dokumentasi disritmia, bila tersedia
telemetri)
Rasional: biasanya terjadi takikardi meskipun pada saat
istirahat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel, KAP, PAT, MAT, PVC, dan AF disritmia umum
berkenan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi.
3) Catat bunyi jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah kaena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai
aliran darah yang mengalir ke dalam serambi yang mengalami
distensi, mumur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral
4) Palpasi nadi perifer
Rasional: penurunan curah jantung dapat ditunjukkan dengan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post
tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur saat
dipalpasi dan gangguan pulpasi (denyut kuat disertai dengan
denyut lemah) mungkin ada.
5) Pantau adanya output urine, catat jumlah dan kepekatan/
konsentrasi urine.
Rasional: ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung
dengan mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine biasanya
menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke

49
jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga
cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
6) Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal
Rasional: karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-
benar istirahat saat proses pemulihan seperti luka pada patah
tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah dengan
mengistirahat kan klien, sehingga melalui in aktivitas,
kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah baring
merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung
kongestif, khususnya pada tahan akut dan sulit disembuhkan.
Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada
jantung, tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja
dengan menurunkan volume intravascular induksi diuresis
berbaring, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan TD.
7) Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-0 inci) atau klien didudukkan di
kursi.
Rasional: untuk mengurangi kesulitan bernafas dan dan
mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat
mengurangi kongesti paru.
8) Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, depresi.
Rasional: dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
akibat sekunder dan penurunan curah jantung.
9) Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
Rasional: Stress emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang
terkait dan meningkatkan TD dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
10) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
indikasi.
Rasional: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokrdium melawan efek hipoksia/iskemia.

50
11) Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu
melakukan BAB dan mengepal-ngepalkan tangan.
Rasional: berjongkok meningkatkan aliran balik vena dan
resistensi arteri sistemis secara stimulan menyebabkan
kenaikan volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan atrial.
Peregangan ventrikel kiri bertambah akan meningkatkan beban
kerja jantung secara timulan. Latihan isometrik/ mengepal-
ngepalkan tangan secara terusmenerus 20-30 detik
meningkatkan retensi aterial sistemis, TD, dan ukuran jantung
dan akan meningkatkan beban kerja jantung.
12) Kolaborasi untuk pemberian diet jantung
Rasional: mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot
jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan
selera dan pola makan klien.
13) Kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional: untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
a) Diuretik, Furosemid (Lasix), Sprironolaktor (aldakton)
Rasional: obat yag dapat menurunkan preload Vasodilatator
b) Nitrat (isosorbide, dinitrat, isordil)
Rasional: untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan
volume sirkulasi dan tahan vaskuler sistemik/ antridiatol
kerja ventrikel.
c) Digoxin (lanoxin)
Rasional: untuk meningkatkan kekuatan miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung, menurunkan volume
sirkulasi dan tahan vaskuler sistem
d) Captropil (capoten), Lisinopril (prinvil), Enapril (vasotec)
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium
dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlambat periode refaktori angiotensin
dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, svr, dan TD.

51
52
e) Morfin sulfat
Rasional: menurunkan kerja miokardium, menurunkan
cemas, dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik,
pengeluaran katekolmin, vasokonstriksi.
f) Tranqulizer/sedatife
Rasional: meningkatkan istirahat dan menurunkan
kebutuhan oksigen dan kerja miokardium.
g) Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin
(Coumadin)
Rasional: untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli
pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring,
disritmia jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
h) Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai
dengan indikasi, hindari cairan garam.
Rasional: karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
klien tidak dapat menoleransi peningkatan volume cairan
(preload), klien juga mengeluarkan sedikit natrium, yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja
miokardium.
14) Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto Rontagen
toraks Rasional: depresi segmen ST dan datarnya gelombang T
dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto
rontagen toraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan


perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat
penurunan respon sesak napas

53
b. Kriteria evaluasi
Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara
objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20
x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu nafas, analisa gas darah
dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit.
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam
pertukaran gas.
2) Pantau saturasi (oksimetri), Ph, Be, HCO3 dengan analisa gas
darah.
Rasional: untuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada jaringan
sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran oksigen.
3) Koreksi keseimbangan asam basah
Rasional: mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi
pernapasan.
4) Cegah atelectasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam
Rasional: kongesti yang berat kan memperburuk proses
penukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
5) Kolaborasi:
a) RL 500 cc/ 24c jam
b) Digoxin 1-0-0
Rasional: meningkatkan kontraktilitas otot jantung
sehingga dapat mengurangi timbulnya edema sehingga
dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
c) Furosemide
Rasional: membantu mencegah terjadinya retensi cairan
dengan menghambat ADH.

54
3. Resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
kelebihan cairan sistemis akibat sekunder dari penurunan curah
jantung, gagal jantung kanan.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
sistemis.
b. Kriteria evaluasi
Klien tidak sesak napas, edema ekstermitas berkurang, pitting
edema (-), produksi urine > 600 mi/hr.
c. Intervensi
1) Kaji adanya edema ekstermitas
Rasional: dugaan adanya gagal jantung kongestif/kelebihan
volume cairan.
2) Kaji tekanan darah
Rasional: sebagai salah satu cara untuk mengetahui
peningkatan jumlah cairan yang dapat peningkatkan jumlah
cairan yang dapat meningkatkan beban kerja jantung dan dapat
diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
3) Kaji distensi vena jugularis
Rasional: peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan vena jugularis
4) Ukur intake dan output
Rasional: penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/ air, dan penurunan output urine.
5) Timbang berat badan
Rasional: perubahan berat badan yang tiba-tiba menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
6) Beri posisi yang membantu drainase ekstermitas, lakukan
latihan gerak pasif.
Rasional: meningkatkan aliran balik vena dan mendorong
berkurangnya edema perifer.

55
7) Kolaborasi
a) Berikan diet tanpa garam
Rasional: natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardium.
b) Beriakan diuretik contoh : furosemide, sprinolakton,
hipdronolakton.
Rasional: diuretik bertujuan untuk menurunkan volume
plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c) Pantau data laboratorium elektrolit kalium.
Rasional: hipokalemia dapat membatasi efektifitas terapi

4. Resiko tinggi gangguan perfusi perifer b. d menurunnya curah


jantung
a. Tujuan
Dalam waktu 2x24 jam, perfusi perifer meningkat.
b. Kriteria evaluasi:
Klien tidak mengeluh pusing, tanda vital dalam batas normal, CRT
<3 detik, urine > 600 ml/hari.
c. Intervensi
1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan
berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
Rasional: hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi
vertikel, hipertensi juga merupakan fenomena umum
berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin.
2) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaphoresis
secara teratur.
Rasional: mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan
tahanan perifer.
3) Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang selang nasogastric.

56
Rasional: mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi
saluran pencernaan serta dampak penurunan elektrolit.
4) Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
Rasional: sebagai dampak gagal jantung kanan berat akan
ditemukan adanya tanda kongesti pada hepar.
5) Pantau output urine
Rasional: penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produki urine
<600 mI/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok
kardigenik.
6) Catat mumur
Rasional: menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung
(kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot papilaris).
7) Perlu frekuensi jantung dan irama
Rasional: perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan
komplikasi disritmia.
8) Beri makanan kecil dan mudah dikunyah, batasi intake kafein
Rasional: makanan besar dapat meningkatkan kerja jatung.
Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga
meningkatkan frekuensi jntung.
9) Kolaborasi: pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV)
sesuai indikasi
Rasional: jalur yang paten penting untuk pemberian obat
darurat.

5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara suplai oksigen jaringan yang
kebutuhan akibat sekunder dari penurunan curah jantung.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 Jam terdapat respons perbaikan dengan
meningkatnya kemampuan beraktivitas klien.
b. Kriteria evaluasi

57
Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala
yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur, klien tidak
mengalami sesak napas akibat sekunder dari beraktivitas.
c. Intervensi
1) Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD, selama dan
sesudah aktivitas.
Rasional: respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas
senggag yang tidak berat
Rasional: menurunkan kaji miokardium dan konsumsi oksigen
3) Anjurkan menghindari prilaku yang meningkatkan tekanan
abdomen seperti mengejan saat defekasi.
Rasional: mengejan dapat mengakibatkan konstraksi otot dan
vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat meningkatkan
preload, tahanan vascular sistemis, dan beban jantung.
4) Berikan diet sesuai program (pembatasan air dan natrium)
Rasional: mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan
kontraktilitas jantung.
5) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Rasional: meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
kebutuhan jantung sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sehubungan dengan terjadinya iskemia.

6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian,


penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau
perubahan kesehatan
a. Tujuan
Setelah 2x24 Jam di rawat, kecemasan berkurang
b. Kriteria evaluasi
Tidur 6-8 jam/hari, gelisah hilang, klien kooperatif,
mengungkapkan perasaannya pada perawat tentang tindakan yang

58
diprogramkan, klien dapat mengindentifikasikan penyebab atau
faktor yang mempengaruhinya, menyatakan ansietas
berkurang/hilang.

c. Intervensi
1) Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
Rasional: tingkat kecemasan dapat berkembang ke panik yang
dapat merangsang respon simpatik dengan melepas
katekolamin. Ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan
jantung akan oksigen.
2) Temanin klien selama periode kecemasan tinggi, beri kekuatan,
gunakan suara tenang.
Rasional: pengertian yang empati merupakan pengobatan dan
mungkin meningkatkan kemampuan koping klien.
3) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan
Rasional: orientasi dapat menurunkan kecemasan
4) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
ansietasnya
Rasional: dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan
5) Lakukan pendekatan dan konsumsi
Rasional: membina saling percaya
6) Beri kesempatan pada orang terdekat untuk mendampigi klien
Rasional: respon terbaik adalah klien mengungkapkan perasaan
yang dihadapinya. Keluarga dapat membantu klien untuk
mengungkapkan perasaan kecemasan
7) Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab serta
penanganan yang akan dilakukan
Rasional: untuk memberikan jaminan kepastian tentang
langkahlangkah tindakan yang akan diberikan sehingga klien
dan keluarga mendapatkan informasi yang lebih jelas.

59
8) Kolaborasi: berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi
contohnya diazepam
Rasional: meningkatkan relaksasi dan menunjukan kecemasan.
7. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang
berhubungan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang
sesuai.
a. Tujuan
Dalam waktu 1x24 jam, klien mengenal faktor-faktor yang
menyebabkan peningkatan resiko kekambuhan.
b. Kriteria evaluasi
Klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk
melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menerima
perubahan pola hidup yang efektif, klien mampu mengulang
faktor-faktor risiko kekambuhan.
c. Intervensi
1) Identifikasi faktor yang mendukung pelaksanaan terapeutik
Rasional: keluarga terdekat apakah istri/suami atau anak yang
mampu mendapat penjelasan dapat menjadi pengawas klien
dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien di
rumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien.
2) Berikan penjelasan penatalaksanaan teraputik lanjutan
Rasional: setelah mengalami serangan akut, perawat perlu
menjelaskan penatalaksanaan lanjutan dengan tujuan dapat
membatasi progesivitas kegagalan jantung, meningkatkan
perawatan diri, menurunkan kecemasan, mencegah aritmia dan
komplikasi.
3) Menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan sarana
kesehatan dimasyarakat
Rasional: untuk memudahkan klien dalam memantau status
kesehatannya.
4) Ajarkan strategi menolong diri sendiri, ajurkan untuk
memantau berat badan pada saat bangun tidur, sebelum makan

60
pagi, dengan pakaian yang sama dan dengan timbangan yang
sama, melaporkan peningkatan berat badan yang melebihi 1, 5
kg dalam 1 minggu (tanpa perubahan pola makan)
5) Mengikuti latihan fisik rutin.
Rasional: latihan fisik rutin secara bertahap memberikan
adaptasi pada ventrikel kiri dalam melakukan kompensasi
kebutuhan suplai darah otot rangka.
6) Beri penjelasan tentang pemakaian obat nitrogliserin
Rasional: minum obat nitrogliserin (vasodilatasi perifer dan
koroner) 0, 4-0, 6 mg tablet secara sublingual 3-5 menit
sebelum melakukan aktivitas dengan tujuan untuk
mengantisipasi serangan angina. Klien dianjurkan untuk selalu
membawa obat tersebut setiap berada diluar rumah walaupun
klien tidak merasakan gejala dari angina.
7) Hindari merokok
Rasional: merokok akan meningkatkan adhesi trombosit dan
merangsang pembentukan trombus pada arteri coroner. Hb
lebih mudah berikatan dengan monoksida dibandingkan dengan
oksigen sehingga akan menurunkan suplai oksigen secara
umum, nikotin dan tar mempunyai respon terhadap sekresi
hormon vasokonstriktor sehingga akan meningkatkan beban
kerja jantung.
8) Pendidikan kesehatan diet
Rasional: merupakan faktor prespitasi serangan sesak nafas dan
edema ekstermitas.
9) Manuver dinamik
Rasional: klien menghindari seperti berjongkok, mengejan, dan
terlalu menahan nafas, serta klien dianjurkan untuk
menggunakan laktstif saat defekasi agar terhindar dari angina.
10) Pendidikan kesehatan seks

61
Rasional: jika hubungan seks merupakan prepistasi angina
maka klien sebelum melakukan aktivitas seksual dianjurkan
untuk meminum obat nitrogliserin atau sedative atau keduanya.

62
11) Stres emosional
Rasional: serangan sesak napas akibat gagal jantung kiri lebih
mudah sering terjadi pada klien yang mengalami kecemasan,
ketegangan, euforia atau kegembiraan yang berlebihan klien
diberi obat sedative untuk mengurangi stress emosional
12) Beri dukungan secara fisiologis
Rasional: dapat membantu meningkatkan motivasi klien dalam
mematuhi aturan terapeutik.

2.3.4 Implementasi
1. Mengkaji skala nyeri
2. Mengobservasi tanda tanda nyeri
3. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat analgetik
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5. Melakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.

2.3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung
1. Bebas dari nyeri
2. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
a. Tanda-tanda vital kembali normal
b. Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d. Tidak sesak
e. Edema ekstermitas tidak terjadi
3. Menunjukkan peningkatan curah jantung
4. Menunjukkan penurunan kecemasan
5. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya`
a. Mematuhi semua aturan medis
b. Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri
menetap atau sifatnya berubah.

63
c. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-
tanda bebas dari komplikasi
d. Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung
e. Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi
f. Mematuhi program perawatan diri
g. Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi Kebiasaan
sehari-hari penyesuaian gaya hidup.

2.4 Konsep Hipertensi


2.4.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan dari tekanan systolik diatas standar
dihubungkan dengan usia. Tekanan darah normal adalah refleksi dari
kardiaouput (denyut jantung dan volume strocck) dan resistisensi
peripheral. Perubahan satu dari beberapa faktor denyut jantung, volume
strock atau akan resistensi peripheral oleh karena berubahnya hasil dalam
tekanan darah sistemik arterial. Diagnosa dari hipertensi pada orang
dewasa dibuat ketika dari dua atau lebih tekanan darah diastolik terbaca
pada dua kejadian yang berbeda adalah 90 mmHg.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan
sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

2.4.2 Etiologi
1. Faktor genetik: terbukti bahwa faktor ini merupakan faktor
predisposisi bagi individu untuk menderita hipertensi.
2. Karakteristik: faktor-faktor yang terdapat pada individu yang
terpenting untuk terjadinya hipertensi adalah umur, jenis kelamin dan
ras.
3. Stress: peranan stress dalam menimbulkan hipertensi sukar dinilai,
sudah lama diketahui bahwa stress akut dapat meningkatkan darah
untuk sementara, stress merupakan sesuatu yang sering dihubungkan
dengan kegiatan.

64
4. Merokok: dalam kasus hipertensi seorang perokok mempunyai risiko
yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak merokok.
5. Obesitas: kelebihan berat badan atau kenaikan berat badan di atas
beberapa standar yang ditetapkan, biasanya didefinisikan dalam
hubungan tinggi badan.
6. Garam: penyakit hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku
bangsa dengan asupan garam yang minimal.
7. Konsumsi alkohol: perlu diperhatikan oleh penderita penyakit
kardiovaskuler adalah konsumsi alkohol, karena adanya bukti yang
saling tolak belakang antara keuntungan dan risiko minum.
8. Olahraga: kurangnya olahraga atau aktivitas fisik adalah kontribusi
utama pada obesitas, diabetes dan hipertensi.
9. Usia: paling tinggi kejadian pada usia 30-40 thn. Kejadian dua kali
lebih besar pada orang kulit hitam, dan lima kali lebih besar untuk
wanita kulit hitam.
10. Jenis kelamin: komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki
11. Riwayat keluarga: 75% pasien hipertensi mempunyai riwayat keluarga
hipertensi
12. Serum lipid: meningkatnya triglycerida atau koletrol meninggi resiko
dan hipertensi.
13. Diet: meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko meninggi
pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet tinggi kalori.

2.4.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi primer tidak diketahui meskipun telah banyak
penyebab yang dapat diidentifikasi. Penyakit ini memungkinkan banyak
faktor dan termasuk:
1. Aterosklerosis
2. Meningkatnya pemasukan sodium
3. Baroreceptor
4. Renin secretion
5. Renal exoretion dari sodium dan airr

65
6. Faktor genetik dan lingkungan
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan
ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah.
Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi
pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu
juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.

66
2.4.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi:
a. meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg
b. sakit kepala
c. epistaksis
d. pusing/migrain
e. rasa berat ditengkuk
f. sukar tidur
g. mata berkunang kunang
h. lemah dan lelah

67
i. muka pucat suhu tubuh rendah.

2.4.5 Pemeriksaan diagnostik


Pemeriksaan laboratorium rutin ysng dilakukan sebelum memulai
terapi bertujuan untuk menean pemeriksaan lain seperti ntukan adanya
kerusakan organdan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasannya di periksa, urinaria, darah ferifer lengkap, kimia darah(kalum,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolestrol total, kolestrol HDL dan
EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemriksaan lain seperti
klirenskreatini, protein, urine 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH dan
echokardiografi(mansjoerr A, dkk, 2001)

2.4.6 Pemeriksaan penunjang


1. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN (blood urea nitrogen) / kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
3. Glucosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
5. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6. EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
8. Foto dada: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung
9.
2.4.7 Penatalaksanan medis

68
Tujuan dari pada penatalaksaan hipertensi adalah menurunkan resiko
penyakitkardiovaskuler dan morbilitas yang berkaitan. Sedangkan tujuan
terapi pada penderita hpertensi adalah mencapai dan mempertahankan
tekanan sistolik di bawah140 mmHg dan tekanan distolikdi bawah 90
mmHg dan mengontrol adanya resiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gayaa hidup saja atau dengan obatantihipertensi (mansjoer A,
dkk, 2001). Kelompok resiko di kategorikan menjadi:
1. Pasien dengan tekanan darah perbatasan atau tingkat 1, 2, 3 tanpa
sengaja penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ atau fakor resiko
lainnya. Bila denganmodifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat
di turunkan maka harus diturunkan obat anti hipertensi.
2. Pasien Tanya penyakit kardiovaskular atau kerusakn organ lainnya,
tetapi memiliki satu tau lebih factor resiko yang terera di atas, namun
bukan diabetesmellitus. Jika terdapat beberapa factor maka harus
langsung di berikan obat antihipertensi.
3. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskular atau kerusakan
organyang jelas, factor resiko: usia lebih dari 60 tahun, merokok,
dislipedemia, diabetesmellitus, jenis kelamin (pria dan wanita
menopause), riwayat penyakitkardiovaskular dalam keluarga.
4. Kerusakan organ: penyakit jantung ( hpertrofi ventrikel kiri, infark
miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat revaskularisai
korener, stroke, transientischemic attack, nefropati, penyakit arteri
perifer dan retinopati). (mansjoer A, dkk, 2001)
2.4.8 Terapi medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis:
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas

69
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan
seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat–
obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.

2.4.9 Komplikasi
Pada jadi pada hipertensi berat yaitu apabila tekanan darah diastolic
sama atau lebih besar dari 130 mmHg, atau kenaikan tekanan darah yang
terjadi secara mendadak, Komplikasi hipertensi antara lain:
1. Arterosklorosis
Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan
menderita arterosklorosis. Arterosklorosis merupakan suatu penyakit
pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal
karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan
keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah
mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah terus menerus
tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit
dan aliran darah menjadi tidak lancar
2. Jantung
Jantung berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Untuk itu
otot jantungmemerlukan oksigen dan zat gizi yang cukup. Zat gizi dan

70
oksigen diangkut olehdarah melalui pembuluh darah. Persoalan akan
timbul bila terdapat halangan ataukelainan dipembuluh darah, yang
berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untukmenggerakan
jantung secara normal.
3. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada
dinding pembuluhdarah sehingga dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan pembuluh darah akanmudah pecah. Pada kasus seperti itu,
biasanya pembuluh darah akan pecah akibatlonjakan tekanan darah
yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah diotak dapat
menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan
oksigendan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut
menjadi kekurangan zatgizi dan akhirnya mati.
4. Mata: berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan.
5. Ginjal: berupa gagal ginjal
6. Jantung: berupa payah jantung, jantung koroner.
7. Otak: berupa pendarahan akibat pecahnya mikro anerisma yang dapat
menggakibatkan kematian, iskemia dan proses emboli (mansjoer,
2001)
8. Gagal jantung
Penyakit pembuluh darah perifer (misal gejalanya semutan)
Sering dirujuk pada penyakit organ akhir
9. Hipertensif encephal
2.4.10 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis atau penanganan yang tepat bagi penderita
hipertensi sebagai berikut:
1. Terapi Non Farmakologis
Pencegahan dan manajemen hipertensi lebih utama ditekankan
pada perubahan gaya hidup dan pengaturan diet.
a. Diet

71
Diet untuk hipertensi membatasi konsumsi garam, makanan
asin, meningkatkan konsumsi sayuran dan buah sebagai sumber
utama kalium. Diet yang banyak mengonsumsi buah-buahan,
sayuran, dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh (diet DASH)
dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, terapi tambahan yang
perlu dilakukan untuk mencegah atau mengurangi hipertensi, yaitu:
1) Kurangi berat badan jika berlebih
2) Batasi asupan alkohol, etanol tidak lebih dari 1 oz (30 ml), bir
(missal 24 oz (720 ml), anggur 10 oz (300 ml) atau wiski 2 oz
(60 ml) tiap hari atau 0, 5 oz (15 ml) etanol tiap hari untuk
wanita dan orang dengan berat badan yang lebih ringan
3) Tingkatkan aktivitas fisik aerobic (30-45 menit hampir tiap
hari dalam satu minggu)
4) Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/hari (2, 4
gram natrium atau 6 gram natrium klorida)
5) Pertahankan asupan kalium yang adekuat dalam diet (kira-kira
90 mmol/hari)
6) Pertahankan intake kalsium dan magnesium yang adekuat
dalam diet untuk kesehatan secara umum
7) Berhenti merokok dan kurangi asupan lemak jenuh dalam diet
dan kolesterol untuk kesehatan kardiovaskuler secara
keseluruhan.
Berikut merupakan beberapa contoh makanan yang
diperbolehkan dan dihindarkan untuk dikonsumsi diantaranya:

Tabel 2.1
Contoh Makanan Yang Diperbolehkan Dan Dihindarkan
Sumber Bahan Makanan yang Makanan yang Harus
Makanan Diperbolehkan Dihindarkan
Protein nabati Tahu, tempe, kacang Keju, kacang tanah,
hijau, kacang kedelai, kacang asin, tauco,
kacang tolo, kacang tahu asin

72
tanah, kacang kapri, dan
kacang lain yang segar
Lemak Santan encer, minyak Salad dressing,
mentega tanpa garam mentega margarine,
lemak hewan
Sayuran Semua sayuran segar Sayuran yang
diawetkan: sawi asin,
acar, asinan, sayuran
dalam kaleng
Buah-buahan Semua buah-buahan Buah yang diawetkan
segar menggunakan zat
pengawet: buah
kering, buah kaleng
Bumbu Semua bumbu dapur Garam dapur, MSG,
kecap, saus tomat
botol, saus cabai,
pengempuk daging,
maggi, terasi, soda kue,
petis, saus tiram
Minuman Teh, kopi encer Cokelat, cafein,
alcohol
b. Olahraga
Selain mengatur pola makan atau diet, dianjurkan pula untuk
olah raga secara teratur dan mengontrol tekanan darah, dan juga
berhenti merokok untuk mencegah kemungkinan komplikasi.
2. Terapi Obat
Tujuan pengobatan adalah memperkecil kerusakan organ target
akibat tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat
pengobatan. Untuk yang menjalani terapi obat ini juga memiliki
criteria tertentu, yakni:
Tabel 2.2
Terapi Obat

73
Derajat tekanan Kelompok risiko Kelompok risiko Kelompok risiko
darah (mmHg) A (tidak ada B (Paling sedikit C (TOD/CCD
faktor risiko; 1 faktor risiko, dan/atau diabetes
tidak ada tidak termasuk dengan atau
TOD/CCD) diabetes; tidak tanpa faktor
ada TOD/CCD) risiko lainnya
Normal tinggi Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat
(130-139/85-89) hidup hidup

Derajat 1 (140- Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat


159/80-99) hidup (sampai hidup (sampai 6
dengan 12 bulan)
Derajat 2 dan 3 bulan) Terapi obat Terapi obat
(≥160/≥100) Terapi obat
Keterangan: TOD/CCD (Target Organ Damage/Clinical
Cardiovascular Disease) menunjukkan adanya
kerusakan organ target atau penyakit kardiovaskuler
klinis.

Jenis anti hipertensi tersebut yaitu:


a. Diuretik
Menurunkan tekanan darah pada awalnya dengan cara
menurunkan volume plasma (dengan menekan reabsorpsi natrium
oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan
air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh
hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler
perifer. Contoh obat pada golongan ini adalah hidroklortiazid,
klortalidon, metolazon, furosemid, dsb.
b. Agen Penghambat Beta Adrenergik
Obat ini efektif karena menurunkan denyut jantung dan curah
jantung, kemudian juga menurunkan pelepasan rennin dan lebih
manjur pada populasi dengan aktivitas rennin plasma yang
meningkat seperti orang kulit putih yang berusia lebih muda. Efek
sampingnya antara lain: mencetuskan atau memperburuk gagal

74
ventrikel kiri, kongesti nasal, dapat terjadi kelemahan, letargi,
impotensi, dsb. Beberapa obat dalam golongan ini adalah:
acebutolol, atenolol, betaksolol, labetalol, dll.
c. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan
hingga sedang. Aksi kerja utamanya dengan menghambat system
rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga menghambat degradasi
bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan kadang
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Keuntungan ACE
adalah relative bebas dari efek samping yang menggangu. Contoh
obat golongan ini yaitu: benazepril, kaptopril, enalpril, fosinopril,
lisinopril, dll.
d. Agen Penghambat Reseptor Angiotensin II
Jenis ini sebaiknya hanya digunakan terutama pada pasien
yang mengalami batuk jika menggunaan penghambat ACE. Contoh
obat pada golongan ini adalah: eprosartan, irbesartan, losartan,
valsartan, dll.
e. Agen Penghambat saluran Kalsium
Obat ini beraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi
perifer, yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang begitu
nyata dan retensi cairan daripada vasodilator yang lain. Efek
samping yang paling biasa yakni nyeri kepala, edema perifer,
bradikardi dan konstipasi, dsb. obat yang tergolong dalam
golongan ini diantaranya: amlodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, dll.

75
f. Antagonis Adrenoseptor Alfa
Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa
pasca sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan resistensi vaskuler perifer. Efek
samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop setelah
dosis pertama, yang oleh sebab itu sebaiknya diberikan dosis kecil
dan diberikan pada saat akan tidur.
g. Obat-obat dengan Aksi Simpatolitik Sentral
Metildopa, klonidin, gunabenz, dan guanfacine menurunkan
tekanan darah dengan cara menstimulasi reseptor alfa adrenergic
pada sistem saraf pusat, sehingga mengurangi aliran keluar
simpatetik perifer eferen. Hal yang perlu diperhatikan yaitu
hipertensi kembali terjadi setelah penghentian pemberian obat dan
beberapa efek samping lainnya.
h. Dilator Arteriolar
Hidralazin dan minoksidil menyebabkan rileks otot polos
vaskuler dan menyebabkan vasodilatasi perifer. Hidralazin
menyebabkan gangguan gastrointestinal dan dapat menginduksi
sindroma menyerupai lupus. Minoksidil menyebabkan hirsutisme
dan retensi cairan yang nyata; agen ini diberikan pada pasien yang
refrakter.
i. Penghambat Simpatetik Perifer
Reserpin merupakan agen hipertensi yang hemat biaya. Oleh
karena efek samping obat ini yang dapat menginduksi depresi
mental dan efek samping lainnya seperti sedasi, hidung tersumbat,
gangguan tidur, dan ulkus peptikum, menyebabkan obat ini tidak
popular digunakan, meskipun masalah ini tidak biasa terjadi pada
dosis yang rendah.

76
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hipertensi
2.5.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses
keperawatan. Untuk itu, di perlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah klien sehingga dapat memberi arah terhadap tindakan
keperawatan.
1. Anamnesis.
a. Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang di gunakan, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit, dan giagnosis medis.
b. Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
c. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner
aterosklerosis.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan
nadi jelas, bunyi jantung murmur, distensi vena jugularis
d. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungan, keuangan,
pekerjaan)
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya
sekitar mata), peningkatan pola bicara
e. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal ), obstruksi.
f. Makanan/ cairan

77
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun),
riwayat penggunaan diuretic.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
g. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital,
gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,
memori, perubahan retina optik. Respon motorik: penurunan
kekuatan genggaman tangan.
h. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/
masssa.
i. Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea,
batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/
penggunaan alat bantu pernafasan.
j. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas).
b. BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
c. Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalsium serum
e. Kalium serum
f. Kolesterol dan trygliserid
g. Urin analisa
h. Foto dada
i. CT Scan

78
j. EKG

2.5.2 Kemungkinan Diagosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi inadekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
4. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping
tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi.
6. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah.
7. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit
lapang pandang, motorik atau persepsi.

2.5.3 Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b. d peningkatan
tekanan vaskuler serebral Tujuan: Menghilangkan rasa nyeri
a. Kriteria hasil:
1) Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
b. Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung
dan leher.

79
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral,
efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan
saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik,
anti ansietas, diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan
saraf simpatis.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b. d intake nutrisi inadekuat
a. Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kriteria Hasil:
1) Klien menunjukkan peningkatan berat badan
2) Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan
berat badan ideal
c. Intervensi
1) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan
gula sesuai indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis, kelebihan masukan garam memperbanyak
volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi.
2) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit
terakhir. .

80
3) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan
harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan,
lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah/dapat
mengontrol perubahan.
4) Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur,
es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning
telur, produk kalengan, jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol
penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.

3. Intoleransi aktivitas b. d kelemahan umum, ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Tujuan: tidak terjadi intoleransi aktivitas
b. Kriteria Hasil:
1) Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan
atau diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
diukur.
c. Intervensi
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan
parameter: frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi
istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada,
kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsan.

81
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap
stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja
jantung.
2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh :
penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi,
peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual.
3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas
dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan
kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan
sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan
energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode
aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas
dan mencegah kelemahan.

4. Inefektif koping individu b. d mekanisme koping tidak efektif,


harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
a. Tujuan: klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping
b. Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
2) menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
3) mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil
langkah untuk menghindari dan mengubahnya.

82
c. Intervensi
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku, Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan
perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
R/ Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup
seorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan
terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi
sakit kepala, ketidak mampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah.
R/ Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin
merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama TD diastolic.
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
R/ Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respon seseorang terhadap stressor.
4) Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan
ketimbang membatalkan tujuan diri / keluarga.
R/ Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic
untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya


berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakitnya.

83
a. Tujuan: Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai
penyakitnya
b. Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment
pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu diperhatikan. Mempertahankan TD
dalam parameter normal.
c. Intervensi
1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
R/ Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses
penyakit hipertensi dan mempermudah dalam menentukan
intervensi.
2) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya: obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton,
merokok, pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih
dari 60 cc/hari dengan teratur).
R/ Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
3) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang
terdekat.
R/ Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi
minimal klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit,
kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas
bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahankan.
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan,
pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes.

84
R/ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang
proses penyakit hipertensi.

85
6. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah.
a. Tujuan: Tidak terjadi penurunan curah jantung
b. Kriteria Hasil:
1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah/beban kerja jantung
2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima.
3) Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam
rentang normal pasien.
c. Intervensi
1) Observasi tekanan darah
R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan vaskuler.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan
hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian
kapiler.
R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah
jantung.
5) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas
atau keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan
lamanya tinggal.

86
R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
6) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti
hipertensi dan diuretik.
R/ Menurunkan tekanan darah.

7. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit


lapang pandang, motorik atau persepsi. Tujuan: Tidak terjadi
cidera
a. Kriteria hasil:
1) Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap
cedera.
2) Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
3) Meminta bantuan bila diperlukan.
b. Intervensi:
1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan
klien untuk melakukan:
a) Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum
digunakan.
b) Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak
terdeteksi.
c) Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit
dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi
persepsi klien terhadap suhu.

87
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan
dengan pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat
meyebabkan regangan atau jatuh.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan
di rumah.
R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera

2.5.4 Evaluasi
1. Apakah rasa nyeri pasien / sakit kepala berkurang ?
2. Apakah pasien sudah bisa beraktifitas sendiri / mandiri ?
3. Apakah pola nutrisi pasien seimbang atau normal ?

88
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Infeksi endocarditis merupakan peradangan endocardium atau katup-
katup jantung. Penyakit ini di klasifikasikan berdasarkan keganasan dan
penyebab yaitu endocarditis bacterial akut dan endocarditis bacterial kubakut
Katup jantung berfungsi mengendalikan arah aliran darah dalam
jantung. Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung
mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat di atur dengan
maksimal oleh jantung
Menurut JNC 7 (joint national committee of hypertension) definisi
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah didalam arteri > 140mmHg
systolic dan. 90mmHg diastolic

89
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika
http: //www. scribd. com/doc/55255412/Anatomi-FisiologiSistemKardiovaskular/
07/04/20120_11. 00
Syaifuddin, H. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan
dan kebidanan. Jakarta: Penerbi EKG
Syaifuddin, Haji. 2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta
Penerbit: EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta Penerbit: Salemba Medika.
Yasmin, Ni Luh Gede. 1993. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika.
www. academia. edu

90

Anda mungkin juga menyukai