Anda di halaman 1dari 81

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

( ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK DAN BPH )

OLEH

NAMA : ELISABETH TAHAPARY

NPM : 12114201180156

KELAS : C

SEMESTER : IV

ANGKATAN : 2018

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu saya panjatkan kepada Tuhan YME yang
telah memberikan limpahan berkat saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah yang membahas tentang “Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik dan
BPH ”. Makalah ini saya buat dengan segala kemampuan saya dan semaksimal
mungkin. Namun, saya menyadiri bahwa dalam pembuatan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
saya sebagai pembuat makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang
membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
yang saya harapkan sebagai bahan koreksi untuk saya.

Penulis

Elisabeth Tahapary

2
DAFTAR ISI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II...........................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

BAB I 3

PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................3
1.2 Tujuan......................................................................................................5
1.3 Manfaat....................................................................................................5

BAB II 6

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6
2.1. Tinjauan Teori Patofisologi Gagal Ginjal Kronik...................................6
2.2. Tnjauan Teori Tentang Etioligi Gagal Ginjal Kronik.............................8
2.3. Tinjauan Teori Tentang Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik.......................9
2.4. Tinjauan Teori Tentang Manifestasi Klinis Pada Gagal Ginjal Kronik..10
2.5. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gagal Ginjal Kronik.........11
2.6. Tinjauan Teori Tentang Komplikasi Pada Gagal Ginjal Kronik.............11
2.7. Tinjauan Teori Pentalaksanaan Gagal Ginjal Kronik.............................12
2.8. Tinjauan Teori Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik................13
2.9. Tinjauan Teori Tentang Farmakologi Gagal Ginjal Kronik....................14
2.10.
Tinjauan Teori Tentang Terapi Diet Pada Gagal Ginjal Kronik.............16
2.11.
Asuhan Keperawatan Pada Gagal Ginjal Kronik....................................17
1. TINJAUAN KASUS 17

ANALISA DATA..........................................................................................21
RENCANA KEPERAWATAN.....................................................................22
EVALUASI....................................................................................................25
2.12.
Tinjauan Teori Tentang Patofisiologi BPH.............................................26
2.13.
Tinjauan Teori Tentang Etioligi BPH.....................................................29

3
2.14.
Tinjauan Teori Tentang Klasifikasi BPH................................................30
2.15.
Tinjauan Teori Tentang Manifestasi Klinis............................................30
2.16.
Faktor faktor yang Berhubungan Dengan BPH......................................32
2.17.
Tinjauan Teori Komplikasi BPH.............................................................32
2.18.
Tinjauan Teori Tentang pentalaksanaan.................................................33
2.19.
Tinjauan Teori Tenang Farmakologi BPH..............................................37
2.20.
Tinjauan Teori Tentang Terapi Diet Pada BPH......................................38
2.21.
Asuhan Keperawatan Pada BPH.............................................................40
Asuhan Keperawatan Pada BPH....................................................................40

BAB III 69

PENUTUP.............................................................................................................69
2.1. Simpulan..................................................................................................69
2.2. Saran........................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................71

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekacauan pada fungsi ginjal mengganggu kemajuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Menurunya fungsi ginjal
berkaitan dengan eritropoietin dan sintesis prostlagadin. Penurunan insulin dan
sitem renin-angiotensin-aldosteron juga dipengaruhi oleh menurunya fungsi ginjal
. kebutuhan psikologis mungkin muncul karena masalah psikologis yang
disebabkan penyakit ginjal kronis. Kehilangan fungsi ginjal berangsur-angsur
selama periode waktu yang panjang mungkin disertai dengan glomerulonefritis,
hipertensi, pielonefritis kronis, dan penyakit lainya. Oleh karena ginjal melakukan
beragam fungsi, efek uremiatidal hanya terjadi diginjal tetapi juga pada sistem
organ lainya. Oleh karena keterlibatan waktu CKD lebih dapat menyebabkan
perubahan degeneratif diseluruh tubuh dibandingkan uremia. Koma, serangan
jantung, dan kematiandapat terjadi jika proses tidak dihentika atau dilakukan
terapi pengganti. (Hawks, Black &, 2014, p. 323)

Telah dilakukan suatu estimasi pada populasi di US bahwa sekitar 6% orang


dewasa memiliki penyakit ginjal stadium 1 atau 2, 4, 5% nya stadium 3dan 4.
Penyebab tersering CKD di amerika adalah nefropati diabetes, lebih sering pada
DM tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering pada pasien lanjut
usia. Nefrokeloris yang progesif pada penyakit vascular ginjal akan menjurus
kepada penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Tahap awal CKD seperti
albuminuria dan penurunan GFR merupakan suatu faktor resiko mayor penyakit
kardiovaskular. (Sutjahjo, 2015, hal 99)

5
Gagal ginjal kronis merupakan kondis penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan 1. Kerusakan ginjal; dan 2. Kerusakan
Glomerular Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/1.73 m2.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal 196)

Gagal ginjal adalah kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
metabolit yang menumpuk dari darah, yang menyebabkan perubahan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. (burke, dkk, 2017, p. 1049)

Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai


masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai
dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit
prostat menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya
penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan
gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan
tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala
dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang
mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada
jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma
prostat (J.C.E Underwood, 1999).

Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang


ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH,
sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan
etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH
berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor
penyebab (etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH
secara tepat dan terarah. (J.C.E Underwood, 1999).

6
1.2 Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien


gagal ginjal kronis.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan memahami asuhan keperawatan
pada gagal ginjal kronis.

3. Mahasiswa mampu mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien


gangguan mobilisasi.
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan memahami asuhan keperawatan
pada pasien gangguan mobilisasi.

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada


pasien gagal ginjal kronis.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan memahami asuhan keperawatan
pada pasien gagal ginjal kronis.
3. Mahasiswa mampu mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien
gangguan mobilisasi.
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan memahami asuhan keperawatan
pada pasien gangguan mobilitas

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori Patofisologi Gagal Ginjal Kronik


Ginjal terletak di bagian belakang rongga perut (Retropertence) pada kedua
sisi dari colominia setinggi antara vertebrathocalis 2 sampai 3. ginjal kanan lebih
rendah dari ginjal kiri karena bagian kanan terdapat hepar. Ginjal dibungkus oleh
selaput pembungkus yang disebut dengan Caput Renalis. Jaringan lemak inilah
yang memperkuat ginjal tetap pada tempatnya. Pada orang yang kurus yang
jaringan lemaknya tipis ginjal akan goyah dari tempatnya dan mudah bergerak
yang disebut dengan Renmobilis.

Bentuk ginjal seperti ercis bagian yang cekung tempat masuknya arteri renalis
dan tempat keluarnya venarenalis serta ureter disebut Hilus. Pangkal dari ureter di
daerah ginjal yang sedikit melebar disebut Pelvis Renalis.

Gagal ginjal menyebabkan obstruksi dan infeksi pada gangguan olemorilis


sehinga filtrasi ginjal tidak bekerja maksimal sehingga menyebabkan penimbunan
cairan. Setelah itu akan terjadi Oedema yang diikuti oleh gejala nyeri dada sesak
nafas dan terjadilah gangguan rasa nyaman nyeri

8
PATOFISIOLOGI

Makan+minum+obat(nefron toksin)

Mengandung kalsium dan fosfat

Kalsium dan fosfat

Disekresikan di ginjal

Kristalisasi (pengendapan)

Batu ginjal

Obstruksi traktus urinarius

Urine yang akan diskresikan terhambat

Fungsi ginjal terhambat

Fungsi ginjal
9

GGK
Suplai O2 dan
Kelebihan volume Sel apparatus glomelurus me
nutrisi ke jaringan
cairan menurun
Angiontesin menjadi angiontesin 1
Beban kerja
Metabolism araerob
ventrikel meningkatat

Berubah menjadi angiontesin 2


Resiko penurunan
curah jantung ATP berkurang

Vasukontriksi pembuluh darah tepi

Intolerannsi
Aldosteron meningkat aktifitas

Retensi natrium dan air meningkat

Volume dalam sel meningkat

Volume cairan kurang dari kebutuhan


tubuh

10
2.2. Tnjauan Teori Tentang Etioligi Gagal Ginjal Kronik

Chronic renal failure sering kali menjadi penyebab komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan (secondary illness). Penyebab yang sering adalah
diabetes mellitus dan hipertensi selain itu, ada beberapa penyebab lainnya dari
gagal ginjal kronik, yaitu :

1. Penyakit glomerulonefritis
2. Infeksi chronic (pyelonefritis kronis, tuberculosis)
3. Congenital abnormalities polikistik ginjal
4. Vascular disease renal (nephrosclerosis)
5. Urinary tract obstruction (nephrolithiasis)
6. Collagen disease (Systemic Lupus Erythematosu)
7. Nephrotoxic drugs (aminoglikosida)

(Prabowo & Pranata, 2014, pp. 197-198).

Penyebab stage kidney disease terminal yang paling banyak di inggris adalah
sebagai berikut :

1. Glomerulonefritis chronic (24%)


2. Diabetic nephropathy (15%)
3. Nefrosklerosis hipertensif (9%)
4. Penyakit ginjal polikistik (8%)
5. Chronic pyelonephritis (8%) (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 183)

2.3. Tinjauan Teori Tentang Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR

(Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada

tingkat GFR yang tersisa. Dan mencakup:

a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.

b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari

normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan

sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.

c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.

11
Semakin banyak nefron yang mati.

d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari

5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh

ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi

Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m2. Berikut adalah

klasifikasinya:

Tabel 1. Klasifikasi GGK

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau

normal

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau


dialisis

(Sumber : Sudoyo, 2006)

12
2.4. Tinjauan Teori Tentang Manifestasi Klinis Pada Gagal Ginjal Kronik

Tanda dan gejala gagal ginjal kronik meliputi :

1. Hipervolemia akibat retensi natrium.


2. Hipoklasemia dan hiperkalemia akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogenus, (azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah urea,
kreatinin, asam urat).
4. Asidosis metabolik (keseimbangan asam basa pada darah/peningkatan
kadar acid/asam dalam tubuh) akibat kehilangan bikarbonat.
5. Bone pain dan fraktur yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium
fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid yang ditimbulkan.
6. Neuropati perifer akibat penumpukan zat–zat toksik (akibat kerusakan dari
saraf perifer, sistem saraf perifer mengirimkan informasi dari otak dan
sumsum tulang belakang).
7. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah, dan mual akibat hiponatremia
(kadar natrium plasma <135 mmol/L)
8. Hipotensi (tekanan darah dalam arteri lebih rendah dari normal) akibat
kehilangan natrium.
9. Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia (kadar natrium plasma
<135 mmol/L) dan penumpukan zat-zat toksik.
10. Heart frequency yang tidak regular akibat hiperkalemia.

(Jennifer P. Kowalak, dkk, 2011, p. 163)

2.5. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gagal Ginjal Kronik

Ginjal merupakan organ dengan daya kompensasi tinggi. Jaringan ginjal sehat
akan mengambil alih tugas dan pekerjaan jaringan ginjal yang sakit dengan
mengkat perfusi darah ke ginjal dan flitrasi. Bila jaringan ginjal yang rusak
mencapai 77-85%, maka daya kompensasi tidak lagi mencukupi sehingga timbul
uremia yaitu penumpukan zat-zat yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal yang
sakit. Gejala sindroma uremia adalah:

1) Gastrointestinal, yang ditandai dengan nafsu makan menurun, mual,


muntah, mulut kering, rasa pahit, perdarahan ephitel. Manifestasi uremia pada
saluran pencernaan adalah mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Keadaan anoreksia, mudah lelah, dan penurunan asupan protein menyebabkan
malnutrisi pada penderita. Penurunan asupan protein juga memengaruhi
kerapuhan kapiler dan mengakibatkan penurunan fungsi imun serta kesembuhan
luka (Price dan William, 2012).

2) Kulit kering, mengalami atrofi, dan gatal. Manifestasi sindrom uremia


pada kulit adalah gambaran kulit menyerupai lilin dan berwarna kuning akibat
gabungan antara retensi pigmen urokrom dan pucat karena anemia, pruritus akibat
deposit garam Ca++ atau PTH dengan kadar yang tinggi, perubahan warna
rambut, dan deposit urea yang berwarna keputihan (Price dan William, 2012).

13
3) Pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, pembesaran jantung, payah
jantung, pericarditis

4) Anemia dan asidosis

5) Pada sistem neurologi yaitu apatis, neuropati perifer, depresi, prekoma.

2.6. Tinjauan Teori Tentang Komplikasi Pada Gagal Ginjal Kronik

Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronik meliputi :

1. Anemia
2. Neuropati perifer
3. Komplikasi kardiopulmoner
4. Komplikasi GI
5. Disfungsi seksual
6. Parestesia
7. Disfungsi saraf motorik, seperti foot drop dan paralisis flasid
8. Fraktur patologis (Jennifer P. Kowalak, dkk, 2011, p. 564).

Sedangkan menurut (Padila, 2012, p. 251)  ada beberapa komplikasi yang


disebabkan oleh gagal ginjal kronik, yaitu :

1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, peradangan yang terjadi pada pelapisan pelindung jantung
(efusi pericardial dan tamponade jantung)
3. Hipertensi akibat dari beban jantung yang bekerja berat untuk memompa
darah ke seluruh tubuh dikarenakan banyak cairan
4. Anemia akibat Hb menurun
5. Penyakit tulang

2.7. Tinjauan Teori Pentalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

1)         Hemodialisa.

Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa

adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air

dan elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh

melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin

tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel.

darah di masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan

dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh

14
melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan

dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi,

keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya

ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut

masuk dalam proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.

2.8. Tinjauan Teori Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

 Ureum kreatinin.

 Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal

 Analisis urin rutin

 Mikrobiologi urin

 Kimia darah

 Elektrolit

 Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit

15
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal

 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 - 1,23 mL/detik/m2

- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

 Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

 Endokrin : PTH dan T3,T4

 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,


misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik

a. Etiologi CKD dan terminal

 Foto polos abdomen.

 USG.

 Nefrotogram.

 Pielografi retrograde.

 Pielografi antegrade.

 Mictuating Cysto Urography (MCU).

b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

 RetRogram

 USG.

2.9. Tinjauan Teori Tentang Farmakologi Gagal Ginjal Kronik

16
Pengobatan dari gangguan ginjal kronis memiliki tujuan untuk
memperlambat dan mencegah perkembangan dari gangguan ginjal kronis.Hal
tersebut memerlukan identifikasi awalfaktor resikopasien terkena gangguan
ginjal, sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah perkembangan
dari gangguan ginjal kronis.Pengobatan dilakukan dengan 2 macam terapi,
yaitu terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi.

Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan nutrisi tubuh seperti


pengurangan asupan protein. National Kidney Foundation telah
merekomendasikan untuk pasien yang memiliki GFR kurang dari 25
ml/menit/1,73m2yang tidak menjalani dialisis harus membatasi asupan protein
0,6 g/kg/hari. Sedangkan untuk pasien yang menerima dialisis menjaga
asupan protein dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari(Schonder,2008).

Sedangkan untuk terapi farmakologi meliputi :

1. Mengontrol gula darah secara intensif dengan terapi insulin untuk


penderita DM tipe 1.
2. Mengontrol tekanan darahUntuk pasien CKD stage 1 hingga 4, goal of
therapy tekanan darah harus kurang dari 130/80 mmHg. Sedangkan
untuk pasien CKD stage5 goal of therapy tekanan darah harus kurang
dari 140/90 mmHg sebelum hemodialisis dan kurang dari130/80 mmHg
setelah hemodialisa.
3. Mengurangi proteinuriaACEI (Angiotensin Converting Enzym
Inhibitor)dan ARB (Angitensin Reseptor Bloker) dapat menurunkan
tekanan kapiler dan volume pada glomerulus karena efek dari
angiotensin II.Hal tersebut yang dapat mengurangi jumlah protein
yang disaring melalui glomerulus, sehingga akan mengurangi
perkembangan gangguan ginjal kronis.(Schonder,2008)
Pada jurnal KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes),
penatalaksanaan perkembangan dan komplikasi pada CKD meliputi
pencegahan perkembangan penyakit CKD dan komplikasi yang
berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.

17
1. Pencegahan Perkembangan CKDPencegahan perkembangan
CKDbertujuan untuk mengatasi faktor risiko yang terkait dengan
perkembangan penyakit CKD.Strategi yang dapat dilakukan
adalahmengontrol tekanan darah dan gangguan sistem RAA (Renin
Angiotensin Aldosteron) dengan menggunakan ACEI atau ARB, serta
pengendalian parameter metabolik seperti mengontrolgula darah, asupan
protein, asam urat dan asupan garam.Pasien CKD dengan diabetes
disarankan untuk mengontrol tekanan darah danmencegahrisiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI atau ARB, statin,
dan terapi dengan antiplateletsesuai dengan kondisi klinis pasien.
2. Komplikasi CKDKomplikasi yang berhubungan dengan penurunan
fungsi ginjal meliputi anemia, CKD Metabolic Bone Disease, dan
asidosis.Diagnosa anemia pada CKD dapat dilihat dari konsentrasi Hb
<13 g/dl jika laki-laki dan < 12 g/dl jika perempuan. Terapi
anemia menggunakaniron supplementatau ESA (Erythropoiesis-
stimulating agent). Terapi Metabolic Bone Disease menggunakan
8suplemen vitamin D, sedangkan terapi asidosis menggunakan
suplemen bikarbonat.(NKF-KDIGO, 2013)
2.10. Tinjauan Teori Tentang Terapi Diet Pada Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk


menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan
cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal jika
tidak diobati.

Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk menyerupai kacang yang


terletak pada punggung bagian bawah. Fungsi utamanya adalah untuk menyaring
racun dan sisa-sisa makanan dan mengirimkannya ke usus, untuk kemudian
dibuang melalui air kemih.

Bagi anda yang pernah mengalami gagal ginjal tentu harus lebih menjaga
pola makan karena diketahui bahwa beberapa makanan bisa memperparah
penyakit ginjal yang dialami. Penderita Gagal Ginjal tidak disarankan
mengonsumsi banyak buah dan sayur. Meski buah dan sayur adalah makanan
yang baik untuk orang sehat, namun untuk penderita ginjal makanan ini akan
berpotensi memperparah kesehatan anda.

Penderita gagal ginjal harus mengetahui kandungan buah dan sayur yang
mereka makan. Jangan sampai mengkonsumsi jenis buah dan sayur yang

18
mempunyai kadar Kalium (Potassium) yang tinggi. Hal tersebut diketahui dapat
mengganggu irama jantung.

Untuk penderita gagal ginjal kronis, harus menjalani diet dengan beberapa
tujuan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan menjaga
agar Pasien Gagal Ginjal tetap dapat beraktivitas seperti orang normal dan juga
melakukan diet agar status gizi optimal serta mengontrol BB (mencegah kenaikan
berat badan berlebih inter-dialisa), mencegah perburukan komplikasi

Prinsip-prinsip :

1. Cukupi kebutuhan energi sehari (kebutuhan energi setiap individu


berbeda.
2. Tinggi protein, oleh karena itu pasien HD masih dianjurkan
mengkonsumsi sumber protein hewani maupun nabati (porsi-nya sesuai
kebutuhan individu per hari), diskusikan dengan Ahli Gizi/Dietisien anda
untuk kebutuhan protein sehari.
3. Hindari makanan tinggi garam dan tinggi kalium.
4. Cukupi kebutuhan serat, untuk mencegah kesulitan BAB (buang air besar),
sumber serat ; sayuran,buah, dan agar-agar.
5. Cukupi kebutuhan cairan sehari, diskusikan dengan Dokter/Ahli
Gizi/Dietisien Anda berapa total kebutuhan air putih sehari.

Diet pada HD sesungguhnya bersifat individual, karena diperlukan akurasi


berdasarkan kondisi klinis terkini, diantaranya adalah kenaikan BB, data
laboratorium, keluhan pasien misal kurang nafsu makan/mual/muntah dsb. Oleh
karena itu setiap pasien HD perlu kontrol rutin ke Dokter dan Ahli Gizi/Dietisien.

Penderita Gagal Ginjal sebaiknya juga mengurangi konsumsi makanan yang


sudah diawetkan seperti ikan asin, cornet, abon, buah dan sayur dalam kaleng,
keju dan susu yang diawetkan diketahui dapat memperparah penyakit ginjal Agar
ginjal tetap sehat tentu anda harus melakukan pola hidup sehat, berhenti merokok
dan minum alkohol, menjaga tekanan darah dan gula darah, melakukan medical
cek-up secara rutin.

(Emma-Sumber : gizi dan dietetic)

2.11. Asuhan Keperawatan Pada Gagal Ginjal Kronik


1. TINJAUAN KASUS

I. Biodata
Nama : Ny.N

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

19
Agama : Kristen

Status : Kawin

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jln.sirimau

Nomor MR : 63.75.18

Tanggal Masuk : 2 – 3 - 2020

Tanggal di data : 8 – 3 – 2020

Ruangan : Interen Wanita

Penanggung jawab

Nama : Tn. A

Umur : 46 tahun

Hubungan keluarga : Suami

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jln.Dr.Siwabessy

II. Riwayat Kesehatan

 Keluhan utama
Mual, muntah, lemas, letih sejak 1 bulan ini.

 Riwayat kesehatan sekarang


PBM melalui IGD tanggal 2 Maret 2020 jam 10.00 WIB

Dengan keluhan : lemas, letih sejak 1 bulan ini, mual, muntah

Setiap habis makan sering kali sakit kepala, pusing, kaki sembab

 Keluhan saat didata

20
Pada saat didata tanggal 08 Maret 2020 klien mengatakan letih, lemah,
nafsu makan kurang. Setiap habis makan klien selalu muntah. Keluarga
mengatakan klien untuk tidak mau makan karena setiap habis makan
selalu muntah, badan sembab.

 Riwayat kesehatan dahulu


Klien menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.

 Riwayat kesehatan keluarga


Ada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi dan DM

- Bapak dari klien menderita penyakit hipertensi.

- Ibu dari klien menderita penyakit DM, pernah dirawat di RSUD.

III. Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda vital
Tgl 08-03-2020

TD: 170/100 mmHg

S : 36,40C

N : 90 x/i

 Tgl 08-03-2020
TD : 170/110 mmHg

N : 88 x/i

Nafas : 20 x/i

S : 36,90C

 Kepala

- Rambut : Tidak ada ketombe,konstribusi rambut baik, tidak mudah


dicabut.

21
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

- Hidung : lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada tanda-tanda
peradangan.

- Mulut : mukosa mulut kering, gigi cukup, caries +

- Muka : tidak oedema

- Telinga : daun telinga simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran


baik.

- Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid da kelenjer getah bening.

- Thorak : I. Simetris kiri dan kanan


P. Premitus kiri dan kanan

P. Sonor

A. Vesikuler kiri dan kanan

 Abdomen : I. Letus tidak terlihat


P. Hepar teraba 2 jari

P. Timpani

A. B.U +

 Jantung :

I. Letus tidak terlihat


P. Letus teraba 2 jari

P. Batas jantung normal

A. Bunyi jantung murni, teratur

 Genitalia : Tidak diperiksa

22
 Ekstrimitas : Atas tidak oedema, pergerakan baik, terpasang infus IVFD,
EAS Premir 2 : 1, D = 10%. Bawah sedikit oedema, pergerakan baik.

 Data Biologis :

nutrisi sehat = nasi + lauk pauk + sayur 3x sehari


sakit = porsi makan yang disediakan tidak habis

diet pasien = rendah garam-garam, rendah protein 40gr.

 Minum : sehat = + 8 gelas/hari + 1600 cc.


sakit = 1000 cc

 Eliminasi

- BAK : sehat = warna kuning jernih, bau khas 4-5 kali/hari


sakit = warna kuning jernih, bau khas 2-3 kali/hari, 600 cc

- BAB : sehat = 1-2 kali/hari


sakit = 1-2 kali/hari

- Mandi : sehat 2 x sehari, gosok gigi 2 x sehari


sakit hanya dilap 1 x sehari.

- Ketergantungan : Rw = rokok +
Rw = minum alkohol sekali-sekali

Obat-obatan tiak ada

 Data spritual : klien beragama Islam tapi jarang melakukan shalat lima
waktu, apalagi selama sakit, tapi klien yakin bahwa klien akan sembuh
dari penyakitnya.

 Data Penunjang

 Laboratorium tgl 02-03-2020

- HB 6,4 g/dl

23
- Lekosit 11.400 mm3 5000 – 10000

- Hematokrit 19%

 Laboratorium tgl 02-03-2020

- HB 9,8 g/dl Pr W

- Ureum darah 206 mg/dl 10,0 – 50,0

- Kreatinin 15,2 mg/dl 0,6 – 1,1

- Natrium 12,2 mg/dl 139 - 145

- Kalium 4,3 mg/dl 4,4 – 4,8

- Leukosit 13.400/mm3 5.000 – 10.000

- Trombosit 243000/mm3 15.000 – 400.000

 Radiologi

- Ro. Thorak

- USG Ginjal

 Obat : - Cefriaxone 1 x 2 gr
- NTR 3x1

- Lasix 1x1

 Transfusi : 5 kantong

ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem


1 DO

- Turgor jelek Penurunan Gangguan


kemampuan filtrasi keseimbangan cairan
- Ekstrimitas

24
ginjal dan elektrolit
bawah sedikit oedema

- Intake 1000 cc
output 600 cc

- HB : 9,8 g/dl

- Natrium : 122
mg/dl

- Kreatinin : 15,2
mg/dl
DS

- Klien Intake yang tidak Pemenuhan nutrisi


mengatakan ada BAK tapi adekuat kurang dari kebutuhan
sedikit 600 cc

- BB bertambah

DO
2
- Klien tampak
lemah, lesu

- Makanan yang
disediakan tidak habis ½
porsi
DS
Kurang pengetahuan Gangguan rasa cemas
- Klien tentang penyakitnya
mengatakan badannya
terasa lemah 1 bulan ini.

- Klien
mengatakan habis makan
selalu muntah.

- Klien
mengatakan minum susu 2
gelas sehari.

25
DO

3 - Ekspresi wajah
tampak tegang.

- Nadi 88 x/i

- S 36,90C

- TD 170/110
mmHg

DS

- Klien
mengatakan bahwa belum
mengetahui tentang
penyakitnya.

- Klien
mengatakan bagaimana cara
perawatan sakitnya.

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan Gangguan Dengan
- ukur
keseimbangan keseimbangan cairan tanda-tanda vital mengukur tanda-
cairan dan dan elektrolit dapat tanda vital klien,
elektrolit b/d diatasi dengan kriteria: dapat mengetahui
penurunan filtrasi keadaan umum
- Oedem
ginjal - periksa klien/perkembangan
a berkurang/hilang.
filting oedema dan
membran mukosa klien.
- Intake
dan output Dengan
berkurang
memriksa filting
oedema dan
membran
mengetahui apakah

26
klien mengalami
- Ukur
intake output gangguan
keseimbangan cairan

Dengan
mengukur intake
output dapat
mengetahui aakah
cairan yang masuk
dan keluar seimbang
- Kolabo
atau tidak
rasi dengan tim
medis lainnya
Dengan
kolaborasi dengan
tim medis lain
diharapkan dapat
mempercepat proses
penyembuhan klien

Agar tidak
terjadi kekeliruan
dalam memberikan
tindakan pada klien
Pemenuhan
kebutuhan nutrisi Untuk
- Bina mengurangi rasa
kurang dari kebutuhan ham yang baik
2 Pemenuhan tubuh teratasi dengan dengan klien dan mual pada klien
kebutuhan nutrisi kriteria: keluarga

kurang dari
kebutuhan tubuh - Nafsu - Membe
makan meningkat rikan makanan
b/d intake yang
dalam keadaan
tidak adekuat - Klien hangat
tidak lemah lagi

27
dan tidak muntah - Berikan
rasa nyaman pada
- Porsi klien
yang disediakan
habis
Agar klien betah
dan merasakan
kenyamanan

Klien dapat
mengetahui dan Memberikan
Gangguan memahami - Kaji pengetahuan dasar
ulang proses
rasa cemas b/d penyakitnya dalam 2 x
penyakit dan dimana klien dapat
kurang 24 jam dengan harapan masa membuat pilihan
3 datang
pengetahuan kriteria: berdasarkan
tentang - Perhati
informasi.
- Raja kan tingkat
penyakitnya cemas/takut dalam
cemas hilang Faktor ini secara
perubahan proses
- Klien pikir langsung
paham tentang
penyakit - Dorong mempengaruhi
dan berikan kemampuan untuk
- Wajah kesempatan untuk
bertanya berpartisipasi
relaks
- Kaji Meningkatkan
ulang tanda/gejala proses belajar
yang memikirkan
evaluasi medik mengajar
menigkatkan
- Anjurk
an pada klien untuk pengambilan
kontrol ulang
keputusan intervensi
cepat dapat
mencegah
komplikasi lebih
serius.

28
EVALUASI

No Implementasi Evaluasi
1 S - Klien mengatakan ada BAK tapi sedikit
- Mengukur tanda-
tanda vital klien TD 170/100, O - Turgor kulit baik

S. 36,4 : N. 92 x/i - Ekstremitas bahwa oedemea

- Memeriksa turgor A - Tujuan belum tercapai


kulit dan membran mukosa
P - Intervensi dilanjutkan

- Mengukur
intake/output intake 1000cc
Output 600 cc

- Mengkolaborasika
n dengan tim dokter dalam

2 pengobatan klien. S - Keluarga klien mengatakan klien sudah


mulai makan dan tidak muntah lagi

- Membina ham O - Klien tidak lemah lagi


yang baik
A - Tujuan sebagian tercapai

- Memberikan P - Intervensi dilanjutkan


makanan dalam keadaan hangat

- Memberikan rasa
nyaman pada klien
S - klien mengatakan apakah penyakitnya
3
bisa berulang

O - Ekspresi wajah cerah


- Memberikan
A - Masalah sebagian teratasi klien sedikit
kesempatan kepada klien untuk
mengerti
bertanya tentang penyakitnya
P - Intervensi dilanjutkan
- Memberikan

29
penjelasan kepada klien tentang
penyakitnya

- Memberikan
motivasi kepada klien agar
jangan putus asa.

- Menganjurkan
kontrol ulang

2.12. Tinjauan Teori Tentang Patofisiologi BPH

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal
(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat
dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat
(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya


perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem

30
parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada
tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang
kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

31
Perbahan usia

Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron

Testoteron menurun

Estrogen Menurun

Perubahan patologik anatomik

BPH

Restensi pada buli-buli dan prostat meningkat

Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU

Kompensasi Dekopensasi
otot otot detrukto
32
detruktor
Retensi
Spasme otot
urine
sfinter
Penebalan dinding
Aliran urine ke
Nyeri UV
ginjal (refluks
suprapublik Kontraksi oto
VU)

Insisi prostat

Tekanan
Gangguan Kesulitan berkemih
ureter ke
rasa nyaman
Perubahan Resiko ginjal
Resiko
(nyeri) Kerusakan
Pendarahan eliminasi Resiko infeksi infeksi disfungsi
fungsi ginjal
berkemih sekksual
Keseimbanga Peregangan
n cairan
terganggu
Spasme otot
Resiko VU
kekurangan
volume cairan Nyeri (akut)

2.13. Tinjauan Teori Tentang Etioligi BPH

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan


bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti
usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut
selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang
kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat
disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan

33
bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi
sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.

BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala
LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala
obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi:
frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan
sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis berkemih, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).

2.14. Tinjauan Teori Tentang Klasifikasi BPH

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran


kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang
menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003).
Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma
dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan
epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrograman kematian
sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh


penuaan. Price&Wilson (2005).

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra.

2.15. Tinjauan Teori Tentang Manifestasi Klinis

34
Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua
tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran
miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu
lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin
dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun
belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda
dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada
malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri
pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

a) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.

b) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.

c) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

d) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).

35
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari
BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih,
anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan
saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah
berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

a) Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

 Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.

 Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.

 Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.

 Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.

 Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.

b) Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.

 Normal : Tidak ada sisa

 Grade I : sisa 0-50 cc

 Grade II : sisa 50-150 cc

 Grade III : sisa > 150 cc

 Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

2.16. Faktor faktor yang Berhubungan Dengan BPH

Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

 Berusia di atas 60 tahun.


 Kurang berolahraga.
 Memiliki berat badan berlebih.

36
 Menderita penyakit jantung atau diabetes.
 Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta.
 Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat.

2.17. Tinjauan Teori Komplikasi BPH

Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan


tetapi, kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar
hormon seksual seiring pertambahan usia pria.

Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika
ukurannya cukup besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang
mengalirkan urine dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang
menyebabkan munculnya gejala-gejala di atas.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena


pembesaran prostat jinak, yaitu:

Berusia di atas 60 tahun

Kurang berolahraga

Memiliki berat badan berlebih

Menderita penyakit jantung atau diabetes

Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta

Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat

2.18. Tinjauan Teori Tentang pentalaksanaan

1. Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH


tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a) Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan


pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera

37
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.

b) Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya


dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

c) Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan


prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d) Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari


retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan


pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan
obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH


dapat dilakukan dengan:

a) Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi


kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.

b) Medikamentosa

 Mengharnbat adrenoreseptor α

 Obat anti androgen

38
 Penghambat enzim α -2 reduktase

 Fisioterapi

c) Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi


ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui


sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

 Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.

 Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian


bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.

 Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara


skrotum dan rektum.

 Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis


dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d) Terapi Invasif Minimal

 Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke


kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.

 Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

39
 Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

2. Keperawatan

a. Pre operasi

 Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT,


BT, AL)

 Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia

 Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax

 Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum


pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara

b. Post operasi

1. Irigasi/Spoling dengan Nacl

 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit

 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit

 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit

 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit

 Hari ke 4 post operasi diklem

 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)

2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)

3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2


hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.

4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post


operasi

40
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin

6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)

7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi

8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.

9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi

10.Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan


untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot
polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis
dapat membantu menghilangkan spasme.

11.Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan

12.Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol


berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.

13.Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian


jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.

14.Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah


bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap
dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter
sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada
fossa prostatik.

2.19. Tinjauan Teori Tenang Farmakologi BPH

Terapi medikametosa atau farmakologi dilakukan pada pasien BPH


tingkat sedang, atau dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada
pasien BPH tingkat berat. Tujuan terapi medikametosa adalah 1) untuk
mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan

41
αadrenergik blocker dan 2) mengurangi volume prostat dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron atau dehidrotestosteron (DHT)
(Purnomo, 2008). Terapi farmakologi atau medikametosa, dalam menentukan
pengobatan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu dasar pertimbangan
terapi, jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, evaluasi selama pemberian
obat serta perlu dijelaskan pada pasien bahwa harga obatobatan yang akan
dikonsumsi tidak murah dan dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Tujuan
terapi farmakologi ini adalah berusaha untuk mengurangi resitensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik (Dhingra dkk, 2011). Beberapa obat yang biasa digunakan
α-adrenergik bloker dan 5areductase inhibitors (5ARIs) , kedua obat tersebut
yang saat ini telah disetujui oleh Medications currently approved by Health
Canada untuk digunakan dalam pengobatan BPH (Tanguay et al, 2009).
Untuk pengobatan farmakologis, pedoman AUA 2003 menyatakan bahwa
alfuzosin (Uroxatral), doxazosin (Cardura), tamsulosin (Flomax), dan
terazosin (Hytrin) merupakan pilihan pengobatan yang sesuai untuk pasien
dengan LUTS sekunder untuk BPH. Meskipun ada sedikit 15 perbedaan
dalam profil efek samping dari obat ini, AUA menyatakan bahwa keempat
agen memiliki efektivitas klinis yang sama. Pedoman ini juga menyatakan
bahwa 5α-reduktase finasteride (Proscar) dan dutasteride (Avodart) telah
terbukti merupakan pengobatan yang tepat dan efektif untuk pasien dengan
LUTS terkait dengan pembesaran prostat

2.20. Tinjauan Teori Tentang Terapi Diet Pada BPH

Pola makan yang baik atau diet dapat mengurangi risiko terkena kanker prostat
hingga 50 persen. Demikian diungkapkan John Hibbs, dokter ahli naturopati dari
Universitas Bastyr, Seattle, Washington, Amerika Serikat. Mencegah memang
selalu lebih baik daripada mengobati. Langkah pencegahan itu akan sangat
menguntungkan bila dijalankan oleh mereka yang berisiko tinggi terkena kanker
prostat. Siapa kelompok berisiko tinggi ini? -    Pria usia 50 tahun ke atas. -    

42
Memiliki riwayat kanker prostat dalam keluarga (ayah atau saudara pernah
terkena kanker prostat). -    Ras Afro-Amerika (hal ini masih perlu penelitian
rinci, tetapi ras ini diduga lebih berisiko dibandingkan kulit putih). Cara
pencegahan yang ditawarkan John Hibbs, yakni diet, jelas sangat alami dan
mudah dilakukan. Para pria hanya perlu mendisiplinkan diri untuk menjalaninya.
Langkah itu antara lain memangkas konsumsi lemak, lebih banyak mengasup
buah dan sayuran, dan sebagainya, seperti terurai di bawah ini. Menambah asupan
ikan dan omega 3 Omega 3, nutrisi yang sangat bersahabat dengan jantung ini
rupanya dapat membantu mencegah kanker prostat. Penelitian laboratorium
menunjukkan kekuatan omega 3 dalam menghentikan perkembangan sel-sel
tumor prostat. Saat para peneliti Universitas Harvard menguji 48.000 pria AS
selama 12 tahun, pria yang mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali per minggu, 44
persen lebih sedikit terkena kanker prostat ketimbang mereka yang mengonsumsi
ikan kurang dari dua kali sebulan. Asam lemak omega 3 ditemukan dalam ikan air
dingin seperti salmon, makarel, trout, dan remis. Anda juga dapat mengonsumsi
suplemen minyak ikan. Kurangi daging dan susu Jika Anda ingin terhindar dari
kanker prostat, jauhi makanan berlemak seperti daging dan susu. Banyak studi
mengemukakan, makanan tinggi lemak jenuh meningkatkan risiko terkena kanker
prostat hingga dua atau tiga kali lipat. Pria Jepang yang masih menganut pola
makan tradisional, yakni banyak makan ikan ketimbang junk food, memiliki
risiko yang jauh lebih kecil untuk terkena kanker prostat daripada pria AS.
Mengapa daging dan susu dianggap berbahaya? Menurut Hibbs, lemak jenuh
yang terdapat di dalam keduanya dapat memacu peradangan, yang selanjutnya
mendukung pertumbuhan tumor. Ketika Anda menumpuk lemak hewani dalam
tubuh, itu sama artinya dengan memotong kadar antioksidan si pencegah kanker.
Coba ganti daging merah dengan ikan atau daging unggas tanpa kulit. Lupakan
susu penuh lemak, dan tukar dengan susu rendah atau tanpa lemak. Begitu saran
Hibbs. Pilihlah kedelai Wanita sering disarankan mengonsumsi kedelai guna
menguatkan tulang dan manfaat sehat lainnya. Berdasarkan penelitian terbaru,
pria juga dianjurkan untuk lebih banyak mengonsumsi kedelai. Para peneliti telah
mengamati kesehatan 12.000 orang selama sekitar 20 tahun. Pria yang minum
susu kedelai lebih dari satu kali per hari, 70 persen lebih tidak berisiko untuk

43
terkena kanker prostat ketimbang pria yang tidak meminumnya. Karena itu,
sebaiknya para pria mulai rajin minum susu kedelai. Bisa juga mengganti susu
untuk campuran sereal atau kopi, dengan susu kedelai. Perbanyak sayuran Pada
tahun 2000, peneliti dari Universitas Hawaii memeriksa menu diet dari 3.237 pria.
Setengahnya mengidap prostat dan setengahnya tidak. Survei membuktikan, para
pria yang bebas kanker ternyata mengasup lebih banyak sayuran dan kacang
polong. Baru-baru ini penelitian di Kanada menunjukkan hasil yang sama. Jadi,
bila Anda ingin bebas dari kanker prostat, makanlah sayuran setidaknya lima porsi
sehari. Lengkapi dengan Tomat Sayuran yang mengandung paling banyak zat
pencegah prostat adalah tomat. Tomat mengandung likopen, salah satu keluarga
karotenoid yang bersifat antioksidan. Para ilmuwan dari Universitas Yale telah
menganalisis contoh darah dari 473 pria, baik yang mengidap kanker prostat,
maupun yang tidak. Mereka menemukan, pria yang bebas kanker prostat memiliki
lebih banyak likopen dalam darahnya dibandingkan mereka yang sakit. Likopen
terbaik terdapat dalam tomat yang dimasak. Memasak tomat tak hanya
memaksimalkan fungsi likopen, tetapi juga menambah rasa tomat itu sendiri. Kini
likopen dapat diperoleh dalam bentuk suplemen, tetapi yang terbaik tentu dari
bahan segar alami. “Tomat berisi lebih banyak lagi karotenoid, selain likopen; dan
semua itu penting,” kata Dr William Dahut dari Institut Kanker Nasional AS.
Konsumsi setidaknya 3 buah tomat seminggu untuk mencegah kanker prostat.
Selenium Selenium menjadi primadona pencegah kanker pada tahun 1996 ketika
sebuah studi menunjukkan hasil yang tak terduga. Para peneliti dari Universitas
Arizona memberikan suplemen selenium kepada pasien kanker kulit tiap hari,
dengan harapan dapat mencegah kekambuhan. Tindakan ini ternyata tidak
memberi banyak manfaat. Namun, setelah enam tahun hasil menunjukkan bahwa
pemberian selenium itu justru dapat meredam pertumbuhan kanker prostat. Hasil
ini dikuatkan oleh beberapa studi lain. Selenium banyak ditemukan dalam
makanan nabati, misalnya bawang putih. Untuk memenuhi kebutuhan, Anda bisa
juga mengonsumsi suplemen selenium 200 mkg per hari. Konsumsi vitamin E
Peneliti Finlandia menemukan, vitamin E dapat menekan risiko kanker prostat
sampai 32 persen. Masalahnya, sulit mendapat asupan vitamin E yang cukup dari
makanan sehari-hari. Minyak nabati kaya akan vitamin, tetapi proses pengolahan

44
bisa mengubah kadarnya. Kacang tanah, buncis, dan sayuran hijau juga
mengandung vitamin ini. Supaya kebutuhan tubuh tercukupi, Anda bisa
memperoleh vitamin E dari suplemen dengan dosis 400 IU per hari

2.21. Asuhan Keperawatan Pada BPH

Asuhan Keperawatan Pada BPH

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 11 Juni 2011 pukul 16.00 WIB
dengan anamnesa langsung pada pasien dan keluarga, pemeriksaan fisik serta
catatan status kesehatan pasien di Ruang Mawar III kamar 11A RSUD DR.
Moewardi Surakarta

1. Biodata

a. Identitas Pasien
Nama : Tn. B

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : swasta

Alamat : Batu meja

Tgl Masuk RS : 30 JANUARI 2020

No RM : 011119354

Tgl Operasi : 11 ferbuari 2020

Diagnosa Pre Op : BPH Grade III

Diagnosa Post Op : Post Prostatektomi BPH Grade III

45
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. D

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : batu meja

Hubungan Dengan Klien : istri

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka post op di bagian supra
pubik, rasanya nyut-nyutan,kemeng dan njarem dengan skala nyeri 6.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan sekitar 2 tahun yang lalu mengeluh sulit
BAK. Urin keluar sedikit-sedikit (tidak lancar) dan pasien merasa
kandung kencingnya masih terasa penuh. Kemudian pasien hanya
berobat rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta dan
dipasang kateter untuk mengeluarkan urinnya. Pada pertengahan bulan
Mei, pasien mengeluh tidak bisa BAK selama 2 hari,demam, nyeri
pada area supra pubis,pasien merasa kandung kemihnya
penuh/terdapat retensi urin sehingga pasien dibawa ke RS DKT
(Slamet Riyadi surakarta), selama di RS DKT pasien diberi tindakan
biopsi dan hasilnya pasien didiagnosa BPH. Namun setelah 1 minggu
tidak ada perkembangan kemudian pasien dirujuk ke RSUD Dr.
Moewardi untuk operasi prostatektomy. Operasi dilakukan pada
tanggal 11 Juni 2012 pukul 08.00 WIB.

46
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya,
namun sudah sekitar 5 tahun ini pasien menderita tekanan darah
tinggi.1 tahun yang lalu pasien penah menjalani operasi hernia repair
di RSDM.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien merupakan anak ke tiga dari 4 bersaudara, orang tua
pasien sudah meninggal dunia, kakak pertama pasien telah meninggal
dunia karena stroke dan hipertensi. Istri pasien merupakan anak
pertama dari empat bersaudara,orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pasien dan istrinya memiliki anak satu dan memiliki cucu tiga orang,
mereka sekarang sudah punya rumah sendiri. Sedangkan pasien di
rumah bersama istrinya. Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak
ada yang menderita penyakit seperti pasien.

Genogram:

47
Keterangan:

= perempuan

= laki-laki

= saudara laki-laki yang memiliki hipertensi dan stroke

= laki-laki yang sudah meninggal

= perempuan yang sudah meninggal

= pasien

3. Pola Fungsional

a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan


Pasien dan keluarga sering bertanya mengenai kondisi pasien,
keluarga pasien sangat memperhatikan kesehatan pasien dengan
membawa pasien ke dokter terdekat bila sakit.

b. Pola Nutrisi dan Metabolik

Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan komposisi nasi,


sayur, lauk, dan habis satu porsi, pasien minum 1800cc/ hari.

Selama sakit : Pasien makan 3x sehari dengan diet lunak dari RS,
setelah operasi pasien dipuasakan selama 24 jam.

48
Pengkajian nutrisi:

1) Antropometri
BB awal = 52 kg

BB selama sakit = 50 kg

TB = 155cm

BB ideal = (155-100)±10%= 49,5-60,5 kg

2) Biocemical

Hb = 12,6 g/dl

Leu= 14,5 ribu/ul

Erit= 4,07 juta/ul

Hct=30

3) Clinical Sign

Konjungtiva pucat,mukosa bibir lembab

4) Dietary History
Pasien suka makan tengkleng daging kambing

c. Pola Eliminasi

Sebelum sakit : Pasien BAB 1 kali sehari dengan karakteristik:


konsistensi padat, warna kuning jernih, bau khas, pasien biasa BAK 5-
7x/hari @ 150 ccwarna kuning, bau khas.

Selama sakit : Pasien belum BAB sejak post operasi, BAK


terpasang triway cateter (setelah operasi) dengan spooling drainase
NaCl lost clam, urine bag kemerahan isi kurang lebih 3000 cc/hari
(ganti 5-6 x urine bag).

49
d. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit : Pasien bisa melakukan aktivitasnya dengan


mandiri.

Selama sakit :Pasien mengatakan aktivitasnya terganggu dengan


dipasangnya selang kateter disaluran kencing dan terasa menjalar
sampai kepinggang.

Pasien mengatakan miring kanan dan kiri terasa sakit, sehingga


pasien hanya tiduran diatas tempat tidur. Dalam pemenuhan kebutuhan
pasien dibantu oleh keluarga seperti mandi/sibin, makan dan minum,
ganti pakaian.

Kemampuan 4
0 1 2 3 Keterangan:
Perawatan Diri
Toileting √ 1 = Mandiri

Bathing √ 1 = Alat bantu

Feeding √ 2 = Dibantu orang lain


Dressing √
3 = Dibantu orang lain
Activity √
dengan alat
ROM √
4 = Tergantung total

e. Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit : Pasien dapat tidur nyenyak dengan waktu 1-2 jam
pada siang hari dan malam hari 6-7jam.

Selama sakit : Pasien tidur dengan waktu 1 jam pada siang hari dan
pada malam hari 7-8 jam.

f. Pola Persepsi dan Kognitif

50
Pasien mengalami gangguan pada persepsi nyeri, dan dapat dilihat
dengan pendekatan PQRST.

P: Paliatif/provokatif : luka post operasi

Q: qualitas : nyut-nyutan, njarem

R: Regio : dibagian suprapubik

S: skala : skala nyeri 6

T: time : hilang timbul, durasa ±1-2 menit, terutama


saat bergerak.

h. Pola persepsi diri dan konsep diri

1) Persepsi diri: pasien ingin cepat sembuh, dengan dilakukannya


perawatan selama di Rumah Sakit sehingga bisa berkumpul dengan
keluarganya.

2) Status emosi: pasien termasuk orang yang sabar.

3) Konsep diri:
a) Citra diri : pasien mengatakan bahwa dirinya adalah laki-laki.

b) Identitas : pasien mengatakan usianya 66 tahun, pekerjaan


seorang petani

c) Peran : pasien adalah seorang suami dan ayah yang baik serta
keluarga yang menafkahi keluarganya.

d) Ideal diri : pasien beranggapan bahwa penyakitnya akan sembuh


bila dirawat di Rumah Sakit.

e) Harga diri : pasien mengatakan tidak malu dengan keadaannya


sekarang.

i. Pola Peran Hubungan

51
Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitar cukup
baik. Hal ini terbukti saat pasien sakit banyak keluarga yang menunggu
dan banyak kerabat yang menjenguk.

j. Pola Mekanisme Koping

Dalam menghadapi masalah saat ini, pasien berserah diri kepada


Allah dan selalu berdoa serta menjalani pengobatan sesuai dengan
prosedur yang telah dianjurkan oleh tim medis.

k. Pola Nilai Kepercayaan/Keyakinan

Pasien beragama islam dan taat beribadah. Pasian sholat 5


waktu, selama sakit pasien tidak melaksanakan sholat, karena merasa
nyeri. Keluarga yakin bahwa melalui pengobatan ini pasien dapat cepat
sembuh.

4. Pemeriksaan Fisik Per Sistem (tanggal 11 Juni 2012)

a. Keadaan Umum : Lemah

b. Kesadaran : Composmentis

c. Tanda – tanda Vital


TD

: 150/90 mmHg

N : 92 x/ menit

S : 36,5 oC

R : 20 x/menit

d. Sistem Pernafasan
DS :

1) Pasien mengatakan tidak sesak nafas

52
2) Pasien mengatakan lingkungan tempat tinggalnya tidak dekat
dengan daerah berpolusi udara

3) Pasien mengatakan bukan perokok

4) Pasien tidak memakai alat bantu pernafasan


DO :

1) Frekuensi pernafasan : 20 x/menit

2) Irama nafas : regular

3) Tidak terdapat nafas cuping hidung

4) Inspeksi dada : pengembangan dada simetris, tidak terdapat


luka/memar, tidak sianosis

5) Perkusi dada : sonor

6) Palpasi dada : taktil fremitus terasa simetris kanan dan kiri

7) Auskultasi : suara nafas paru vesikuler

e. Sistem Kardiovaskuler
DS :

1) Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi sejak ±5


tahun yang lalu

2) Pasien mengatakan suka makan tengkleng (daging kambing)

3) Pasien mengatakan jarang minum obat penurun tensi kecuali


jika tekanan darahnya diatas 160/100 mmHg

4) Pasien mengatakan belum pernah mengalami nyeri dada

5) Kakak pertama pasien telah meninggal dunia karena hipertensi


dan stroke

53
6) Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit paru,
diabetes mellitus
DO :

1) TD : 150/90 mmHg

2) Denyut Nadi/Pulsasi (arteri radialis) : 92 x/menit

3) Tekanan Vena Jugularis : tidak ada

4) Bunyi jantung S1 dan S2, terdengar regular

5) Capillary refill 2 detik

6) Tidak terdapat varises, phlebitis, maupun oedem pada


ekstremitas

7) Tidak terdapat sianosis dan clubbing finger pada kuku

f. Sistem Persarafan
DS :

1) Pasien mengatakan belum pernah mengalami kecelakaan,


jatuh/trauma.

2) Pasien mengatakan jika tekanan darahnya tinggi (biasanya


diatas 160/100 mmHg) pasien merasa pusing

3) Pasien mengatakan jarang sekali merasakan kesemutan/kebas


(jimpe)
DO :

1) Kesadaran : Compos Mentis

2) GCS : E4V5M6

3) Wajah : Simetris

54
4) Pupil : isokor

5) Pasien tampak kooperatif

6) Orientasi TWO (tempat, waktu, orang) : baik

7) Fungsi Saraf Kranial/Nervus Cranial (NC)

a) NC I (Olfaktorius), sensorik : b) NC II (Optikus), sensorik :


penciuman pasien baik pasien masih bias membaca
tulisan pada jarak ±1 meter

c) NC III (Okulomotorius), motoric : d) NC IV (Troklearis),


arah pandang pasien focus pada motoric : pasien mampu
penguji, reflex pupil +/+ menggerakan bola mata ke atas-
bawah dengan bebas

e) NC V (Trigeminus), sensorik dan f) NC VI (Abdusens),


motoric : reflex kornea + ketika tangan motoric : pasien mampu melirik
penguji didekatkan pada mata pasien, kanan-kiri dengan baik
pasien merasakan sensasi ringan pada
wajah ketika diberikan sentuhan lembut

g) NC VII (fasialis), sensorik dan h) NC VIII (auditorius),


motoric : wajah pasien tampak simetris sensorik : pasien mampu
saat tersenyum, menaik-turunkan alis, mendengarkan suara dengan
pasien mampu merasakan rasa manis, baik, tetapi pendengaran pasien
pahit, manis maupun asam sedikit berkurang jika
pembicara berbicara pelan

i) NC IX (Vagus), sensorik dan j) NC X (Vagus), sensorik dan


motoric : pasien tidak memiliki motoric : gerakan palatum dan
gangguan menelan gerakan faring baik ketika
pasien berkata “ah”

k) NC XI (Aksesoris spinal), motoric : l) NC XII (Hiplogosum),

55
gerakan bahu dan kepala baik motoric : lidah pasien dapat
bergerak dari samping
kesamping

8) Fungsi saraf motoric

a) Pergerakan sendi : fleksi-ekstensi leher 45o, rotasi leher 180o.


ekstremitas atas pasien (siku) mampu fleksi dan ekstensi 150 o,
pronasi-supinasi lengan bawah 90o, pergelangan tangan fleksi-
ekstensi 90o, mengenggam 90o. ekstremitas bawah: fleksi-
ekstensi tungkai 60o, fleksi-ekstensi jari kaki 45o

b) Tonus otot : tidak nampak

c) Kekuatan otot : 5 5
5 5

d) Kemampuan mobilisasi : pasien masih berbaring ditempat tidur

e) Deformitas : -

f) Pembengkakan sendi : -

g) Kontraktur : -

h) Penggunaan alat bantu jalan : -

9) Reflex tendon

a) Biseps : +

b) Trisep : +

c) Tanda rangsang meningen: kaku kuduk: -

56
d) Babinsky : -

g. Sistem Integumen
DS :

1) Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit/gangguan


kulit

2) Pasien mengatakan kulit didaerah luka post-op terasa cekit-


cekit
DO :

1) Kulit : kuning langsat, turgor kulit 2 detik, S:36,5 oC

2) Rambut : hitam, dominan putih, persebaran tidak merata

3) Kuku : tidak sianosis, tidak terdapat clubbing finger

e. Sistem Perkemihan
DS :

1) Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan ginjal

2) Pasien mengatakan sejak ±2 tahun yang lalu mengalami sulit


BAK (buang air kecil sedikit-sedikit, tidak tuntas)

3) Pasien mengatakan belum pernah menggunakan obat diuretic

4) Pasien mengatakan BAK 5-7 x/hari dengan jumlah urin


±150/BAK

5) Pasien mengatakan lebih sering merasakan BAK ketika malam


hari (2-3x BAK)
DO :

1) Retensi Urin karena adanya kloting (post-op)

57
2) Karakteristik urin pasien (pasien terpasang DC, terhubung
dengan urine bag) : warna kemerahan (bercampur darah),
jumlah dalam 1 hari ±1000ml, terdapat bekuan darah

3) Terpasang drainase di bawah umbilikus sebelah kanan, cairan


yang keluar darah ±100 cc

f. Sistem Gastrointestinal
DS :

1) Pasien mengatakan tidak mempunyai pantangan makanan


apapun

2) Pasien biasa makan 3x/hari dengan nasi, sayur, lauk pauk,


minum air putih 1800 cc/hari

3) Selama sakit pasien tidak kehilangan nafsu makan

4) Pasien tidak merasakan mual, muntah ataupun nyeri perut

5) Pasien BAB 1x/hari konsistensi lembek, namun selama di


pasien belum bisa BAB sejak post op
DO :

1) BB pasien: awal 52 kg. selama sakit 50 kg, TB 155cm

2) Pasien tidak halitosis (bau mulut)

3) Kondisi mulut: gigi: premolar atas sudah tanggal 2, tidak ada


karies. Tonsil: tidak ada pembengkakan. Bibir: agak kering,
tidak terdapat stomatitis, mukosa lembab.

4) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ascites, terdapat luka jahit
prostatectomy di area supra pubic (kuadran VIII) dan

58
terdapat bekas luka operasi hernia repair inguinalis sinistra
sepanjang 6 cm
Auskultasi : peristaltik usus 10 x/menit
Perkusi : Thympani
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

5) Anus: tidak terdapat hemorrhoid

g. Sistem penginderaan
DS :

1) Pasien tidak mempunyai riwayat infeksi mata/telinga

2) Pasien tidak mempunyai riwayat trauma mata/telinga

3) Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit mata/ telinga seperti


katarak, glaucoma, otitis media, tinnitus, dsb

4) Pasien mengatakan jika penglihatannya sekarang berkurang


karena factor usia

5) Pasien juga mengatakan pendengarannya mulai berkurang jika


orang berbicara pelan dan jaraknya jauh
DO :

1) Pemeriksaan Mata
konjungtiva pucat, sklera putih, pupil isokor, tidak
terdapat oedem palpebra, tidak memakai alat bantu
penglihatan, gerakan ekstraokuler/gerakan mata +/+

2) Pemeriksaan Telinga
telinga simetris kanan kiri, tidak terdapat luka, tidak
terdapat serumen, tidak terdapat nyeri tekan

3) Pemeriksaan Hidung

59
Simetris, mancung, tidak terdapat nafas cuping hidung,
bersih, tidak keluar cairan maupun epistaksis, tidak terpasang
canul O2

h. Sistem Endokrin
DS :

1) Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat DM

2) Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan


pertumbuhan
DO :

1) Pasien bertubuh proporsional sesuai jenis kelamin dan usianya

2) Struktur, bentuk dan ekspresi pasien normal, tidak ditemukan


adanya kelainan

3) Tidak terdapat hiperpigmentasi kulit

4) Terdapat jakun pada leher pasien

5) Tidak terdapat pertumbuhan rambut yang berlebih pada tubuh


pasien

6) Tidak terdapat pembesaran payudara

7) Tidak terdapat pembesaran abdomen karena lemak

8) Pasien tidak tremor

9) Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid

10) Tidak ditemukan suara bruit pada leher

11) GDS 95 mg/dl

i. Sistem Cairan dan elektrolit

60
DS :

1) Pasien mengatakan hanya minum 5-6 gelas air putih/hari


,@250 cc

2) Pasien mengatakan badannya tidak lemas

3) Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat kejang


DO :

1) Intake cairan :2000 ml

2) Output cairan : BAB+BAK+IWL : 100+1400+450=1950cc

3) Balance cairan:intake –output = 50cc

4) Pasien tidak diare atau muntah

5) Turgor kulit 1 detik

6) Tekstur kulit agak lembab

7) Tidak terdapat oedem

8) Suhu tubuh 36,5 oC

9) Terpasang infus KaEn 20 tpm

j. Sistem Imunitas
DS :

1) Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi

2) Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hubungan


seksual

3) Pasien mengatakan pernah melakukan transfusi darah (2 colf) 2


hari pre operasi prostatektomy

61
4) Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit infeksi
kronis

5) Pasien pernah menjalani operasi repair hernia inguinalis di


RSDM pada tanggal 23 januari 2011

6) Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan steroid


DO :

1) Tidak terdapat lesi, erythema maupun purpura pada kulit pasien

2) Tidak terdapat dermatitis

3) Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe (servikal, aksilaris,


inguinalis)

4) Tidak terdapat nyeri tekan pada kelenjar limfe (servikal,


aksilaris, inguinalis)

k. Sistem Reproduksi
DS :
Pasien berumur 66 tahun, menikah pada usia 24 tahun dengan
istrinya sampai sekarang. Sejak 15 tahun yang lalu pasien sudah tidak
berhubungan suami istri lagi dengan istrinya, karena istrinya sudah
menopause. Pasien dikaruniai 1 orang putri yang sudah memberi 3
orang cucu. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit reproduksi.
Pasien mengatakan tidak pernah memeriksa testis sendiri.

62
DO :
Pasien mengalami pembesaran prostat sejak 2 tahun
yang lalu. Kini pasien terdiagnosa Benigna Prostat Hiperplasia Grade
III.

5. Data Penunjang

a. Serologi tanggal 5 Juni 2012-06-15


tumor marker : PSA (prostat) : 26,25 ng/ml (00,00-4,50)

b. Laboratorium
Tanggal 13 Juni 2012

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hb 12,6 g/dl 13,5 – 17,5

Ht 37 % 33 – 45

Leu 14,5 ribu/ul 4,5 – 11,0

Tromb 250 ribu/ul 150 – 450

Erit 4,07juta/ul 4,50 – 5,90

c. Patologi Anatomi
Pemeriksaan tanggal : 13 Juni 2012

Asal Jaringan : Prostat

Diagnosa Klinik : Benigna Prostat Hiperplasia Grade III

- Makros : Diterima jaringan 2 buah 90 gram, kenyal, coklat, 2


coupe.

- Mikros : Jaringan prostat dengan hiperplasia kelenjar dan stroma


fibromuskular. Tidak didapat tanda-tanda ganas.

- Kesimpulan :Hiperplasia Prostat Benigna.

63
d. Terapi

1) Infus KaEn 20 tpm

2) Infus NaCl 0,9% 20 tpm

3) Ceftriaxon 2 x 1gr

4) Kalnex 3 x 500mg

5) Ketorolax 2 x 80mg

6) Dexametason 2 x 5 mg

7) Ranitidin 2 x 50 mg

8) Irigasi NaCl

e. Laporan Operasi (tanggal 11 Juni 2012 jam 08.00)


Diagnosa Pre- Operasi : BPH

Tindakan Operasi : Prostatektomy

Hemoglobin : 11, 7 g%

Golongan Darah :B

Induksi : Butain

Jenis Anastesi : Regional Anestesi

Jenis Operasi : Besar

Prostatectomy :

1) Pasien tidur telentang di meja operasi dengan spinal anestesi .

2) Desinfeksi area operasi, tutup duk steril

3) Insisi medial infra umbilikal 15cm

64
4) Perdalam insisi sampai vesica urinaria

5) Buli (+) dibuka, pengambilan prostat ke arah buli

6) Dilakukan prostatektomi trans vesikamassa kesan vesika ± 40gr

7) Jahit leher buli dengan savyl 2 – 0

8) Perdarahan berhenti, pasang kateter 3 way 22F

9) Kembangkan balon 40cc

10) Tutup buli, bocor (-)

11) Tutup luka operasi lapis demi lapis dengan meninggalkan


drain

12) Operasi selesai.

Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS : Gangguan terputusnya
. rasa nyaman kontinuitas
- Pasien mengatakan nyeri
nyeri jaringan
pada luka post op
(tindakan

- P : luka post operasi pembedahan post

Q : nyut-nyutan, operasi BPH)

njarem

R : di bagian supra
pubik
S : skala nyeri 6
T : hilang timbul
durasi ±1-2 menit terutama
saat bergerak
DO : - Pasien tampak meringis
kesakitan.

65
- TTV
TD : 150/90 mmHg

S : 36,5 oC

N : 92 x/ menit
R : 20 x/menit

- Pasien nampak
memegangi perutnya saat
bergerak

- Pasien nampak tidur


terlentang

2 DS:- Resiko Obstruksi


. DO: retensi urin gumpalan
- Terpasang DC dan darah/kloting
drainase , urine keluar
berwarna merah ± 1000 cc

- Terdapat gumpalan darah di


tepi dalam selang cateter

3 DS : - Resiko Tindakan
. infeksi
DO : pembedahan
dan
- Pasien terpasang infus
NaCl 20 tpm pada tindakan

ekstremitas kiri atas invasive

- Terdapat luka jahitan


prostatectomy pada
daerah suprapubic ± 7

66
cm

- Terpasang DC dan
irigasi,urine berwarna
merah, jumlah cairan
1500cc diganti 5x sehari)

- Terpasang irigasi di
bawah umbilicus, cairan
darah 100 cc

- Hb 12,6 gr/dl

- Leukosit 14,5 ribu/ul

- Eritrosit 4,07 juta/ul

67
4 DS : Gangguan Nyeri post op
. mobilisasi
- Pasien mengatakan tidak
leluasa/kesulitan dalam
beraktivitas karena takut
nyeri.

- Klien mengatakan
belum bisa turun dari
tempat tidur.

- Klien mengatakan kalau


untuk duduk luka
operasinya masih sakit

DO :

- Pasien tampak lemah

- Pasien tampak tidur


terlentang

- Pasien tampak hati-hati


ketika bergerak

- Pasien dibantu keluarga


dalam pemenuhan ADL
Aktivitas pasien dibantu
oleh keluarga
Kemam
puan
0 1 2 3 4
Perawatan
Diri
Toiletin √
g

68
Bathing √
Feeding √
Dressing √
Activity √
ROM √

Keterangan:

0 = Mandiri

1 = Alat bantu

2 = Dibantu orang lain

3 = Dibantu orang lain


dengan alat

4 = Tergantung total

Diagnosa Keperawatan Post Operasi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan (tindakan pembedahan post operasi BPH)

2. Resiko retensi urin berhubungan dengan obstruksi gumpalan darah/kloting

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Tindakan pembedahan dan


tindakan invasive.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post op.

69
Intervensi
No Intervensi
Tujuan Tindakan
Dx Rasionalisasi
1 setelah dilakukan 1.Mengetahui
1. kaji skala nyeri
tindakan keperawatan perkembangan lebih
klien
selama 3x24 jam Nyeri lanjut, agar dapat
berkurang atau hilang. 2. Ajarkan teknik menetukan intervensi

relaksasi napas yang tepat


- Klien mengatakan
dalam bila bergerak 2.Menurunkan
nyeri berkurang /
saat nyeri muncul tegangan otot,
hilang.skala 3-4
memfokuskan
3. Berikan posisi
- Ekspresi wajah klien kembali perhatian dan
yang nyaman
tenang. dapat meningkatkan
kemampuan koping.
4. Anjurkan pada
- Tanda – tanda vital
klien untuk tidak 3.Melancarkan
dalam batas normal. sirkulasi dan
duduk dalam waktu
0
S = 36-37 C mengurangi nyeri
yang lama sesudah
130 140 tindakan TUR-P. 4.Mengurangi
− mmHg
T= 90 90 tekanan pada luka
5. Jagalah selang insisi
N = 60-100 x/mnt drainase urine tetap
5.Sumbatan pada
R = 16-20 x/mnt aman dipaha untuk
selang kateter oleh
mencegah
bekuan darah dapat

70
menyebabkan distensi
peningkatan
kandung kemih
tekanan pada dengan peningkatan
kandung kemih. spasme.
Irigasi kateter jika
terlihat bekuan pada
6.memblok
selang.
lintasan nyeri
6. Laksanakan
terapi pemberian
analgetik
2 Setelah dilakukan 1. pantau 1.adanya perubahan
tindakan keperawatan jumlah dan cairan warna dan jumlah
selama 1x24 jam tidak yang keluar dari mungkin ada
terjadi retensi selang cateter masalah dalam
urin,dengan kriteria hasil: bladder
2.kaji respon
- Warna urin dan pasien 2. respon pasien
cairan merah jernih menandakan adanya
3.lakukan
masalah dalam
bladder spooling
- Tidak terdapat bladdernya
gumpalan darah 4. berikan
3.meghindari kloting
dalam selang cairan per oral dan
secara dini
parenteral
- Cairan irigasi lancar
4.memperbanyak
5.fiksasi selag
- Jumlah cairan yang produksi urin
cateter pada paha
terdapat di urine bag pasien,usahakan 5.agar aliran cairan
± 200 cc/jam urine bag berada bisa maksimal
lebih rendah dari sehingga tidak
tubuh pasien terjadi cloting pada
selang

71
3 setelah dilakukan
1. Observasi tanda – 1Mencegah sebelum
tindakan keperawatan
tanda vital, laporkan terjadi infeksi.
selama 2x24 jam Tidak
tanda – tanda infeksi.
terjadi infeksi 2Mencegah
2. Pertahankan sistem pemasukan bakteri
- Klien tidak
kateter steril, berikan dan infeksi
mengalami infeksi.
perawatan kateter
3Meningkatkan
- Dapat mencapai dengan steril.
output urine
waktu penyembuhan.
3. Anjurkan intake sehingga resiko
- Tanda – tanda vital cairan yang cukup terjadi ISK
dalam batas normal dan (2500 – 3000 ml) dikurangi dan
tidak ada tanda – tanda sehingga dapat mempertahankan
infeksi (kalor, dolor, menurunkan fungsi ginjal.
rubor, potensial infeksi.
4Memutus
tumor,fungsiolesa)
4. Lakukan medikasi penyebaran
- Leukosit, eritrosit,Hb dengan prinsip steril mikroorganisme
dbn
5. Jaga kebersihan luka 5Menjaga agar
keadaan baik dan
6. Pertahankan posisi
terhinda dari
urobag dibawah.
perkembangbiakan

7. Kolaborasi dengan kuman

dokter untuk
6Menghindari refleks
memberi obat
balik urine yang
antibiotik.
dapat memasukkan
bakteri ke kandung
kemih.

7Untuk. mencegah
infeksi dan
membantu proses

72
penyembuhan
4 Setelah dilakukan 1. kaji kemampuan 1. dari pengakjian
tindakan keperawatan mobilisasi pasien dapat ditentukan
selama 3x24 jam intrvensi keperawatan
2.bantu pasien
diharapkan gangguan selanjutnya
melakukan aktivitasnya
mobilitas fisik dapat
secara bertahap 2.3 membantu
teratasi dengan kriteria
pemenuhan ADL
hasil: 3.Libatkan anggota
pasien
- pasien dapat melakukan keluarga dalam

mobilisasi secara pemenuhan ADL pasien 4.mengurangi


nyeri saat beraktifitas
bertahap 4.anjurkan pasien
menggunakan teknik
- Pasien dapat relaksasi sebelum dan
memenuhi AL sesudah memulai
nya secara bertahap aktifitas
atau dibantu sebagian

Implementasi

Tgl/Ja N o
Tindakan Respon Pasien
m Dx
04 1 Memberi posisi nyaman,semi S: pasien mengatakan lebih
ferbuari fowler nyaman
2020
O: pasien nampak lebih
16.25 nyaman

73
16.30 1 Memberi injeksi S:pasien mengatakanbersedia
,2 untuk disuntik.
- Dexametason 5 mg
O:obat masuk lewat IV intra
- Ceftriaxon 1gr selang, tidak terdapat tanda-tanda
flebitis
19.00 1 Mengkaji ulang nyeri S: pasien mengatakan nyeri
pada bagian bekas jahitan,apalagi
bila digunakan bergerak

P:luka pos op

Q:nyeri sengkrang-sengkrang

R: bagian jahitan dan luka


pembedahan

S: skala 6

T: hilang timbul
19.10 1 Menganjurka nafas dalam bila S:pasien mau melakukan nafas
nyeri muncul dalam

O: pasien dapat melakuan nafas


dalam

20.00 2 Memeriksa cairan irigasi S:-

O:-cairan irirgasi 1300


cc,warna kemerahan,terdapat
gumpalan dipinggir selang, aliran
lancar

20.00 3 Memeriksa cairan drainase S:-

O:-cairan darah,jumlah 100 cc


24.00 1,3 Memberikan injeksi S: pasien mengatakan bersedia

74
disuntik

- Kalnex 500mg O: obat masuk melalui iv intra


selang
- Ketorolax 80mg
-tidak ada tanda-tanda flebitis
04 1,3 Memberikan injeksi S: pasien mengatakan bersedia
ferbuari disuntik
- Ceftriaxon 1gr
2020
O: obat masuk melalui iv intra
08.30 - Dexametason 5mg selang

-tidak ada tanda-tanda flebitis

09.00 1 Mengukur TTV dan S: pasien mengatakan pusing


memeriksa KU dan lemas

O: -pasien nampak lemah

TTV

T: 140/90

N:88x/menit

R:20x/menit

S:36,70C
10.00 4 Membantu pasien berpakaian S: pasien mengucapkan terima
kasih

D: pasien nampak menyeringai


saat bergerak memakai baju
10.05 4 Melibatkan istri pasien dalam S:-
memakaikan baju
O: pasien agak kesulitan dalam
memakai baju

75
5 3 Melakukan perawatan luka post S: pasien mengatakan nyeri
ferbuari op saat luka dibuka
2020
O: nampak luka bersih,
09.00 terdapat 7 jahitan, tidak terdapat
pus, tidak kemerahan
10.00 2 Memeriksa cairan irigasi S: pasien mengatakan bahwa
tadi sudah diganti 2x sejak tadi
malam

O: cairan berwarna merah


bening, jumlah 500cc, terdapat
gumpalan darah dipinggir selang
bagian dalam
16.00 1 Mengkaji ulang nyeri S: pasien mengatakan lebih
nyaman setelah dimedikasi tadi

P:luka post op

Q:nyut-nyutan

R:bagian luka post op

S: skala 5

T: hilang timbul
19.00 2 Melakukan bladder spooling S: pasien mengatakan nyeri
pada bladdernya

O: terdapat stolsel diameter ±3


cm,cairan NaCl yang masuk 100
ml

Evaluasi
Tgl/ja No
Evaluasi
m Dx
6 1 S: - pasien mengatakan nyeri berkurang,skala 5

76
ferbuari -Pasien mengatakan sudah bisa mengontrol nyerinya
2020
O: - pasien nampak lebih tenang
09.00 -TTV:
TD: 140/90 mmHg
N: 85x/menit
R:19x/menit
T:36,70C
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

- Memberikan posisi nyaman pasien

- Menganjurkan nafas dalam

- Memberikan injeksi ketorolac 80 mg


10.00 2 S:

O:- cairan yang keluar berwarna kemerahan jernih,tidak terdapat


stolsel

-Jumlah cairan 1500cc


-Cairan irigasi lancar
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi : pantau jumlah dan warna cairan yang
keluar
09.00 3 S: pasien mengatakan tidak terasa panas pada luka post op

O:- tidak terdapat tanda-tanda flebitis

-Luka bersih,tidak ada pus maupun kemerahan

A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi

- Lakukan medikasi dengan tekik aseptik

- Jaga kebersihan luka


12.00 4 S: -pasien mengatakan sudah mampu bergerak dan berani untuk

77
bergerak

-pasien mengatakan sudah mampu beraktifitas sebagian dan


bertahap

O: - pasien mampu memenuhi ADL nya sebagian

-pemenuhan ADL pasien sebagian masi dibantu istrinya

A: Masalah teratasi

P: Lanjutkan intervensi : libatkan anggota keluarga dalam


pemenuhan ADL pasien

BAB III

PENUTUP

2.1. Simpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang


mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut,
memiliki potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat

78
hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya
penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP
dan prostatektomi terbuka.

hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik
akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang mempengaruhi aktifitas
pasien dalam kehidupan sehari-hari. Pasien dengan gagal ginjal kronik
terjadi penurunan fungsi ginjal, sehingga perlu menjalani terapi hemodialisis
dan terapi diet untuk mempertahankan fungsi ginjal dan status gizi pasien.
Terapi diet dapat digunakan sebagai terapi pendamping (komplementer)
dengan tujuan menjaga status nutrisi yang baik. Oleh karena itu, petugas
kesehatan perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang pola diet yang
bagus kepada pasien gagal ginjal kronik dan keluargnya agar bisa
meningkatkan kualitas hidup.

2.2. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi
acuan dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum
menentukan rencana tindakannya.

Bagi Pasien Gagal Ginjal Kronik Diharapkan pasien gagal ginjal kronik
lebih patuh dalam menjalankan diet yang dianjurkan oleh petugas kesehatan.
Bagi Rumah Sakit Mampu memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien
hemodialisis mengenai kepatuhan diet. Bagi peneliti selanjutnya Sebaiknya,
pengambilan data dilakukan pada saat pasien sudah selesai melakukan cuci
darah, karena lebih efektif dalam mengisi kuesione

79
80
DAFTAR PUSTAKA

Hawks, Black &. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier.

Prabowo & Pranata. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Sutjahjo. (2015, hal 99). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam . Surabaya: Airlangga
University.

Burke dkk. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Eliminasi.


jakarta: EGC.

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action
Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit
Nuha Medika.

81

Anda mungkin juga menyukai