Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 2
A. Latar Belakang............................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan ......................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................................................ 4
A. Studi Kasus .................................................................................................. 4
B. Definisi ........................................................................................................ 7
C. Klasifikasi .................................................................................................... 7
D. Etiologi ........................................................................................................ 9
E. Mnaifestasi Klinis ........................................................................................ 8
F. Patofisiologi ................................................................................................. 11
G. Komplikasi .................................................................................................. 11
H. Peran Perawat dalam Penanganan Gagal Ginjal Kronik (GGK) ................. 14
I. Konsep Peran Perawat ................................................................................. 14
J. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Perawat ..................................... 16
K. Pembahasan Jurnal ...................................................................................... 16
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .................................................................................................. 19
B. Saran ............................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring
darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90%
darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan
ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal
dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya
pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang
lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit
pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang
memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit
ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di
tulang dan otot serta anemia. Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik
lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal

2
spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau
transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan
bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat
dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu,
upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang
efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena
berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Definisi Gagal Ginjal Kronik?
2. Bagaimana Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik?
3. Bagaimana Etiologi Gagal Ginjal Kronik?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik?
5. Bagaimana Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik?
6. Bagaimana Komplikasi Gagal Ginjal Kronik?
7. Bagaimana Peran Perawat dalam penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik?

C. Tujuan
Adapun tujuan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Definisi Gagal Ginjal Kronik
2. Untuk mengetahui Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
3. Untuk mengetahui Etiologi Gagal Ginjal Kronik
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
6. Untuk mengetahui Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
7. Untuk mengetahui Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Gagal Ginjal
Kronik

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Studi Kasus

Derita Bayi Arsyil yang Perutnya Membesar dan Terancam Gagal Ginjal

Selasa, 29 Agustus 2017 | 06:06 WIB

Perut bayi Arsyil (19 hari) yang terus membesar karena menampung air seni yang
dia keluarkan. Daging tumbuh didalam alat kelaminnya membuat bayi Arsyil
tidak bisa buang air kecil, sehingga kedua ginjalnya terancam gagal ginjal karena
terinveksi jika tidak segera dioperasi.

NUNUKAN,KOMPAS.com – Berkat curahan hati Parida Novitasari di media


sosila Facebook, bayi Arsyil Zafarino (19 hari) mendapat secercah harapan

4
terbang ke Rumah Sakit Dr Sutomo Surabaya untuk pengobatan penyakitnya.
Arsyil tidak bisa kencing karena adanya daging tumbuh pada saluran kencingnya
yang diderita sejak dalam kandungan.

Anak dari pasangan Adi Prasetyo dan Jumisah warga Jl Pasar Lama RT 01
Kelurahan Nunukan Utara Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ini lahir
dengan operasi caesar karena belum lahir hingga usia kandungan mencapai 10
bulan.

“Lahirnya dicaesar karena ketubannya kering. Setelah lahir bayi diketahui ada
daging tumbuh di dalam kelaminnya sehingga tidak bisa kencing,” ujar Parida,
yang merupakan tante dari Arsyil, Senin (28/8/2017).

Akibat tersumbatnya saluran kencing, air seni yang dikeluarkan Arsyil justru
kembali ke dalam perut. Akibatnya perut Arsyil kian hari kian membesar karena
menampung kemihnya. Arsyil terancam gagal ginjal bila tidak segera dioperasi
karena kedua ginjalnya telah terinfeksi.

Supaya sang bayi bisa membuang air kecil, dokter terpaksa memasang selang
kecil di selangkangan Arsyil. Namun ”Walau dipasang selang tapi kencingnya
hanya menetes saja. Lebih banyak yang lari ke perut,” sebut Parida.

Sayangnya Rumah Sakit Umum Kabupaten Nunukan tidak mampu menangani


penyakit Arsyil karena minimnya peralatan medis. Arsyil kemudian dirujuk ker
Rumah Sakit Umum di Kota Tarakan. Namun Adi Prasetyo dan Jumisah yang
berjualan mi ayam di depan Rumah Sakit Umum Nunukan tersebut, hal itu
menjadi persoalan.

Untuk biaya opname saja mereka masih punya utang Rp 3 juta karena biaya
opname bayi Asryil tidak termasuk biaya yang ditangung BPJS atas nama ibunya.
“Untuk melunasi biaya melahirkan di Rumah sakit saja mereka harus jual tempat
usaha berjualan mi ayam,” kata Parida.

5
Berharap segera mendapat kesembuhan, Adi dan Jumisah pun menjual ponsel
serta harta benda milik mereka agar Asryil bisa ke Rumah Sakit di Kota Tarakan.
Sayangnya hingga di Kota Tarakan pihak rumah sakit juga angkat tangan
menangani penyakit Asryil. Pihak rumah sakit merujuk bayi Asryil ke Rumah
Skit Dr Soetomo di Surabaya.

Karena sudah tidak memiliki biaya, Adi dan Jumisah memutuskan untuk
membawa bayi Asryil kembali ke rumah di Nunukan.

Terenyuh dengan kondisi sang keponakan, Parida Novitasari kemudian mem-


posting derita Arsyil di Facebook. Sejak diunggah Jumat (25/8/2017) bayi Arsyil
sudah mendapat donasi Rp 13 juta lebih.

Dengan dana tersebut Arsyil pun berangat ke Surabaya.

“Tadi siang jam 13:00 Wita, Asryil naik speedboat ke Tarakan. Rencana besok
akan terbang ke Surabaya,” ucap Parida.

Parida mengaku Kartu indonesia Sehat (KIS) BPJS yang diurus setelah kelahiran
Asryil memang bisa meringankan beban biaya yang harus ditangung. Namun
biaya untuk mendampingi Arsyil berobat ke Surabaya juga sangat besar.

Oleh karena itu, Parida menyebut tetap membuka donasi melalui akun
Facebooknya untuk pengobatan bayi Asryil sampai sembuh. “Kita laporkan terus
perkembangannya melalui Facebook sebagai pertangung jawaban kepada donator.
Kita tidak tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan dedek Asryil,”
pungkas Parida.

Penulis: Kontributor Nunukan, Sukoco

Editor: Erlangga Djumena

6
B. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir (ERSD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam
darah) (Brunner & Suddart, 2001 dalam Nian Afrian Nuari dan Dhina
Widayati, 2017).
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006). Penyakit ginjal
kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (FKUI, 2006).

C. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial
Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala
umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau
memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek
antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya

7
terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus
(glomerulonefritis pascastreptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi
lain (Elizabeth, 2000)
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis
Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan
dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna
suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi
maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal
mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal. Stenosis arteri
renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah
(arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk
bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering
menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya
diduga karena adanya perubahan sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

8
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
sistem tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva,
haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.

E. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal
yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat

9
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut
rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefronnefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang
(Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah
menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai
respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron
yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh
beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan
reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa
nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme
adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun
akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi
dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga
keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi
dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan.
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut
dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah
keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti
maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per
nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine
menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu

10
sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia
(Price, 2006).

F. Stadium Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan
mencakup menurut Corwin (2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn
banyak nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari
5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin
yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin
subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan
vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi,
antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga
terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal
kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin
merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada

11
penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air.
Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema,
namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya
memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume
tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid
dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian
filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang
sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat
disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi
dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering.
Bekuan uremik merupakan presipitat Kristal ureum pada kulit dan timbul
hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat
menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi
pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala
mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis
serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan.
Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan
dengan bau napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus

12
hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam
menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot
pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor,
dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada
uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid
hormone, PTH) pada transport kalsium membran yang dapat berkontribusi
dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur
seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat
juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat.
Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat
peningkatan risiko bunuh diri.

8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis dapat
mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin
akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di
sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar
ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang

13
berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialysis arteriovena yang besara dapat
menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga
mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang
tersisa.

H. Peran Perawat dalam Penanganan Gagal Ginjal Kronik


Peran perawat sebagai care giver dalam kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang
menjalani terapi Hemodialisis yakni :
1. Memberikan asuhan keperawatan yang holistik dan sikap yang baik kepada
pasien GGK
2. Mampu untuk membangun perspektif positif pada pasien GGK agar dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka (dengan memiliki kerjasama antara
perawat dan pasien penyakit GGK)
3. Memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai spiritual/agama yang diimani
oleh setiap individu (pasien) yang membuat seseorang itu mampu
menenangkan dirinya sendiri dengan berprasangka baik terhadap apa yang
dideritanya.
4. Peduli dengan kebutuhan biologis, psikologis, dan sosiobudaya klien, melihat
pengalaman manusia dalam cakupan yang luas. Mereka harus belajar
mengatasi ansietas, kemarahan, kesedihan dan keceriaan, dalam membantu
klien sepanjang rentang sehat-sakit.

I. Konsep Peran Perawat


Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh
perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat di pengaruhi oleh keadaan
social dan bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Peran perawat adalah tingkah laku
perawat yang diharapkan oleh orang lain untuk berproses dalam system sebagai
pemberi asuhan, pembela pasien, pendidik, coordinator, kolaborator, konsultan,
dan pembaharu (Ali, 2002).

14
1. Peran perawat
Peran perawat dalam melakukan perawatan diantara nya :
a. Care giver atau pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberikan asuhan keperawatan professional kepada pasien
meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi hingga
evaluasi. Selain itu, perawat melakukan observasi yang kontinu
terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan, memberikan
informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalah
pasien dapat teratasi (Susanto, 2012).
b. Client advocate dan advocator
Perawat sebagai advocator berfungsi sebagai perantara antara pasien
dengan tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien dalam
memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien dalam
mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan dilakukan serta
memfasilitasi pasien dengan keluarga serta masyarakat dalam upaya
peningkatan kedehatan yang optimal (Kusnanto, 2004).
c. Client educator atau pendidk
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan
pengetahuan, informasi, dan pelatihan keterampilan kepada pasien,
keluarga pasien maupun masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik
berupaya untuk memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan
kepada klien dengan evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran
(Wong, 2009).
d. Change agent atau agen pengubah
Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat sesuatu perubahan
atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya
kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola
pikir pasien, keluarga, maupun masyarakat untuk mengatasi masalah
sehingga hidup yang sehat dapat tercapai (Susanto, 2012).

15
e. Peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk
menemukan masalah, menerapkan konsep dan teori, mengembangkan
penelitian yang telah ada sehingga penelitian yang dilakukan dapat
bermanfaat untuk peningkatan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan
(Susanto, 2012).
f. Consultant atau konsultan
Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan
masyarakat dalam mengataasi masalah kesehatan yang dialami klien.
Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien
(Kusnanto,2004).
g. Collaborator atau kolaborasi
Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama dengan
anggota tim kesehatan yang lainnya dalam memberikan pelayanan
kepada klien (Susanto, 2012).

J. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat.


Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, menurut
Mangkunegara (2007) faktor-faktor tersebut antara lain : Faktor kemampuan
dan faktor motivasi. Motivasi merupakan kemauan atau keinginan didalam diri
seseorang yang mendorongnya untuk bertindak (Depkes RI, 2002).
Nurasalam (2001), menjelaskan peran perawat dalam intervensi
keperawatan harus berdasarkan pada kewenangan dan tanggung jawab secara
professional meliputi tindakan dependen, independen dan interdependen.

K. Pembahasan Jurnal
Berdasarkan hasil penelitian ditas didapat 41 responden penderita penyakit
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang menjalani Hemodialisis. Kelompok usia
responden lebih banyak pada usia 40-50 tahun yaitu sebanyak 37 orang (90,2%).

16
Pada kategori menjalani hemodialisis (HD) responden pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis paling banyak ≤ 2 tahun yakni 30 orang (73,2%).
Berdasarkan hasil statistik pada tabel diatas disimpulkan peran perawat
sebagai care giver berada pada kategori baik yakni sebanyak 26 orang dan kualitas
hidup pasien GGK yang menjalani HD berada pada kategori sedang yakni
sebanyak 26 orang. Berdasarkan hasil uji statistik diatas dengan menggunakan uji
Spearman didapat nilai significansy (p) = 0,000 lebih kecil dari nilai ᾱ yang
ditetapkan (ᾱ =0,05). Nilai korelasi spearman (r) = 0,647 menunjukkan bahwa arah
korelasi yang positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hasil perhitungan ini
berarti menunjukkan tedapat hubungan yang bermakna antara peran perawat
sebagai care giver dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Pada jurnal ini, tujuan keperawatan yakni membantu individu meraih
kesehatan yang optimal dan tingkat fungsi maksimal yang mungkin bisa diraih
setiap indifidu. Peran perawat dalam konteks sehat-sakit yaitu untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit, sementara peran perawat
sebagai care giver merupakan peran yang sangat penting dari peran-peran yang
lain (bukan berarti peran yang lain tidak penting) karena baik tidaknya layanan
profesi keperawatan dirasakan langsung oleh pasien (Asmadi, 2008).
Faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien GGK dalam
menjalani terapi hemodialisis yaitu dengan memiliki kerjasama antara perawat dan
pasien penyakit GGK, dengan memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai
spiritual/agama yang diimani oleh setiap individu (pasien) yang membuat
seseorang itu mampu menenangkan dirinya sendiri dengan berprasangka baik
terhadap apa yang dideritanya.
Pada kasus Gagal Ginjal Kronik, dukungan profesional tenaga kesehatan
khususnya perawat sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan menerapkan secara
menyeluruh asuhan keperawatan. Dengan perawat yang peduli dengan kebutuhan
biologis, psikologis, dan sosiobudaya klien, melihat pengalaman manusia dalam
cakupan yang luas. Mereka harus belajar mengatasi ansietas, kemarahan, kesedihan

17
dan keceriaan, dalam membantu klien sepanjang rentang sehat-sakit. Perawat juga
harus mampu untuk membangun perspektif positif pada pasien GGK agar dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka.

18
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran perawat sebagai care giver dalam kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK)
yang menjalani terapi Hemodialisis yakni dengan memberikan asuhan keperawatan
yang holistik dan sikap yang baik kepada pasien GGK, perawat juga harus mampu
untuk membangun perspektif positif pada pasien GGK agar dapat meningkatkan
kualitas hidup mereka. Faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien GGK
dalam menjalani terapi hemodialisis yaitu dengan memiliki kerjasama antara
perawat dan pasien penyakit GGK, dengan memberikan pemahaman terhadap nilai-
nilai spiritual/agama yang diimani oleh setiap individu (pasien) yang membuat
seseorang itu mampu menenangkan dirinya sendiri dengan berprasangka baik
terhadap apa yang dideritanya.

B. Saran
Hasil kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sebagai bahan
bacaan dan referensi guna meningkatkan mutu pendidikan mengenai peran
perawat sebagai care giver dalam kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang
menjalani terapi Hemodialisis.

19
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC


Nunukan, Sukoco. “Derita Bayi Arsyil yang Perutnya Membesar dan
Terancam Gagal Ginjal”. KOMPAS, 29 Agustus 2017.
Nuari, Afrian Nian dan Dhina Widayati. 2017. GANGGUAN PADA SISTEM
PERKEMIHAN & PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN. Yogyakarta:
DEEPUBLISH

20

Anda mungkin juga menyukai