Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG TERATAI
RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Di susun oleh :
Kelompok II D
1. Ni Ketut Dika Novita 2022-04-14901-048
2. Oktaviona 2022-04-14901-
3. Ruly Ramadana 2022-04-14901-
4. Yun Triasmita 2022-04-14901-

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TA. 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Kelompok II D
1. Ni Ketut Dika Novita 2022-04-14901-048
2. Oktaviona 2022-04-14901-
3. Ruly Ramadana 2022-04-14901-
4. Yun Triasmita 2022-04-14901-
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Chronic
Kidney Disease (CKD)

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Hermanto, Ners, M.Kep Elvry Marthalina, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney
Disease (CKD)”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Profesi Ners. Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Hermanto, Ners., M.Kep selaku pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Elvry Marthalina, S.Kep., Ners selaku pembimbing lahan yang banyak
memberikan arahan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatanpengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 22 Oktober 2022

Kelompok II D
DAFTAR ISI
Sampul ……………………………………………………………………………………………………………………..………...
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Anatomi Fisiologi
1.1.2 Definisi
1.1.3 Etiologi
1.1.4 Klasifikasi
1.1.5 Patofisiologi (Pathway)
1.1.6 Manifestasi Klinis
1.1.7 Komplikasi
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.1.9 Penatalaksanaan

1.2 Konsep Dasar Keperawatan Medikal Bedah …………………………………………………………

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN


1.1 Pengkajian Keperawatan
1.2 Diagnosa Keperawatan
1.3 Intervensi Keperawatan
1.4 Implementasi Keperawatan
1.5 Evaluasi Keperawatan

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). CKD ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversible pada suatu derajat atau tingkatan yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2019).
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat
kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin (NKF,
2018).
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan-lahan kearah yang semakin
buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut
dan gagal ginjal kronis (Nurani & Mariyanti, 2018).

1.1.2 Anatomi Fisiologi


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap medial. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar),
3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram. Ginjal dibungkus oleh
jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true capsule (kapsul fibrosa) ginjal
dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal.
Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medula dan pelvis.
1. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, di bawah kapsula fibrosa sampai
dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1
juta. Semua glomerulus berada di korteks.
2. Medula, terdiri dari saluran-saluran atau duktus kolekting yang disebut pyramid
ginjal yang tersusun atas 8-18 buah.
3. Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kalik minor yang kemudian bergabung
menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kalik minor bergabung menjadi kalik
mayor dan dua sampai tiga kalik mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang
berhubungan dengan ureter bagian proksimal.
Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal (melieu interieur)
dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu,
sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan
disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan
sisasisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan
kebutuhan tubuh kita. Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi dalam 2 golongan
yaitu:
1.1.2.1 Fungsi ekskresi
1.1.2.1.1Ekskresi sisa metabolisme protein
Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik
dan asam urat dikeluarkan melalui ginjal.
1.1.2.1.2Regulasi volume cairan tubuh
Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri
karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior kemudian diteruskan
ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik
(ADH) dikurangi dan akibatnya produksi urin menjadi banyak, demikian
juga sebaliknya.
1.1.2.1.3Menjaga keseimbangan asam basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu dipertahankan pH plasma 7,35
untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan asam dan
basa diatur oleh paru dan ginjal.
2.1.2.1 Fungsi endokrin
2.1.2.2.1 Partisipasi dalam eritopioesis
Ginjal menghasilkan enzim yang disebut faktor eritropoietin yang
mengaktifkan eritropoietin. Eritropoietin berfungsi menstimulasi sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah merah.
2.1.2.2.2 Pengaturan tekanan darah
Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat mengatur tekanan darah.
Hal ini dilakukan oleh sistem renin-angiotensin aldosteron yang
dikeluarkan dari nefron.
2.1.2.2.3 Keseimbangan kalsium dan fosfor
Ginjal memiliki peran untuk mengatur proses metabolisme vitamin D
menjadi metabolit yang aktif yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Vitamin D
molekul yang Universitas Sumatera Utara aktif bersama hormon paratiroid
dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam usus.

1.1.3 Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2018).
Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi
saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor
atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson,
2018).
1.1.4 Klasifikasi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of
National Kidney Foundation (NKF) tahun 2016 terdapat 5 stage pada penyakit gagal
ginjal kronik. Berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan laju filtrasi glomerulus
(GFR), yang merupakan ukuran dari tingkat fungsi ginjal.
1.1.4.1 Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama
penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat
perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh
darah.
1.1.4.2 Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah
kesehatan lain.
1.1.4.3 Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
1.1.4.4 Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan
untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan
persiapan.
1.1.4.5 Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal.
1.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi
peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah
pada glomerulosklerosis (Desitasari, Tri Gamya U, Misrawati. 2018). Tingginya
tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan
filtrasi (NIDDK, 2018).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem
komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu 14 proses inflamasi dalam
glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan
menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel
glomerulus . Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada
nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron.
Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses
maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2019). Proses tersebut akan
menyebabkan penurunan fungsi nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari
renin-angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan vasokonstriksi
dari arteriol aferen (Tortora, 2019).
Pada pasien CKD, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal
ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harrison,
2018). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju
kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2018). Hipertensi akan
menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal.
Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan
keparahan dari hipertensi. 15 Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak
substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya
seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2018).
Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat berpindah dari
intravaskular menuju interstitial. Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki
peranan dalam hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan
mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran
darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi
eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang
mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO
menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia
(Harrison, 2019).
Hiperglikemia

Gagal Ginjal Kronis


Woc
Toxoplasmosis
Hiperkalemia
Sepsis

Chronic Kidney Disease

B1 B2 B3 B4 B5 B6
1

Penimbunan Retensi air dan Na Intake > Output Pasien CKD Cardiac output
Kadar kalium tinggi menurun
sampah metabolika
Penurunan produksi Kelebihan cairan Fungsi ginjal turun
Perfusi darah ke
Ureum menumpuk urine
Komplikasi infeksi Ginjal tidak berfungsi jaringan menurun
di rongga paru &
(sepsis) dengan baik Maka, minum
pleura
Iritasi saluran kencing dibatasi
Metabolisme anaerob
Proses pengolahan dalam
Gg. Proses difusi Toxoplasmosis Respon pelepasan ginjal tidak terjadi Peningkatan
kimiawi bradikin kebutuhan Penimbunan asam
laktat
Sesak Kejang Output kurang metabolisme
Nyeri akut

Penurunan defisit nutrisi Fatigue, nyeri sendi


Pola nafas tidak
Kapasitas Pengosongan kandung
efektif
Adaptif kemih tidak sempurna
Intrakarnial Intoleransi aktivitas
Hipervolemia
1.1.6 Manifestasi Klinis
Penderita gagal ginjal kronik akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala
sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia
penderita. Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh
anatara lain:
1.1.6.1 Manifestasi kardiovaskular
Hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmonal, perikarditis.
1.1.6.2 Manifestasi dermatologis
Kulit pasien berubah menjadi putih seakan-akan berlilin diakibatkan
penimbunan pigmen urine dan anemia. Kulit menjadi kering dan bersisik.
Rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Pada penderita uremia sering
mengalami pruritus.
1.1.6.3 Manifestasi gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan, penurunan aliran saliva, haus, stomatitis.
1.1.6.4 Perubahan neuromuskular
Perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkosentrasi,
kedutan otot dan kejang.
1.1.6.5 Perubahan hematologis
Kecenderungan perdarahan.
1.1.6.6 Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum, lebih mudah
mengantuk, karakter pernapasan akan menjadi kussmaul dan terjadi koma

1.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang umumnya dialami oleh penderita CKD adalah anemia.
Anemia terjadi pada 80-90% pasien CKD. Anemia ini disebabkan karena defisiensi
dari eritropoietin. Defisiensi besi, kehilangan darah atau masa hidup darah yang
pendek sehingga mengakibatkan hemolisisi, defisiensi asam folat,penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik dan proses inflamasi yang akut maupun kronik
merupakan pencetus terjadinya anemia. Evaluasi terhadap anemia dilakukan saat
kadar hemoglobin ≤ 10g% atau hematocrit ≤ 30%, dengan mengevaluasi serum iron,
total iron binding capacity, mencari apabila ada usmber perdarahan, melihat
morfologi eritrosit dan mencari kemungkinan penyebab hemolysis lainnya.
Penatalaksanaan untuk anemia selain dari mencari factor penyebabnya adlaah dengan
pemberian eritropoeitin (EPO). Transfusi darah dapat dilakukan dengan indikasi yang
tepat dan pada pasien CKD harus dilakukan secara hati-hati dengan pemantauan yang
cermat. Karena transfuse darah yang dilakukan dengan tidak cermat dapat
menyebabkan kelehbihan cairan tubuh,hyperkalemia, sehingga memperburuk fungsi
ginjal.
Berikut adalah daftar komplikasi yang banyak dialami oleh pasien CKD :
1.1.7.1 Hiperfosfatemia
1.1.7.2 Hipokalcemia
1.1.7.3 Anemia
1.1.7.4 Hiperparatiroid
1.1.7.5 Hipertensi
1.1.7.6 Hiperhomosistinemia
1.1.7.7 Malnutrisi
1.1.7.8 Asidosis metabolic
1.1.7.9 Hiperkalemia
1.1.7.10 Dislipidemia
1.1.7.11 Uremia

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1.1.8.1 Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.

5. Foto Polos Abdomen


Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
6. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
7. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
8. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
9. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
10. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
11. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
12. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
13. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
14. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
1.1.8.2 Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah,
3) bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
4) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
5) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3. Ureum dan Kreatinin
1) Ureum:
2) Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari
penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga.
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis
juga diiperlukan bila :
1. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3. Overload cairan (edema paru)
4. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5. Efusi perikardial
6. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

1.2 Konsep Dasar Keperawatan Medikal Bedah


Praktik Keperawatan Bedah mencakup asuhan keperawatan pada klien dewasa
dalam konteks keluarga yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan dasarnya
akibat gangguan satu system (organ) maupun beberapa sitem (organ) tubuhnya.

Anda mungkin juga menyukai