9,SEPTEMBER, 2019
ABSTRAK
Fraktur terbuka shaft tibia merupakan kondisi patah tulang dimana fragmen dari patah tulang tersebut
berhubungan dengan dunia luar pada bagian shaft dari tulang tibia. salah satu kejadian Trauma yang
paling sering di temukan yaitu di sebabkan oleh kecelakaan bermotor. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran karakteristik fraktur terbuka shaft tibia dengan kasus trauma pada orang
dewasa di RSUP Sanglah/FK Unud. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif cross
sectional, Sumber data berasal dari data sekunder yaitu rekam medis pasien fraktur terbuka shaft tibia
pada orang dewasa di RSUP Sanglah/FK Unud pada periode januari 2017-desember 2017.
Pengambilan data di ambil dengan metode Total Sampling. Distribusi variabel penelitian yaitu jenis
kelamin, umur, mekanisme trauma, sisi fraktur terbuka, klasifikasi, periode kejadian sampai
penanganan awal, dan operasi. Analisis data di paparkan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil
penelitian menunjukan terdapat 45 pasien fraktur terbuka shaft tibia pada orang dewasa, Laki laki
merupakan jenis kelamin terbanyak dengan persentase sebesar 68,9%, umur terbanyak yaitu pada
kategori umur 18-40 tahun dengan persentase sebesar 64,4%, Mekanisme Trauma terbanyak yaitu
high energy dengan presentase sebesar 93,3%, sisi fraktur terbuka shaft tibia yang terbanyak yaitu
pada sisi kanan dengan presentase sebesar 62,2%, Klasifikasi terbanyak yaitu pada klasifikasi Grade
2 dengan presentase sebesar 53,3%, periode kejadian hingga penanganan awal di dapatkan banyak
pada periode <6 jam dengan presentase sebesar 64,4%, Jenis operasi yang paling banyak dengan
metode ORIF PS dengan presentase sebesar 57,8%.
Kata kunci : fraktur terbuka, shaft tibia, dewasa, karakteristik, trauma
ABSTRACT
Open fracture tibia shaft is a fracture condition where the fragment of the fracture is related to the
outside at the shaft of the tibia bone. One of the most common occurrences of trauma caused by
accidents. This study aims to determine the characteristics of open tibia shaft fractures with trauma
cases in adults at Sanglah Hospital. This research is a cross sectional descriptive study. Data sources
are from medical records of patients with open fracture shaft tibia in adults at Sanglah Hospital in
January 2017-December 2017. data was taken using Total Sampling, Distribution Research variables
are gender, age, trauma mechanism, open fracture side, classification, period of occurrence to initial
treatment, and surgery. Analysis of the data described in the tables and narratives. The results showed
that there were 45 patients with open tibia shaft fractures in adults. Men were the highest sex with a
percentage of 68.9%, the highest age was in the age group of 18-40 years with a percentage of 64.4%,
the most trauma mechanism was high energy with a percentage of 93.3%, the largest portion of the
open tibia shaft fracture is on the right side with a percentage of 62.2%, the most classification is in
the Grade 2 classification with a percentage of 53.3%, the period of occurrence to the initial handling
in get a lot in the period <6 hours with a percentage of 64.4%, the most type of operation with the
ORIF PS method with a percentage of 57.8%.
Keywords: open fracture, tibia shaft, adult, characteristic, trauma
PENDAHULUAN fraktur terbuka lebih sering terjadi di karenakan
energi yang tinggi dari trauma seperti kecelakaan
Fraktur terbuka merupakan kondisi cidera serius
bermotor, serangan senjata api dan jatuh dari
patah tulang dimana terdapat hubungan fragmen
ketinggian. Pada tibia cakupan jaringan lunak
fraktur dengan dunia luar, kondisi ini sangatlah
anteromedial nya kurang, oleh karena itu Tibia
membahayakan karena dapat menginfeksi daerah
bisa Fraktur bahkan pada mekanisme energi
yang mengalami fraktur. Kejadian infeksi pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.9,SEPTEMBER, 2019
rendah seperti terjatuh. suplai darah yang kurang maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk
baik dan kontaminasi pada daerah patah tulang mengetahui gambaran karakteristik dari fraktur
saat terjadi cidera, Selain itu fraktur terbuka juga terbuka shaft tibia pada dewasa dengan judul
banyak melibatkan kerusakan pada otot, tendon “Gambaran Karakteristik Fraktur Terbuka Shaft
dan ligamen di daerah terjadinya fraktur terbuka. Tibia dengan Kasus Trauma pada Orang Dewasa
Hal ini yang dapat menyebabkan berpotensinya di RSUP Sanglah Periode januari 2017-desember
menimbulkan berbagai komplikasi seperti 2017”.
terinfeksi atau terkontaminasi oleh
BAHAN DAN METODE
mikroorganisme dari luar, Kehilangan darah,
1
Syok dll. Klasifikasi fraktur terbuka dibagi Jenis penelitian ini berupa studi potong lintang
menurut Gustilo dan Anderson menjadi tiga (cross sectional-descriptif). Dengan
kelompok yaitu Grade I, Grade II dan Grade III menggunakan data sekunder yang di peroleh dari
dimana Grade III di bagi lagi menjadi Grade data rekam medis fraktur terbuka shaft tibia
IIIA, Grade IIIB, dan Grade III C berdasarkan
dengan kasus Trauma pada orang dewasa
kerasnya cidera jaringan lunak.2 Pada Umumnya
penanganan awal kondisi fraktur terbuka itu periode Januari 2017-Desember 2017. Teknik
sendiri harus di tangani sebagai keadaan pengambilan sampel menggunakan total
emergensi kemudian di lanjutkan dengan sampling. Sebanyak 45 orang yang di pilih
melakukan evaluasi awal untuk mendiagnosis menjadi sampel yang masuk dalam kriteria
cidera lainnya serta di lakukan debridasi dan inklusi. Setelah di dapatkan jenis kelamin, umur,
irigrasi luka secara adekuat, setelah melakukan mekanisme trauma, sisi fraktur terbuka,
tahap-tahapan itu barulah di lakukan operasi. klasifikasi, periode kejadian sampai penanganan
Berbagai komplikasi pun biasanya muncul awal dan operasi fraktur terbuka shaft tibia
setelah beberapa hari hingga beberapa bulan dengan kasus Trauma pada orang dewasa yang
setelah operasi, komplikasi sendiri di bagi akan dilakukan analisa data secara deskriptif.
menjadi dua menurut waktu yaitu early Penelitian ini sudah mendapatkan ijin dari
complication dan late complication. Early
Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
complication muncul sebagai bagian dari cidera
Universitas Udayana dengan kelayakan Etik
primer atau timbul hanya setelah beberapa hari Jenis Kelamin frekuensi Persentase
atau minggu, sedangkan late complication Nomor: 324/UN.14.2/KEP/2018 tertanggal 14
Februari 2018. (%)
Laki-Laki 31 68,9
HASIL
Perempuan 14 31,1
Tabel 1. Jenis Kelamin Pasien Fraktur Terbuka
Shaft
TotalTibia 45 100
merupakan komplikasi yang timbul dalam waktu
lama Fraktur terbuka lebih sering terjadi pada
laki-laki dari pada wanita (7:3) dengan usia rata-
Berdasarkan tabel 1 di dapatkan angka
rata 40-56 tahun di populasi umum. Di amerika
persentase Jenis kelamin paling banyak pada
serikat setiap tahunnya terjadi insiden fraktur
laki-laki 68,9% dan disusul Perempuan dengan
terbuka tulang panjang yang di perkirakan 11,5
persentase sebesar 31,1%.
dari 10.000 penduduk.3 Data di indonesia sendiri
tepat nya di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun
2013 tercatat pasien fraktur yang datang sebanyak
1.588 kasus baik yang rawat inap maupun rawat
jalan dan 58,9% (253 kasus) merupakan fraktur
ekstremitas bawah. Berdasarkan hal tersebut
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Tabel 2. Umur Pasien Fraktur Terbuka Shaft Berdasarkan Tabel 4 sisi fraktur terbuka shaft
Tibia tibia paling sering yaitu pada sisi Kanan dengan
persentase sebesar 62,2%, dan sisi kiri dengan
persentase
Umur 37,8%. Frekuensi Persentase (%)
Tabel 5. Klasifikasi
18-40 Tahun Pasien
29Fraktur Terbuka
64,4
Shaft Tibia
41-60 Tahun 10 22,2
Klasifikasi Frekuensi Persentase
>60 Tahun 6 13,3 (%)
Total 45 100 Grade 1 2 4,4
Grade 2 24 53,3
Berdasarkan tabel 2 kategori umur di bagi Grade 3A 13 28,9
menjadi 3 kategori yaitu 18-40 tahun, 41-60
tahun dan >60 tahun. Kategori Umur paling Grade 3B 4 8,9
banyak yaitu pada kategori Umur 18-40 tahun
Grade 3C 2 4,4
dengan persentase sebesar 64,4%, kemudian
kategori umur 41-60 tahun mendapatkan Total 45 100
persentase
sebesar 22,2%, dan kategori umur >60 tahun
dengan persentase sebesar 13,3%.
Tabel 3. Mekanisme Trauma Pasien Fraktur
Berdasarkan Tabel 5 Klasifikasi fraktur
Terbuka Shaft Tibia
terbuka pada fraktur terbuka shaft tibia dibagi
menjadi 5 kategori, yaitu Grade 1, 2, 3A, 3B dan
3C.Mekanisme Frekuensi
Grade paling sering yaitu padaPersentase
Grade 2 dengan persentase sebesar 53,3%, kemudian Grade 1
(4,4%), Grade 3A (28,9%), Grade (%)
Trauma 3B
(8,9%), Grade 3C (4,4%).
High Energy 42 93,3
Low Energy 3 6,7
Tabel 6. Periode Kejadian Trauma Sampai
Total 45 100
penangaan awal Pasien Fraktur Terbuka Shaft
Tibia
Berdasarkan Tabel 3 mekanisme terjadinya
trauma di bagi menjadi 2 yaitu high energy dan Periode Frekuensi Persentase (%)
low energy. Dimana high energy merupakan
<6 jam 29 64,4
mekanisme trauma paling sering dengan
(Gold
persentase 93,3%, dan mekanisme trauma paling
Period)
jarang yaitu low energy dengan persentase 6,7%.
≥ 6 jam 16 35,6
Total 45 100
Tabel 4. Sisi Fraktur Terbuka Pasien Fraktur
Terbuka Shaft Tibia
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S.
Apley’s system of orthopaedics and
fractures. Edisi ke-9. New York : Oxford
university press. 2010
7. Gupta, R. K. and Rohilla, R. K. Locking plate fixation in distal metaphyseal tibial fractures :
series of 79 patients. International Orthopaedic; 2010; pp. 1285–1290.
8. Mir, F. Management protocol for open fractures of tibia. JK-Practitioner; 2014; pp. 18–25.
124
9. Diwan, A., Eberlin, K. R. and Malcolm, R. The principlesand practice of open fracture
care, 2018’, Chinese Journal of Traumatology. Elsevier Ltd; 2018; 21(4), pp. 187–192.
125
GAMBARAN PELAKSANAAN PERAN ADVOKAT PERAWAT DI
RUMAH SAKIT NEGERI DI KABUPATEN SEMARANG
ABSTRAK
Advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan pembelaan dan perlindungan kepada
pasien. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor yang penghambat dan pendukung peran advokat perawat.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan peran advokat di ruang rawat inap RS di
Kabupaten Semarang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, berjumlah 5 informan. Tehnik pengambilan data dengan
wawancara mendalam. Penelitian ini menghasilkan 3 tema yaitu definisi peran advokasi perawat,
pelaksanaan tindakan peran advokasi perawat dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran advokasi
perawat. Definisi peran advokasi perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan
bertindak atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi, menjadi
mediator dan melindungi pasien. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari faktor
penghambat dan faktor pendukung. Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan dokter,
lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga
perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara
itu faktor yang mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan
keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah advokasi tidak hanya diartikan sebatas pada tindakan membela pasien tetapi
juga meliputi tindakan memberi informasi, bertindak atas nama pasien, menjadi mediator dan melindungi
pasien. Perawat diharapkan dapat mengoptimalkan perannya sebagai advokat yaitu dengan memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh pasien, menjadi penghubung antara pasien dan tim kesehatan lain,
membela hak-hak pasien dan melindungi pasien dari tindakan yang merugikan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenemenologi. Populasi pada
penelitian ini adalah perawat yang bekerja di
ruang rawat inap RS Negeri di Kabupaten
Semarang.
Teknik purposive sampling digunakan
untuk memilih informan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. 5 informan
berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria
inklusi pada informan adalah perawat uang
bekerja di ruang rawat inap, bersedia menjadi
informan, mampu berkomunikasi dengan
baik, pendidikan minimal Diploma III, dan
telah bekerja minimal 1 tahun. Informan
yang mengundurkan diri dari penelitian dan
dalam keadaan tidak dapat mengikuti
peneltiian merupakan criteria eksklusi
penelitian.
Pengambilan data dengan
menggunakan wawancara mendalam (in-
depth interview) dibantu dengan pedoman
wawancara semistruktur berisi pertanyaan tentang tujuan penelitian yang akan dicapai.
127
Wawancara dilakukan sekitar 15-20 menit “….advokasi perawat itu mungkin
sesuai dengan tempat dan waktu yang telah perlindungan dari perawat baik itu di rumah
dibuat kesepakatan bersama informan sakit maupun pada fasilitas kesehatan
sebelumnya. Informan menandatangani lainnya, perlindungan pasien dalam segala
lembar persetujuan untuk berpartisipasi hal. Mungkin yang pertama itu ya….untuk
dalam penelitian ini. Hasil wawancara kesehatannya, perlindungan dalam
direkam dengan menggunakan alat perekam. kesehatannya ya…kemudian mungkin bisa
Pengambilan data dihentikan apabila sudah dari e…cara hidup sehatnya…kemudian
tidak ada data baru yang didapat atau data dari biaya juga ya….” (I-4)
telah mencapai saturasi.
Tema 2: Pelaksanaan tindakan peran
HASIL PENELITIAN advokasi perawat
Penelitian ini menghasilkan 3 tema Informan mengatakan advokasi
dan 27 kategori masing-masing tema dilakukan dengan memberikan informasi
dibentuk dari kategori-kategori dan kata tentang diagnose, diit, latihan, dan
kunci yang didapat dari pernyataan penyembuhan. Berikut pernyataan informan:
partisipan. Tiga tema tersebut yaitu: 1). “….Jadi misalkan pasien itu kok terdiagnosa
Definisi peran advokasi perawat. 2). sakit ini, harus makan-makan harus diit dan
Pelaksanaan tindakan peran advokasi lain sebagainya terus apa ya latihan,
perawat. 3). Faktor yang mempengaruhi exercise atau gimana, itu perawat sedikit
pelaksanaan peran advokasi. banyak ngasih tahu….” (I-1)
132
pemberi informasi, pelindung, mediator,
pelaku dan pendukung Perawat
Nama : Ruly Ramadana memberikan perlindungan terhadap pasien
NIM : 2018.C.10a.0983
M.K : KMB III untuk mencvegah terjadinya
Dosen : Karmitasari Y.K, Ners.,M.Kep penyimpangan/malpraktik yang pada
menjadi garda terdepan rumah sakit yang terutama perawat harus memahami hak –
tindakan medis yang diberikan kepada Merupakan fungsi mandiri dan tidak
pasien dalam proses kolaborasi dengan tergantung pada orang lain, dimana
dalam menjadi penengah antara tim dokter sendiri dalam melakukan tindakan dalam
seperti dalam pemberian obat – obat untuk rangka memenuhi kebutuhan dasar
3) Fungsi Interdependen