Anda di halaman 1dari 17

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.

9,SEPTEMBER, 2019

GAMBARAN KARAKTERISTIK FRAKTUR TERBUKA SHAFT TIBIA DENGAN KASUS


TRAUMA PADA ORANG DEWASA DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI
2017-DESEMBER 2017
Gede Dehandra Dipastraya Wikananda1, I G N Wien Aryana2, A.A. Gde Yuda Asmara2
1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2
SMF Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar
*Email : gededehandra@gmail.com

ABSTRAK
Fraktur terbuka shaft tibia merupakan kondisi patah tulang dimana fragmen dari patah tulang tersebut
berhubungan dengan dunia luar pada bagian shaft dari tulang tibia. salah satu kejadian Trauma yang
paling sering di temukan yaitu di sebabkan oleh kecelakaan bermotor. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran karakteristik fraktur terbuka shaft tibia dengan kasus trauma pada orang
dewasa di RSUP Sanglah/FK Unud. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif cross
sectional, Sumber data berasal dari data sekunder yaitu rekam medis pasien fraktur terbuka shaft tibia
pada orang dewasa di RSUP Sanglah/FK Unud pada periode januari 2017-desember 2017.
Pengambilan data di ambil dengan metode Total Sampling. Distribusi variabel penelitian yaitu jenis
kelamin, umur, mekanisme trauma, sisi fraktur terbuka, klasifikasi, periode kejadian sampai
penanganan awal, dan operasi. Analisis data di paparkan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil
penelitian menunjukan terdapat 45 pasien fraktur terbuka shaft tibia pada orang dewasa, Laki laki
merupakan jenis kelamin terbanyak dengan persentase sebesar 68,9%, umur terbanyak yaitu pada
kategori umur 18-40 tahun dengan persentase sebesar 64,4%, Mekanisme Trauma terbanyak yaitu
high energy dengan presentase sebesar 93,3%, sisi fraktur terbuka shaft tibia yang terbanyak yaitu
pada sisi kanan dengan presentase sebesar 62,2%, Klasifikasi terbanyak yaitu pada klasifikasi Grade
2 dengan presentase sebesar 53,3%, periode kejadian hingga penanganan awal di dapatkan banyak
pada periode <6 jam dengan presentase sebesar 64,4%, Jenis operasi yang paling banyak dengan
metode ORIF PS dengan presentase sebesar 57,8%.
Kata kunci : fraktur terbuka, shaft tibia, dewasa, karakteristik, trauma
ABSTRACT
Open fracture tibia shaft is a fracture condition where the fragment of the fracture is related to the
outside at the shaft of the tibia bone. One of the most common occurrences of trauma caused by
accidents. This study aims to determine the characteristics of open tibia shaft fractures with trauma
cases in adults at Sanglah Hospital. This research is a cross sectional descriptive study. Data sources
are from medical records of patients with open fracture shaft tibia in adults at Sanglah Hospital in
January 2017-December 2017. data was taken using Total Sampling, Distribution Research variables
are gender, age, trauma mechanism, open fracture side, classification, period of occurrence to initial
treatment, and surgery. Analysis of the data described in the tables and narratives. The results showed
that there were 45 patients with open tibia shaft fractures in adults. Men were the highest sex with a
percentage of 68.9%, the highest age was in the age group of 18-40 years with a percentage of 64.4%,
the most trauma mechanism was high energy with a percentage of 93.3%, the largest portion of the
open tibia shaft fracture is on the right side with a percentage of 62.2%, the most classification is in
the Grade 2 classification with a percentage of 53.3%, the period of occurrence to the initial handling
in get a lot in the period <6 hours with a percentage of 64.4%, the most type of operation with the
ORIF PS method with a percentage of 57.8%.
Keywords: open fracture, tibia shaft, adult, characteristic, trauma
PENDAHULUAN fraktur terbuka lebih sering terjadi di karenakan
energi yang tinggi dari trauma seperti kecelakaan
Fraktur terbuka merupakan kondisi cidera serius
bermotor, serangan senjata api dan jatuh dari
patah tulang dimana terdapat hubungan fragmen
ketinggian. Pada tibia cakupan jaringan lunak
fraktur dengan dunia luar, kondisi ini sangatlah
anteromedial nya kurang, oleh karena itu Tibia
membahayakan karena dapat menginfeksi daerah
bisa Fraktur bahkan pada mekanisme energi
yang mengalami fraktur. Kejadian infeksi pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.9,SEPTEMBER, 2019
rendah seperti terjatuh. suplai darah yang kurang maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk
baik dan kontaminasi pada daerah patah tulang mengetahui gambaran karakteristik dari fraktur
saat terjadi cidera, Selain itu fraktur terbuka juga terbuka shaft tibia pada dewasa dengan judul
banyak melibatkan kerusakan pada otot, tendon “Gambaran Karakteristik Fraktur Terbuka Shaft
dan ligamen di daerah terjadinya fraktur terbuka. Tibia dengan Kasus Trauma pada Orang Dewasa
Hal ini yang dapat menyebabkan berpotensinya di RSUP Sanglah Periode januari 2017-desember
menimbulkan berbagai komplikasi seperti 2017”.
terinfeksi atau terkontaminasi oleh
BAHAN DAN METODE
mikroorganisme dari luar, Kehilangan darah,
1
Syok dll. Klasifikasi fraktur terbuka dibagi Jenis penelitian ini berupa studi potong lintang
menurut Gustilo dan Anderson menjadi tiga (cross sectional-descriptif). Dengan
kelompok yaitu Grade I, Grade II dan Grade III menggunakan data sekunder yang di peroleh dari
dimana Grade III di bagi lagi menjadi Grade data rekam medis fraktur terbuka shaft tibia
IIIA, Grade IIIB, dan Grade III C berdasarkan
dengan kasus Trauma pada orang dewasa
kerasnya cidera jaringan lunak.2 Pada Umumnya
penanganan awal kondisi fraktur terbuka itu periode Januari 2017-Desember 2017. Teknik
sendiri harus di tangani sebagai keadaan pengambilan sampel menggunakan total
emergensi kemudian di lanjutkan dengan sampling. Sebanyak 45 orang yang di pilih
melakukan evaluasi awal untuk mendiagnosis menjadi sampel yang masuk dalam kriteria
cidera lainnya serta di lakukan debridasi dan inklusi. Setelah di dapatkan jenis kelamin, umur,
irigrasi luka secara adekuat, setelah melakukan mekanisme trauma, sisi fraktur terbuka,
tahap-tahapan itu barulah di lakukan operasi. klasifikasi, periode kejadian sampai penanganan
Berbagai komplikasi pun biasanya muncul awal dan operasi fraktur terbuka shaft tibia
setelah beberapa hari hingga beberapa bulan dengan kasus Trauma pada orang dewasa yang
setelah operasi, komplikasi sendiri di bagi akan dilakukan analisa data secara deskriptif.
menjadi dua menurut waktu yaitu early Penelitian ini sudah mendapatkan ijin dari
complication dan late complication. Early
Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
complication muncul sebagai bagian dari cidera
Universitas Udayana dengan kelayakan Etik
primer atau timbul hanya setelah beberapa hari Jenis Kelamin frekuensi Persentase
atau minggu, sedangkan late complication Nomor: 324/UN.14.2/KEP/2018 tertanggal 14
Februari 2018. (%)
Laki-Laki 31 68,9
HASIL
Perempuan 14 31,1
Tabel 1. Jenis Kelamin Pasien Fraktur Terbuka
Shaft
TotalTibia 45 100
merupakan komplikasi yang timbul dalam waktu
lama Fraktur terbuka lebih sering terjadi pada
laki-laki dari pada wanita (7:3) dengan usia rata-
Berdasarkan tabel 1 di dapatkan angka
rata 40-56 tahun di populasi umum. Di amerika
persentase Jenis kelamin paling banyak pada
serikat setiap tahunnya terjadi insiden fraktur
laki-laki 68,9% dan disusul Perempuan dengan
terbuka tulang panjang yang di perkirakan 11,5
persentase sebesar 31,1%.
dari 10.000 penduduk.3 Data di indonesia sendiri
tepat nya di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun
2013 tercatat pasien fraktur yang datang sebanyak
1.588 kasus baik yang rawat inap maupun rawat
jalan dan 58,9% (253 kasus) merupakan fraktur
ekstremitas bawah. Berdasarkan hal tersebut

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Tabel 2. Umur Pasien Fraktur Terbuka Shaft Berdasarkan Tabel 4 sisi fraktur terbuka shaft
Tibia tibia paling sering yaitu pada sisi Kanan dengan
persentase sebesar 62,2%, dan sisi kiri dengan
persentase
Umur 37,8%. Frekuensi Persentase (%)
Tabel 5. Klasifikasi
18-40 Tahun Pasien
29Fraktur Terbuka
64,4
Shaft Tibia
41-60 Tahun 10 22,2
Klasifikasi Frekuensi Persentase
>60 Tahun 6 13,3 (%)
Total 45 100 Grade 1 2 4,4
Grade 2 24 53,3
Berdasarkan tabel 2 kategori umur di bagi Grade 3A 13 28,9
menjadi 3 kategori yaitu 18-40 tahun, 41-60
tahun dan >60 tahun. Kategori Umur paling Grade 3B 4 8,9
banyak yaitu pada kategori Umur 18-40 tahun
Grade 3C 2 4,4
dengan persentase sebesar 64,4%, kemudian
kategori umur 41-60 tahun mendapatkan Total 45 100
persentase
sebesar 22,2%, dan kategori umur >60 tahun
dengan persentase sebesar 13,3%.
Tabel 3. Mekanisme Trauma Pasien Fraktur
Berdasarkan Tabel 5 Klasifikasi fraktur
Terbuka Shaft Tibia
terbuka pada fraktur terbuka shaft tibia dibagi
menjadi 5 kategori, yaitu Grade 1, 2, 3A, 3B dan
3C.Mekanisme Frekuensi
Grade paling sering yaitu padaPersentase
Grade 2 dengan persentase sebesar 53,3%, kemudian Grade 1
(4,4%), Grade 3A (28,9%), Grade (%)
Trauma 3B
(8,9%), Grade 3C (4,4%).
High Energy 42 93,3
Low Energy 3 6,7
Tabel 6. Periode Kejadian Trauma Sampai
Total 45 100
penangaan awal Pasien Fraktur Terbuka Shaft
Tibia
Berdasarkan Tabel 3 mekanisme terjadinya
trauma di bagi menjadi 2 yaitu high energy dan Periode Frekuensi Persentase (%)
low energy. Dimana high energy merupakan
<6 jam 29 64,4
mekanisme trauma paling sering dengan
(Gold
persentase 93,3%, dan mekanisme trauma paling
Period)
jarang yaitu low energy dengan persentase 6,7%.
≥ 6 jam 16 35,6
Total 45 100
Tabel 4. Sisi Fraktur Terbuka Pasien Fraktur
Terbuka Shaft Tibia

Sisi fraktur Frekuensi Persentase (%) Berdasarkan Tabel 6 Periode Kejadian


terbuka Trauma Sampai penangaan awal Pasien Fraktur
Terbuka Shaft Tibia paling sering yaitu pada
Kanan 28 62,2
periode <6 jam (Gold Period) dengan persentase
Kiri 17 37,8 sebesar 64,4%, Dan pada periode ≥6 jam
didapatkan persentase sebesar 35,6%.
Total 45 100
Tabel 7. Jenis Operasi Pasien Fraktur Terbuka yang dilakukan oleh Paula pada tahun 2016 juga
Shaft Tibia menunjukan angka sebesar 85% untuk sampel
dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat
Operasi
terjadi frekuensi
oleh karena laki-laki Persentase
lebih aktif bekerja di tempat outdoor dan hampir setiap hari selalu
berkendara, yang mana menjadi salah (%)
satu risiko terjadi nya kecelakaan/trauma. 5
Debridement + 12 26,7 Berdasarkan Umur dari sampel
External penelitian, distribusi Umur di bagi menjadi 3
Fixation kelompok yaitu 18-40 Tahun, 41-60 Tahun, >60
Debridement + 2 4,4 Tahun. Terdapat sebanyak 29 sampel (64,4%)
External Fixation + untuk kelompok 18-40 Tahun. Hal ini sejalan
Immobilization dengan penelitian yang di lakukan oleh
with Backslap Hariprashad pada tahun 2017 dimana di dalam
penelitiannya usia terbesar yang mengalami
Debridement 26 57,8 kejadian fraktur terbuka shaft tibia yaitu umur
+ ORIF PS 18- 29 (36,7%) dan umur 30-39 (36,7%).6
Debridement 1 2,2 Didukung juga oleh penelitian yang di lakukan
+ ORIF PS + oleh Gupta pada tahun 2010 dimana rata rata
Immobilizatio kejadian fraktur terbuka shaft tibia di usia 35
n Backslap tahun.7 Hal ini dapat terjadi oleh karena kategori
usia 18-40 tahun merupakan kategori usia
Debridement + 1 2,2 produktif/aktif dalam melakukan kegiatan dan
ORIF IM pekerjaan, dan secara legal sudah boleh
Nailing mengendarai Kendaraan yang mana salah satu
Debridement + 1 2,2 faktor risiko terjadinya Fraktur terbuka shaft
Immobilization tibia itu sendiri karena kecelakaan bermotor.
with Skeletal Berdasarkan mekanisme trauma sampel
Traction + penelitian, mekanisme trauma di bagi menjadi 2
Backslap
jenis yaitu high energy dan low energy. Untuk
Debridement + 1 2,2 mekanisme trauma high energy terdapat sample
Immobilization sebanyak 42 (93,3%). Hal ini sejalan dengan
Backslap + penelitian yang di lakukan oleh Mir pada tahun
Repair Tendon
2015 dimana pada penelitian yang di lakukan
Debridement 1 2,2 nya terdapat angka sebesar (73%) pada
+ Amputation mekanisme trauma high energy, mekanisme
trauma high
Berdasarkan Tabel 7 di dapatkan Jenis Operasi energy yang tersering yaitu di sebabkan oleh
Paling banyak yaitu pada metode Debridement kecelakaan bermotor. Hal ini dikarenakan bahwa
+ ORIF PS dengan jumlah persentase sebesar fraktur terbuka shaft tibia lebih sering pada
57,8%. Pengendara motor yang lalai saat berkendara. 8
PEMBAHASAN Berdasarkan sisi fraktur terbuka shaft
tibia pada sampel penelitian, di dapatkan sisi
Hasil penelitian berdasarkan Jenis kanan dengan jumlah sampel sebanyak 28
Kelamin dari sampel penelitian, jenis kelamin (62,2%), sedangkan pada sisi kiri sebanyak 17
laki-laki merupakan jenis kelamin yang banyak sampel (37,8%). Hal ini sejalan dengan
mengalami kejadian fraktur terbuka shaft tibia, penelitian yang di lakukan oleh Mir pada tahun
dapat di ketahui bahwa 31 orang pasien (68,9%) 2015 dimana di dapatkan angka sebesar 67%
untuk jenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan untuk fraktur terbuka shaft tibia pada sisi
dengan penelitian yang dilakukan oleh Abrisham Kanan.8
pada tahun 2017 yang menyatakan bahwa 93,3%
pasien pada sampel penelitian yang Berdasarkan Klasifikasi fraktur terbuka
dilakukannya yaitu berjenis kelamin laki-laki,4 shaft tibia dibagi menjadi 5 kelompok yaitu
penelitian lain Grade 1, Grade 2, Grade 3A, Grade 3B dan
Grade 3C, dimana Grade 2 di temukan sebanyak kelompok 18-40 Tahun, Berdasarkan Mekanisme
24 sampel (53,3%), Hal ini sejalan dengan hasil Trauma dari sampel Penelitian di dapatkan
penelitian yang di lakukan oleh Mir pada tahun
2015 dimana di dapatkan hasil 40% untuk
Klasifikasi Gustilo Grade 2.8 Grade 2 sendiri
merupakan trauma yang sering di sebabkan oleh
direct injury.9 dalam penelitian ini rata-rata
mekanisme trauma di sebabkan oleh trauma high
energy secara direct injury, yang mana
menyebabkan Grade 2 lebih sering.
Berdasarkan Periode Kejadian Trauma
hingga penanganan Awal sampel penelitian di
bagi menjadi 2 yaitu <6 jam (gold period) dan
≥6 jam. Dimana periode <6 jam di temukan
sebanyak 29 sampel (64,4%). hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mir pada
tahun 2015 dimana dalam penelitiannya sebesar
60% sampel Periode kejadian hingga
penanganan awal di lakukan <6 jam. Penangaan
yang cepat seperti <6 jam dilakukan oleh petugas
kesehatan agar menghindar dari komplikasi-
komplikasi yang tidak diinginkan seperti
terjadinya infeksi.8
Berdasarkan Jenis Operasi pada sampel
penelitian di temukan jenis operasi yang paling
sering yaitu dengan menggunakan metode
Debridement + ORIF PS (Open Reduction
Internal Fixation with Plate and Screw) yaitu
sebesar 26 sampel (57,8%) hal ini sejalan dengan
penelitian yang di lakukan oleh Yavus pada
tahun 2014 dimana di dalam penelitiannya
terdapat sampel sebesar 62% untuk penanganan
dengan metode Internal Fixation with Plate and
Screw.10 Studi yang di lakukan oleh Abrisham
pada tahun 2017 mendapatkan hasil bahwa
dengan metode Post-Internal Fixation Plate and
Screw di dapati prevalensi rendah akan terjadi
Mal-union dan Non-union, hal ini menjelaskan
bahwa dengan metode Debridement + ORIF PS
aman terhadap komplikasi seperti Mal-union dan
Non-Union.4 Namun beberapa penelitian lain
menjelaskan bahwa dengan mengunakan metode
Debridement
+ ORIF PS dapat meningkatkan risiko infeksi
dan
delayed union. 8
SIMPULAN
Berdasarkan Jenis Kelamin dari sampel
penelitian, dapat di ketahui bahwa 31 orang
pasien (68,9%) untuk jenis kelamin laki-laki,
Berdasarkan Umur dari sampel penelitian
terdapat sebanyak 29 sampel (64,4%) untuk
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Mekanisme Trauma High Energy sebanyak 42 diaphyseal fractures of tibia with
sampel (93,3%), Berdasarkan sisi fraktur
terbuka shaft tibia pada sampel penelitian, di
dapatkan sisi Kanan dengan jumlah sampel
sebanyak 28 (62,2%), Berdasarkan klasifikasi
Gustilo pada sampel Penelitian di dapatkan
grade 2 sebanyak
24 sampel (53,3%), Berdasarkan Periode
Kejadian Trauma hingga penanganan Awal
sampel penelitian periode <6 jam di temukan
sebanyak 29 sampel (64,4%). Berdasarkan
Jenis Operasi Paling banyak yaitu pada metode
Debridement + ORIF PS dengan jumlah
persentase sebesar 57,8%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S.
Apley’s system of orthopaedics and
fractures. Edisi ke-9. New York : Oxford
university press. 2010

2. Court-Brown CM, Bugler KE, Clement ND,


Duckworth AD, McQueen MM. The
epidemiology of open fractures in adults: a
15-year review. Injury; 2012; 43(6):891–
897.

3. Gustilo RB. Open Fraktur, In:Gustilo RB,


Kyle RF,Templemen DC Fractures and
Dislocations, Vol I, Philadelpia : Mosby;
1993; 169 – 193.

4. Abrisham, S. M. and Shafiee, M. Open tibial


shaft fracture treatment with plating within 6
hours and between 6-24 hours after injury.
Bali Medical Journal; 2017; 6(2), pp. 445–
448.

5. Paula M, Carlos F, Fronseca B, Martins P,


Castro J, Alves R. Original article
Analysis of the characteristics of patients
with open tibial fractures of Gustilo and
Anderson type
III. Revista Brasileira De Ortopedia;
2016;1(2),pp.143–149.

6. Hariprasad S, Patil P, Jishnu, J.


Retrospective study of management of
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
intramedullary interlocking nail. International Journal of Orthopaedic Sciences;
2017; 3(3), pp. 795–799.

7. Gupta, R. K. and Rohilla, R. K. Locking plate fixation in distal metaphyseal tibial fractures :
series of 79 patients. International Orthopaedic; 2010; pp. 1285–1290.

8. Mir, F. Management protocol for open fractures of tibia. JK-Practitioner; 2014; pp. 18–25.

124
9. Diwan, A., Eberlin, K. R. and Malcolm, R. The principlesand practice of open fracture
care, 2018’, Chinese Journal of Traumatology. Elsevier Ltd; 2018; 21(4), pp. 187–192.

10. Yavuz U, Sökücü S, Demir B, Yildirim T, Özcan C, Selim Y. Comparison of


intramedullary nail and plate fixation in distal tibia diaphyseal fractures close to the
mortise. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg;

11. 2014; 20(3), pp. 189–193.

125
GAMBARAN PELAKSANAAN PERAN ADVOKAT PERAWAT DI
RUMAH SAKIT NEGERI DI KABUPATEN SEMARANG

Etty Nurul Afidah*, Madya Sulisno**

*) Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro


**) Staf Pengajar Departemen Dasar Keperawatan Keperawatan Dasar Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
(email: madya_sulisno@undip.ac.id)

ABSTRAK

Advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan pembelaan dan perlindungan kepada
pasien. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor yang penghambat dan pendukung peran advokat perawat.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan peran advokat di ruang rawat inap RS di
Kabupaten Semarang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, berjumlah 5 informan. Tehnik pengambilan data dengan
wawancara mendalam. Penelitian ini menghasilkan 3 tema yaitu definisi peran advokasi perawat,
pelaksanaan tindakan peran advokasi perawat dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran advokasi
perawat. Definisi peran advokasi perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan
bertindak atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi, menjadi
mediator dan melindungi pasien. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari faktor
penghambat dan faktor pendukung. Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan dokter,
lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga
perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara
itu faktor yang mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan
keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah advokasi tidak hanya diartikan sebatas pada tindakan membela pasien tetapi
juga meliputi tindakan memberi informasi, bertindak atas nama pasien, menjadi mediator dan melindungi
pasien. Perawat diharapkan dapat mengoptimalkan perannya sebagai advokat yaitu dengan memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh pasien, menjadi penghubung antara pasien dan tim kesehatan lain,
membela hak-hak pasien dan melindungi pasien dari tindakan yang merugikan.

Kata Kunci: peran, advokasi, perawat


PENDAHULUAN Perawat adalah satu-satunya profesi
Era globalisasi dan terbukanya pasar yang selalu berada di samping pasien yang
bebas berakibat pada tingginya kompetisi mempunyai kesempatan besar untuk
dalam memberikan pelayanan kesehatan melakukan advokasi kepada pasien (Nicoll,
yang menuntut peningkatan kualitas serta 2012). Dewasa ini kebutuhan bagi perawat
profesionalisme sumber daya manusia untuk bertindak sebagai advokat pasien
(SDM) kesehatan termasuk SDM meningkat. Pasien membutuhkan
keperawatan (Anjaswarni, 2002; Kusnanto, perlindungan dari perawat ketika seseorang
2004). Peningkatan kualitas keperawatan sakit, kekuatan fisik dan mentalnya menurun.
ditandai dengan kemampuan perawat dalam Pasien yang dalam kondisi lemah, kritis dan
memberikan asuhan keperawatn bermutu mengalami gangguan membutuhkan seorang
(Nurya, 2008). Dalam melaksanakan praktik advokat yang dapat melindungi
keperawatan, perawat dituntut melakukan kesejahteraannya.
peran sebagaimana yang diharapkan oleh Advokasi tindak hanya untuk mereka
profesi dan masyarakat (Craven, 2000). yang kurang mampu melindungi diri sendiri,
Peran diartikan sebagai seperangkat tingkah tetapi juga ditujukan kepada pasien yang
laku yang diharapkan oleh orang lain membutuhkan advokasi dalam hal penyediaan
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya data yang dibutuhkan dalam mengambil
dalam sistem (Murwani, 2008). Salah satu keputusan tentang pengobatan dan proses
peran perawat profesional adalah bertindak terapi (Promtape, 2004).
sebagai advokat pasien. Fenomena yang muncul seperti
126
disampaikan oleh seorang pasien di salah jaminan kesehatan. Fenomena tersebut
satu rumah sakit di Jawa Tengah yang menunjukkan bahwa peran perawat sebagai
dilakukan kuretase dan mengalami advokat sangat dibutuhkan oleh pasien.
perdarahan hebat, tubuh menggigil, lemas Perawat seharusnya dapat memberikan
dan mata berkunang-kunang. Perawat tidak informasi terkait kondisi pasien saat ini.
melakukan tindakan apapun untuk mengatasi Perawat juga dapat mengarahkan pasien
kondisi pasien. Begitu juga yang dialami untuk menggunakan fasilitas jaminan
oleh seorang pasien di RS Negeri di kesehatan yang ada di rumah sakit sehingga
Kabupaten Semarang yang memilih tidak pasien dapat terbantu dalam biaya
melanjutkan perawatan karena pengobatannya.
ketidaktahuan tentang pemanfaatan fasilitas Studi pendahuluan yang dilakukan
oleh peneliti yang didapat dari perawat,
pasien, keluarga pasien dan praktikan di RS
Negeri di Kabupaten Semarang ditemukan
bahwa peran perawat sebagai advokat pasien
belum optimal. Perawat sudah memberikan
informasi yang dibutuhkan pasien, berusaha
memenuhi hak-hak pasien dan menjadi
penghubung dengan tenaga kesehatan lain.
Namun aspek-aspek
dasar seperti pengetahuan tentang kondisi
pasien, bargaining position dan
berkolaborasi dengan profesi lain masih
lemah. Tampak nyata bahwa peran perawat
sebagai advokat begitu penting bagi klien.
Namun, dari hasil
pengamatan penliti dan didukung oleh
pernyataan informan, pada kenyataannya
peran advokat belum berfungsi optimal.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenemenologi. Populasi pada
penelitian ini adalah perawat yang bekerja di
ruang rawat inap RS Negeri di Kabupaten
Semarang.
Teknik purposive sampling digunakan
untuk memilih informan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. 5 informan
berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria
inklusi pada informan adalah perawat uang
bekerja di ruang rawat inap, bersedia menjadi
informan, mampu berkomunikasi dengan
baik, pendidikan minimal Diploma III, dan
telah bekerja minimal 1 tahun. Informan
yang mengundurkan diri dari penelitian dan
dalam keadaan tidak dapat mengikuti
peneltiian merupakan criteria eksklusi
penelitian.
Pengambilan data dengan
menggunakan wawancara mendalam (in-
depth interview) dibantu dengan pedoman
wawancara semistruktur berisi pertanyaan tentang tujuan penelitian yang akan dicapai.
127
Wawancara dilakukan sekitar 15-20 menit “….advokasi perawat itu mungkin
sesuai dengan tempat dan waktu yang telah perlindungan dari perawat baik itu di rumah
dibuat kesepakatan bersama informan sakit maupun pada fasilitas kesehatan
sebelumnya. Informan menandatangani lainnya, perlindungan pasien dalam segala
lembar persetujuan untuk berpartisipasi hal. Mungkin yang pertama itu ya….untuk
dalam penelitian ini. Hasil wawancara kesehatannya, perlindungan dalam
direkam dengan menggunakan alat perekam. kesehatannya ya…kemudian mungkin bisa
Pengambilan data dihentikan apabila sudah dari e…cara hidup sehatnya…kemudian
tidak ada data baru yang didapat atau data dari biaya juga ya….” (I-4)
telah mencapai saturasi.
Tema 2: Pelaksanaan tindakan peran
HASIL PENELITIAN advokasi perawat
Penelitian ini menghasilkan 3 tema Informan mengatakan advokasi
dan 27 kategori masing-masing tema dilakukan dengan memberikan informasi
dibentuk dari kategori-kategori dan kata tentang diagnose, diit, latihan, dan
kunci yang didapat dari pernyataan penyembuhan. Berikut pernyataan informan:
partisipan. Tiga tema tersebut yaitu: 1). “….Jadi misalkan pasien itu kok terdiagnosa
Definisi peran advokasi perawat. 2). sakit ini, harus makan-makan harus diit dan
Pelaksanaan tindakan peran advokasi lain sebagainya terus apa ya latihan,
perawat. 3). Faktor yang mempengaruhi exercise atau gimana, itu perawat sedikit
pelaksanaan peran advokasi. banyak ngasih tahu….” (I-1)

Tema 1: Definisi peran advokasi perawat Seluruh informan mengatakan


Informan mengatakan advokasi advokasi dilakukan dengan menjadi
didefinisikan sebagai tindakan perawat penghubung antara pasien dengan tim
dalam memberikan saran tentang kesehatan lain seperti dokter atau ahli
pengobatan dan proses kesembuhan. gizi. Berikut pernyataan informan:
Berikut pernyataan informan: “…dan sebagai penengah juga antara
“….advokasi perawat itu kan peran perawat medis dan pasien itu…” (I-1) “…kalau
dimana dia memberikan saran kepada perawat kolaborasi ya dengan dokter,
pasien. Saran yang berhubungan dengan pengobatan apa yang dibutuhkan oleh
pengobatan dan proses kesembuhannya pasien ya kemudian kita sampaikan
dia….” (I-1). pengobatan yang terbaik untuk pasien
dan apakah pasien itu bisa menerima apa
Informan mengatakan advokasi enggak…” (I-4)
didefinisikan sebagai pembelaan kepada
pasien dalam hal ekonomi, kenyamanan dan Satu dari lima informan mengatakan
lingkungan. Berikut pernyataan informan: advokasi dilakukan dengan melindungi
“….advokat adalah pembelaan artinya pasien dari tindakan berbahaya. Berikut
perawat itu yang membela pasien. Itu dari pernyataan informan:
sisi katakanlah ekonomi bisa, dari e….dari “….Terus untuk tindakan kadang-kadang
kenyamanan juga bisa, lingkungan juga dokter itu menyuruh kita untuk meresusitasi
bisa….” (I-2) bayi karena mungkin dia sudah saturasi O2
sudah gak bagus gitu disuruh bagging,
Informan mengatakan advokasi akan tetapi kita
didefinisikan sebagai perlindungan kepada menemukankepada bayi yang mana
pasien dalam hal kesehatan, tentang cara beratbadannya sangat ekstrim rendah kita
hidup sehat dan biaya. Berikut pernyataan gak bisa karena ketika kita bagging terus
informan: menerus yang terjadi nanti adalah
perdarahan kalau enggak nanti perutnya
kembung malah kadang ketika bagging
malah bisa jadi nanti dalam memberikan nyampe ke paru-parunya, karena kita tahu
penekanannya terlalu kuat nanti malah g bahwa bagging itu kan manual ya…beda pada
128
bayi-bayi yang memakai ventilator seperti perawat yaitu kondisi pasien yang
itu.….” (I-3) membutuhkan perawat. Berikut
pernyataan informan:
Tema 3: Faktor yang mempengaruhi “….Faktor pendukung yang menurut saya
pelaksanaan peran advokasi kalau disini dari kondisi pasien ya,
Informan mengatakan faktor yang dokternya juga mendukung karena dia yang
menghambat terlaksananya peran advokasi nyuruh gitu kalau pasiennya sendiri kalau
perawat yaitu kepemimpinan dokter. Berikut kondisi ekonomi seperti itu kita yang
pernyataan informan: ngomong kan kita lebih dihormati dibanding
“….Ya sementara ini kita berusaha jalan, mungkin untuk kelas menengah ke atas
cuma hambatan tetep masih banyak ya… mereka kan menginginkan langsung oleh tim
karena seperti yang mbak sendiri ketahui medis. Maksudnya mereka biasanya minta
bahwa perawat disini kan bukan menjadi langsung kepada dokternya. Tapi kalau
mitra tapi yang berjalan kan semacam mungkin di bangsal ini pasiennya mau
asisten, masih dalam tahap perjuangan untuk menerima apa yang kita omongkan….” (I-1)
kita biar bisa dikatakan mitra dengan
dokter….” (I-2) Informan mengatakan faktor yang
mendukung terlaksananya peran
“…Karena kita tahu dokter itu yang advokasi perawat yaitu dukungan instansi
menguasai rumah sakit. Ketika dokter yang selalu memotivasi dan memberikan
memberikan terapi terus kita bilang dokter kemudahan untuk melakukan peran
nanti kalau dikasih ini nanti menjadi seperti advokasi. Berikut pernyataan informan: “…
ini gimana, yaudah gak papa. Malah kadang kaya informasi dari atasan, direktur,
ketika kita menyampaikan kepada dokter kemudian dari kepalabidang
gimana kalau pasien dikasih perawatan keperawatan terus kepala ruang sendiri
seperti ini malah dokter itu mengangggap memang kita dianjurkan diharuskan
kita suruh seperti itu. Dokter biasanya ada untuk selalu memberikan advokasi pada
yang seperti itu, merasa disuruh dalam pasien, perlindungan-perlindungan seperti
memberikan terapi...” (I-3) yang saya sebutkan tadi, jadi pasien itu
tidak merasa terbebani e…selama opname
Informan mengatakan faktor yang dan menjalani perawatan di rumah sakit
menghambat terlaksananya peran advokasi ungaran…” (I-4)
perawat yaitu terbatasnya jumlah tenaga
perawat. Berikut pernyataan informan: PEMBAHASAN
“….Terus mungkin kendala waktu juga ya… Advokasi adalah tindakan membela
karena e….dalam kita berinteraksi kepada hak-hak pasien dan bertindak atas nama
pasien itu waktunya sangat sedikit, di dalam pasien. Perawat mempunyai kewajiban untuk
satu ruangan misalkan yang kita jaga sore menjamin diterimanya hak-hak pasien.
ataupun malam itu cuma 2 orang padahal Perawat harus membela pasien apabila
pasien banyak malah kadang lebih dari 10 haknya terabaikan (Vaartio, 2005; Blais,
atau lebih dari 15 kan itu yang menjadi 2007). advokasi juga mempunyai arti
kendala kita juga karena kita begitu banyak tindakan melindungi, berbicara atau
merawat pasien, mungkin advokat yang lain bertindak untuk kepentingan klien dan
dia hanya punya 1 klien tapi kalau perawat perlindungan kesejahteraan (Vaartio, 2005).
itu kliennya banyak yaitu pasien” (I-3) Seringkali pasien mengalami ketakutan dan
kecemasan berlebihan
Informan mengatakan faktor yang terhadap penyakitnya. Perawat atau tim
mendukung terlaksananya peran advokasi kesehatan lain seharusnya dapat memberikan
saran mengenai pengobatan dan proses
kesembuhannya. Saran yang diberikan dapat
mengurangi kecemasan yang dialami pasien
sehingga dapat
menunjang keberhasilan pengobatan selanjutnya (Soetjiningsih, 2008).
129
Perawat harus mempunyai terlaksananya peran advokasi perawat yaitu
pengetahuan dan keterampilan khusus terbatasnya jumlah tenaga perawat.
dalam memberikan informasi kepada Berdasarkan teori disampaikan bahwa
pasien, sehingga dapat menyampaikan kualitas asuhan keperawatan yang optimal
informasi tentang diagnosa medis, prosedur yang didalamnya termasuk peran advokasi
dan proses terapi ke dalam bahasa pasien perawat, dapat dicapai apabila beban kerja
yang mudah dipahami dan diterapkan. dan sumber daya perawat yang ada memiliki
Advokasi juga ditujukan kepada pasien yang proporsi yang seimbang. Perawat yang
membutuhkan peran perawat untuk bekerja di rumah di rumah sakit menjalani
menyediakan data yang dibutuhkan tentang peningkatan beban kerja dan masih
pengobatan dan proses terapi (Nicoll, 2012; mengalami kekurangan jumlah perawat. Ha
Promtape, 2004). ini disebabkan karena peran perawat belum
Perannya sebagai advokat, perawat didefinisikan dengan baik dan kebanyakan
diharapkan mampu untuk bertanggung jawab perawat dibebani dengan tugas-tugas non
dalam membantu pasien dan keluarga keperawatan (Werdati, 2003))
menginterpretasikan informasi dari berbagai Informan berpendapat bahwa kondisi
pemberi pelayanan yang diperlukan untuk pasien sangat mendukung pelaksanaan
mengambil persetujuan atas tindakan peran advokasi. Hal ini sesuai dengan teori
keperawatan yang diberikan kepadanya serta bahwa sesorang sakit, kekuatan fisik dan
mempertahankan dan melindungi hak-hak mentalnya menurun. Pasien yang dalam
pasien. Hal ini harus dilakukan, karena kondisi lemah atau bahkan kritis sangat
pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit membutuhkan seorang advokat yang dapat
akan berinteraksi dengan banyak petugas melindungi kesejahteraannya (Promtape,
kesehatan. 2004). Disampaikan oleh informan juga
Perawat adalah anggota tim bahwa instansi sangat mendukung tindakan
kesehatan yang paling lama kontak dengan advokasi perawat yang kemudian dapat
pasien sehingga diharapkan perawat harus membantu proses penyembuhan pasien.
mampu membela hak-hak pasien (Mubarak Instansi rumah sakit selalu memberikan
dkk, 2000). Perawat juga berfungsi sebagai motivasi dan anjuran untuk melindungi
penghubung antara klien dengan tim pasie serta memberikan kemudahan dalam
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan proses birokrasi terapi pengobatan. Hal ini
kebutuhan pasien, membela kepentingan sesuai dengan teori bahwa advokasi
pasien dan membantu pasien dalam memerlukan tindakan politis yaitu dengan
memahami semua informasi dan upaya mengkomunikasikan kebutuhan perawatan
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan klien kepada pemerintah atau
kesehatan dengan pendekatan tradisional pimpinan yang mempunyai wewenang
maupun profesional (Dwidiyanti, 2007). untuk melakukan sesuatu tentang
Sebagai advokat, perawat juga harus kebutuhan tersebut (Kozier, 2012)
bertanggung jawab untuk melindungi hak
pasien danmelindungi dari adanya KESIMPULAN DAN SARAN
penyimpangan (Purba, 2009) Perawat memiliki pengetahuan yang
Sebagian besar perawat meyakini baik tentang advokasi. Perawat dapat
bahwa kepemimpinan dokter merupakan menjelaskan pengertian advokasi yang
faktor yang paling penting yang disertai dengan tindakan-tindakan yang
menghambat advokasi. Perawat merasa menunjukkan peran advokat perawat.
masih sangat sulit untuk berbicara atas Perawat juga menyebutkan faktor-fator
nama pasien dengan posisi dokter yang yang mempengaruhi pelaksanaan peran
mendominasi, meskipun dengan advokat perawat.
pengetahuan yang baik tentang suatu Definisi peran advokasi perawat oleh
masalah (Negarandeh, 2006). Informan peneliti dibagi menjadi dua sub tema yaitu
mengatakan faktor yang menghambat tindakan perawat dalam pemberian
informasi kepada pasien dan tindakan
perawat untuk bertindak atas nama pasien. Tindakan perawat dalam pemberian informasi
130
kepada pasien dibagi dalam dua kategori merugikannya. Rumah sakit diharapkan
meliputi pemberian saran dan pemberitahuan dapat lebih meningkatkan pengetahuan
tindakan medis. Tindakan perawat untuk perawat tentang advokasi, meminimalkan
bertindak atas nama pasien dibagi dalam tiga kendala-kendala dalam pelaksanaan peran
kategori meliputi pembelaan, pemberian advokasi dan mempertimbangkan untuk
dukungan dan perlindungan. dibentuknya prosedur tetap.
Pelaksanaan tindakan peran advokasi
perawat oleh peneliti diklasifikasikan dalam UCAPAN TERIMA KASIH
tiga sub tema yaitu memberi informasi, Ucapan terima kasih penulis ucapkan
menjadi mediator dan melindungi pasien. kepada seluruh informan yang telah
Sub tema pertama yaitu memberi informasi berpartisipasi serta segenap staff RS Negeri
dilakukan dengan memberikan informasi di Kabupaten Semarang yang telah
tentang penyakit dan proses kesembuhan, membantu dalam penelitian ini.
memberikan informasi persiapan pulang,
memberikan informasi kepada keluarga, DAFTAR PUSTAKA
memberikan informed consent, dan Anjaswarni, Tri, Budi Anna Keliat dan
memberikan informasi tentang fasilitas Luknis Sabri. (2002). Analisis
jaminan kesehatan. Sub tema kedua yaitu Tingkat Kepuasan Klien terhadap
menjadi mediator, dilakukan dengan menjadi Perilaku Caring di Rumah Sakit
penghubung antara pasien dengan tim Umum Daerah dr. Saiful Anwar
kesehatan lain seperti ahli gizi maupun Malang. Jurnal Keperawatan
dokter. Melindungi pasien dapat dilakukan Indonesia, Volume 6, No. 2.
dengan memberi kenyamanan, mendukung Blais, Kathleen Koernig, et al. (2007).
pasien untuk mendapatkan terapi obat yang Praktik Keperawatan Profesional:
lebih Konsep dan Perspektif. Alih bahasa,
murah dengan fungsi yang sama, membantu Yuyun Yuningsih. Editor edisi
dalam membuat keputusan, melindungi bahasa Indonesia, Fruriolina Ariani.
pasien dari tindakan yang membahayakan. Ed. 4. Jakarta: EGC
Faktor yang menjadi penghambat Craven, Ruth F. (2000). Fundamental of
dalam melaksanakan peran advokasi Nursing: Human Health and
perawat antara lain: kepemimpinan dokter, Function. 3rd Edition. United Stated:
lemahnya dukungan organisasi, kurangnya Lippincott Company
perhatian terhadap advokasi, kurangnya Dwidiyanti, Meidiana. (2007). “Caring”
jumlah tenaga perawat, kondisi emosional Kunci sukses Perawat/Ners
keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan Mengamalkan Ilmu. Semarang:
dan lemahnya kode etik. Sementara itu Penerbit Hasani
faktor yang mendukung perawat dalam Kozier, Barbara, et al. (2012).
melaksanakan perannya sebagai advokat Fundamentals of Nursing: Concepts,
yaitu: kondisi pasien, pengetahuan tentang Process, And Practice. (9th ed).
kondisi pasien, pendidikan keperawatan Volume 1. New jersey: Pearson
yang semakin tinggi, kewajiban perawat Prentice Hall
dan dukungan instansi rumah sakit. Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan
Perawat hendaknya mengoptimalkan Praktik Keperawatan Professional.
perannya sebagai advokat yaitu dengan Editor, Monica Ester. Jakarta: EGC
memberikan informasi sebanyak- Mubarak,dkk. (2009). Ilmu Keperawatan
banyaknya tentang kondisi pasien dan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
proses kesembuhannya, menjadi Murwani, Anita. (2008). Pengantar Konsep
penghubung antara pasien dan tim Dasar Keperawatan. Yogyakarta:
kesehatan lain, membela hak-hak pasien Penerbit Fitramaya
dan melindungi pasien dari tindakan yang Negarandeh, Reza. Et all. (2006). Patient
advocacy: Barriers and Facilitators.
BioMed Central Nursing. 5:3
Nicoll, Leslie H. Patient advocacy. Diunduh dari
131
http://nursing.advanceweb.com/articl Purba, Jenny Marlindawani. (2009). Dilema
e/patient-advocacy-2.aspx pada Etik dan Pengambilan Keputusan Etis
tanggal 10 Juli 2012. Dalam Praktik Keperawatan Jiwa.
Nurya, Ni Kadek Tirtani dan Muhammmad Editor, Monica Ester. Jakarta: EGC
Rofii. (2008). Studi Deskriptif Perilaku Soetjiningsih. (2008). Modul Komunikasi
Caring Perawat Pelaksana di Badan Rumah Klien: Suatu Pendekatan Holistik.
Sakit Daerah Blora. Media Ners, Jakarta: EGC.
Volume 2, Nomor 2, Vaartio, Heli & Helena Leipo Kilpi. (2005).
Nopember 2008, hlm 43-118 Promtape, Nursing Advocacy-A Review of the
Natenapa. (2004). Nurses’ Moral Empirical Research 1990-2003.
Action in Patient Advocacy in Regional International Journal of Nursing Studies
Hospitals, Southern Thailand: Nurses’ 42. 705-714
Perception. Master of Nursing Science Werdati, Sri. (2003). Pengantar Manajemen
Thesis in Adult Nursing. Prince of Keperawatan, Magister Manajemen
Songkla University. Rumah Sakit. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

132
pemberi informasi, pelindung, mediator,
pelaku dan pendukung Perawat
Nama : Ruly Ramadana memberikan perlindungan terhadap pasien
NIM : 2018.C.10a.0983
M.K : KMB III untuk mencvegah terjadinya
Dosen : Karmitasari Y.K, Ners.,M.Kep penyimpangan/malpraktik yang pada

1. Peran Perawat Sebagai Advokasi dasarnya setiap profesi kesehatan sudah

Dalam Masalah Fraktur harus memahami tanggung jawab dan

Perawat merupakan salah satu hall integritasnya dalam memberikan pelayanan

yang terpenting di rumah sakit. Perawat kesehatan. Para professional kesehatan

menjadi garda terdepan rumah sakit yang terutama perawat harus memahami hak –

berhubungan langsung dengan pasien hak dan kewajiban pasien sebagai

dalam waktu 24 jam. Salah satunya peran penggunan layanan kesehatan.

perawat sebagai advokat pasien dimana 2. Fungsi Perawat Sebagai Advokasi

seorang perawat membutuhkan Dalam Masalah Fraktur

perlindungan dari perawat dari setiap 1) Fungsi Independen

tindakan medis yang diberikan kepada Merupakan fungsi mandiri dan tidak

pasien dalam proses kolaborasi dengan tergantung pada orang lain, dimana

tenaga kesehatan lainnya. perawat dalam melaksanakan tugasnya

Peran perawat sebagai advokat dilakukan secara sendiri dengan keputusan

dalam menjadi penengah antara tim dokter sendiri dalam melakukan tindakan dalam

seperti dalam pemberian obat – obat untuk rangka memenuhi kebutuhan dasar

menghindari hal – hal yang merugikan manusia seperti :

pasien. Perawat juga mengalami beberapa a. Pemenuhan kebutuhan fisiologis

faktor yang mempengaruhi terlaksananya (pemenuhan kebutuhan

peran sebagai advokat bagi pasien seperti oksigenasi, pemenuhan

perawat diposisikan sebagai asisten atau kebutuhan cairan dan elektrolit,

berada dibawah kepemimpinan dokter, pemenuhan kebutuhan nutrisi,

sehingga untuk melakukan peran sebagai pemenuhan kebutuhan aktivitas

advokasi pasien seringkali terabaikan. dan lain-lain),pemenuhan

Peran advokasi perawat terhadap pasien kebutuhan dan kenyamanan,

juga terlaksana dalam pemberian b. pemenuhan kebutuhan cinta

penjelasan tindakan prosedur dalam mencintai,

informed consent berperan sebagai


133
c. pemenuhan kebutuhan harga
diberikan. Peranan perawat sangat
diri dan,
menunjukkan sikap kepemimpinan dan
d. aktualisasi diri.
bertanggung jawab untuk memelihara dan
2) Fungsi Dependen
mengelola asuhan keperawatan serta
Merupakan fungsi perawat dalam mengembangkan diri dalam meningkatkan
melaksanakan kegiatannya atas pesan atau mutu dan jangkauan pelayanan
instruksi dari perawat lain. Sehingga keperawatan.
sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum,
atau dari perawat primer ke perawat
pelaksana.

3) Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam


kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara satu dengan yang
lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila
bentuk pelayanan membutuhkan kerja
sama tim dalam pemberian pelayanan
seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang
mempunyai penyakit kompleks.

Keadaan ini tidak dapat diatasi


dengan tim perawat saja melainkan juga
dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter
dalam memberikan tindakan pengobatan
bekerjasama dengan perawat dalam
pemantauan reaksi onat yang telah
134

Anda mungkin juga menyukai