Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

Y DENGAN
DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI
PADA SISTEM PERSYARAFAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : Ruly Ramadana


NIM : 2018.C.10a.0983

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
2

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Ruly Ramadana
NIM : 2018.C.10a.0983
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : “Asuhan Keperawatan pada An. Y Dengan Diagnosa Medis
Epilepsi Pada Sistem Persyarafan”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disahkan oleh :

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners, Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Isna Wiranti, S.Kep., Ners

ii
3

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. Y Dengan Diagnosa
Medis Epilepsi Pada Sistem Persyarafan. Asuhan Keperawatan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK2).
Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan II Program Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan asuhan keperawatan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 8 Desember 2020

Penyusun

iii
4

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit...........................................................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................5
2.1.3 Etiologi....................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi.............................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................10
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................11
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................11
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................11
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................15
2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................19
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................19
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................20
3.1 Pengkajian..................................................................................................20
3.2 Diagnosa.....................................................................................................32
3.3 Intervensi....................................................................................................33
3.4 Implementasi..............................................................................................36
3.5 Evaluasi......................................................................................................36
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................39
4.1 Kesimpulan.................................................................................................39
4.2 Saran...........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan episode kejang
yang dapat disertai hilangnya kesadaran penderita. Meskipun biasanya disertai
hilangnya kesadaran, ada beberapa jenis kejang tanpa hilangnya
kesadaran(Kristanto, 2017). Kejang epilepsi dihasilkan dari aktivitas neuronal di
otak yang abnormal, terus menerus dan berlebihan (American Academy of
Neurology, 2012). Kerusakan jaringan ini akan meningkatkan masalah pada
penyakit saraf yaitu epilepsi sehingga menyebabkan kejang dan mengakibatkan
risiko cidera. Kondisi ini merupakan gangguan neurologis umum kronis yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan, kejang sementara atau gejala dari
aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron di otak(Wulan
Maryanti, 2016).
Menurut data WHO, sekitar 50 juta orang di dunia menderita epilepsi,
dimana setiap tahunnya didapatkan 2.4 juta orang terdiagnosa epilepsi. Prevalensi
epilepsi di negara berkembang ditemukan lebih tinggi daripada negara maju,
dimana di negara berkembang ditemukan 5-74 kasus per 1.000 orang. Angka
tersebut meningkat pada daerah pedalaman yaitu 15.4 (4.8-49.6) kasus per
1.000 orang (Lengkoan, Khosama, & Sampoerno, 2015) Di Indonesia belum
didapatkan data yang pasti mengenai penderita epilepsi, namun di negara
berkembang diperkirakan ada 1-2 juta penderita epilepsi dimana terdapat 5-10
kasus per 1.000 orang dan insiden 50 kasus per 100.000 orang per tahun.1
(Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia menurut Depertemen Kesehatan 2008 Angka
penderita epilepsi mencapai 12% dengan angka kematian 2%. Data terbaru pada
tahun 2016 di RSUD Ibnu Sina Gresik terdapat pasien epilepsi ada sebanyak 50
orang di Poli syaraf, dan hampir setengahnya mengalami masalah Risiko cidera
( Dikutip dari Karya Tulis Ilmiah Ilham Aditya 2017).
Penyakit Epilepsi merupakan penyakit yang sangat komplek dan
komprehensif sehingga mempengaruhi semua system tubuh artinya sama juga
dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. epilepsi merupakan kelainan otak

1
2

yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik


yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
sosial, dimana terjadi minimal 1 kali bangkitan epileptik (Asli, 2019). Epilepsi
juga berpotensi mengakibatkan cidera fisik,kelemahan pada fisik dan penurunan
kesadaran. Maka dari itu diperlukan penanganan dan edukasi yang lama terhadap
penderita dan keluarga,jika tidak segera diatasi epilepsi akan berdampak buruk
terhadap perkembangan perilaku dan juga akan berdampak pada kesehatan (cidera
fisik) (Ika & Hidayati, 2019).
Dari besarnya insiden Epilepsi di negara–negara berkembang seperti di
Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik Epilepsi dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga
dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah Bagaimana pemberian Asuhan
Keperawatan pada An. Y dengan diagnosa medis Epilepsi Pada Sistem
Persyarafan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada An. Y
dengan diagnosa medis Epilepsi Pada Sistem Persyarafan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu manajemen Asuhan Keperawatan Tentang Epilepsi
Pada Sistem Persyarafan.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan
diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu
melakukan perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
diberikan.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan
dapat mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
3

Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak
secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain
tubuh terganggu(Mutiawati, 2008). “Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan
atau sawan adalah gangguan sistem saraf pusat yang disebabkan karena letusan
pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan
kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-
kejang”(Ramali, 2005 :114). Menurut Harsono (2007:4) “Epilepsi merupakan
gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan
(seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala”.
Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan yang berulang
dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa epilepsi adalah suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan dan abnormal dari sel-sel saraf otak yang bersifat spontan dan berkala
ditandai dengan kejang kronik dengan serangan yang berulang.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Epilepsi merupakan salah
bentuk dari gangguan sistem saraf pusat yang disebabkan karena letusan
pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang-ulang.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Menurut Setiadi (2007), otak merupakan alat tubuh yang sangat penting
karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf pusat
yang terletak dirongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang
kuat. Cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan 3
gerak pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus stiartum, thalamus, serta
hipotalamus.
5

b. Otak tengah, otak ini menjadi tegmentum, krus serebri, korpus


kuadrigeminus.
c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol yang tersusun dari
lapisan fiber dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan,
dimana pons ini terdiri atas pons varoli, medulla oblongata dan cerebellum.
Otak dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang tengkorak, dan columna
vertebral serta meningen (selaput otak). Bagian-bagian otak secara garis besar
terdiri atas cerebrum (otak besar), brainsteam (batang otak), dan cerebellum (otak
kecil).
2.1.2.1 Cerebrum (Otak Besar)
Menurut Syaifuddin (2006), cerebrum atau otak besar merupakan bagian
yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan
atas rongga, masing-masing di sebut fosa kanialis anterior atas dan bawah. Kedua
permukaan ini di lapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks
serebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.
Sedangkan menurut Setiadi (2007), permukaan cerebrum berasal dari bagian yang
menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum pada otak besar ditemukan
beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari cerebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.
b. Lobus parientalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan di belakang
oleh karako-oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan
di depan lobus oksipitalis.
d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.
2.1.2.2 Batang Otak
Menurut Pearce (2009), batang otak terdiri atas otak tengah, pons varoli,
dan medulla oblongata. Otak tengah merupakan bagian atas batang otak
akuduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintas
melalui otak tengah ini.
2.1.2.3 Cerebellum (Otak Kecil)
6

Menurut Syaifuddin (2006), cerebellum atau otak kecil terletak pada bagian
bawah dan bagian belakang tengkorak di pisahkan dengan cerebellum oleh fisura
tranversalis oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut eferen sensoris. Sedangkan menurut Setiadi (2007), cerebellum
mempunyai 2 hemisfer yang dihubungkan oleh fermis, berat cerebellum lebih
kurang 150 gram (85-90%) dari berat otak seluruhnya.
Bentuknya oval,bagian yang mengecil pada sentral di sebut vermis dan
bagian-bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Cerebellum
berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebriinferior. Permukaan
cerebellum berlipat-lipat menyerupai cerebellum tetapi lipatannnya lebih kecil dan
lebih teratur permukaan cerebellum ini mengandung zat kelabu.
Menurut Setiadi (2007), setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam
kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur
dan otot diperlukan oleh bermacam pergerakan.
2.1.3 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
7

Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,


definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis
saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput
otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
  Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
8

Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal. Dengan gejala motorik
1. Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
2. Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
3. Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
4. Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
5. Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
6. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo).
7. Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
8. Visual : terlihat cahaya
9. Auditoris : terdengar sesuatu
10. Olfaktoris : terhidu sesuatu
11. Gustatoris : terkecap sesuatu
9

12. Disertai vertigo


13. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
14. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
15. Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
16. Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
17. Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
18. Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
19. Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
20. Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
1. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
2. Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka
berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing
baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
3. Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
4. Hanya dengan penurunan kesadaran
5. Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
1. Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
10

3. Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu


berkembang menjadi bangkitan umum.
2.1.4.2 Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai
pada anak.
1. Hanya penurunan kesadaran
2. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
3. Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
4. Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan
menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
5. Dengan automatisme
6. Dengan komponen autonom.
i. Lena tak khas (atipical absence)
ii. Dapat disertai:
7. Gangguan tonus yang lebih jelas.
8. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-
ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
1. Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali
pada anak.
11

2. Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.
Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
3. Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal,
lelah, nyeri kepala.
4. Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi
ini terutama sekali dijumpai pada anak.
2.1.4.3 Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan
yang mendadak berhenti sederhana.
2.1.5 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
12

sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
13

3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu


dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau
defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan
asetilkolin. 
Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, 14
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
WOC EPILEPSI hipokalsemia, hiponatremia)

Tumor Otak
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum Perubahan difusi Na+ dan K+

Kelainan pembuluh darah


Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel
maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransiter

Epilepsi

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Kejang Ischemia otak


Muatan listrik lepas Kejang Mual, muntah, Terjadi bangkitan listrik
dari sel saraf proyektil, anoreksia
Penurunan
Hiperkapni Penurunan suplai O2 dan Mengganggu
Regurgirasi vaskularisasi Nafsu makan
darah ke ginjal keseimbangan
aspirasi jaringan otak menurun

Respon Produksi urin Takikardi


prostaglandin Ischemia otak menurun
Obstruksi jalan napass Kurangnya asupan
(oliguria, anuri)
makanan
Depolarisasi neuron Suplai darah
berlebihan menurun
Demam Penurunan
Hipoventilasi meningkat MK: Defisit Nutrisi
kapasitas
kandung kemih
Presepsi nyeri Kelelahan,
letih
Dyspnie MK: Hipertermia MK: Gangguan
MK: Nyeri Akut
Eliminasi Urin
MK: Intoleransi Aktivitas

MK: Pola Nafas


Tidak Efektif
10

2.1.6 Manifestasi Klinis


1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya
kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing.
Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak
dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat.
Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan
karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak,
tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan
tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis
11

maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan
sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma
fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat
penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi
biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
2.1.7 Komplikasi
Epilepsi yang terjadi pada penderita di tempat-tempat yang tidak terduga,
dapat membuat penderita berisiko menderita cedera atau patah tulang akibat
terjatuh saat kejang. Selain bahaya cedera, penderita epilepsi dapat mengalami
komplikasi seperti epileptikus dan kematian mendadak.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Selama Kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
2. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
3. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
12

4. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk


mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
5. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien
melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi
jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
6. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg
biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada
saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
7. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2.1.9.2 Setelah Kejang
1. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
2. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
3. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
4. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
5. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
6. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat.
7. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein
yang lembut
8. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan  dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi
13

penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita


epilepsi. 
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-
tiba. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya juga mengalami
cedera, Klien atau keluarga mengeluh anaknya mengalami keletihan hebat
sesaat tidak sadarkan diri.
3) Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan Epilepsi biasanya diawali dengan tanda-tanda seperti Pasien
mengalami sesak napas, keletihan, demam tinggi, leher kaku, sakit kepala
berat, kejang, sensitif terhadap cahaya, mual muntah, sulit berkonsentrasi
atau kebingungan, nafsu makan berkurang hingan cidera.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan sehingga
menimbulkan gangguan pada sistem persyarafan. Sebagai contoh :
melakukan anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah mengalami
gejala serupa atau pernah mengalami operasi sebelumnya, kemudian
apakah pernah memiliki faktor alergi seperti obat-obatan dan makananan.
Apabila pasien mengeluhkan penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja
yang pernah dikonsumsi sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali
rasa sakit itu muncul.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna mengetahui apakah ada
potensi penyakit yang dapat diturunkan atau ditularkan secara genetis atau
14

tidak. Hal ini akan membantu perawat mengetahui sumber penularannya


jika memang ada penyakit serupa yang pernah terjadi dalam lingkup
keluarganya.
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain): penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Hipoventilasi, dyspnia
(D.0005) Hal 26
2.2.2.2 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Penurunan kardiak output,
takikardi (D.0056) Hal. 128
2.2.2.3 Resiko Cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan) (D.0136) Hal. 294
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan Meningitis meliputi :
Diagnosa I : Pola napas tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x7 jam tindakan keperawatan diharapkan
dapat berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil :
- Pasien tidak sesak nafas
- Pasien tidak terpasang okesigen nasal kanul 2 lpm
- Pernafasan kembali normal 16-20 x/menit
Intervensi Rasional
1. Kaji kualitas, frekuensi dan 1. Dengan mengkaji kualitas,
kedalaman napas. frekuensi, dan kedalaman
2. Ajarkan pasien tehknik napas pernapasan, kita dapat
dalam mengetahui sejauh mana
15

3. Anjurkan pasien untuk istirahat perubahan kondisi klien.


dan napas dalam 2. Napas dalam dapat membantu
4. Posisikan pasien semi fowler masuk nya oksigen
5. Auskultasi suara nafas, catat 3. Istirahat dapat membantu badan
adanya suara tambahan menjadi meregenasi dan
6. Monitor status hemodinamik mempertahan kan system imun
7. Atur intake untuk cairan 4. Posisi semi fowler dapat
mengoptimalkan keseimbangan. memaksimalkan ventilasi
8. Monitor respirasi dan status O2 5. Mengidentifikasi suara napas
9. Pertahankan hidrasi yang dapat mengetahui seberapa parah
adekuat secret yang ada
10. Kolaborasi untuk pemberian terapi 6. Hemodinamika dapat
Oksigen memberikan informasi aliran
darah pasien
7. Mengatur cairan dapat
mengoptimalkan keseimbangan
tubuh
8. Untuk mengetahui apakah
oksigen yang masuk dapat
memenuhi kebutuhan
9. Hidrasi yang adekuat dapat
mengencerkan secret
10. Pemberian O2 dapat membantu
meringankan kerja paru

Diagnosa II : Intoleransi Aktifitas


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam rasa letih
berkurang
Kriteria hasil :
- Dapat kembali beraktivitas secara efektif
- Tidak merasa letih dan lemas
- Toleran saat bergerak

Intervensi Rasional
1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui status tingkat
2. Monitor lokasi dan kelelahan
ketidaknyamanan selama 2. Untuk mengetahui lokasi yang
melakukan aktivitas membuat pasien tidak nyaman
16

3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Meningkatkan kinerja otot


pasif dan aktif 4. Lingkungan yang nyaman dapat
4. Sediakan lingkungan yang membuat pasien rileks sehingga
nyaman dapat mempercepat proses
5. Berikan aktivitas distraksi yang kesembuhan
menenangkan 5. Agar terhindar dari tirah baring
6. Anjurkan pasien tirah baring yang terlalu lama
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 6. Istirahat yang cukup agar
meningkatkan asupan makanan mempercepat proses
penyembuhan
7. Berikan asupan makanan agar
pasien mendapat energi yang
cukup

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi). Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan
dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu
melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan
(Setiadi, 2010).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
17

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa, 08 Desember 2020 pukul
09.00 WIB pada An. Y jenis kelamin Laki-laki, berusia 12 Tahun, suku
Dayak/Indonesia, Agama Kristen, Pekerjaan pelajar, SD, alamat Jl. Bangas,
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 01 Desember 2020 dengan Diagnosa Medis
Epilepsi.
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengeluh sesak napas.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 01 Desember 2020 keluarga mengatakan klien mengalami
sesak napas dan juga penurunan kesadaran disertai rasa letih dan lemas.
Pada tanggal 01 Desember 2020 klien dilarikan ke Rumah Sakit oleh
keluarganya, klien datang kerumah sakit pukul 09:00 WIB, klien
mengatakan sejak seminggu yang lalu mengalami sesak napas dan letih
hingga terkadang kejang. Ditemukan data dari IGD TTV : TD 130/90
mmHg, N : 110 x/menit, RR : 29x/menit, S : 37 0C, dan terpasang oksigen
nasal kanul 3 l/mnt, dan infus Nacl 0,9 ditangan sebelah kiri.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya cukup banyak yang memiliki tekanan
darah tinggi .

17
18

Genogram :

Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
Hubungan keluarga
= Menikah

= Pasien

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Nampak susah untuk bernapas, letih dan lemas, terkadang tidak sadarkan
diri, terlihat geliasah dan terpasang Oksigen nasal kanul 3L/mnt, inj. Ondansetron
4 mg/8 jam (iv).
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien apatis, ekpresi wajah klien meringis, bentuk badan
klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas, suasana hati
klien sedih, penampilan klien cukup rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan
malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya
sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri
klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
19

Pada saat pengkajian TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 37°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/N = 110 x/menit dan pernapasan/ RR = 29 x/menit,
tekanan darah TD = 130/ 90 mmhg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok, klien
tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, sianosis, tidak terdapat nyeri dada,
sesak nafas, dypsnea, type pernapasanan klien tampak menggunakan dada dan
perut, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien tidak vesikuler, ada
suara napas tambahan wheezing, terpasang Oksigen nasal kanul 3L/mnt.
Keluhan Lainnya : Klien mengeluh sesak napas
Masalah Keperawatan : Pola Napas Tidak Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Blood)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing
finger, tidak sianosis, merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan,
capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada
terdapat oedema, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak
mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada
mengalami kelainan.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 3 (membuka mata setelah menerima rangsang suara seperti
teriakan/panggilan), V = 4 (komunikasi verbal bingung dengan arah pembicaraan,
tapi masih menjawab pertanyaan), M = 5 (bergerak secara terkontrol apabila ada
rangsang nyeri), total nilai GCS = 12 (apatis), kesadaran klien tampak normal,
pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, tidak vertigo, tampak
gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, terkadang bingung,
tidak dysarthria dan mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olvaktorius) : Klien kesulitan membedakan bau-
bauan seperti : minyak kayu putih atau teh dan kopi.
20

3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat mendengar perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : Klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan
tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep
kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skla 1,
patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1,
serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skala 1.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah keperawatatan : Tidak ada masalah
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 4 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak oliguria,
21

tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak
hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan.
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien
tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada
peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari
warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem tidak konstipasi, tidak
kembung, kembung, bising usus klien terdengar normal 15 x/hari, dan tidak ada
terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan.
3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidka ada krepitasi, tidak ada bengkak, tidak
ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, mengalami keletihan,
ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 4 (cukup
lemah) dan ektermitas bawah = 4 (Cukup lemah). tidak terdapat peradangan dan
perlukakaan di bagian punggung bagian kanan, tangan kanan, pantat kaki kiri dan
kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta tulang belakang klien tampak teraba
normal.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan merasa letih dan lemas dan terkadang juga
tidak sadarkan diri
Masalsah keperawatan : Intoleransi Aktivitas dan Resiko Cidera
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan dan lainnya.
Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur halus,
tidak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus, tidak
terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.11 Sistem Penginderaan
3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan
22

Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri
(VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis, kornea
bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat adanya
nyeri.
3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi Laki-laki
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, gland penis tampak normal, Maetus uretra lancar, tidak ada Discharge,
srotum tampak normal, tidak terdapat hernia.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan mengetahui persepsi tentang kesehatan dan penyakit.
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
Klien ada program diet biasa, mengalami kesukaran menelan dan tidak ada
merasa haus.
TB : 148 Cm
BB sekarang : 38 Kg (21,9 Normal)
BB Sebelum sakit : 50 Kg (22,8 Normal)
23

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x1/sehari 3x1/sehari
Porsi 1/2 2 porsi
Nafsu makan Menurun Baik
Jenis makanan Nasi, sayur, telur, Nasi, sayur, lauk, buah
buah
Jenis minuman Air putih, susu Air putih dan teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 1650 cc 1750 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2 jam,
sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2 jam.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengetahui tentang penyakit yang diderita nya dan ingin lekas
sembuh kembali.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang anak bungsu dari
4 bersaudara, klien anak yang ramah”.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas , namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas dan didampingi oleh ibunya.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Ibu klien mengatakan bila ada masalah An. Y selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong An.Y.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
24

Ibu klien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi An. Y selama diarawat di rumah
sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah keluarganya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bermain dengan keluaga.
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalan ibadah di gereja yang didampingi oleh
keluarganya di saat sakit klien dan keluarga hanya dapat berdoa.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 02 Desember 2020
Tabel pemeriksaan laboratorium
No PARAMETER HASIL SATUA NILAI
N NORMAL

1 WBC ( White Blood Cels) 23.12x10^3 U/L 4.00 – 10.00

2 RBC ( Red Blood Cels ) 4.14x10^6 U/L 3.50 – 5.50


25

3 HGB ( Hemoglobin Blood) 12. g/dl 11.0 – 15.0


0

4 PLT(Platelet/Trombosit) 12. g/dl 11.0 – 15.0


0
U/L 150 –
236 x10^3 400

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Obat/Terapi Dosis Indikasi
Medis
1. 1. 3 L/mnt 1. Membantu pasien dengan keluhan sesak
2. 2. 30 mg 2x/hari napas dengan pemberian oksigen pada
3. 3. 300 mg 3x/hari saluran pernapasan.
4. 4. 4 mg/8 jam 2. Mengobati berbagai macam macam
Ondansetron infeksi bakteri
3. Menetralisir asam darah, urine yang
terlalu asam, dan asam lambung
4. Menghambat ikatan serotonin pada
reseptor 5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti
muntah

Palangka Raya, Rabu 02 Desember 2020


Mahasiswa

Ruly Ramadana
NIM : 2018.C.10a.0983
26

ANALISIS DATA

DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB

DS: Muatan listrik lepas dari `


Klien mengeluh sesak sel saraf
Pola Napas Tidak
napas. Regurgirasi aspirasi Efektif
DO:
Obstruksi jalan napas
1. Klien tampak sesak napas,
keringat dingin, dan gelisah Hipoventilasi
2. Pola napas cepat dan
dangkal Dispnea

3. TTV : TD 130/90 mmHg, Pola Napas Tidak Efektif


RR 29 x/mnt, N 110 x/mnt,
T 37 oC

DS:
Terjadi bangkitan listrik
Klien mengatakan merasa letih
dan mudah kelelahan dan
mengganggu aktivitasnya Mengganggu
Intoleransi
DO : keseimbangan
Aktivitas
1. Klien nampak letih dan lesu Takikardi
2. Nampak aktivitas masih di
bantu oleh keluarga dan
Suplai darah menurun
perawat
3. Skala aktivitas 3
Kelelahan, letih dan
lemas

Intoleransi Aktivitas
27

Kejang
DS : Klien mengatakan merasa
lemas kejang hingga tak Kesadaran menurun

sadarkan diri Resiko Cedera


Resiko cidera
DO :
1. Klien Nampak sesekali
tak sadarkan diri
28

3.2 Prioritas Masalah


29

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Hipoventilasi, dyspnia


ditandai dengan klien mengeluhkan sesak nafas, klien Nampak sesak
napas, keringat dingin, dan gelisah, pola napas cepat dan dangkal, TTV :
TD 130/90 mmHg, RR 29 x/mnt, N 110 x/mnt, T 37 oC.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Penurunan kardiak output,
takikardi ditandai dengan klien mengatakan merasa letih dan mudah
kelelahan dan mengganggu aktivitasnya, klien Nampak letih dan lesu,
Nampak aktivitas masih di bantu oleh keluarga dan perawat.
3. Resiko Cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan) ditandai dengan klien mengatakan merasa
lemas kejang hingga tak sadar kan diri, klien Nampak sesekali tak
sadarkan diri.
33

3.3 Rencana Keperawatan


Nama Pasien : An. Y
Ruang Rawat : Sistem Persyarafan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Pola napas tidak efektif Dalam waktu 3 x 24 jam setelah 1. Kaji kualitas, frekuensi dan 1. Dengan mengkaji kualitas,
kedalaman napas. frekuensi, dan kedalaman
berhubungan dengan diberikan intervensi pola napas
dengan kreteria evaluasi: 2. Ajarkan pasien tehknik pernapasan, kita dapat
Hipoventilasi, dyspnia napas dalam mengetahui sejauh mana
- Keluhan sesak napas 3. Anjurkan pasien untuk perubahan kondisi klien.
ditandai dengan klien
istirahat dan napas dalam 2. Napas dalam dapat membantu
mengeluhkan sesak berkurang. 4. Posisikan pasien semi masuk nya oksigen
- Napas kembali efektif fowler 3. Istirahat dapat membantu badan
nafas, klien Nampak
5. Auskultasi suara nafas, catat menjadi meregenasi dan
sesak napas, keringat - Tak tampak sesak napas adanya suara tambahan mempertahan kan system imun
- Tidak menggunakan otot 6. Monitor status 4. Posisi semi fowler dapat
dingin, dan gelisah, pola
hemodinamik memaksimalkan ventilasi
napas cepat dan dangkal, bantu pernapasan 7. Atur intake untuk cairan 5. Mengidentifikasi suara napas
- Pola napas normal mengoptimalkan dapat mengetahui seberapa parah
TTV : TD 130/90
keseimbangan. secret yang ada
mmHg, RR 29 x/mnt, N 8. Monitor respirasi dan status 6. Hemodinamika dapat
O2 memberikan informasi aliran
110 x/mnt, T 37 oC.
9. Pertahankan hidrasi yang darah pasien
adekuat 7. Mengatur cairan dapat
10. Kolaborasi untuk pemberian mengoptimalkan keseimbangan
terapi Oksigen tubuh
8. Untuk mengetahui apakah
oksigen yang masuk dapat
memenuhi kebutuhan
9. Hidrasi yang adekuat dapat
34

mengencerkan secret
10. Pemberian O2 dapat membantu
meringankan kerja paru

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui status tingkat
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor lokasi dan kelelahan
setelah diberikan intervensi
Penurunan kardiak ketidaknyamanan selama 2. Untuk mengetahui lokasi
intoleransi aktivitas dengan
output, takikardi ditandai kriteria hasil : melakukan aktivitas yang membuat pasien tidak
dengan klien 3. Lakukan latihan rentang nyaman
- Frekuensi nadi normal
mengatakan merasa letih gerak pasif dan aktif 3. Meningkatkan kinerja otot
- Dapat kembali beraktivitas
dan mudah kelelahan 4. Sediakan lingkungan yang 4. Lingkungan yang nyaman
dengan baik
dan mengganggu nyaman dapat membuat pasien rileks
- Rasa letih berkurang
aktivitasnya, klien 5. Berikan aktivitas distraksi sehingga dapat mempercepat
Nampak letih dan lesu, yang menenangkan proses kesembuhan
Nampak aktivitas masih 6. Anjurkan pasien tirah 5. Agar terhindar dari tirah
di bantu oleh keluarga baring baring yang terlalu lama
dan perawat. 7. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Istirahat yang cukup agar
untuk meningkatkan asupan mempercepat proses
makanan penyembuhan
7. Berikan asupan makanan agar
pasien mendapat energi yang
cukup
35

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Resiko Cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Mengetahui kebutuhan
keselamatan keselamatan pada pasien
berhubungan dengan keperawatan 3x7 jam diharapkan
dapat mencegah resiko cidera 2. Hilangkan bahaya keselamatan 2. Untuk menghindarkan dari
aktivitas kejang yang lingkungan, juka bahaya
dengan kriteria hasil:
memungkinkan 3. Memberikan lingkungan yang
tidak terkontrol
- Terhindar dari cidera 3. Fasilitasi relokasi ke aman dan nyaman pada klien
(gangguan - Suasana yang aman dan lingkingan yang aman 4. Mengurangi resiko cedera
kondusif 4. Gunakan perangkat pelindung 5. Memberikan lingkungan yang
keseimbangan) ditandai
- Nadi normal 5. Modifikasi lingkungan yang aman
dengan klien aman 6. Memberikan informasi pada
6. Ajarkan individu, keluarga dan klien dan keluarga
mengatakan merasa
kelompok resiko tinggi bahaya
lemas kejang hingga tak lingkungan
sadar kan diri, klien
Nampak sesekali tak
sadarkan diri.
36

4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Selasa, 08 1. Mengajarkan pasien tehknik napas dalam S:
Desember 2020 2. Menganjurkan pasien untuk istirahat dan
1. Klien mengatakan sesak napas mulai
Pukul 07:00 WIB napas dalam Ruly Ramadana
berkurang
3. Memposisikan pasien semi fowler
Pukul 09:00 WIB O:
4. Memonitor respirasi dan status O2
1. Klien dapat memahami dan melakukan
Pukul 11:00 WIB
tehknik napas dalam.
Pukul 14:00 WIB 2. Klien Nampak tenang saat beristirahat
3. Klien Nampak nyaman saat posisi semi
fowler
4. Pernapasan klien masih cukup tinggi 27
x/mnt
5. Klien Nampak terpasang oksigen nasal
kanul
A: Masalah Pola napas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2, 3, 5
37

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
2. Rabu, 09
S:
Desember Klien mengatakan rasa letih berkurang
2020 1. Ajarkan latihan rentang gerak pasif dan O:
Pukul 07:00 WIB aktif - Klien nampak sudah bisa melakukan Ruly Ramadana
gerakan rom meskipun masih di bantu
2. Menyediakan lingkungan yang nyaman
Pukul 09:00 WIB keluarga
3. Berikan aktivitas distraksi yang - Klien nampak rileks pada saat situasi
Pukul 11:00 WIB menenangkan tenang tanpa ada suara bising.
- Klien nampak tengah membaca buku
4. Anjurkan pasien tirah baring
Pukul 14:00 WIB bergambar dengan tenang
- Klien nampak beristirahat (tidur)
dengan pulas
A:
Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Memberikan asupan makanan yang bergizi
Memberikan lingkungan yang nyaman

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
38

3. Kamis, 10 1. Hilangkan bahaya keselamatan S:


lingkungan, juka memungkinkan Klien mengatakan merasa aman dan
Desember
2. Fasilitasi relokasi ke lingkingan yang nyaman
2020 Ruly Ramadana
aman
O:
Pukul 07:00 WIB 3. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok - Tak Nampak benda-benda yang dapat
resiko tinggi bahaya lingkungan melukai klien
Pukul 09:00 WIB - Terpasang penyangga pada kasur klien
- Klien dan keluarga dapat memahami
Pukul 11:00 WIB informasi yang diberikan perawat

Pukul 14:00 WIB A : Masalah teratasi

P:-
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan studi kasus pada An. Y dengan gangguan sistem
persyarafan Epilepsi di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dapat
disimpulkan beberapa hal diantaranya :
1. Pada pengkajian klien dengan Sesak napas, kita harus cermat dalam
pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama yang normal,
riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan pola
kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi
penyakit klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai
kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/
keadaan yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat
membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara
ideal, tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi
karena keterbatasan dalam waktu.
6. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang
diberikan pada An. Y jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim
kesehatan lain.
Asuhan keperawatan medis pada An. B dengan penyakit Epilepsi dalam
pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam
pelaksanaan intervensi dan implementasi. Dimana masalah yang ditemukan pada
kasus An. B dengan diagnosa pola napas tidak efektif, intoleransi aktivitas, dan
resiko cedera. Dengan hasil yang cukup membaik.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita diharapkan mampu memahami dan
mengetahui masalah pada pasien, agar perawat mampu melakukan asuhan
39
keperawatan pada klien tersebut. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering

52
berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien,
salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
Perawat bisa memberikan edukasi kesehatan agar kejadian ini tidak terulang atau
kambuh pada klien yang sama.

53
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes M. E. et all, 2012, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care,
Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.

Harsono (ED), 2019, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 2000, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik


(Terjemahan), Edisi VI, EGC, Jakarta Indonesia.

Kariasa Made, 2012, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.

Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt
Ed, Philadelpia London.

Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease


Process, Second Ed, St Louis, New York.

41

54

Anda mungkin juga menyukai