Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIS


DI RUANG HEMODIALISA

OLEH :

Efri

(2017.C.09a.0882)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh:

Nama : Efri
NIM : 2017.C.09a.0882
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti, S.Kep, Ners


ii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh:

Nama : Efri
NIM : 2017.C.09a.0882
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Rimba Aprianti, S.Kep, Ners


iii
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulisan laporan pendahuluan yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Diagnosa Medis Gagal
Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa”.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan pendahuluan
ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd.,M.Kes selaku ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku ketua Prodi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Rimba Aprianti, S. Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan ini
4. Ibu Ika Paskaria,S.Kep.,Ners selaku koordinator PPK IV.
5. Orangtua kami,keluarga kami,dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu
keperawatan dansemoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi berkat dan
karunia-Nya kepada kita semua Amin.

Palangkaraya, 16 Desember 2020

Efri
5

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .....................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Anatomi Fisiologi...............................................................4
2.2 Definisi.......................................................................................................9
2.3 Etiologi.......................................................................................................9
2.4 Klasifikasi.................................................................................................10
2.5 Patofisiologi..............................................................................................10
2.6 Komplikasi...............................................................................................13
2.7 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)....................................................13
2.8 Penalaksanaan Medis...............................................................................14
2.9 Pemeriksaan Keperawatan.......................................................................15
2.10 Cara Kerja Mesin Hemodilisa..................................................................16
2.11 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................20
2.11.1 Pengkajian ...................................................................................20
2.11.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................21
2.11.3 Intervensi .....................................................................................22
2.11.4 Implementasi ...............................................................................29
2.11.5 Evaluasi .......................................................................................29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan..................................................................................30
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................45
4.2 Saran..........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan
homeostatis (Lukman et al., 2013). Gagal gijal kronik secara progresif kehilangan
fungsi ginjal nefronnya satu persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruhan
fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika serikat pada
tahun 2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 80.000 penderita, dan tahun 2010
mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal. Sedangkan di
Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah yang
menderita penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman
et al., 2013). Data Dinkes Jawa tengah (2008) bahwa angka kejadian kasus gagal ginjal
di Jawa Tengah yang paling tinggi adalah Kota Surakarta dengan 1497 kasus (25.22 %)
dan di posisi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus (12.50 %).
Tindakan medis yang dilakukan penderita penyakit gagal ginjal adalah dengan
melakukan terapi dialisis tergantung pada keluhan pasien dengan kondisi kormobid dan
parameter laboratorium, kecuali bila sudah 2 ada donor hidup yang ditentukan,
keharusan transplantasi terhambat oleh langkanya pendonor. Pilihan terapi dialisis
meliputi hemodialisis dan peritoneal dialisis (Hartono, 2013). Hemodialisis (HD)
merupakan salah satu terapi untuk mengalirkan darah ke dalam suatu alat yang terdiri
dari dua kompartemen yaitu darah dan dialisat. Pasien hemodialisis mengalami
kecemasan karena takut dilakukan tindakan terapi hemodialisis.
Menurut Soewandi gangguan psikiatrik yang sering ditemukan pada pasien
dengan terapi hemodialisis adalah depresi, kecemasan, hubungan dalam perkawinan dan
fungsi seksual, serta ketidakpatuhan dalam diet dan obat-obatan. Mengatasi masalah
kecemasan pada pasien yaitu dapat berupa tindakan mandiri oleh perawat, contoh
seperti teknik relaksasi dan distraksi. Teknik yang digunakan untuk mengatasi

1
2

kecemasan pada pasien adalah dengan terapi relaksasi progresif, karena relaksasi
progresif merupakan teknik merelaksasikan otot dalam pada bagian tubuh tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan
homeostatis (Lukman et al., 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut
: “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal
Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal
kronik dan akut.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut dengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik
dan akut.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi profesi keperawatan
Diharapkan laporan studi kasus ini dapat menjadikan masukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga mampu meningkatkan mutu asuhan
3

keperawatan yang akhirnya dapat berguna bagi profesi keperawatan dalam memberikan
keperawatan pada klien GGK
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Rumah Sakit
Menyediakan kerangka berpikir secara ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran pelaksanaan
asuhan keperawatan KMB pada klien GGK. Serta menyediakan referensi bagi perawat
ruangan dalan melakukan asuhan keperawatn pada pasien secara komprenhensif dengan
pendekatan proses keperawatan.
1.4.2.2 Pendidikan
Dengan adaya laporan studi kasus asuhan keperawatan KMB pada klien
GGKdapat memberikan informasi yang nyata dan aktual yang dapat digunakan oleh
mahasiswa sebagai literatur pendidikan dan menunjang peningkatan pengetahuan
khususnya tentang asuhan keperawatan KMB dengan klien GGK
1.4.3 Bagi penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang didapat dari lapangan
praktik yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang didapatkan serta sebagai acuan bagi
penulis dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan KMB yang lebih baik bagi klien yang mengalami GGK
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Gagal Ginjal Kronik

Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2011), ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati.
Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot
yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal
kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena
dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah
ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal
melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang dewasa panjang ginjal
adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm
(1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan
bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk
cekung karena adanya hilus.

4
5

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi
biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi oleh bagian korteks
yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena
tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks)
dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung
pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,
selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap
ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan
diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus
proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula
bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen
atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh
lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal
sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu
sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah
yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
6

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata
yang melengkung melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian
membentuk arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk
arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.

Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena
menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava inferior.
Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500
ml/menit).
1. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin
menurut Syaeifudin (2010).
a. Fungsi ginjal
7

Menurut Price dan Wilson (2011), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi
yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-
ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus.
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui
glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi
glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut
ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan
alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara
molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki
tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam
darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya
8

dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara
normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine
mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar
(protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna
bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine
sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan
Cl- dan sekresi H+ dan K+ . Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang
tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap
hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar
daya selektif sel tubulus:
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan
tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi
pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula
dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas
mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi
sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar
dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi.
9

Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh


plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I kemudian dirubah menjadi
angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola
perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan
merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul selanjutnya
peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan
demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan
darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
2.2 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan
homeostatis (Lukman et al., 2013).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2012).
2.3 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik
atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus
dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2011 dalam Price & Wilson, 2010).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
10

dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
– Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2012 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI


2.5 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik ditandai dengan penurunan laju penyaringan glomerulus
(GFR), sehingga kadar urea darah meningkat. Kenaikan kadar urea darah dan
meningkatnya penyaringan oleh nefron yang mengalami hipertrofi menyebabkan
muatan solute yang sampai ke masing-masing tubulus yang masih berfungsi akan
menjadi lebih besar daripada keadaan normal (William E 2010).
Sebagai penyebab utama atau konsekuensi dari hilangnya progresif fungsi ginjal,
hipertensi lazim di sebagian besar pasien dengan CKD. Sekitar 50% sampai 60% dari
pasien dialisis adalah hipertensi, yang didefinisikan sebagai tekanan darah predialysis
lebih besar dari 150/90 mm Hg, dan hanya sebagian kecil pasien dialisis tidak
memerlukan terapi antihipertensi. Hipertensi disebabkan oleh ekspansi volume dan
peningkatan vaskular sistemik resistensi meningkatkan kerja miokard dan memberikan
kontribusi untuk pengembangan hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Hubungan antara
tekanan darah dan kematian telah diamati, sehingga angka kematian yang lebih tinggi
dikaitkan dengan tingkat tertinggi dan terendah tekanan darah. Patogenesis hipertensi
11

pada CKD berupa multifaktorial, tetapi dalam banyak pasien dialisis hipertensi, cairan
retensi merupakan penyumbang utama. Selain mekanisme patofisiologis umum
bertanggung jawab untuk pengembangan hipertensi, pasien dengan ESRD juga
mengalami peningkatan aktivitas simpatis, penurunan aktivitas vasodilator seperti nitrat
oksida, peningkatan kadar endotelin-1, penggunaan kronis ESA seperti epoetin alfa,
hiperparatiroidisme, dan struktural perubahan dalam arteri (misalnya, kalsifikasi
metastatik) sebagai faktor kontribusi.
Penyebab sekunder: gangguan ginjal, 12
Penyebab primer: genetic, SLE, gangguan tubulus&glomerulus,
usia, Jenis kelamin, diet, penurunan GFR, BUN dan Kreatinin
 WOC CKD BB, gaya hidup meningkat

   Kurang Pengetahuan
 Kecemasan
GGK Hemodialis
 PK : Perdarahan

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Penurunan kemampuan Ginjal tidak dapat Retensi air dan Na Peningkatan aktivitas Penumpukan zat-zat Pengaktifan vit D oleh
ginjal mengekskresi H+ membuang kalium melalui system RAA toksin ginjal terganggu
urine
Penurunan produksi Gangguan
Asidosismetabolik Retensi air dan Na Gangguan absorbs kalsium
hiperkalemia urine metabolism protein oleh usus
dan Foetoruremik
Sesak Iritasi saluran Penurunan produksi
Gangguan konduksi
urine hipokalsemia
jantung kencing
Anoreksia, nausea,
Pola Nafas Tidak vomitus
Efektif Oliguri, anuri, Merangsang kelenjar
aritmia Respon hipotalamus,
edema paratiroid untuk
pelapasan mediator
Risiko Defisit mengeluarkan PTH
kimiawi (sitokinin,
Risiko Penurunan  Kelebihan Nutrisi
bradykinin) Resabsorbsi kalsium
Curah Jantung volume cairan tulang& Osteoporosis
 Gangguan pola
Nyeri Akut eliminasi urin
Intoleransi Aktivitas
1.
2.
2.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2010) serta Suwitra (2012)
antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.7 ManifestasiKlinis
Menurut Brunner & Suddart (2010) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction
rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
2.8 PenatalaksanaanMedis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada pasien
dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi.
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia;
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat di
diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal
pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila
ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asammelalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan
dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan mengurangi
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal
ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal
dengan ginjal yang baru.
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan
Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan
pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang
terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
terjadi, yaitu:
1. Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Pembatasan
asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan dan memperlambat terjadinya
gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang terkait dengan fakta bahwa asupan rendah
protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.

2. Pengaturan diet kalium


Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan juga
menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan yang harus
dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi
kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini mengandung tambahan garam (Yang
mengandung amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan
makanan seperti sup, pisang dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan
yang tidak diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
3. Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal. Asupan
yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-
hati dalam gagal ginjal lanjut, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat
diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang optimal
dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum
untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.
2.10 Cara Kerja Mesin Hemodialisa
1. Definisi Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisis adalah suatu mesin khusus yang dirancang untuk hemodialisis.
Mesin ini mengatur dialisat dengan sistem proporsional, memantau tekanan dan
konduktivitas dialisat dan darah, mengatur suhu, kecepatan aliran darah dan dialisat.
Terdapat beberapa sensor untuk mendeteksi dan pencegahan resiko komplikasi, pompa
darah untuk mengalirkan darah dan syringe pump untuk pemberian antikoagulan.
2. Tujuan Mesin Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu terapi yang mempunyai beberapa tujuan. Tujuan dari
hemodialisis itu sendiri diantaranya adalah untuk menggantikan fungsi kerja ginjal untuk
proses ekskresi (membuang produk sisa metabolisme dalam tubuh, misalnya ureum,
kreatinin, dan produk sisa metabolisme lainnya), fungsi lainnya seperti menggantikan
fungsi ginjal untuk mengeluarkan cairan tubuh yang pada saat ginjal masih sehat cairan
tersebut dikeluarkan berupa urin, meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal serta mempunyai fungsi untuk menggantikan fungsi ginjal sambil
menunggu pengobatan lainnya.
a. Peralatan Persiapan Hemodialisa
Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)

1) Arterial Blood Line (ABL) adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan
darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai
dengan warna merah.
2) Venouse Blood Line adalah tubing/line plasticyang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna
biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan
yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari
AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing
arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru
obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.

b. Dialiser (ginjal buatan)

Seperti inilah bentuk tipikal dari hollow fiber dializer. Di dalamnya terdapat serabut
yang memungkinkan darah untuk lewat. Cairan dialisis, yang merupakan cairan pembersih
dipompakan di antara serabut-serabut tersebut. Serabut tersebut memiliki lubang-lubang
halus yang memungkinkan air dan sampah metabolisme terserap dalam cairan pembersih
dan membawanya keluar.
c. Cairan Dialisis (Dialisat)
Cairan pencuci yang disebut dialisat, adalah cairan yang membantu mengeluarkan
sampah dan kelebihan air dari tubuh. Cairan ini terdiri dari zat kimiawi yang membuatnya
seperti spon. Dokter akan memberikan spesifikasi cairan yang sesuai dengan keadaan
pasien.
d. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus
dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar A AMI
(Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan
untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.
3. Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses
hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa
dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous
(AV) fistula, AV graft dan central venous catheter.
AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung l
ebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD),
perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien
layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk
menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line
(selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke
dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka
proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak
mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer.
Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin
HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan
memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin
HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut
membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke
dalam tubuh.

2.11 ManajemenAsuhanKeperawatan
2.11.1 Pengkajian
2.11.1.1 Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise. Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau
somnolen) Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan  rentang   gerak.
2.11.1.2 Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak,tangan,
disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning)dan kecenderungan
perdarahan.
2.11.1.3 Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan tak berdaya, tak
ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda:  Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
2.11.1.4 Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria,
dapat menjadi anuria.
2.11.1.5 Makanan/Cairan
Gejala:Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan (Malnutrisi)
Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan
amonia).
Tanda:  Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)Perubahan turgor
kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
2.11.1.6 Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
2.11.1.7 Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat malam hari)       
Tanda:  Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
2.11.1.8 Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan kusmaul), Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Smeltzer, pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang tepat
untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas
dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial
untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum infus dan
jarum cimino/hemodialisa.
3. Intervensi
Menurut Smeltzer, perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaranurin, dan respon
terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin, dan kadar
besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk
susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang di
perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu
makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar
kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet
dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan perlambatan penyembuhan.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan, eksoriasi.
Rasional:Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional:Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional:Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat
seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan
tumit.
Rasional:Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema. Daerah yang
perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional:Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang menyerap
keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7) Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
8) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi
perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan terpenuhinya
informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap
untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di
rumah.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis.
Tujuan:Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi;
bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan
istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien
sangat melelahkan.
7) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga terhadap penyakit
dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika
memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dari
penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang diperlukan
untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada
tahap maturitasnya.
8) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus dan jarum
cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional:Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi
infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di ketahui dari
penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa) apakah
adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional:Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsio laesa.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat dimana tindakan
yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri dan menilai sejauh mana
masalah dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini
proses peawatan dapat dimodifikasi.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Efri


NIM : 2017.C.09a.0882
RuangPraktek : Hemodialisa
TanggalPraktek : 16 Desember 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 16 Desember 2020 Pukul 08.10 WIB

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.E
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bukit Raya
Tgl MRS : 16 Desember 2020
DiagnosaMedis : CKD on HD

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD


1. Keluhan Utama:
Klien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan pada tanggal 16 Desember 2020, Tn.E diantarkan oleh
keluarganya untuk menjalani terapi hemodialisa rutin sesuai jadwalnya. Pada
saat datang, Tn.E mengatakan sesak napas dan tangan kakinya bengkak. Tn.E
mengkatakan bahwa sudah menjalani terapi hemodialisa dari bulan September
lalu dan mendapatkan jadwal terapi 2 kali seminggu yaitu Senin dan Kamis
siang.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Tn.E mengatakan bahwa ia mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak lama
dan klien di diagnosa menderita Gagal Ginjal Kronis sejak 4 bulan yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tn.E mengatakan bahwa dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat
Hipertensi. Tn.E juga mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang
menderita Gagal Ginjal Kronik.

GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan :

: Meninggal

: Tn.E (Pasien)

: Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga

3.2 PEMERIKASAAN FISIK


1. Keadaan Umum :
Tn.E tampak lemah, kesadaran compos menthis, pasien berbaring dengan posisi
semi fowler penampilan cukup rapi,terpasang O2 nasal kanul 3 lpm, terpasang
stopper ditangan sebelah kanan, terdapat edema pada ekstremitas derajat 1
dengan kedalaman 1 mm, terpasang selang AVBL dengan akses AV fistula dan
terhubung ke mesin dialiser.
2. Kepala
Kepala cukup bersih, rambut berwarna hitam, bentuk kepala normal, wajah
tidak ada pembengkakan.
3. Mata
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata normal, konjungtiva tidak anemis,
kornea bening, scelera putih, tidak memakai alat bantu penglihatan.
4. Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tyroid teraba, masa tidak ada,
kelenjar limfe tidak teraba, mobilitas leher bebas.
5. Paru
Bentuk dada simetris, tipe pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak
teratur, suara nafas vesikuler, saat dikaji tidak ada suara nafas tambahan, RR 25
x/m.
6. Abdomen
Bising usus normal 10 x/menit, tidak ada jaringan parut, tidak ada edema.

7. Ekstremitas
Klien mampu mengerakan tubuhnya, kekuatan otot atas 5 5 kekuatan otot bawah
5 5 terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah dengan derajat 1 kedalaman
1 mm.
8. Integumen
Kulit klien tampak kering, edema pada kedua kaki kiri dan kanan, derajat pitting
oedema 1 derajat, CRT <2 detik, Suhu kulit pasien teraba hangat, terlihat warna
kulit pasien berwarna kecoklatan, bentuk kuku pasien simetris.

3.3 POLA KEBUTUHAN DASAR


3.3.1.1 Pola makan / minum
Tn.E nafsu makan baik mampu menghabiskan 1 porsi makan, klien minum air putih
1200 cc/24 jam.
3.3.1.2 Pola Istirahat
Klien mengatakan dapat tidur dengan baik, dengan frekuensi 1-2 x/sehari. Tidur
malam 7-8 jam dan tidur siang 1-2 jam.
3.3.1.3 Pola Aktivitas
Klien mengatakan saat dirumah klien tidak banyak melakukan aktivitas untuk
menghindari kelelahan.
3.3.1.4 Pola Eliminasi Uri / Bowel
Klien mengatakan Produksi urin yang di keluarkan ±400 cc/hari . frekuensi ± 3x
sehari. Dengan warna kuning pekat dan berbau khas amoniak.
3.3.1.5 Personal Hygiene
Kebersihan diri dilakukan oleh klien sendiri, Klien mengatakan mandi 2 x/sehari
yaitu pada pagi hari dan sore hari, Klien tampak rapi dan bersih.

3.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.4.1 Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit :
Pasien menunjukan keliru terhadap masalah yang dihadapi
3.4.2 Kongnitif
Pasien tampak kebingungan dengan masalah yang dihadapi, pasien mengatakan
belum terlalu mengerti tentang penyakit yang diderita
Masalah Keperawatan :Defisit Pengetahuan
3.5 Pre HD
Tanda-tanda vital:
a. Suhu/T : 36,5ºc
b. Nadi/HR : 89 x/mnt
c. Pernafasan/RR : 25 x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 170/100 mmHg
e. BB Pre HD : 79 Kg
Program HD
f. UF Goal : 1.500 ml
g. UF Rate : 0,37 ml/jam
h. Time : 4 jam
i. QD : 500 ml/menit
Masalah Keperawatan: Hipervolemia
3.6 INTRA HD
1. Suhu/ T : 36,50C
2. Nadi/HR : 90x/menit
3. Pernapasan/RR : 22x/menit
4. Tekanan Darah/BP : 150/90 mm Hg
5. Keluhan selama HD : Klien merasa lemah dan pusing
a. Nutrisi
Jenis Makanan : Nasi, Lauk, Sayur.
Jumlah : 1 Porsi
b. Jenis Minuman : Air putih
Jumlah : 250 cc
Masalah Keperawatan: Hipervolemia

Catatan Observasi Pasien Selama Proses Hemodialisa


Pasien MESIN Masalah/ Paraf
tindakan petugas
Jam

TD N RESP QB UFG UFR UF


REMOVED

12.00 170/ 100 89 20 200 2,50 0.68 0.0 Tidak


ada
Efri

12.30 150/90 90 20 250 2,50 0,58 75 Tidak


ada
Efri
13:30 135/80 87 20 200 2,50 0.65 150 Tidak
ada
Efri

3.7 Post HD
1. Keadaan Umum :
Kesadaran compos mentis, klien tampak berbaring dengan posisi semi fowler,
penampilan cukup rapi
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,90C
b. Nadi/HR : 87 x/mt
c. Pernapasan/RR : 25 x/mt
d. Tekanan Darah/BP : 135/80 mmHg
e. BB Post HD : 78 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan: 1.5 L
Catatan Lain : Terpasang oksigen Nasal Canul 3 Lpm pada pasien
Masalah Keperawatan: Pola Napas Tidak Efektif

3.8 Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :


1. Obat-obatan yang disarankan/ Obat rutin:
Captopril 2 x 12,5 mg, asam folat 2 x 1 mg dan Glimepiride 1 x 2 mg.
2. Makanan/Minuman yang dianjurkan (jumlah):
Klien disaran untuk membatasi cairan untuk minum 1-2 gelas/hari
3. Rencana HD/ Kontrol selanjutnya:
Klien menjalani hemodialisa setiap hari senin dan kamis siang.
4. Catatan lain:
- Klien dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berat
Data Penunjang
Hasil Lab. Tanggal 20 Juli 2020
WBC: 7.50 x10^3/Ul
RBC : 5.02 x10^6/uL
HB: 10.0 g/dl
HCT: 30.9%
PLT : 235 x10^3/uL

Palangka Raya, 16 Desember 2020


Mahasiswa

Efri

ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH

OBJEKTIF PENYEBAB KEPERAWATAN

Ds : Penurunan kemampuan ginjal Pola Napas Tidak


mengekskresi Efektif
- Pasien mengatakan
sesak
Do :

- Pasien tampak lemah


- Pasien tampak sesak Asidosis metabolik
- RR: 25 x/m
- Suara nafas vesikuler
- Irama pernafasan
tampak tidak teratur
- Terpasang oksigen Sesak
nasal kanul 3 lpm
- TTV
- TD: 170 /100 mmHg
- N: 89 x/m
- S: 36,50C
Pola Napas Tidak Efektif

DS : Retensi Na Hipervolemia

- Klien mengatakan kaki


dan tangannya
bengkak.
DO :
CES meningkat
- Terjadi edema pada
kedua kaki dan tangan
pasien
- BB pre HD = 79 Kg
- BB kering = 78 Kg Tekanan kapiler meningkat
- Minum 1200/ 24 jam
cc
- Pitting edema (+)
derajat 1 kedalaman
1mm
Volume Interstisial meningkat
- TTV:
TD: 170/100 mmHg
N: 89x/m
S: 36,50C
RR: 25x/m Edema
- BAK ± 3 x jumlah :
400 cc/24 jam warna
kuning pekat dengan
bau khas amoniak.
DS : Tingkat pendidikan Defisit
Pengetahuan
- Klien mengatakan
bingung mengapa ia
harus rutin HD
DO :
Kurangnya sarana informasi
- Pendidikan terakhir
pasien SMP
- Pasien tampak kurang
terpapar informasi
- Pasien menunjukan Informasi yang minim
persepsi keliru terhadap
masalah
- Pasien tampak bingung
dengan masalah yang
dihadapi Kurangnya pengetahuan

PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan asidosis metabolik ditandai
dengan Pasien mengatakan sesak Pasien tampak lemah, Pasien tampak sesak,
RR: 25 x/m, Suara nafas vesikuler, Irama pernafasan tampak tidak teratur,
Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm, TTV TD: 170 /100 mmHg, N: 89 x/m, S:
36,50C.
2. Hipervolemia berhubungan dengan Retensi Natrium ditandai dengan Klien
mengatakan kaki dan tangannya bengkak, Terjadi edema pada kedua kaki dan
tangan pasien, BB pre HD = 79 Kg, BB kering = 78 Kg, Minum 1200/ 24 jam
cc, Pitting edema (+) derajat 1 kedalaman 1mm, TTV TD: 160/100 mmHg, N:
89x/m, S: 36,50C, RR: 25x/m, BAK ± 3 x jumlah : 400 cc/24 jam warna kuning
pekat dengan bau khas amoniak.
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
ditandai dengan Klien mengatakan bingung mengapa ia harus rutin HD,
Pendidikan terakhir pasien SMP, Pasien tampak kurang terpapar informasi,
Pasien menunjukan persepsi keliru terhadap masalah, Pasien tampak bingung
dengan masalah yang dihadapi
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria HasilRENCANA KEPERAWATAN
Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Untuk mengetahui frekuensi, irama,
Efektif keperawatan selama 1 x 4 irama, kedalaman, dan upaya nafas) kedalaman, dan upaya nafas dari
berhubungan jam diharapkan masalah 2. Monitor bunyi napas tambahan pasien
dengan asidosis teratasi dengan kriteria (mis.Gurgling, mengi, wheezing, 2. Untuk mengetahui bunyi napas
metabolik hasil: ronkhi kering) tambahan pada pasien.
ditandai dengan 1. Irama pernapasan 3. Posisikan semifowler 3. Agar meringankan sesak nafas pasien
Pasien teratur 4. Berikan oksigen, jika perlu 4. Agar kebutuhan oksigen pasien
mengatakan 2. RR dalam batas 5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, terpenuhi
sesak Pasien normal (16-20) ekspektoran, mukolitik, jikaperlu 5. Kolaborasi dengan tim medis lain
tampak lemah, x/menit untuk memberikan pasien obat dll
Pasien tampak 3. Pola nafas membaik
sesak, RR: 25 4. Keluhan sesak nafas
x/m, Suara nafas berkurang / hilang
vesikuler, Irama
pernafasan
tampak tidak
teratur,
Terpasang
oksigen nasal
kanul 3 lpm,
TTV TD: 170
/100 mmHg, N:
89 x/m, S:
36,50C.
2 Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi status cairan adanya 1. Agar mengetahui pemasukan cairan
berhubungan keperawatan selama 1 x 4 edema 2. Agar tidak edema
dengan Retensi jam diharapkan masalah 2. Batasi masukan cairan 3. Agar tidak membahayakan dan
Natrium ditandai teratasi dengan kriteria 3. Identifikasi sumber cairan berlebihan indikasi lain
dengan Klien hasil: 4. Pantau indikasi kelebihan cairan 4. Untuk mengetahui adanya indikasi
mengatakan kaki 1. Tidak adanya edema 5. Jelaskan pada klien dan keluarga diet kelebihan
dan tangannya atau berkurang pembatasan cairan dan elektrolit 5. Untuk menambah pengetahuan klien
bengkak, Terjadi 2. Tugor kulit membaik 6. Kolaborasi dalam pelaksanaan dan keluarga
edema pada 3. TTV dalam rentang dialysis sesuai indikasi 6. Untuk terapi klien
kedua kaki dan normal
tangan pasien,
BB pre HD = 79
Kg, BB kering =
78 Kg, Minum
1200/ 24 jam cc,
Pitting edema (+)
derajat 1
kedalaman 1mm,
TTV TD:
170/100 mmHg,
N: 89x/m, S:
36,50C, RR:
25x/m, BAK ± 3
x jumlah : 400
cc/24 jam warna
kuning pekat
dengan bau khas
amoniak.
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar pasien lebih mudah memahami
Pengetahuan keperawatan selama 1 x 4 kemampuan menerima informasi informasi yang diberikan
berhubungan jam diharapkan masalah 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat 2. Agar pasien dan keluarga termotivasi
dengan kurang teratasi dengan kriteria meningkatkan dan menurunkan untuk mengikuti pendidikan kesehaan
terpaparnya hasil: motivasi perilaku hidup bersih dan 3. Materi dan media adalah alat
informasi 1. Mengerti tentang sehat pendukung yang sangat penting dalam
ditandai dengan penyakit yang di 3. Sediakan materi dan media penyampaian materi pendidikan
Klien deritanya pendidikan kesehatan kesehatan
mengatakan 2. Berprilaku yang 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan 4. Agar pasien dan keluarga dapat
bingung mengapa sesuai dengan yang sesuai kesepakatan meluangkan waktunya untuk mengikuti
ia harus rutin dianjurkan 5. Jelaskan faktor risiko yang dapat kegiatan
HD, Pendidikan mempengaruhi kesehatan 5. Agar pasien dapat mengetahui apa saja
terakhir pasien faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
SMP, Pasien kesehatannya
tampak kurang
terpapar
informasi, Pasien
menunjukan
persepsi keliru
terhadap
masalah, Pasien
tampak bingung
dengan masalah
yang dihadapi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Tanda Tangan


Dan
Nama Perawat
Jumat,16 Desember 1. Memonitor pola napas pasien S : Pasien mengatakan sesak
2020 2. Memonitor bunyi napas tambahan O:
12.30 WIB 3. Memposisikan pasien semifowler - Pasien tampak lemah
Diagnosa 1 4. Memberikan oksigen - Pasien tampak sesak
- RR: 25 x/m
- Suara nafas vesikuler
Efri
- Irama pernafasan tampak tidak teratur
- Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm
- TTV
- TD: 170 /100 mmHg
- N: 89 x/m
- S: 36,50C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Jumat,16 Desember 1. Mengobservasi status cairan adanya S : Pasien mengatakan kaki dan tanganya bengkak
2020 edema O:
12.40 WIB 2. Membatasi masukan cairan - Terjadi edema pada kedua kaki dan tangan pasien
Diagnosa 2 3. Mengidentifikasi sumber cairan - BB pre HD = 79 Kg
berlebihan - BB kering = 78 Kg
4. Memantau indikasi kelebihan cairan - Minum 1200/ 24 jam cc
5. Menjelaskan pada klien dan keluarga - Pitting edema (+) derajat 1 kedalaman 1mm Efri
diet pembatasan cairan dan elektrolit - TTV:
6. Berkolaborasi dalam pelaksanaan
dialysis sesuai indikasi TD: 170/100 mmHg
N: 89x/m
S: 36,50C
RR: 25x/m
- BAK ± 3 x jumlah : 400 cc/24 jam warna kuning
pekat dengan bau khas amoniak.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Jumat,16 Desember 1. Mengidentifikasi Kesiapan Dan S :Pasien bingung mengapa ia harus cuci darah
2020 Kemampuan Menerima Informasi O:
13.40 WIB 2. Menyediakan Materi Dan Media - Pendidikan terakhir pasien SMP
Diagnosa 3 Pendidikan Kesehatan - Pasien tampak kurang terpapar informasi
3. Menjadwalkan Pendidikan Kesehatan - Pasien menunjukan persepsi keliru terhadap masalah
Sesuai Kesepakatan - Pasien tampak bingung dengan masalah yang Efri
4. Menjelaskan Faktor Risiko Yang Dapat dihadapi
Mempengaruhi Kesehatan A : Masalah keperawatan teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasaya
berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih
dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan
elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.Salah satu komplikasi atau
dampak dilakukan hemodialisapada pasien gagal ginjal kronik (GGK) adalah hipoglikemia.
Halini karenaterlalu banyak darahyang terbuang saat sirkulasihemodialisa,
termasukglukosa (gula darah) yang terkandung dalam darah juga terbuang bersamasisa–sisa
metabolisme lainnya. Sehingga kadar gula darah dalam tubuhmengalami penurunan, yang
mengakibatkan pasien mengalami kelelahanatau lemas setelah dilakukan hemodialisa.
4.2 Saran
maka penulis memberi saran yang diharapkan bermanfaat antara lain :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana
yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan pembuatan laporan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
3. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin,
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien secara optimal.

45
DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth (2001),Keperwatan Medikal Bedah.EGC.Jakarta


Doenges M.E. ( 1999),Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta .
Guyton A.C., Hall J.E.(1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Bakta I Made., Suastika I Ketut.( 1987), Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam .
EGC .Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kretria
Hasil Keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Gagal Ginjal Kronik


B. Sasaran
1. Program : Pasien dan Keluarga
C. Penyuluhan : Gagal Ginjal Kronik
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan Keluarga Pasien di Ruang Hemodialisa
dapat memahami tentang gagal ginjal kronik
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penyuluhan sebagai berikut :
1. Mampu memahami Gagal Ginjal Kronik
2. Mampu mengetahui faktor-faktor penyebab Gagal Ginjal Kronik
3. Mampu memahami tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
4. Mampu memahami cara mencegah Gagal Ginjal Kronik
E. Materi : Pengertian Gagal Ginjal Kronik
F. Metode : Ceramah dan tanya jawab
G. Media : Leaflet
H. Waktu Pelaksanaan
1. Hari, Tanggal : Jumat 16 Desember 2020
2. Pukul : 14.00-14.15 Wib
3. Alokasi Waktu : 15 menit

No Kegiatan Waktu Metode

1 Pembukaan,Perkenalan, Menyampaikan 2 Menit Ceramah


Kontrak (Tujuan, Materi dan Waktu)

2 Menyampaikan Materi Penyuluhan 5 Menit Penyampaian materi

1. Mampu Memahami Pengertian Air


2. Mampu Memahami Cara
Menghitung kebutuhan cairan pada
pasien hemodilisa
3. Mampu Memahami Akibat Dari
Kelebihan Cairan Pada Tubuh
4. Mampu Memahami Cara
Mengontrol Rasa Haus Pada Klien
Hemodialisa

3 Tanya Jawab 5 Menit Ceramah

4 Evaluasi 2 Menit Ceramah

5 Penutup 1 Menit Ceramah

I. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Efri
2) Leader : Efri
3) Fasilitator : Efri
J. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1. Peserta hadir di tempat penyuluhan
2. Penyelenggaraan di ruang Hemodialisa
3. Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
1. Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang Gagal Ginjal
Kronis
2. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3. Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
1. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang pengertian Gagal Ginjal Kronis
2. Peserta hadir dalam penyuluhan
MATERI

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis


merupakan suatu kondisi kesehatan di mana terlihat adanya penurunan bertahap dari
fungsi ginjal. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk menyaring produk sisa dan
cairan berlebih dari tubuh, yang kemudian dikeluarkan melalui urine
2. Penyebab Gagal Ginjal
1. Infeksi pada ginjal
2. Kurang minum air putih
3. Sering mengonsumsi minuman beralkohol dan bersoda
4. Tekanan darah tinggi
5. Pola makan dan gaya hidup tidak sehat
6. Mengonsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan secara berlebihan
3. Tanda dan Gejala
1. Gejala dini : lemah, sakit kepala, BB menurun, lelah, nyeri pinggang
2. Gejala lanjut : Nafsu makan menurun, mual muntah, sesak nafas, kesadaran menurun
4. Penatalaksanaan
1. Observasi keseimbangan cairan yang masuk (minum) dan keluar (BAK)
2. Cuci darah (Hemodialisa)
3. Operasi: Pengambilan batu, Cangkok Ginjal
4. Pola Nutrisi yang mencukupi
5. Obat-obatan
5. Apabila Tidak Ditangani Tangani Dengan Segera
1. Penyakit jantung
2. Stroke
3. Tekanan darah tinggi
4. Anemia (Kurang darah)
5. Kerusakan Kulit
6. Kematian
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab darah dan Urin
2. Pemeriksaan radiologi seperti scan dan USG
7. Pencegahan
1. Minum air putih kurang lebih 2 liter per hari
2. Jangan menahan kencing
3. Latihan fisik secara rutin
4. Tidak merokok
5. Periksa kadar kolesterol
6. Jaga berat badan
8. Apabila Sudah Terkena Gagal Ginjal Kronis
1. Konsultasi
2. Berhati-hati konsumsi obat-obatan, seperti obat rematik
3. Pengobatan pada hipertensi
4. Pengendalian gula darah, kolesterol
5. Pengendalian berat badan
6. Diet rendah protein (20-40 gram per hari
NurseLine Journal
Vol. 4 No. 1 Mei 2019 p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X

LIFE EXPERIENCE OF CHRONIC KIDNEY DISEASES


UNDERGOING HEMODIALYSIS THERAPY

Pipit Festi Wiliyanarti1, Abd. Muhith2


1
Departemen komunitas FIK UM Surabaya
2
Departemen Komunitas Stikes Majapahit

ABSTRACT

Keywords:
chronic kidney The incident of kidney disease increased year by years. Hemodialysis treatment is
diseases one of supportive therapies that can be maintained in health conditions of the
chronocal kidney disease patient. This therapy can not replace the fuction of the
hemodialysis kidney, however it could manage the quality of life of the kidney disease patients.
therapy The research descriptive qualitative approach was used in this study. The research
results found 5 themes about chronic kidney disease patients with hemodyalisis.
life experience
Those five themes were the knowledge of hemodynamic therapy, the impact of he-
modynamic therapy, patients coping during the treatment process, family support
and chronic kidney disease with hemodynamic therapy.

ABSTRAK

Kata kunci: Insiden penyakit gagal ginjal meningkat sepanjang tahun. Hemodialisis merupakan
pasien gagal ginjal terapi pendungkung keberlangsungan dari penyakit gagal ginjal kronis. Terapi ini
kronik dapat memperpanjang usia pasien namun tidak bisa mengembalikan fungsi ginjal
pengalaman hidup seutuhnya. Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
terapi hemodialisis metode diskriptif phenomenology. Hasil penelitian menemukan 5 tema yaitu:
pengetahuan tentang terapi haemodialysis, dampak terapi hemodialisis, mekanisme
koping selama terapi, dukungan keluarga selama terapi, harapan pasien gagal ginjal
kronis dengan hemodialisis.

PENDAHULUAN fungsi ginjal yang bersifat progresif dan


irreversible (Smeltzer, et al, 2010; Kemenkes,
2018). Insiden penyakit gagal ginjal meningkat
Penyakit ginjal merupakan salah satu isu
setiap tahun dan menjadi masalah kesehatan
kesehatan dunia dengan beban pembiayaan yang
utama pada seluruh dunia, terjadinya penyaki
tinggi. Ditemukannya urium pada darah
gagal ginjal merupakam resiko kejadian penyakit
merupakan salah satu tanda dan gejala dari
jantung dan pembuluh darah serta
penyakit gangguan pada ginjal. Uremia merupakan
meningkatkan angka kesakitan dan kematian
akibat dari ketidak mampuan tubuh untuk menjaga
metabolisme dan keseimbangan cairan serta
elektrolit yang dikarenakan adanya gangguan pada
(Setyaningsih, 2013). Sekitar 1 dari 10 populasi
dunia teridentifikasi mengalami penyakit ginjal kronis
(PGK). Hasil studi systematic review dan meta
analisys yang dilakukan oleh Hill dkk (2016)
menunjukkan 13,4% penduduk dunia menderita
PGK. BPJS kesehatan In- donesia, penyakit ginjal
merupakan penyakit yang berada pada urutan
kedua setelah penyakit jantung dalam perihal
pembiayaan, data pusat pembiayaan dan jaminan
Kesehatan menunjukkan biaya meningkat dari tahun
2014 sampai dengan 2016 sampai dengan 13,3
Triulyun. Hasil Riset Kesehatan dasar (2013)
menuliskan bahwa angka kejadian penduduk Indo-
nesia yang menderita gagal ginjal sebanyak 2 per
1000 penduduk, dan angka kejadian penderita batu
ginjal 0,6%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi
Tengah yaitu 0,5% (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data dalam
Riskesdas (2013), pasien berusia >=75 tahun
menduduki ranking teratas untuk kelompok pasien METODE
gagal ginjal kronis (GGK), yaitu sebesar 0,6%
lebih tinggi dari kelompok usia yang lainnya.
Peneliti dalam penelitian ini berusaha untuk
Sedangkan pada kelompok menurut jenis kelamin,
prevalensi pria penderita GKK di Indonesia
sebesar 0,3 persen dimana angka ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan penderita GKK pada
wanita yaitu 0,2%.
Hemodialisa merupakan tindakan
pengobatan yang dilakukan pada pasien GGK
supaya mampu bertahan hidup. Namun demikian,
tindakan tersebut mempunyai efek samping pada
kondisi fisik serta psikologis pendetita GGK
(Kemenkes, 2018). Haemodialisa merupakan
pengobatan (replacement treatment) pada penderita
gagal ginjal kronik stadium terminal, jadi fungsi
ginjal digantikan oleh alat yang disebut dyalizer
(artifical kidney), pada dialyzer ini terjadi proses
pemindahan zat-zat terlarut dalam darah kedalam
cairan dialisa atau sebaliknya. Hamodialisa adalah
suatu proses dimana komposisi solute darah diubah
oleh larutan lain melalui membran semi
permiabel, hemodialisa terbukti sangat bermanfaat
dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Brunner
& Suddarth, 2005; Wijaya, 2013). Pada umumnya
hemodialisa pada pasien GKK dilakukan 1 atau 2
kali seminggu dan sekurang-kurangnya
berlangsung selama 3 bulan secara
berkelanjutan. Beberapa dampak atau resiko
hemodialisa harus dihadapi oleh pasien GGK
mengingat tindakan ini merupakan salah satu
tindakan yang juga bermanfaat dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya (Brunner
& Suddarth, 2005). Beberapa kejadian adanya
penyakit penyerta setelah mengalami gangguan
ginjal pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisa tidak dapat dihindari, dimana
komplikasi tersebut dapat menimbulkan ketidak
nyamanan, meningkatkan stress kecemasan dan
berdampak buruk pada domain kualitas hidup
pasien termasuk didalamnya dinamika keluarga
(Freadman, 2010). Perubahan kondisi pada pasien
dan keluarganya tentu berpengaruh terhadap
kualitas hidup pasien GGK. Oleh karena itu
dukungan dari teman, tetangga, dan masyarakat
sekitarnya untuk pasien GGK menjadi sangat
penting. Dukungan serta hubungan sosial yang
positif mempunyai dampak yang baik pada perilaku,
psikososial dan fisiologis pasien. Terbentuknya
lingkungan sosial yang sehat disekitar pasien
akan memiliki dampak pada kesehatan yang
semakin baik pada pasien GGK sehingga
membantu dalam keberlangsungan kesehatan
pasien.
memahami situasi, kondisi, interaksi sosial pada tahun)
pasien GGK. Penelitian kualitatif yang telah kami
lakukan bertujuan mendapatkan gambaran umum …..”1 Tahun yang lalu saya dijelaskan kegunaan
pasien GGK dengan menitik beratkan pada aspek perawatan ini, yang saya ketahui bahwa dengan
pemotretan pengalaman individu dalam terapi
kehidupan sehari-hari dimana data diambil
melalui wawancara dan observasi pada
partisipan. Selain individu penderita GGK dengan
masa pengobatan haemodialysis, dalam penelitian
ini juga menggunakan partisipan pendukung yaitu
keluarga sebagai individu-individu yang ada
disekitar pasien GGK tersebut. Beberapa foto
selama kegiatan berlangsung telah diambil peneliti
sebagai dokumen tidak tertulis dan data riwayat
catatan medis telah diperoleh dari hasil studi
dokumen. Riwayat catatan medis digunakan
untuk mendapatkan informasi dari setiap
partisipan untuk mengetahui lama pengobatan serta
informasi perihal proses pengobatan yang sudah
ataupun yang sedang dijalani saat ini. Tape
recorder digunakan untuk merekam dan field note
telah digunakan untuk mencatat percakapan
terkait pengalaman, proses pikir, dan perasaan-
perasaan yang pasien GGK alami dan makna
dalam menjalani pengobatan haemodialisis
antara peneliti dan partisipan selama proses
wawancara. Pengumpulan data dalam penelitian
ini telah dilakukan oleh peneliti dan melalui
beberapa tahapan analisis data menurut Leininger
telah digunakan dalam penelitian ini (Leininger,
2005).

HASIL

Penelitian yang dilakukan kepada 7


partisipan menunjukkan bahwa usia partisipan yaitu
45-65 tahun, Jenis kelamin 4 orang partisipan laki-
laki sisanya perempuan, Pendidikan partisipan, 3
orang SMA, sedangkan 4 orang lulusan SMP dan
PT. Sedangkan pekerjaan 3 orang partisipan
swasta 2 partisipan pensiunan PNS dan 2 orang
tidak bekerja, seperti pada tabel 1.

1. Pengetahuan Tentang Terapi


Hemodialysis
Berdasarkan hasil penelitian partisipan
menyatakan memahami dengan pengobatan
Hemodialisa seperti yang disampaikan oleh
partisipan dibawah ini:

……”Sejak saya dinyatakan menderita penyakit


gagal ginjal ini, petugas dari rumah sakit sudah
menjelaskan bahwa fungsi ginjal saya harus
diganti dengan terapi hemodialisa ini”….. (P2, 52
Tabel 1. Karakteristik Partisipan Penderita GGK Dengan Terapi Hemodialisis

No Partisipan Umur Jenis Kelamin Pekerjaan


1 Partisipan 1 55 Laki-laki swasta
2 Partisipan 2 52 Perempuan swasta
3 Partisipan 3 60 Laki-laiki Pensiun PNS
4 Partisipan 4 48 Perempuan swasta
5 Partisipan 5 60 Laki-laki Tidak bekerja
6 Partisipan 6 58 Perempuan Tidak bekerja
7 Partisipan 7 64 Laki-laki Pensiun PNS

ini membuat ginjal saya dapat berfungsi untuk


sementara saja”….. (P4, 48 Tahun) …….”Awalnya saya malu dengan keadaan tubuh
saya, ada perubahan kulit yang menjadi hitam,
…..”Setiap saya kontrol, petugas selalu namun saat ini saya sudah menerima dan saya bisa
menjelaskan saya agar dalam menjalani berkumpul sama tetangga dan tidak malu lagi”…..
Hemodialisis taat dalam perawatan misalnya (P4, 48 tahun)
makanan dan minuman yang harus dipantang
supaya kondisi saya membaik”….(P5, 48 tahun) …….”Saya bersyukur sampai saat ini masih bisa
mendampingi keluarga meskipun saya dalam masa
Sebagian partisipan menyampaikan pengobatan”…… (P5, 48 Tahun)
pengetahuai tentang pengobatan hemodialis adalah
untuk menganti fungsi ginjal. ……”Saya menerima kondisi penyakit gagal ginjal
ini diberikan oleh Tuhan kepada saya, berarti saya
2. Dampak Dari Hemodialisis bisa makin dekat kepada Tuhan yang maha
Partisipan menyatakan bahwa dampak Esa”….. (P2, 52 tahun)
dilakukan hemodialisis adalah sebagai berikut:
4. Dukungan Keluarga
…..”Sejak saya melakukan terapi ini badan saya Dari hasil wawancara, partisipan
mudah capek dan lemah sehingga kemana-mana menyampaikan tentang dukungan keluarga:
saya selalu di jaga dan dirawat oleh keluarga
saya”…..(P5, 60 tahun). …….”Awalnya saya merasa takut dan putus asa
dengan pengobatan ini, tapi keluarga selalu
……”Dengan saya melakukan terapi ini saya memberikan semangat dalam pengobatan jika saya
kurang bisa aktif dalam kegiatan di luar rumah, merasa ketakutan”….. (P3, 60 tahun)
saya merasa malu karena kulit saya menghitam,
sehingga waktu yang ada saya habiskan untuk ……”Istri saya selalu menyiapkan kebutuhan
nonton TV ditemani cucu”…. (P6, 58 Tahun). makan dan minum sesuai anjuran dokter setiap
hari”……(P2, 52 tahun).
……”Saya menjadi bayak tergantung kepada
keluarga saya sejak saya sakit dan melaksanakan
hemodialisa ini”….. (P3, 60 tahun). 5. Harapan Setelah Dilakukan
Pengobatan
Sebagian partisipan menyampaikan bahwa Berdasarkan hasil wawancara mendalam
setelah dilakukan hemodialisis menjadi lelah dan beberapa pasien menyatakan bahwa harapan
tergantung pada keluarga. setelah dilakukan terapi haemodialysis adalah
kondisi tubuhnya membaik dan bisa bertahan
3.Mekanisme Koping Partisipan untuk meneruskan kehidupannya. Hal ini
seperti pertanyataan yang disampaikan:
Pada Masa Hemodialisis
Saat dilakukan wawancara mendalam ……”Begini lah nak, kondisi saya setelah setiap
beberapa partisipan menyampaikan tindakan yang seminggu 2 kali menjalankan terapi Hemodialisis
dilakukan setelah menjalani pengaobatan GGK dan saya menjadi jarang gemetar meski terasa lemah,
Hemodialisis adalah sebagai berikut: semoga saya bisa makin sehat dan dapat
melaksanakan aktifitas sehari-hari meskipun
dengan bantuan mini- mal”….. (P1, 55 tahun)
…..”Saya berharap saat sakit ini saya mendapatkan Sehingga, adanya penderita gagal ginjal dalam suatu
kemudahaan dalam berobat dan perawatan”…. (P5, lingkungan
60 tahun)

……”saya berharap, badan saya berangsur pulih


kembali yang penting bisa beraktifitas sendiri”…..
(P7, 64 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian sebagai


responden menyatakan harapannya setelah
dilakukan pengobatan haemodialysis dapat
beraktifitas kembali dengan keluarga dan
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan.

PEMBAHASAN

Berdasarka hasil penelitian didapatka data


usia responden berkisar 45-65 tahun. Pekerjaan
partisipan sebagai PNS, swasta dan tidak memiliki
pekerjaan. Pendidikan partisipan, 3 orang SMA,
sedangkan 4 orang lulusan SMP dan PT.
Bahwasanya usia bukan pencetus terjadinya gagal
ginjal kronik. Berdasarkan hasil literatur dijelaskan
bahwa ada dua kemungkinan penyebab dari
penyakit GGK. Pertama ketidakmampuan dari
fungsi ginjal untuk melaksanakan fungsinya.
Kedua adalah merupakan penyait sekunder dari
penyakit di luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).
Berdasarkan penelitian Riskesdas (2013), angka
kejadian gagal ginjal pada laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan (0,2%) yaitu 0,3%,
berdasarkan usia tertinggi pada usia 75 tahun
(0,6%). Sedangkan pada strata pendidikan yang
terbanyak adalah tidak bersekolah (0,4%). Jumlah
pasien GGK dengan hemodialisis dari tahun 2006
sampai 2016 mengalami peningkatan terbanyak
pada usia 45 sampai 64 tahun baik pasien baru
maupun pasien lama.
Selanjutnya pembahasan dari tiap tema
akan diuraikan di bawah ini:
1. Pengetahuan Partisipan Tentang
Manfaat Pengobatan Hemodialisis
Tingkat pengetahuan terkait dengan
tindakan hemodialisa tidak hanya dipengaruhi oleh
usia, jenjang pendidikan dan informasi dari
penderita GGK, melainkan juga didapatkan dari
lingkungan ataupun pengalaman penderita GGK
yang telah mengalami pengobatan terapi
hemodialysis itu sendiri. Kondisi lingkungan
sekitar yang mendukung mempermudah proses
penerimaan informasi sehingga adanya
perbaikan tingkat pengetahuan seseorang. Hal
tersebut dikarenakan adanya proses timbal balik
antara pemberi dengan penerima informasi.
masyarakat menjadi proses transfer informasi mengidentifikasi sumber koping, mengidentifikaasi
terkait penyakit tersebut pada masyarakat disekitar alternatif strategi, dan menerima dukungan (Stuart
penderita. Dimana informasi tersebut mudah & Sundeen, 2005).
tersebar dan direspon oleh kelompok masyarakat
sekitar. Informasi merupakan pengetahuan yang
diperoleh individu dari melihat suatu obyek,
tertentu (Soekidjo, 2010). Namun demikian, jika
dibandingkan pengalaman seseorang terkait
suatu hal akan lebih cepat meningkat
pengetahuannya dibandingkan dengan melalui
informasi yang didapatkan dari lingkungan.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran. Dalam
penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar
partisipan telah menjalani hemodialisa selama 1-5
tahun. Pengalaman yang diperoleh keluarga dalam
merawat penyakit gagal ginjal dapat
meningkatkan pengetahuan keluarga.
Hasil penelitian di atas sependapat dengan
hasil penelitian (Desitasari dkk, 2015) yang
menyatakan bahwa hamper 23 penderita GGK
dengan Hemodialisis mengerti tentang diet
penyakit GGK yang harus mereka patuhi.

2.Koping Pasien Dalam Masa


Pengobatan Hemodialisis
…..”Saya bersyukur sampai saat ini masih bisa
mendampingi keluarga meskipun saya dalam
masa pengobatan, meskipun saya sakit jika saya
sedih saya gunakan ngobrol dengan istri saya”…..
(P5, 48 Tahun)

……”Saya menerima kondisi penyakit gagal


ginjal ini diberikan oleh Tuhan kepada saya,
berarti saya bisa makin dekat kepada Tuhan yang
maha Esa”……(P2, 52 tahun)

…….”ya begini, sejak sakit saya aktif di


pengajian masjid dekat rumah saya”……(P1, 55
tahun)

Hal yang dilakukan partisipan setelah


menjalani hemodialisis adalah lebih banyak
bersyukur dan berdoa atas kondisi yang menimpa
dirinya selain itu pasien menyibaukkan diri
dengan aktifitas positif di luar rumah. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa hampir seluruh
pasien menggunakan koping adaptif. Koping
adaptif merupakan suatu mekanisme yang
digunakan seseorang untuk mengatasi
ketegangan yang pada dirinya atau untuk
mengatasi isu-isu yang dihadapi. Mekanisme
koping adaptif antara lain dapat menceritakan
secara verbal, mengembangkan tujuan realitas,
Kondisi pasien gagal ginjal dapat berakibat GGK yang bertahan hidup terus meningkat
gangguan pada gambaran diri yang mana
berubahnya kondisi fisik pada pasien
menumbulkan rasa malu karena keadaan yang
berbeda sebelum pasien sakit. Hal ini merupakan
respon yang mana partisipan merasa dirinya tidak
sempurna dan mempunyai persepsi yang rendah
terhadap tubuhnya. mengalami gangguan citra
tubuh. Kurangnya kemampuan beradaptasi oleh
karena adanya mekanisme mal adaptif akan
menimbulkan kondisi merasa tidak mampu
menyelesaikan masalah secara efektif, tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar, adanya
gangguan fisiologis tubuh (Stuart & Sundeen,
2005). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Charuwanno (2005) dimana berbagai isu
kesehatan sekunder dapat terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa. Gangguan citra tubuh
merupakan isu kesehatan sekunder pada pasien
GGL dengan tindakan Hemodialisis akibat adanya
perubahan fungsi struktur tubuh pasien
(Muttaqim & Sari, 2011).
Penderita GGK maupun keluarganya
memunginkan mendapatkan dampak langsung dari
pengobatan dengan hemodialisa. Adapun dampak
yang tidak baik dari proses pengobatan pasien
GGK dengan hemodialisa yang ditimbulkan pada
keluarga adalah pada aspek psikologis, aspek sosial,
aspek fisik, serta aspek finansial. Kecemasan
merupakan salah satu hal yang muncul dari
dampak pengobatan hemodialisa ditinjau dari
aspek psikologis. Kecemasan merupakan
gangguan psikologis yang angka kejadiannya
terbesar di Amerika. Dimana dialami oleh 10-25%
populasi penduduk Amerika. Kecemasan yang
dialami seseorang sebagai akibat oleh dari
kesalahan cara pandang terhadap tubuhnya,
berdampak pada persepsi tentang dirinya dan
hubungan dengan yang lain. Ketakutan yang
bercampur baur, samar-samar dan berhubungan
dengan perasaan ketidakpastian dan tidak berdaya,
perasaan terisolasi, pengasingan dan kegelisahan
disebut dengan kecemasan (Stuart & Laraia, 2005).
Adanya resiko perubahan konsep diri pada
pasien dengan GGK dalam perawatan haemodialis
maka dibutuhkan tindakan keperawatan berupa
dukungan baik keluarga, masyarakat dan petugas
kesehatan untuk menjelaskan perawatan dan
pengobatan GGK. Sehingga pasien dapat
menerima setiap perubahan yang terjadi pada diri
pasien. Penerimaan diri yang positif meningkatkan
kualitas hidup pasie dengan penyakit kronis.
Sehingga kualitas hidup dapat meningkat.
Peningkatan kualitas hidup setelah dilakukan
terapi Hemodialisis (Black & Hawks, 2005;
Supriyadi, dkk, 2011) dinyatakan bahwa pasien
melalui terapi hemodialisis. Angka harapan hidup hemodialisa bila semakin tnggi usia pasien gagal
meningkat menjadi 79%. Pasien GGK harus ginjal kronik maka semakin baik dukungan dari
menjalani hemodialisis seumur hidup untuk keluarga, riwayat pendidikan yang baik,
menggantikan fungsi ginjalnya (Lase, 2011; Lubis,
2006).

3. Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil yang telah dilakukan
melalui wawancara terhadap tujuh orang yang
menjalani terapi hemodialisis. Empat orang
mengatakan mendapat dukungan dari keluarga
karena hal ini merupakan tanggung jawab
keluarga untuk mendampingi pasien menjalani
hemodialisis.

…..”Awalnya saya merasa takut dan putus asa


dengan pengobatan ini, tapi keluarga selalu
memberikan semangat dalam pengobatan jika
saya merasa ketakutan”…..(P3, 60 tahun)

…..”Istri saya selalu menyiapkan kebutuhan


makan dan minum sesuai anjuran dokter setiap
hari. Saya senang selama saya sakit petugas
kesehatan juga selalu memberikan semangat agar
saya tidak putus asa dalam berobat”….. (P2, 52
tahun.)

Dua orang mengatakan tidak mendapat


dukungan dari keluarga untuk menjalani
hemodialisis karena hal ini merupakan kegiatan
yang menjemukan dan satu orang mengatakan
kadang-kadang keluarga mendukung untuk
hemodialisis, kadang-kadang keluarga tidak
mendukung karena memiliki kesibukan tersendiri.
Tiga dari pasien yang tidak mendapat dukungan
keluarga karena disebabkan oleh kurangnya
dukungan instrumental, informasional yaitu bantuan
perekonomian, diskusi dari keluarga untuk
mengatasi masalah penyakit gagal ginjal kronik,
informasi tentang pengobatan alternatif untuk
membantu menyembuhkan penyakit gagal ginjal
kronik dan pemberian pujian terhadap kegiatan
sehari-hari yang dilakukan pasien gagal ginjal
kronik. Dukungan keluarga adalah proses yang
terjadi selama masa hidup, dengan sifat dan tipe
dukungan sosial bervariasi pada masing-masing
tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga
memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh
dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan
keluarga (Friedmen, 2010). Dukungan keluarga
terhadap pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa memberikan manfaat
dalam menejemen dan penyesuaian terhadap
penyakit. Dari hasil penelitian dan teori dapat
diasumsikan bahwa Dukungan keluarga pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
pekerjaan dan penghasilan juga dapat menyusahkan orang lain dan keluarga yang
mempengaruhi dukungan keluarga. karena merawatnya. Petugas kesehatan khususnya bagi
disebabkan kesehatan fisik, kesejahteraan perawat yang berhubungan langsung dengan pasien
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan masih diharapkan bersedia selalu
rendah, yaitu seberapa sering membutuhkan terapi
medis untuk kehidupan sehari- hari, kecukupan
finansial untuk kebutuhan sehari-hari, kesempatan
untuk bersenang-senang atau rekreasi, dan
kepuasan seksual.
Dukungan keluarga terutama dari keluarga
secara langsung dapat menurunkan tingkat stress
yang diakibatkan oleh suatu penyakit dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan derajat
kesehatan individu atau keluarga (Ali, 2010).
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-
dukungan sosial yang dipandang oleh pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
sebagai suatu yang dapat diperoleh baik dari
keluarga, lingkungan sosial maupun dari tim
kesehatan, dimana pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa memandang bahwa
mereka yang memberikan dukungan keluarga siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan menyatakan dukungan sosial yang
berasal dari keluarga membuat pasien khusus
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa merasakan kenyamanan, perhatian,
penghargaan dan bisa menerima kondisinya.
Hemodialisis dapat menyebabkan perubahan
fisik dan psikologis dalam hidup pasien dan dapat
pemicu sebagai timbulnya depresi. Oleh karena itu
dukungan keluarga sangat diperlukan dalam
penatalaksanaan hemodialisa, hal ini dinyatakan
dalam penelitian yang mana ada hubungan antara
dukungan keluarga dan kejadian depresi (Kartika
dkk, 2017). Sedangkan Menurut Friedman (2010)
terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan
status kesehatan anggotanya dimana peran
keluarga sangat penting bagi setiap aspek
perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari
strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Penelitian
lain yang sependapat dengan penelitian ini
adalah Henserling (2009) dan Sukriswati (2016)
dengan memberikan dukungan penghargaa maka
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialysis merasa dihargai walaupun dalam
kondisi sakit. Sehingga membuat bersemangat
mempertahankan kesehatan hingga tetap mematuhi
terapi hemodialis.

4. Harapan Setelah Pengobatan


Haemodialis
Beberapa pasien mengatakan berharap agar
setelah dilakukan perawatan berharap kondisi
tubuhnya semakin baik, sehingga tidak
sabar, perhatian kepada pasien dan keluarga dalam index.php/JOMPSIK/Article/view/3463.
dalam memberikan informasional yang penting Friedman, M.M, Bowden, V.R, & Jones, E.G. 2003.
tentang perawatan selama menjalani terapi Family nursing: Research, theory and prac-
haemodialysis. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Desitasari (2014) yang menyatakan
hampir semua pasien haemodialysis mempunyai
harapan sembuh dan kondisinya menjadi lebih
baik. Suatu harapan pasien dalam suatu
pengobatan adalah kesembuhan. Sedangkan
harapan merupakan komponen yang penting
dalam suatu kehidupan.

SIMPULAN

Hasil penelitian didapatkan 5 tema yaitu:


1) pengetahuan tentang terapi hemodialysis; 2)
dampak setelah menjalani hemodialisis; 3) koping
selama pengobatan; 4) dukungan keluarga; 5)
harapan pasien GGK dengan hemodialisis. Pasien
yang menjalani hemodialisis memiliki
pengetahuan tentang pengobatan GGK dan
menyatakan bermanfaat untuk memperbaiki kerja
ginjal. Koping pasien terhadap penyakitnya
adaptif. Pasien menerima tentang kondisi dengan
penyakit GGK dengan terapi hemodialisis, usaha
yang dilakukan dengan tetap berinteraksi dengan
keluarga. Sedangkan dukungan keluarga dalam
pengobatan ditunjang dengan tenaga dukungan
tenaga medis. Selama masa pengobatan ini
harapan pasien dengan tetap menjalani terapi
hemodialisis adalah menginginkan sembuh dan
kondisi tubuhnya membaik kembali.
Berdasarkan simpulan maka disarankan
pada instansi rumah sakit agar meningkatkan
program promosi tentang pencegahan,
pengobatan pasien gagal ginjal dengan terapi
hemodialisis. Perlu dilakukan penelitianlebih
lanjut tentang determinasi mekanisme koping
pasien gagal ginjal dengan hemodialisis.

KEPUSTAKAAN

Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga :


EGC Brunner & Suddarth. 2005. Buku Ajar
Keperawatan
Medical Bedah (volume II). Jakarta: ECG.
Desita. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga
dengan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di
RSUP Adam Malik Medan.
Desitasari, 2014. Hubungan tingkat pengetahuan ,
sikap, dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani
hemodialysis.http:lb.unri.ac.id/ojm/
tice. (5th ed). New Jersey: Prentice Hall. Jiwa
Friedman, M.M, Bowden, V.R, & Jones, E.G. 2010. . Jakarta: EGC
Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, Supriyadi, Wagiyo, & Widowati, SR. 2011. Tingkat
teori, dan praktik, alih bahasa, akhir yani S.
Hamid dkk ; Ed 5. Jakarta: EGC.
Friedman, M.M. 2010. Keperawatan Keluarga:
Teori dan Praktik, edisi 3, EGC, Jakarta.
Henserling, J. 2009. Development and
Psychometric testing of Hensarling's
Kidneis family sup- port scale, a
dissertation. Degree of Doctor of
philosophy in the graduate School of the
Texas Women University. Di akses dari
www.proquest.com pada tanggal 11 April
2014.
Kartika, N.A., Bambang, S., & Sunarmi. 2017.
Hubungan Dukungan Keluarga dengan
tingkat depresi pada pasien yang menjalani
terapi Hemodialisis Rumah sakit tantara
Dr. Soedjono Magelang, Jurnal
Keperawatan soedirman, Vol 12.No.2 Juli
2017. Semarang
Kemenkes. 2018. Cegah dan kendalikan Penyakit
Ginjal dengan Cerdik. Jakarta.
www.depkes.go.id Diakses Maret 2018.
Lase, W.N. 2011. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronis, yang menjalani hemodialysis
di RSUP Haji Adam Malik Medan. http:
jurnal
.usu.ac.id./index.php/jkk/article /download/
641.
Lubis, A.J. 2006. Dukungan social pada pasien
gagal ginjal terminal. Skripsi, htpp://
library
.usu.ac.id/down loud/fk/06010311.pdf
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurrsalam. 2013. Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan, Panduan
Skripsi, Tesis dan Metode Penelitian
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Parker, S. 2008. Jendela iptek ilmu kedokteran,
Jakarta: PT Balai Pustaka
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan,
Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Badan
Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan. Departemen Kesehatan. RI.
Smeltzer, S.C. 2002. Buku ajar keperawatan
medikal bedah brunner & suddart. Jakarta:
EGC. 2002.
Stuart & Laraia, 2005. Buku saku Keperawatan
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
terapi hemodialisis. Jurnal kesehatan
masyarakat. Di akses dari
http://journal.unnes.ac.id/
index.php/kemas
Sukriswati I. 2016. Hubungan dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di
RSUD Moerwardi Surakarta, Skripsi.
Program Studi ilmu keperawatan
Muhammadiyah Surakarta.
Wijaya A.S., & Putri Y.M. 2013. Keperawatan
Medikal Medah, Jakarta: Nuha
Yuliaw, A. 2009. Hubungan Karakteristik Individu
dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik
pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr.
Kariadi Semarang. Diakses dari
digilib.unimus.ac.id/
files/disk1/106/jtpunimus-gdl-
annyyuliaw-
5289-2-bab2.pdf pada 2017.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN NERS

Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp. (0536) 3327707

Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai