OLEH :
Efri
(2017.C.09a.0882)
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Efri
NIM : 2017.C.09a.0882
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Pembimbing Akademik
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Efri
NIM : 2017.C.09a.0882
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulisan laporan pendahuluan yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Diagnosa Medis Gagal
Ginjal Kronis Di Ruang Hemodialisa”.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan pendahuluan
ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd.,M.Kes selaku ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku ketua Prodi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Rimba Aprianti, S. Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan ini
4. Ibu Ika Paskaria,S.Kep.,Ners selaku koordinator PPK IV.
5. Orangtua kami,keluarga kami,dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu
keperawatan dansemoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi berkat dan
karunia-Nya kepada kita semua Amin.
Efri
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .....................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Anatomi Fisiologi...............................................................4
2.2 Definisi.......................................................................................................9
2.3 Etiologi.......................................................................................................9
2.4 Klasifikasi.................................................................................................10
2.5 Patofisiologi..............................................................................................10
2.6 Komplikasi...............................................................................................13
2.7 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)....................................................13
2.8 Penalaksanaan Medis...............................................................................14
2.9 Pemeriksaan Keperawatan.......................................................................15
2.10 Cara Kerja Mesin Hemodilisa..................................................................16
2.11 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................20
2.11.1 Pengkajian ...................................................................................20
2.11.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................21
2.11.3 Intervensi .....................................................................................22
2.11.4 Implementasi ...............................................................................29
2.11.5 Evaluasi .......................................................................................29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan..................................................................................30
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................45
4.2 Saran..........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
kecemasan pada pasien adalah dengan terapi relaksasi progresif, karena relaksasi
progresif merupakan teknik merelaksasikan otot dalam pada bagian tubuh tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan
homeostatis (Lukman et al., 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut
: “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal
Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal
kronik dan akut.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut dengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik
dan akut.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi profesi keperawatan
Diharapkan laporan studi kasus ini dapat menjadikan masukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga mampu meningkatkan mutu asuhan
3
keperawatan yang akhirnya dapat berguna bagi profesi keperawatan dalam memberikan
keperawatan pada klien GGK
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Rumah Sakit
Menyediakan kerangka berpikir secara ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran pelaksanaan
asuhan keperawatan KMB pada klien GGK. Serta menyediakan referensi bagi perawat
ruangan dalan melakukan asuhan keperawatn pada pasien secara komprenhensif dengan
pendekatan proses keperawatan.
1.4.2.2 Pendidikan
Dengan adaya laporan studi kasus asuhan keperawatan KMB pada klien
GGKdapat memberikan informasi yang nyata dan aktual yang dapat digunakan oleh
mahasiswa sebagai literatur pendidikan dan menunjang peningkatan pengetahuan
khususnya tentang asuhan keperawatan KMB dengan klien GGK
1.4.3 Bagi penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang didapat dari lapangan
praktik yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang didapatkan serta sebagai acuan bagi
penulis dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan KMB yang lebih baik bagi klien yang mengalami GGK
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2011), ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati.
Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot
yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal
kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena
dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah
ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal
melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang dewasa panjang ginjal
adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm
(1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan
bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk
cekung karena adanya hilus.
4
5
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi
biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi oleh bagian korteks
yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena
tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks)
dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung
pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,
selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap
ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan
diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus
proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula
bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen
atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh
lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal
sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu
sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah
yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
6
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata
yang melengkung melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian
membentuk arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk
arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena
menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava inferior.
Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500
ml/menit).
1. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin
menurut Syaeifudin (2010).
a. Fungsi ginjal
7
Menurut Price dan Wilson (2011), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi
yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-
ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus.
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui
glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi
glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut
ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan
alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara
molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki
tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam
darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya
8
dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara
normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine
mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar
(protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna
bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine
sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan
Cl- dan sekresi H+ dan K+ . Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang
tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap
hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar
daya selektif sel tubulus:
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan
tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi
pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula
dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas
mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi
sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar
dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi.
9
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
– Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
pada CKD berupa multifaktorial, tetapi dalam banyak pasien dialisis hipertensi, cairan
retensi merupakan penyumbang utama. Selain mekanisme patofisiologis umum
bertanggung jawab untuk pengembangan hipertensi, pasien dengan ESRD juga
mengalami peningkatan aktivitas simpatis, penurunan aktivitas vasodilator seperti nitrat
oksida, peningkatan kadar endotelin-1, penggunaan kronis ESA seperti epoetin alfa,
hiperparatiroidisme, dan struktural perubahan dalam arteri (misalnya, kalsifikasi
metastatik) sebagai faktor kontribusi.
Penyebab sekunder: gangguan ginjal, 12
Penyebab primer: genetic, SLE, gangguan tubulus&glomerulus,
usia, Jenis kelamin, diet, penurunan GFR, BUN dan Kreatinin
WOC CKD BB, gaya hidup meningkat
Kurang Pengetahuan
Kecemasan
GGK Hemodialis
PK : Perdarahan
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Penurunan kemampuan Ginjal tidak dapat Retensi air dan Na Peningkatan aktivitas Penumpukan zat-zat Pengaktifan vit D oleh
ginjal mengekskresi H+ membuang kalium melalui system RAA toksin ginjal terganggu
urine
Penurunan produksi Gangguan
Asidosismetabolik Retensi air dan Na Gangguan absorbs kalsium
hiperkalemia urine metabolism protein oleh usus
dan Foetoruremik
Sesak Iritasi saluran Penurunan produksi
Gangguan konduksi
urine hipokalsemia
jantung kencing
Anoreksia, nausea,
Pola Nafas Tidak vomitus
Efektif Oliguri, anuri, Merangsang kelenjar
aritmia Respon hipotalamus,
edema paratiroid untuk
pelapasan mediator
Risiko Defisit mengeluarkan PTH
kimiawi (sitokinin,
Risiko Penurunan Kelebihan Nutrisi
bradykinin) Resabsorbsi kalsium
Curah Jantung volume cairan tulang& Osteoporosis
Gangguan pola
Nyeri Akut eliminasi urin
Intoleransi Aktivitas
1.
2.
2.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2010) serta Suwitra (2012)
antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.7 ManifestasiKlinis
Menurut Brunner & Suddart (2010) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction
rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
2.8 PenatalaksanaanMedis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada pasien
dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi.
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia;
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat di
diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal
pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila
ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asammelalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan
dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan mengurangi
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal
ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal
dengan ginjal yang baru.
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan
Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan
pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang
terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
terjadi, yaitu:
1. Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Pembatasan
asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan dan memperlambat terjadinya
gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang terkait dengan fakta bahwa asupan rendah
protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
1) Arterial Blood Line (ABL) adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan
darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai
dengan warna merah.
2) Venouse Blood Line adalah tubing/line plasticyang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna
biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan
yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari
AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing
arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru
obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
Seperti inilah bentuk tipikal dari hollow fiber dializer. Di dalamnya terdapat serabut
yang memungkinkan darah untuk lewat. Cairan dialisis, yang merupakan cairan pembersih
dipompakan di antara serabut-serabut tersebut. Serabut tersebut memiliki lubang-lubang
halus yang memungkinkan air dan sampah metabolisme terserap dalam cairan pembersih
dan membawanya keluar.
c. Cairan Dialisis (Dialisat)
Cairan pencuci yang disebut dialisat, adalah cairan yang membantu mengeluarkan
sampah dan kelebihan air dari tubuh. Cairan ini terdiri dari zat kimiawi yang membuatnya
seperti spon. Dokter akan memberikan spesifikasi cairan yang sesuai dengan keadaan
pasien.
d. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus
dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar A AMI
(Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan
untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.
3. Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses
hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa
dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous
(AV) fistula, AV graft dan central venous catheter.
AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung l
ebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD),
perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien
layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk
menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line
(selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke
dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka
proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak
mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer.
Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin
HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan
memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin
HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut
membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke
dalam tubuh.
2.11 ManajemenAsuhanKeperawatan
2.11.1 Pengkajian
2.11.1.1 Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise. Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau
somnolen) Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2.11.1.2 Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak,tangan,
disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning)dan kecenderungan
perdarahan.
2.11.1.3 Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan tak berdaya, tak
ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
2.11.1.4 Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria,
dapat menjadi anuria.
2.11.1.5 Makanan/Cairan
Gejala:Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan (Malnutrisi)
Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan
amonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)Perubahan turgor
kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
2.11.1.6 Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
2.11.1.7 Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
2.11.1.8 Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan kusmaul), Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Smeltzer, pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang tepat
untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas
dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial
untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum infus dan
jarum cimino/hemodialisa.
3. Intervensi
Menurut Smeltzer, perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaranurin, dan respon
terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional:Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin, dan kadar
besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk
susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang di
perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu
makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar
kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet
dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
a. Pembentukan edema.
b. Penyembuhan yang lambat.
c. Penurunan kadar albumin serum.
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan perlambatan penyembuhan.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan, eksoriasi.
Rasional:Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional:Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional:Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat
seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan
tumit.
Rasional:Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema. Daerah yang
perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional:Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang menyerap
keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7) Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
8) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
Rasional:Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi
perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan terpenuhinya
informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap
untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di
rumah.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis.
Tujuan:Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
a. Anemia.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Retensi produk sampah.
d. Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi;
bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan
istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien
sangat melelahkan.
7) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga terhadap penyakit
dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
Rasional: Pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika
memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dari
penanganan:
1) Perubahan peran.
2) Perubahan gaya hidup.
3) Perubahan dalam pekerjaan.
4) Perubahan seksual.
5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang diperlukan
untuk menghadapinya.
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
Rasional: Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan.
Rasional: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada
tahap maturitasnya.
8) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami infeksi.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu infus dan jarum
cimino (Jarum hemodialisa).
Rasional:Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi
infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat di ketahui dari
penyimpangan tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa) apakah
adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional:Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsio laesa.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat dimana tindakan
yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri dan menilai sejauh mana
masalah dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini
proses peawatan dapat dimodifikasi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.E
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bukit Raya
Tgl MRS : 16 Desember 2020
DiagnosaMedis : CKD on HD
GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan :
: Meninggal
: Tn.E (Pasien)
: Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
7. Ekstremitas
Klien mampu mengerakan tubuhnya, kekuatan otot atas 5 5 kekuatan otot bawah
5 5 terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah dengan derajat 1 kedalaman
1 mm.
8. Integumen
Kulit klien tampak kering, edema pada kedua kaki kiri dan kanan, derajat pitting
oedema 1 derajat, CRT <2 detik, Suhu kulit pasien teraba hangat, terlihat warna
kulit pasien berwarna kecoklatan, bentuk kuku pasien simetris.
3.7 Post HD
1. Keadaan Umum :
Kesadaran compos mentis, klien tampak berbaring dengan posisi semi fowler,
penampilan cukup rapi
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,90C
b. Nadi/HR : 87 x/mt
c. Pernapasan/RR : 25 x/mt
d. Tekanan Darah/BP : 135/80 mmHg
e. BB Post HD : 78 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan: 1.5 L
Catatan Lain : Terpasang oksigen Nasal Canul 3 Lpm pada pasien
Masalah Keperawatan: Pola Napas Tidak Efektif
Efri
ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DS : Retensi Na Hipervolemia
PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan asidosis metabolik ditandai
dengan Pasien mengatakan sesak Pasien tampak lemah, Pasien tampak sesak,
RR: 25 x/m, Suara nafas vesikuler, Irama pernafasan tampak tidak teratur,
Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm, TTV TD: 170 /100 mmHg, N: 89 x/m, S:
36,50C.
2. Hipervolemia berhubungan dengan Retensi Natrium ditandai dengan Klien
mengatakan kaki dan tangannya bengkak, Terjadi edema pada kedua kaki dan
tangan pasien, BB pre HD = 79 Kg, BB kering = 78 Kg, Minum 1200/ 24 jam
cc, Pitting edema (+) derajat 1 kedalaman 1mm, TTV TD: 160/100 mmHg, N:
89x/m, S: 36,50C, RR: 25x/m, BAK ± 3 x jumlah : 400 cc/24 jam warna kuning
pekat dengan bau khas amoniak.
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
ditandai dengan Klien mengatakan bingung mengapa ia harus rutin HD,
Pendidikan terakhir pasien SMP, Pasien tampak kurang terpapar informasi,
Pasien menunjukan persepsi keliru terhadap masalah, Pasien tampak bingung
dengan masalah yang dihadapi
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria HasilRENCANA KEPERAWATAN
Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Untuk mengetahui frekuensi, irama,
Efektif keperawatan selama 1 x 4 irama, kedalaman, dan upaya nafas) kedalaman, dan upaya nafas dari
berhubungan jam diharapkan masalah 2. Monitor bunyi napas tambahan pasien
dengan asidosis teratasi dengan kriteria (mis.Gurgling, mengi, wheezing, 2. Untuk mengetahui bunyi napas
metabolik hasil: ronkhi kering) tambahan pada pasien.
ditandai dengan 1. Irama pernapasan 3. Posisikan semifowler 3. Agar meringankan sesak nafas pasien
Pasien teratur 4. Berikan oksigen, jika perlu 4. Agar kebutuhan oksigen pasien
mengatakan 2. RR dalam batas 5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, terpenuhi
sesak Pasien normal (16-20) ekspektoran, mukolitik, jikaperlu 5. Kolaborasi dengan tim medis lain
tampak lemah, x/menit untuk memberikan pasien obat dll
Pasien tampak 3. Pola nafas membaik
sesak, RR: 25 4. Keluhan sesak nafas
x/m, Suara nafas berkurang / hilang
vesikuler, Irama
pernafasan
tampak tidak
teratur,
Terpasang
oksigen nasal
kanul 3 lpm,
TTV TD: 170
/100 mmHg, N:
89 x/m, S:
36,50C.
2 Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi status cairan adanya 1. Agar mengetahui pemasukan cairan
berhubungan keperawatan selama 1 x 4 edema 2. Agar tidak edema
dengan Retensi jam diharapkan masalah 2. Batasi masukan cairan 3. Agar tidak membahayakan dan
Natrium ditandai teratasi dengan kriteria 3. Identifikasi sumber cairan berlebihan indikasi lain
dengan Klien hasil: 4. Pantau indikasi kelebihan cairan 4. Untuk mengetahui adanya indikasi
mengatakan kaki 1. Tidak adanya edema 5. Jelaskan pada klien dan keluarga diet kelebihan
dan tangannya atau berkurang pembatasan cairan dan elektrolit 5. Untuk menambah pengetahuan klien
bengkak, Terjadi 2. Tugor kulit membaik 6. Kolaborasi dalam pelaksanaan dan keluarga
edema pada 3. TTV dalam rentang dialysis sesuai indikasi 6. Untuk terapi klien
kedua kaki dan normal
tangan pasien,
BB pre HD = 79
Kg, BB kering =
78 Kg, Minum
1200/ 24 jam cc,
Pitting edema (+)
derajat 1
kedalaman 1mm,
TTV TD:
170/100 mmHg,
N: 89x/m, S:
36,50C, RR:
25x/m, BAK ± 3
x jumlah : 400
cc/24 jam warna
kuning pekat
dengan bau khas
amoniak.
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar pasien lebih mudah memahami
Pengetahuan keperawatan selama 1 x 4 kemampuan menerima informasi informasi yang diberikan
berhubungan jam diharapkan masalah 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat 2. Agar pasien dan keluarga termotivasi
dengan kurang teratasi dengan kriteria meningkatkan dan menurunkan untuk mengikuti pendidikan kesehaan
terpaparnya hasil: motivasi perilaku hidup bersih dan 3. Materi dan media adalah alat
informasi 1. Mengerti tentang sehat pendukung yang sangat penting dalam
ditandai dengan penyakit yang di 3. Sediakan materi dan media penyampaian materi pendidikan
Klien deritanya pendidikan kesehatan kesehatan
mengatakan 2. Berprilaku yang 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan 4. Agar pasien dan keluarga dapat
bingung mengapa sesuai dengan yang sesuai kesepakatan meluangkan waktunya untuk mengikuti
ia harus rutin dianjurkan 5. Jelaskan faktor risiko yang dapat kegiatan
HD, Pendidikan mempengaruhi kesehatan 5. Agar pasien dapat mengetahui apa saja
terakhir pasien faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
SMP, Pasien kesehatannya
tampak kurang
terpapar
informasi, Pasien
menunjukan
persepsi keliru
terhadap
masalah, Pasien
tampak bingung
dengan masalah
yang dihadapi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
45
DAFTAR PUSTAKA
I. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Efri
2) Leader : Efri
3) Fasilitator : Efri
J. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1. Peserta hadir di tempat penyuluhan
2. Penyelenggaraan di ruang Hemodialisa
3. Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
1. Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang Gagal Ginjal
Kronis
2. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3. Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
1. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang pengertian Gagal Ginjal Kronis
2. Peserta hadir dalam penyuluhan
MATERI
ABSTRACT
Keywords:
chronic kidney The incident of kidney disease increased year by years. Hemodialysis treatment is
diseases one of supportive therapies that can be maintained in health conditions of the
chronocal kidney disease patient. This therapy can not replace the fuction of the
hemodialysis kidney, however it could manage the quality of life of the kidney disease patients.
therapy The research descriptive qualitative approach was used in this study. The research
results found 5 themes about chronic kidney disease patients with hemodyalisis.
life experience
Those five themes were the knowledge of hemodynamic therapy, the impact of he-
modynamic therapy, patients coping during the treatment process, family support
and chronic kidney disease with hemodynamic therapy.
ABSTRAK
Kata kunci: Insiden penyakit gagal ginjal meningkat sepanjang tahun. Hemodialisis merupakan
pasien gagal ginjal terapi pendungkung keberlangsungan dari penyakit gagal ginjal kronis. Terapi ini
kronik dapat memperpanjang usia pasien namun tidak bisa mengembalikan fungsi ginjal
pengalaman hidup seutuhnya. Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
terapi hemodialisis metode diskriptif phenomenology. Hasil penelitian menemukan 5 tema yaitu:
pengetahuan tentang terapi haemodialysis, dampak terapi hemodialisis, mekanisme
koping selama terapi, dukungan keluarga selama terapi, harapan pasien gagal ginjal
kronis dengan hemodialisis.
HASIL
PEMBAHASAN
3. Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil yang telah dilakukan
melalui wawancara terhadap tujuh orang yang
menjalani terapi hemodialisis. Empat orang
mengatakan mendapat dukungan dari keluarga
karena hal ini merupakan tanggung jawab
keluarga untuk mendampingi pasien menjalani
hemodialisis.
SIMPULAN
KEPUSTAKAAN
Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa