Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC

WOUND PRO DEBRIDEMENT DAN WOUND DEHISCENCE


DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL)
DI RUMAH SAKIT UNAIR
SURABAYA

OLEH:
HENDRA
2021-01-14901-025

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM
PROFESI NERS ANGKATAN IX
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh:


Nama : Hendra
NIM : 2021-0114901-025
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Dan Asuhan Keperawatan Pada An Dengan
Diagnosa Medis Chronic Wound Pro Debridement +
Wound Dehiscence Di Ruang IBS (Instalasi Bedah
Sentral) RSUA Universitas Airlangga Surabaya

Akan melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Medikal Bedah II Profesi Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Klinik

Muhammad Umar Ali K, S.Kep., Ns.

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan
yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosa Medis Chronic Wound
Pro Debridement + Wound Dehiscence Di Ruang IBS (Instalasi Bedah Sentral)
Di Rumah Sakit Unair Surabaya”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu
persyaratan pada Pendidikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal
Bedah (KMB) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Haris Widodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku PJ Unit yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Bapa Muhammad Umar Ali K, S.Kep., Ns. selaku Pembimbing Klinik yang
telah memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan
ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus asuhan
keperawatan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
menunjang kesempurnaan laporan kasus asuhan keperawatan ini.

Surabaya 17 Juni 2022

penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER DEPAN............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB 1 TINJUAN PUSTAKA......................................................................1
1.1 Konsep Dasar Penyakit.............................................................................1
1.1.1 Definisi Chronic Wound........................................................................1
1.1.2 Etiologi..................................................................................................1
1.1.3 Manifestasi klinik..................................................................................2
1.1.4 Komplikasi.............................................................................................2
1.1.5 Patofisiologi...........................................................................................3
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................4
1.1.7 Penatalaksaan Medis .............................................................................5
1.2 Konsep Debridement..............................................................................5
1.2.1 Defenisi Debridement..........................................................................5
1.2.2 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................6
1.2.3 Penatalaksaan/ Jenis-Jenis Tindakan.....................................................6
1.3.1 Konsep Wound Dehiscence...............................................................10
1.3.1 Definisi Wound Dehiscence...............................................................10
1.3.2 Etiologi................................................................................................11
1.3.3 Tanda dan Gejala.................................................................................10
1.3.4 Patofisiologi.........................................................................................10
1.3.5 Penatalaksanaan...................................................................................12
2.2.Manajemen Asuhan Keperawatan......................................................13
2.2.1 Pengkajian............................................................................................13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................17
2.2.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................18
2.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................................23
2.2.5 EvaluasiKeperawatan..........................................................................23
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................24
2.1 Pengkajian...............................................................................................24
2.2 Analisa Data............................................................................................28
2.3 Prioritas Masala......................................................................................29
2.4 Rencana Keperawatan............................................................................30
2.4 Intervensi Keperawatan .........................................................................33
2.5 Implementasi ..........................................................................................33
2.5 Evaluasi...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
TINJUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Penyakit
1.1.1 Definisi Chronic Wound
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang bisanya
disebabkan oleh masalah multifactor dari penderita. (Fowler, 2010) Pada luka
kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik
terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.
Luka kronik Adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka.Gangguan dapat berupa infeksi,dan dapat terjadi fase
inflamasi,proliferasi,atau maturasi.Biasanya luka akan sembuh setelah perawatan
yang tepat selama dua sampai tiga bulan.(Perry & Potter,2006)
Luka kronis juga sering disebut kegagalan dalam penyembuhan luka.
Penyebab luka kronis biasanya karena ulkus,luka gesekan,sekresi dan tekan .Luka
kronis umumnya sembuh atau menutup dengan tipe penyembuhan sekunder.Akan
tetapi,tidak semua luka dengan tipe penyembuhan sekunder disebut luka
kronis,misalnya luka terbakar dengan deep full-thickness yang terjadi dua hari
yang lalu disebut dengan luka tipe penyembuhan sekunder (Arisanty,2018)
Luka adalah suatu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh
yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh dan mengakibatkan
terganggunya aktivitas sehari –hari (Damayanti, Pitriani, & Ardhiyanti, 2015).
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu
( Potter & Parry, 2015).

1.1.2 Etiologi
Akibat terjadi luka kronis di sebabkan sirkulasi yang buruk, neuropati, dan
kesulitan bergerak, faktor yang berkontribusi terhadap luka kronis adalah penyakit
sistemik, usia, dan penyakit trauma. Comorbid berulang yang dapat berkontribusi
pada pembentukan luka kronis termasuk vaskulitis (radang pembuluh darah),

1
2

kekebalan penindasan, pioderma gangrenosum, dan penyakit yang menyebabkan


iskemia. Penekanan kekebalan dapat disebabkan oleh penyakit atau obat medis
yang digunakan dalam jangka panjang, misalnya steroid. Faktor lain yang dapat
menyebabkan luka kronis adalah usia tua. Kulit orang tua lebih mudah rusak, dan
sel-sel yang lebih tua tidak berkembang biak secepat dan tidak mungkin memiliki
respon yang memadai terhadap stres dalam hal upregulation gen yang terkait
dengan stres protein. Fibrosis kronis, aterosklerosis, edema, penyakit sel sabit, dan
arteri insufisiensi merupakan penyakit yang terkait dengan luka kronis. Faktor
utama yang menyebabkan luka kronis, di antaranya adalah iskemia, cedera
reperfusi, dan kolonisasi bakteri. (Baranoski and Ayello, 2012).

1.1.3 Manifestasi klinik


Tanda dan gejala luka kronik Menurut : black (2010)

1. Pemanjangan fase inflamasi


2. Penuaan sel (sel tua yg kurang viabel), dimana terjadi perubahan
kemampuan sel untuk berproliferasi
3. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growt factor)
4. Tidak terdapat perdarahan awal yg memicu kaskade penyumbuhan luka
5. Peningkatan kadar protease (enzim yg memakan protein)
6. Nyeri pada luka

1.1.3 Komplikasi
1. Hemoragi
Perdarahan pada area luka merupakan hal yang normal terjadi selama dan
sesaat setelah trauma. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit kecuali
jika luka mengenai pembuluh darah besar dan pembekuan darah klien
buruk. Perdarahan setelah hemostasis menunjukan lepasnya jahitan
operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh
benda asing.
2. Infeksi
Terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam, atau
3

panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras,
serta adanya kenaikan leukosit.
3. Dehisens
Merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi,
terjadinya trauma dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu
tubuh (demam), takikardia dan rasa nyeri pada daerah luka.
4. Eviverasi
Menonjolnya organ tubuh bagian dalam kearah luar melalui luka. Hal ini
dapat terjadi jika luka tidak segara menyatu dengan baik atau akibat
proses penyembuhan yang lambat.
5. Fistula
Adalah saluran abnormal yang berada diantara 2 buah organ atau diantara
organ dan bagian luar tubuh. Sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit
seperti penyakit Chron atau enteritis regional. Fistula meningkatkan
resiko terjadinya infeksi atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
akibat kehilangan cairan.

1.1.4 Patofisiologi
Luka kronis adalah luka yang tidak sembuh dalam waktu yang singkat
serangkaian tahapan yang teratur dan dalam waktu yang tidak dapat diprediksi
seperti kebanyakan luka lainnya, luka kronis yang tidak dapa sembuh dalam
waktu yang singkat dalam waktu dua tiga bulan sering dianggap kronis. Selain
sirkulasi yang buruk, neuropati, dan kesulitan bergerak, faktor yang berkontribusi
terhadap luka kronis adalah penyakit sistemik, usia, dan penyakit trauma.
Comorbid berulang yang dapat berkontribusi pada pembentukan luka kronis
termasuk vaskulitis (radang pembuluh darah), kekebalan penindasan, pioderma
gangrenosum, dan penyakit yang menyebabkan iskemia. (Fowler, 2010)
4

PATHWAY
Ulkus, luka bakar, jaringan nekrotik

Pembedahan debridement

Pre operasi Intra operasi Post operasi

Ulkus, luka Kurangnya Tindakan pembedahan Jaringan Jaringan


bakar, informasi
jaringan terputus terbuka
nekrotik
Luka insisi
ansietas
Merangsang Proteksi
area sensorik kurang
Kerusakan Integritas kulit
Resiko perdarahan

Pengeluaran Masuknya
histamine dan mikroorganisme
prostaglandin

Resiko Infeksi
Nyeri
Akut

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Sudjatmiko, 2010)

1. Pemeriksaan penunjang yang perlu di lakukan terutama jenis darah

lengkap. Tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang

terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.

2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan

kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.

3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.

4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.


5

5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus


melitus
1.1.7 Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan Luka Kronik
1. Debridement yang adekuat
Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan
jaringan nekrotik yang menghambat penyembuhan. (Sudjatmiko, 2010)
2. Penanganan infeksi
Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan
perhitungan kwantitatif sebaiknya dilakukan. (Sudjatmiko, 2010)
3. Penutupan luka yang baik
Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan
penyembuhan luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010)
Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir
adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga dapat
menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu penyembuhan
luka. Winter menunjukkan pada model hewan bahwa proses
reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka ditutup.
Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam studi klinis
terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya masih memiliki
manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan dengan
meningkatkan kenyamanan serta efektivitas biaya. Kemajuan dalam
teknologi penutupan luka belum dapat menemukan zat yang dapat
mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali penutupan
luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang secara
khusus membantu penyembuhan luka. (Harding and Morris, 2002)

1.2 Konsep Debridement


1.2.1 Defenisi Debridement
Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk
membuang jaringan nekrosis maupun debris yang menghalangi proses
penyembuhan luka dan potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga
6

merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis
(Chadwick, 2012).
Debridement adalah proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan mati
dari suata luka. Jaringan avital dapat bewarna lebih pucat, coklat muda atau hitam
dan dapat kering atau basah.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang disekitar 2-3 mm dari tepi luka
ke jaringan sehat. Debridement meningkatakan pengeluaran faktor pertumbuhan
yang membantu proses penyembuhan luka.
Tindakan debridement ini dilakukan untuk membuang jaringan yang mati
serta membantu mempercepat penyembuhan luka. Debridement dapat dilakukan
secara surgical, kimia/enzimatik, mekanik, atau autolitik. Metode debridement
yang dipilih tergantung pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya luka, riwayat
medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistematik

1.2.2 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum tindakan debridement
menurut Majid (2011) sebagai berikut :
1. Rontgen
2. Laboratorium: darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, analisa gas
darah (untuk penderita luka bakar dengan kecurigaan trauma inhalasi),
serum elektrolit, serum albumin.

1.2.3 Penatalaksaan/ Jenis-Jenis Tindakan


Tabel 1.2 Jenis- jenis debridement (Vowden and Vowden, 2011)

Tipe Mekanisme kerja kelebihan Kekurangan Siapa


Autolytic Proses alami Dapat digunakan Prosesnya Generalis
dimana enzim sebelum atau di lambat, dan
dan kelembaban antara metode meningkatkan spesialis
tubuh debridemen potensi infeksi
merehidrasi, lainnya dan maserasi
melembutkan (misalnya
dan melarutkan hidrogel dapat
eschar dan diterapkan untuk
7

slough keras. melembutkan


Dressing oklusif jaringan sebelum
atau semi- terapi larva), bila
occlusive ada sejumlah
(hidrogel, kecil jaringan
hidrokoloid, yang tidak layak
alginat atau di luka, yaitu
Hydrofiber) debridemen
membantu perawatan
mencapai
keseimbangan
kelembaban,
dengan
menyerap
kelebihan
eksudat atau
menyumbang
kelembaban.
Mekanis Metode basah- Menggunakan Tidak cocok Generalis
ke-kering Debrisoft® bisa untuk dan
tradisional tidak lebih selektif, digunakan spesialis
disarankan di cepat dan mudah. pada eschar
Inggris. Metode Hal ini dapat keras dan
yang lebih baru mencapai kering. Dapat
termasuk penghapusan digunakan
menghilangkan hiperkeratosis sebagai
jaringan yang yang efektif. prekursor atau
tidak layak dari Nyeri sedikit tindak lanjut
luka dialami. Pasien terapi larva
menggunakan bisa atau
bantalan lembut menggunakannya debridement
monofilamen di bawah tajam. Tidak
(Debrisoft®, pengawasan cocok untuk
Activa luka yang
Healthcare) sudah terasa
sakit.

Terapi Larva lalat botol Sangat selektif Biaya unit Generalis


larva hijau (Lucilia dan cepat lebih tinggi dan
sericata) daripada spesialis
(biosurgis)
mengeluarkan debridemen
jaringan autolitik
devitalised yang namun waktu
8

basah dari luka. pengobatannya


Larva juga singkat. Perlu
mampu menelan direncanakan
organisme terlebih dahulu.
patogen yang Tidak cocok
ada. Larva untuk semua
tersedia longgar pasien atau
atau dalam saus luka. Misalnya,
'dikantongi' lesi ganas; luka
yang mudah
berdarah;
Mereka yang
berkomunikasi
dengan rongga
tubuh organ
atau berada di
dekat
pembuluh
darah utama;
luka dengan
jaringan
devitalised
kering; luka
dengan eksudat
berlebihan atau
dimana larva
tidak dapat
terlindung dari
kerusakan.
Hati-hati
dengan
antikoagulan
Ultrasonik Perangkat Segera dan Ketersediaan spesialis
mengirimkan selektif. Dapat terbatas karena
ultrasound baik digunakan untuk biaya dan
secara langsung debridemen kebutuhan
dengan tempat excisional dan / peralatan
tidur luka atau atau debridemen khusus yang
melalui larutan perawatan lebih tinggi.
yang terionisasi selama beberapa Membutuhkan
(MIST®; sesi. Memiliki waktu
Celleration). beberapa penyiapan dan
Sebagian besar aktivitas pembersihan
mencakup sistem antimikroba yang lebih
9

irigasi built-in lama


dan dilengkapi (melibatkan
dengan berbagai sterilisasi
probe untuk jenis potongan
luka yang tangan)
berbeda daripada
debridemen
tajam.
Mungkin
memerlukan
beberapa
perawatan
hydrosurgic Penghapusan Waktu Membutuhkan spesialis
al jaringan mati pengobatan peralatan dan
menggunakan singkat dan pelatihan
sinar garam selektif. Mampu khusus. Potensi
berenergi tinggi menghapus penyebaran
sebagai alat sebagian besar, infeksi aerosol.
pemotong jika tidak semua, Bisa
jaringan menyakitkan.
devitalised dari Tidak selalu
luka tidur tanpa tersedia dan
mengorbankan dikaitkan
jaringan sehat. dengan biaya
Bisa juga yang lebih
menghilangkan tinggi, meski
jaringan seringkali
hiperkeratotik hemat biaya
dari pinggir luka bila
dibandingkan
dengan
debridemen
bedah, karena
tidak
memerlukan
waktu teater.
Tajam Penghapusan Selektif dan Praktisi harus Praktisi
jaringan mati cepat. Tidak ada dapat terlatih
atau jaringan analgesia yang membedakan (ahli
devitalised biasanya jenis jaringan penyakit
menggunakan dibutuhkan. dan memahami kaki,
pisau bedah, Bekerja paling anatomi karena perawat
gunting dan / baik pada eschar prosedur spesialis)
atau forsep tepat yang lebih keras membawa dengan
10

di atas tingkat yang bisa risiko pelatihan


jaringan yang digenggam kerusakan pada spesialis.
layak. dengan forceps pembuluh Bisa
Dilaksanakan darah, saraf dilakukan
bersamaan dan tendon. di
dengan terapi Tidak seefektif samping
lain (misalnya peleburan tempat
debridemen empuk lembut. tidur atau
autolitik). Tidak di klinik
Bentuk menghasilkan
debridemen yang debridemen
paling umum total dari
digunakan dalam semua jaringan
mengelola kaki yang tidak
diabetic layak
Bedah Eksisi atau Selektif dan Terkait dengan Harus
reseksi yang paling baik biaya yang dilakukan
lebih luas dari digunakan pada lebih tinggi oleh ahli
jaringan yang area yang luas terkait dengan bedah,
tidak layak, dimana waktu podiatrist
termasuk diperlukan atau
pengangkatan pemindahan yang perawat
jaringan sehat cepat spesialis
dari celah luka, dengan
Hal ini dapat
sampai tempat pelatihan
menyakitkan
tidur luka yang
bagi pasien dan
berdarah yang sesuai, di
anestesi biasanya
sehat tercapai. ruang
diperlukan.
operasi

1.3 Konsep Wound Dehiscence


1.3.1 Definisi Wound Dehiscence
Wound dehiscence  merupakan komplikasi serius dari tindakan post
operatif yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009).
Dehiscence merupakan komplikasi bedah di mana tepi luka tidak lagi
bertemu. Hal ini juga dikenal sebagai "pemisahan luka." A sehat, penyembuhan
luka harus baik-didekati, yang berarti bahwa tepi memenuhi rapi dan dipegang
bersama oleh jahitan, staples atau metode lain penutupan. Sebagai
menyembuhkan sayatan, luka mengisi dengan jaringan baru, yang disebut
11

"granulasi" atau "jaringan granulasi." Jaringan baru ini tidak sekuat kulit normal,
seperti baru dan tidak memiliki waktu untuk memperkuat (Jennifer Whitlock, 27
Mei 2014)
Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi luka operasi yang
terinfeksi. Komplikasi lain penyembuhan luka dipindah; yang lambat, morbiditas
dan mortalitas yang meningkat, serta lama rawat yang berkepanjangan (Khan
MA, 2009)

1.3.2 Etiologi
Luka dehiscence dapat disebabkan oleh teknik bedah yang buruk seperti
penjahitan yang tidak benar, jahitan lebih-diperketat atau jenis yang tidak pantas
dari jahitan. Luka dehiscence juga dapat disebabkan oleh meningkatnya stres ke
daerah luka sebagai akibat dari latihan berat, angkat berat, batuk, tertawa, bersin,
muntah atau bantalan turun terlalu keras dengan gerakan usus. Dalam beberapa
kasus, dehiscence luka bisa menjadi sekunder untuk luka infeksi atau
penyembuhan yang buruk seperti yang terlihat pada pasien dengan penyakit
kronis, kurang gizi atau sistem kekebalan tubuh yang lemah. Luka dehiscence
sekunder dapat terjadi pada pasien dengan AIDS, penyakit ginjal, diabetes
mellitus dan mereka yang menjalani kemoterapi atau radioterapi. (Sudjatmiko,
2010)

1.3.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala menurut : Hess (1999) dehiscence luka yang jelas dan
mudah untuk mengidentifikasi oleh pasien dan dapat ditemukan sebagai salah
satu atau lebih dari hal berikut:
1. Luka terbuka
2. Jahitan rusak (tanpa penyembuhan)
3. Nyeri di tempat luka
4. luka pendarahan
5. Nanah dan / atau drainase berbusa pada luka yang terinfeksi
12

1.3.4 Patofisiologi
Kata lain dari dehiscence adalah kegagalan mekanik penyembuhan luka
insisi. Insisi pada operasi menstimulasi proses penyembuhan yang melalui empat
fase berbeda dan berkesinambungan yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan
maturasi. Selama hemostasis, trombosit beragregasi, zat pembeku darah mengala
mi aktivasi dan degranulasi. Bekuan darah didegradasi, pembuluh kapiler
melebar, cairan memasuki sisi luka, dan aktivasi kaskade komplemen. Makrofag,
sel yang lisis dan neutrofil merupakan sediaan sitokin dan faktor pertumbuhan
yang esensial untuk penyembuhan luka. Pada fase proliferasi terjadi pembentukan
jaringan granulasi yang dimulai pada hari ketiga pasca operasi dan berakhir
beberapa minggu. Terpenting pada fase tersebut fibroblas bergerak ke arah luka
dan merespon sintesis kolagen. Fase maturasi dimulai pada hari ketujuh pasca
operasi dilanjutkan deposisi jaringan kolagen dan remodeling untuk meningkatkan
kekuatan regangan luka (Carter RF, et all, 2011; Keswani SG,et all, 2005)

1.3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan

non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas

keadaan umum penderita.

1. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif


Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil
dan tidak mengalami eviserasi.Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di
tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus
steril.Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk
mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Anonim, 2008; Ismail, 2008).
Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk
mempercepat penutupan kembali luka operasi.Diberikan pula antibiotik yang
memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2018).
2. Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi.
Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan
13

antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair,
vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2014).
Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan
hingga saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan
penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan
(Sukumar, 2014).

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien di isi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status
pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS,
alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah
penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana
yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah
diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada
alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol, minum kopi
atau minum obat-obatan.
3. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang
sama atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang
menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama
diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang
bersifat genetik maupun tidak.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah
atau cemas akibat adanya luka kronis pada bagian tubuh seperti di
bagian tangan dan paha.
14

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya
dan gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bed rest dengan
posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun
telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama
pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi
jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
15

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan


karena immobilisasi, tidak ada masa, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan
fistula ani yang baru di operasi terpasang kateter untuk buang air
kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa
menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau
demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
i. Pemeriksaan Kulit
Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk
membran mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit
yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan
dan produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu
warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan
warna dari daerah edema.
16

3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas
atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang
tidak cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
6) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit. Ada dua kondisi yang perlu
dikaji :
Luka baru

1. Kaji keadaan umum pasien


2. Kaji tempat kejadian ( emergensi atau stabil )
3. Kaji Tandi Vital ( Tensi, suhu, nadi, pernapasan )
4. Kaji keadaan luka ( luas, lokasi, jenis, )
5. Kaji adanya tanda – tanda infeksi luka
6. Kaji hal –hal yang berhubungan dengan luka, fraktur,
perdarahan, injuri, dan cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, Jumlah, warna ,
bau)
Luka lama / sudah ada tindakan
1. Kaji penampilan luka ( tanda-tanda infeksi )
2. Kaji luas luka
3. Kaji Keluhan nyeri ( Lokasi, intensitas )
4. Kaji kondisi jahitan luka
5. Kaji drainage atau cairan yang keluar
17

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Pre operasi :
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan (SDKI D.0080)
2.2.2.1 Intraperasi :
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan
(D.0142)
2.2.2.1 Post operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis (D.0077)
18

1.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI) Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia
1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Reduksi Ansietas
dengan rencana diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria Observasi:

pembedahan. SDKI D.0080 hasil:  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

1. Konsentrasi Menurun skor 5  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan


2. Pola tidur Menurun skor 5  Monitor tanda-tanda ansietas
3. Perilaku gelisah membaik skor 5
4. Verbalisasi kebingungan membaik skor 5 Terapeutik:
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi  Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
membaik skor 5
6. Perilaku tegang membaik skor 5 kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian

 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan


 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
19

Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
 Latih teknik relaksasi
20

2. Risiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x PENCEGAHAN INFEKSI
24 jam, maka tingkat infeksi menurun dengan kriteria Observasi:
hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
1. Luaran utama: tingkat infeksi (L.14137) - Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
- Kemerahan menurun
- Nyeri menurun Terapeutik:
- Bengkak menurun - Berikan perawatan luka
- Drainase purulent menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Kadar sel darah putih membaik - Pertahankan teknik aseptic
2. Luaran tambahan: integritas kulit dan jaringan
(L14125) Edukasi:
- Kerusakan jaringan menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Kerusakan lapisan kulit menurun - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Nyeri menurun - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Nekrosis menurun
- Pigmentasi abnormal menurun
- Perfusi jaringan meningkat
3. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x MANAJEMEN NYERI
24 jam, maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria Observasi:

hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


- Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat (5) kualitas, intensitas nyeri
21

- Keluhan nyeri menurun (5) - Identifikasi skala nyeri


- Meringis menurun (5) - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan terhadap nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik:

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


22

- Jelaskan strategi meredakan nyeri


- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


23

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya : Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; keterampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada tahap implementasi ini
merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat
untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna, 2016).

2.2.5 EvaluasiKeperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 2016).
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN OK

Nama Mahasiswa : Hendra


NIM : 2021-01-14901-025
Ruang Praktek : Ruang IBS Lantai 7
Tanggal Praktek : 16 Juni – 24 Juni 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 17 Juni 2022 & 16.00 WIB

I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 16 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Mongoloid
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa
Pendidikan : SLTP
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jln. Tuwowo 3/27
Tgl MRS : Tanggal 16 Juni 2022
Diagnosa Medis : Debridement + Wound Dehiscence

a. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Pasien datang ke RS nyeri bagian tubuh dan kedua tangan bekas luka
operasi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 16 Juni 2022, Pukul 12 : 00 WiB Pasien datang kerumah
sakit RSUA untuk melakukan tindakan operasi luka kronis bekas
operasi sebelumnya dengan kondisi kulit masih belum kering di
bagian badanya dan tangannya, di ruang bedah OK 3 pada pukul

24
25

17.00 wib sampai selesai, setelah dari ruang bedah pasien dipindahkan
ke ruang recovery room untuk masa pemulihan.
1. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan sebelumnya pernah masuk rumah sakit dan
memiliki riwayat operasi sebanyak 4 kali yang pertamam pada tahun
2021 dan yang kedua 1 bulan yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarga tidak mempunyai riwayat
penyakit seperti penyakit jantung, DM, Hipertensi dll.

GENOGRAM KELUARGA:

b. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
K/u : compos menthis, terpasang infus dua jalur ditangan kanan dan
kiri RL 80ml /jam, pasien tampak agak tengang, dan cemas dan juga
merasakan nyeri dibagian tubuh dan kedua tangan nya GCS :
E4V5M6
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,0.0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 91x/mt
c. Pernapasan/RR : 20x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 128/80mm Hg
26

3. DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATURIUM,


PENUNJANG LAINNYA).
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi tgl 16 Juni
2022 pukul 16.00 WIB

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 11,4 g/dl 11-16 g/dl

WBC 10,12x10^3/uL 4.00-10.00

PLT 711 x10^3/uL 150-400

PPT 13,9 -

APTT 26,4 -

4. PENATALAKSANAAN MEDIS (Preoperatif, Premedikasi, Post


Operatif)
a. Pre operiatif
Pasien puasa makan terakhir pukul 10.00 wib
Puasa minum terakhir pukul 10.00 wib
Pengosongan kandung kemih pukul 10.30 wib
Tanda-tanda vital 2 jam sebelum operasi, TD: 128/80mmHg, N: 91,
RR: 20x/m, S: 36oC.
b. Premedikasi
Pasien datang ke ruang IBS dan dipersiapkan untuk di antarkan ke
ruang operasi.
c. Intra Operasi
Diagnosa pre operiatif : Debridement + Wound Dehiscence
Posisi pasien : Supinasi
Sifat operasi : Pro Debridement
Jenis operasi: Bersih-kontaminasi
Infus sanbe, Amikasin 1gr
TTV : TD:140/70mmHg, 120x/m, RR: 22x/m
27

Anestesi : Fentanyl 100mg IV, Propofol 20mg IV, Efednin: 10mg IV,
carprofen 100 mg
d. Post Operatif
Pasien dalam keadaan pengaruh bius.
Warna kulit pasien tampak pucat, pernfasan 20 x/menit dapat bernafas
dalam, TTV tekanan darah dalam keadaan normal TD:140/70 mmHg,
N:122x/menit, RR : 20x/menit, S : 36 C, kesadaran pasien somnolen
Eye: 3 (dengan rangsangan nyeri), verbal: 2 (suara saja), motorik: 5
(melokalisir nyeri). Total nilai GCS: 10 (masih bisa dibangun dengan
rangsangan namun cepat kembali tidur). Terpasang Infusan RL 80
Ml/jam

Surabaya, 17/Juni/2022
Mahasiswa

Hendra
28

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre operiatif Ansietas Ansietas
DS:
- Klien mengatakan sedikit
cemas
DO :
- Klien tampak tegang
- Klien tampak gelisah
- TTV :
TD: 128/80mmHg, N:
120, RR: 20x/m, S: 36,oC.

Intra Operatif Resiko Infeksi Resiko Infeksi


DS: -
DO:
- Terdapat luka dibagian
tubuh dang kedua tangan
pasien
- Warna kemerahan pada kulit
(Rubor)
- Ada Bengkak kulit (Tumor)
- Adanya nyeri tekan (Dolor)
- Rasa panas pada kulit
(Kalor)
TD:140/70 mmHg, N:
100x/menit, RR : 20x/menit, S :
36 C
Post Operasi Nyeri Akut Nyeri Akut
DS : -
DO :
- P: pasien mengeluh nyeri
dibagian tubuh dan di bagian
kedua tangan bekas operasi
- Q: Nyeri sperti terbakar
- R: Sakit yang dirasakan
disekitar tubuh dan kedua
tangan
- S : Skala 6 (nyeri sedang)
- T: Sakit dirasakan dalam
bebrapa menit tapi tidak
menyebar ke area lain.
- Pasien tampak meringis
29

PRIORITAS MASALAH
Pre operatif :
1. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan SDKI D.0080

Intra operatif :
1. Resiko Infeksi Berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan SDKI D.0142
Post Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder SD.0077.
30

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien :An. A
Ruang Rawat : Ruang IBS /OK 3
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam Reduksi Ansietas
berhubungan dengan diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria Observasi:
rencana hasil:  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Konsentrasi Menurun skor 5  Monitor tanda-tanda ansietas
pembedahan SDKI
- Pola tidur Menurun skor 5 Terapeutik:
D.0080 - Perilaku gelisah membaik skor 5  Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
- Verbalisasi kebingungan membaik skor 5
kepercayaan
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
membaik skor 5  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
- Perilaku tegang membaik skor 5 memungkinkan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Latih teknik relaksasi
2. Resiko infekssi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam Pencegahan infeksi
berhubungan dengan di harapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria Observasi:
penurunan daya tahan hasil :  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
tubuh, proses - Demam menurun dengan skor (5) Terapeutik
pembedahan SDKI - Kemerahan menurun dengan skor (5)  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
- Nyeri menurun dengan skor (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
31

D.0142 - Bengkak menurun dengan skor (5) lingkungan pasien


Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
3. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam diharapkan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
dengan ruptur spingter tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil: Observasi
ani dan pasca 1. Frekuensi nadi membaik skor 5  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Pola nafas membaik skor 5  Identifikasi skala nyeri
pembedahan SDKI
3. Keluhan nyeri menurun skor 5  Identifikasi respon nyeri non verbal
D.0077 4. Meringis menurun skor 5  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Gelisah menurun skor 5  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Kesulitan menurun skor 5 tidur  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
32

 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat


 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
33

Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Jumat, 17 Juni 202 Reduksi Ansietas S: -Pasien mengatakan masih cemas
Observasi: O:
16.00 wib
 Memonitor tanda-tanda
ansietas - Mengajak pasien bercerita atau berbicara untuk
Terapeutik: - mengurangi kecemasan
 Menciptakan suasana Hendra
- Suasana lingkungan pasien nyaman tidak ada suara
teraupetik untuk
menumbuhkan kepercayaan bising
Edukasi - Menjelaskan persipan terkait tindakan operasi yang
 Menjelaskan prosedur,
dilakukan kepada keluarga
termasuk sensasi yang
mungkin dialami oleh pasien - Pasien melakukan nafas dalam
kepada keluarga A : Masalah sebagian teratasi
 Menginformasikan
P : Lanjutkan intervensi
secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan
prognosi kepada keluarga

Jumat, 17 Juni 2022 Pencegahan infeksi S: -


Observasi: O:
34

19.30 wib  Memonitor tanda gejala - Tampak ada kemerahan pada luka, tidak ada
infeksi lokal dan sistemik pembengkkan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pus,
Terapeutik tidak ada gatal pada luka.
 Memberikan perawatan kulit - TTV TD; 140/70 Mmhg, HR;99x/m, RR;20x/m T; Hendra
pada daerah edema 360C
 Mencuci tangan sebelum - Dilakukan pembersihan luka sebelum dipindahkan
dan sesudah kontak dengan keruang recover room
pasien dan lingkungan - Petugas medis mencuci tangan sebelum dan sesudah
pasien kontak dengan pasien
Edukasi
 Menjelaskan tanda dan A: Masalah teratasi sebagian
gejala infeksi pada keluarga P: Lanjutkan Intervensi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


35

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Jumat, 17 Juni 2022 Pre Operatif S:
1. Mengidentifikasi skala nyeri dengan visual klien mengatakan tubuh dan kedau masih terasa
Pukul 20.00 WIB
analogue scale dan verbal rating scale nyeri skala nyeri 4 (sedang)
2. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal O:
3. Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan - Klien taampak meringis
tentang nyeri - Klien tidak mengetahui cara mengurangi
4. Memberikan teknik nonfarmakologi untuk rasa nyeri nonfarmakologi
mengurangi rasa nyeri dengan tarik nafas - Klien mampu mempraktekkan cara tarik
Hendra
dalam nafas dalam, klien dapat mengulangi cara
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk tarik nafas dalam
mengurangi rasa nyeri - Mampu mengalihkan pikiran dengan cara
cara pengalihan pikiran memikirkan hal yang menyenangkan
- TTV : TD; 140/90Mmhg, HR;99x/m,
RR;20x/m T; 360C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
DAFTAR ISI
FKU. Airlangga, 2015, Pedoman Keterampilan Medik 3, Airlangga University
Press, Surabaya: AUP
Gitarja W. S, 2017, Perawatan Luka, Yayasan Wocare Indonesia, Bogor .
Ikram Bauk, WOC (ET) N, 2017, Buku Konsep dan Pengalaman Klinis WOUND
CARE, edisi pertama, ISBN: 978-602-61797-0-8
Kartika.Ronald W, 2015, Jurnal Perawatan Luka Kronis dengan Modern
Dressing, CDK-230, Vol.42, No.7, Jakarta
Suryadi I.A, 2015, Jurnal Proses Penyembuhan dan Penaganan Luka, Bagian
/SMF Ilmu Bedah FKU Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Wijaya, I Made Sukma, 2018, Perawatan Luka Dengan Pendekatan Multidisiplin,
ANDI Offset, ISBN 978-979-29-6398-4, Yogyakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai