Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK


DENGAN MASALAH GANGGUAN PERTUKRAN GAS
DI RUANG HEMODIALISA

OLEH :
DANDI
2018.C10a.0929

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM
STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Dandi
NIM : 2018.C.10a.0928
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluandan Asuhan KeperawatanPada Pasien
Dengan Diagnosa Medis GGK ( Gagal Ginjal Kronik )Di
Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

RimbaAprianti,S.Kep.,Ners.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Diagnosa
Medis Gagal Ginjal Kronik”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK IV).
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 3 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik............................................................
2.1.1 Definisi....................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologii...................................................................................
2.1.3 Klasifikasi................................................................................................
2.1.4 Patofisiologi (WOC)................................................................................
2.1.5 Manifestasi Klinis....................................................................................
2.1.6 Komplikasi...............................................................................................
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
2.1.8 Penatalaksanaan Medis............................................................................
2.2 Konsep Gangguan Pertukaran Gas.............................................................
2.2.1 Pengertian................................................................................................
2.2.2 Klasifikasi................................................................................................
2.2.3Etiologi.....................................................................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................
2.3.1Pengkajian.................................................................................................
2.3.2Diagnosa Keperawatan.............................................................................
2.3.3 Intervensi.................................................................................................
2.3.4 Implementasi............................................................................................
2.3.5Evaluasi.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi) manusia.
Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh lagi, ginjal membuang zat-zat yang tidak diperlukan lagi
dan mengambil zat-zat yang masih diperlukan tubuh, ginjal juga bertugas mengatur
kadar air dan bahan lainnya di dalam tubuh ( Corwin, 2016).
Menurut world health organization (WHO), data hingga 2015 diperkirakan
tingkat presentase dari 2015 sampai 2011 ada sebanyak 36 juta warga dunia
meninggal akibat cronic kidneys disease (CKD). Lebih dari 26 juta orang dewasa di
Amerika atau sekitar 17 % dari populasi orang dewasa terkena CKD (Bomback and
Bakris, 2015). Indonesia termasuk pada tingkat gagal ginjal yang cukup tinggi,
sampai januari 2011 diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia
yang membutuhkan cangkok ginjal, menurut Persatuan Nefrologi Indonesia
(Pernefri, 2011).
Gagal ginjal kronik atau CKD di Indonesia terjadi 350 per 1 juta penduduk.
Terdapat sekitar 70.000 pasien dengan kasus gagal ginjal kronik atau CKD yang
memerlukan terapi hemodialisa, tapi hanya 10% dari 70.000kasus atau sekitar 7.000
pasien yang dapat melakukan terapi hemodialisa tersebut.
Menurut Musliha (2010) yang dikutip dari Barbara, Gagal ginjal kronik atau
CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang irreversible dan progresif, sehingga terjadi
penurunan fungsi ginjal sehingga tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit dan menimbulkan uremia. Gagal ginjal
kronik atau CKD merupakan suatu proses patofisiologis dengan berbagai penyebab
yang akan mengakibatkan fungsi nefron dalam tubuh menurun. Dimana proses ini
akan berakhir pada gagal ginjal stadium akhir atau CKD Stage V, sehingga ini
menyebabkan klien akan bergantung pada terapi fungsi ginjal (dialysis atau
transplantasi ginjal) guna menghindari terjadinya uremia (retensi urea dan
menumpuknya nitrogen lain di dalam darah).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Gagal Ginjal Kronis dan akut di ruang
Hemodilisa ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umun penyusunan dan penulisan laporan studi kasus adalah
untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Gagal Ginjal Kronis dan akut di ruang Hemodialisa.
1.3.2Tujuan khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.3 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medisGagal ginjal
kronik dan akut.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal
ginjal kronik dan akutdengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.6 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik
dan akut.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan
sumbangan pemikiran mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan
keperawatan dasar manusia pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal
kronik dan akut. Dalam melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting
adalah membina hubungan saling percaya dengan klien.

1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Bagi Puskesmas
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit untuk
dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pada klien
dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2.4 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan diagnosa medisgagal ginjal kronik dan akut.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik ( GGK )


1.2.1 Anatomi Fisiologi

Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu gangguan pada ginjal
ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung
lebih dari 3 bulan. (Suri, R. S. 2015).
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserbasi nefritis, obstruksi
saluran kemih, kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan pembnetukan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. (Baradero, 2010).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak
reversible). (Price & Wilson, 2013).
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (K/000/) Guideline Update tahun 2002, definisi penyakit gagal
ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal lebih dari tiga bulan berupa kelainan
struktur dinjal dapat atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus yang
ditandai dengan kelainan patologi, adanya pertanda kerusakan ginjal dapat berupa
kelainan laboratorium darah atau urine atau kelainan radiologi. LFG <60
ml/menit/1,73 m2 selama >3 bulan dapat disertai atau tanpa disertai kerusakan
ginjal.(Aziz, M. Farid, dkk, 2010).
1.2.2 Etiologi
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, pielonefritis,
hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kalianan
vascular, obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit
sistemik (diabetes), infeksi, obat-obatan, atau preparat toksik. Preparat lingkungan
dan okupasi yang telah menunjukkan mempunyai dampak dalam gagal ginjal
kronik termasuk timah, cadmium, merkuri, dan kromium. Pada akhirnya dialysis
atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menyelamatkan pasien. (Baughman,
2011).
Penyebab utama End-Stage Renal Disease (ESRD) adalah diabetes mellitus
32%, hipertensi 28%, dan glomerulonefritis 45%. Progresi gagal ginjal kronik
melewati empat tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal
ginjal, dan ESRD. (Baradero, 2012).

1.2.3 Manifestasi Klinis


Pasien akan menunjukkan beberapa tanda gejala, keparahan kondisi bergantung
pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1.2.3.1 Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulomonal, perikarditis. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada
ginjal mengerut (vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan
mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Pada akhirnya, dapat terjadi gangguan
fungsi ginjal. Apabila tidak segera teratasi dapat terjadi gagal ginjal terminal yang
hanya dapat ditangani dengan cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal.
(Dalimartha, 2014).
1.2.3.2 Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritis), serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif.
1.2.3.3 Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan
aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan
penghidu dan pengecap, parotitis atau stomatitis.
1.2.3.4 Perubahan neuromuscular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
letidakmampuan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
1.2.3.5 Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan.
1.2.3.6 Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
1.2.3.7 Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernapasan menjadi
Kussmaul, dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.

1.2.4 Patofisiologi & Pathway


Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2013)
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif yang ditandai dengan meningkatnya kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik). Tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Sampai
pada LFG kurang dari 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritis, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran napas, maupun infeki saluran cerna, gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi ang lebih
serius dan pasien sudah memerlukan terapi penggganti ginjal antara lain dialysis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1.2.4.1 Stadium I
Dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum
dan kadar BUN normal, penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya
dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
1.2.4.2 Stadium II
Dinamakan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25% dari normal. Kadar
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia
atau sering berkemih di malam hari samapi 700 ml dan poliuria (akibat
kegagalan pemekatan) mulai timbul.
1.2.4.3 Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau rusak, atau hanya 20.000 nefron saja ynag masih utuh.
Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkak dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh
yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom ure
Vesikuler
WOC
Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin

GFR Turun

GGK

Retensi Na B1 B2 B3 B4 B5 B6

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu Sindrom Uremia

Beban Jantung Naik


Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Perporasi Ospaleimia
Tek. Vena
pulmonalis Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
Asam Lambung Naik Pruritis
Suplai O2 kasar Timb. Asam
Kapiler paru naik turun Retensi air dan
Laktat natrium Iritasi Lambung Gangguan
integritas kulit
Edema Paru
Gangguan Perfusi -Fatigue
Jaringan Mual, muntah
-Nyeri sendi Kelebihan
Volume Cairan
Gangguan
pertukaran Gas Gangguan Nutrisi
Intoleransi Aktivitas
1.2.5 Stage Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan KDOQI
Pada tahun 2010, KDOQI menerbitkan klasifikasi tahapan penyakit gagal ginjal kronis,
sebagai berikut :
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Tahap 3: penurunan moderat pada GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Tahap 4: penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Tahap 5: Gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)

Pada tahap 1 dan tahap 2 penyakit ginjal kronis, GFR saja tidak dapat dilakukan
diagnosis. Tanda lain dari kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin atau kelainan pada studi pencitraan, juga harus ada dalam menetapkan diagnosis
tahap 1 dan tahap 2 penyakit ginjal kronis. Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 1-
3 umumnya asimtomatik, manifestasi klinis biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis
dini, pengobatan dan penyebab atau institusi tindakan pencegahan sekunder sangat penting
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hal ini dapat menunda, atau menghentikan
kemungkinan atau kemajuan gagal ginjal.

1.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk deteksi gangguan fungsi ginjal yaitu:
1.2.6.1 Urine rutin untuk deteksi gangguan pada ginjal dan saluran kencing.
1.2.6.2 Mikroalbumin untuk deteksi dini kebocoran pada glomerulus ginjal.
1.2.6.3Urea-N, Kreatinin, dan Cystatin-C merupakan penanda gangguan fungsi ginjal.
(Dalimartha, 2011).
1.2.6.4 BUN meningkat.
1.2.6.5 Natrium dan osmolalitas serum akan menurun bila terjadi hipovolemia sebagai akibat
dari kelebihan retensi air.

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:


1.2.6.6 Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
1.2.6.7 Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
1.2.6.8 Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
1.2.6.9 Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.
1.2.6.10 Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik, antara lain:
1.2.6.11 Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Diabetes melitus, infeksi traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,
hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b) Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer, proritus, uremic,
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c) Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).

1.2.7 Penatalaksanaan Medis


Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut Suwitra
(2013) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
Deraja LFG
Rencana Tatalaksana
t (ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsiginjal, memperkecil risiko
kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakitginjal kronik


berdasarkan tabel diatas adalah:
1.2.7.1 Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG
sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah
tidak banyak bermanfaat.
1.2.7.2 Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain,
gangguankeseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
1.2.7.3 Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat,
gangguan elektrolit (hipokalemia). Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah:
a. Pembatasan Asupan Protein
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
(Suwitra2014).
LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr
˃60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
nilai biologi tinggi
5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
protein nilai biologis tinggi /tambahan
0,3 g asam amino esensial / asam keton
˂60 (SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria ≤ 9 g
atau 0,3 g / kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton
Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein overload)
akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran
darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan
meningkattkan progresifitas pemburuan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein
juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu
berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perluuntuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memperkecil risiko
gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron.
Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambatenzim konverting angiotensin
(Angiotensin ConvertingEnzym/ ACE inhibitordapat memperlambat proses
perburukan fungsi ginjal.
1.2.7.4 Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyaki kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,
pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan
cairan dan gangguankeseimbangan elektrolit.
1.2.7.5 Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
a. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik.Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin. Penatalaksanaan
terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila
ditemukan. Pemberian eritropoipin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.Dalam
pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO
memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.Pemberian transfusi pada penyakit
ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat.Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi
ginjalsasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
b. Osteodistrofi renal
Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering
terjadi. Penatalaksanaan Osteodistrofi Renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormone Kalsitriol (1.25(OH)2D3).
Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian
pengikat fosfat dengan tujuan absorbsi fosfat disaluran cerna.Dialisis yang
dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalammengatasi
hiperfosfatemia.
1.2.7.6 Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut (Raharjo, et al. 2009). Proses dialisa menyebabkan pengeluaran
cairan dan sisa metabolisme dalam tubuh serta menjaga keseimbangan elektrolit
dan produk kimiawi dalam tubuh (Ignatavicius & Workman 2011). Hemodialisis
dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti kelebihan ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-zat
lain melalui membran semipermeabel. Pasien PGK menjalani proses hemodialisis
sebanyak dua sampai tiga kali seminggu dimana memerlukan waktu antara empat
sampai lima jam (Rahman, Kaunang, & Elim, 2016). Hemodialisis dipercaya dapat
meningkatkan survival atau bertahan hidup pasien PGK (Widianti, Hermayanti, &
Kurniawan, 2017).Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen
yang toksik dari dalam darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Aliran darah akan melewati tubulus
tersebut sementara cairan dialisat bersikulasi di sekitarnya. Pertukaran limbah dari
darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi membran semipermeabel tubulus
(Rosdiana 2011). Proses hemodialis dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di rumah
sakit dengan memerlukan waktu sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis
(Syamsir&Hadibroto2010).
1.2.8 Terapi Obat dan Implikasi Keperawatan
Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan. Perawatan difokuskan untuk meredakan
gejala, mencegah kemungkinan komplikasi, serta menghambat perkembangan penyakit
gagal ginjal kronis menjadi lebih parah. Langkah penanganan yang bisa dilakukan
dokter adalah dengan pemberian obat. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengendalikan
penyakit yang menyertai kondisi ginjal, sehingga penurunan fungsi ginjal tidak
bertambah buruk. Obat yang diberikan antara lain:
1.2.8.1 Obat hipertensi. Tekanan darah tinggi dapat menurunkan fungsi ginjal dan mengubah
komposisi elektrolit dalam tubuh. Bagi penderita GGK yang juga disertai hipertensi,
dokter dapat memberikan obat ACE inhibitor atau ARB misalnya Captopril yang
berfungsi untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung serta menangani penyakit
ginjal akibat diabetes.
1.2.8.2 Suplemen untuk anemia. Untuk mengatasi anemia pada penderita GGK adalah
suntikan hormon eritropoietin yang terkadang ditambah suplemen besi.
1.2.8.3 Obat diuretik. Obat ini dapat mengurangi penumpukan cairan pada bagian tubuh,
seperti tungkai. Contoh obat ini adalah furosemide. Efek samping yang mungkin
ditimbulkan adalah dehidrasi serta penurunan kadar kalium dan natrium dalam darah.
1.2.8.4 Suplemen kalsium dan vitamin D. Kedua suplemen ini diberikan untuk mencegah
kondisi tulang yang melemah dan berisiko mengalami patah tulang.
1.2.8.4 Obat kortikosteroid. Obat ini diberikan untuk penderita GGK karena penyakit
glomerulonefritis atau peradangan unit penyaringan dalam ginjal.

1.3 konsep Gangguan Pertukaran Gas


1.3.1 Definisi
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolar –kapiler yang menybabkan ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi, yang ditandai dispenea, PCO2 meningkat atau menurun,
PO2 menurun, takikardi, ph arteri meningkat atau menurun.
1.3.2 Etiologi
Gangguan pertukaran gas merupakan kelebihan atau kekurangan oksigen dan atau
eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler. Gangguan pertukaran gas
dapat menyebabkan oleh ketidak seimbangan ventilasi-perfusi maupun perubahan
membrane alveolus-kapiler.
1. sekresi yang bertahan
penyebab dari bersihan jalan nafas tidak efektif yang sering terjadi pada pasien Tb
paru adalah proses infeksi, hipersekresi mucus jalan napas dan sekresi yang
bertashan.
2. Merusakan membrane alveolus kapiler
Defuse gas pernapasan terjadi dimembran kapiler alveolar dan kecepaan dipusi
dipengaruhi oleh ketebalan membran. Peningkatan ketebalan membran merentangi
proses kecepatan dipusi karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu yang
lebih lama untuk melewati membrane tersebut.
1.3.3 Tanda dan gejala
1. Gas darah arteri abnormal
Gas darah arteri memungkinkan untuk mengukur ph (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigenasi kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa.
2. Ph arteri abnormal
Ph arteri dikatakan abnormal apabila
a. Ph tidak normal (asidosis atau alkalosis)
b. paCO2 di atas atau dibawah normal (35-45 mmHg)
c. paO2 diatas atau dibawah batas normal (80-100 mmHg)
d. HCO3 diatas atau dibawah batas normal (20-26 mEq/1)
e. Total CO2 diatas atau dibawah batas normal (21-27 mEq/1)
f. BE diatas atau dibawah batas normal (-2,5+2,5 mEq/1)
g. SPO2 diatas atau dibawah batas normal (95-98%)
3. Suara napas tambahan
Ronchi adalah bunyi kaduh yang dalam. Dan terdengar selama eksprirasi karena
adanya gerakan. Udaran melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi
napas.
a. Ronchi kering
Suatu bunyi tambahan yang terdengar kontiyu teruma waktu ekspirasi disertai
adanya mucus atau secret di bronkus.
b. Ronchi basah
Bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti
bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli
atau bronkiolus.

4. Perubahan frekuensi napas


Frekuensi pernapasan dapat diperhatikan ketika saat inspirasi dan ekspirasi
penuh. Frekuensi pernapasan bervariasi sesuai dengan usia dan kisaran frekuensi
normal akan menurun sesuai pada masa hidup. Factor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi pernapasan yaitu fisik, psikologis, sosiokultural dan lingkungan fisik
yang menentukanadanya perubahan pada bentuk dada.

5. Dispnea
Gangguan pernapasan baiasanya dapat menyebabkan difungsi ventilasi yang
menyebabkan gagalnya proses pertukaran oksigen terhadap karbondioksida di
dalam paru.

6. Sputum dalam jumlah berlebihan


Sputum terjadi karena adanya peradangan atau infeksi pada saluran pernapasan.
Secret mengandung bakteri mycobacterium tuberculosdis.

1.4 Konsep Dasar Hemodialisa


1.4.1 Pengertin
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit
akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2019).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun
lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-
permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi.
Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin
Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu
hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.

1.4.2 Indikasi
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna,
over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg
%, TKK : 5 ml/menit.
3. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi
sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika:
§ penderita kembali menjalani hidup normal
§ penderita kembali menjalani diet yang normal
§ jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§ tekanan darah normal
§ tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

1.4.3 Tujuan
1.Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

1.4.4 Peralatan Hemodelisa


1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
a) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses
vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing
akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru.
Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan
yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.Bagian-bagian dari
AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing
arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru
obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang
/kompartemen,yaitu:
Ø Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
Ø Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel. Dialiser mempunyai 4
lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar
masuk dialisat.
3. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air
ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan
dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the
Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session
hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.

4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat
asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low
calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu
dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair
(siap pakai).

5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan
mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya
kesalahan. Dan komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control
ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.

1.4.5 Proses Haemodialisa


Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa
hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu
masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian
kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft
dan central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan
apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang
badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi.
Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang
blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar
darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang
maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya
tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin
HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai
fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan
dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun –
racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.

1.4.6 Komplikasi Haemodialisa


1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.

3. Aitmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa


Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak kuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas
klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba
atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat
apa yang digunakan. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari
urine output sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait
hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat
tinggal, area lingkungan rumah.
2.1.1.1Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapatmempengaruhi sistem saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul. Pola
napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub
yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder
dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal
otot ventrikel. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkanadanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri
otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi,
gangguan ovulasi sampai amenorea. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin
< 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat
penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan
Di dapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis,
dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari hipertensi.
2.1.2 Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berpikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan
pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan untuk
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien.
2.1.3 Diagnosa Keperawatan
2.1.3.1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan saluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2.1.3.2 Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2.1.3.3 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
2.1.3.4 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
2.1.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
2.1.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria
No. Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan volume Tujuan: 1. Periksa tanda dan 1. Untuk mengetahui
cairan Setelah dilakukan gejala hipervolemia apakah klien
berhubungan asuhan keperawatan (mis. Ortopnea, mengalami
dengan penurunan selama 3x24 jam dispnea, edema, hipervolemia atau
haluran urin dan volume cairan JVP/CVP tidak.
retensi cairan dan seimbang. meningkat, refleks 2. Untuk memonitor
natrium Kriteria Hasil: hepatojugular berat badan klien
 Terbebas dari positif, suara nafas agar tetap ideal.
edema, efusi, tambahan). 3. Untuk mencegah
anasarka 2. Timbang berat badan terjadinya dehidrasi.
 Bunyi nafas setiap hari pada 4. Untuk membuang
bersih,tidak waktu yang sama. kelebihan garam dan
adanya dipsnea 3. Anjurkan melapor air dari dalam tubuh
 Memilihara jika haluaran urin melalui urin.
tekanan vena <0,5 mL/kg/jam
sentral, tekanan dalam 6 jam.
kapiler paru, 4. Kolaborasi
output jantung dan pemberian diuretik.
vital sign normal.

2. Perubahan pola Setelah dilakukan 1. Monitor pola napas 1. Untuk mengetahui


napas asuhan keperawatan (frekuensi, adanya peningkatan
berhubungan selama 3x24 jam kedalaman, usaha kerja nafas.
dengan nutrisi seimbang dan napas). 2. Untuk memudahkan
hiperventilasi adekuat. 2. Posisikan semi- klien untuk bernafas.
paru Kriteria Hasil: Fowler atau Fowler. 3. Untuk mengeluarkan
 Nafsu makan 3. Ajarkan teknik batuk secret yang
meningkat efektif. mengganggu jalan
 Tidak terjadi 4. Kolaborasi nafas.
penurunan BB pemberian 4. Untuk melancarkan
 Masukan nutrisi bronkodilator, pernapasan.
adekuat ekspektoran,

 Menghabiskan porsi mukolitik, jika perlu.

makan
 Hasil lab normal
(albumin, kalium)

3. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status 1. Untuk mengetahui


kurang dari asuhan keperawatan nutrisi. keadaan nutrisi klien.
kebutuhan tubuh selama 1x24 jam pola 2. Lakukan oral 2. Untuk meningkatkan
berhubungan nafas adekuat. hygiene sebelum kebersihan oral dan
dengan anoreksia Kriteria Hasil: makan, jika perlu. selera makan klien.
mual muntah  Peningkatan 3. Anjurkan posisi 3. Untuk memudahkan
ventilasi dan duduk, jika mampu. klien dalam menelan
oksigenasi yang 4. Kolaborasi dengan makanan.
adekuat ahli gizi untuk 4. Untuk
 Bebas dari tanda menentukan jumlah mengidentifikasi
tanda distress kalori dan jenis malnutrisi protein-
pernafasan nutrien yang protein. Khususnya
 Suara nafas yang dibutuhkan, jika bila BB kurang dari
bersih, tidak ada perlu. normal.
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
 Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
4. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Untuk mengetahui
jaringan asuhan keperawatan risiko gangguan riwayat kesehatan
berhubungan selama 3x24 jam sirkulasi (mis. klien.
dengan penurunan perfusi jaringan Diabetes, perokok, 2. Untuk mencegah
suplai O2 dan adekuat. orang tua, hipertensi, terjadinya penurunan
nutrisi ke jaringan Kriteria Hasil: dan kadar kolesterol perfusi oksigen ke
sekunder  Membra tinggi). jaringan.
n mukosa 2. Hindari pemasangan 3. Untuk mencegah
merah muda infus atau terjadinya gangguan
 Conjunc pengambilan darah perfusi jaringan.
tiva tidak diarea keterbatasan
anemis perfusi.
 Akral 3. Anjurkan berhenti
hangat merokok.
 TTV
dalam batas
normal.
 Tidak
ada edema
5. Intoleransi Tujuan: 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
aktivitas Setelah dilakukan gangguan fungsi penyebab kelelahan.
berhubungan asuhan keperawatan tubuh yang 2. Untuk memudahkan
dengan keletihan selama 3x24 jam mengakibatkan klien dalam
anemia, retensi volume cairan kelelahan. beristirahat.
produk sampah seimbang. 2. Sediakan 3. Untuk membantu
dan prosedur Kriteria Hasil: lingkungan nyaman klien dalam melatih
dialysis  Mampu dan rendah stimulus kemampuan ADL
melakukan (mis. cahaya, suara, secara bertahap.
aktivitas sehari- kunjungan). 4. Untuk memberikan
hari secara 3. Anjurkan energi yang cukup
mandiri. melakukan aktivitas sesuai dengan asupan
 Tanda- secara bertahap.
tanda vital 4. Kolaborasi dengan
normal. ahli gizi tentang
 Mampu cara meningkatkan
berpindah asupan makanan.
dengan atau
tanpa bantuan
alat.

2.1.5 Implementasi Keperawatan


Diagnosa
No Implementasi
Keperawatan
1. Kelebihan volume 1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.
cairan berhubungan Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
dengan penurunan hepatojugular positif, suara nafas tambahan).
haluran urin dan 2. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang
retensi cairan dan sama.
natrium 3. Menganjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam.
4. Mengkolaborasi pemberian diuretik.
2. Perubahan pola napas 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
berhubungan dengan napas).
hiperventilasi paru 2. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler.
3. Mengajarkan teknik batuk efektif.
4. Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Gangguan nutrisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi
kurang dari 2. Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
kebutuhan tubuh 3. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu.
berhubungan dengan 4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
anoreksia mual jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
muntah perlu.
4. Gangguan perfusi 1. Mengidentifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
jaringan berhubungan Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar
dengan penurunan kolesterol tinggi).
suplai O2 dan nutrisi 2. Menghindari pemasangan infus atau pengambilan darah
ke jaringan sekunder diarea keterbatasan perfusi.
3. Menganjurkan berhenti merokok.
5. Intoleransi aktivitas 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan mengakibatkan kelelahan.
keletihan anemia, 2. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
retensi produk (mis. cahaya, suara, kunjungan).
sampah dan prosedur 3. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
dialysis 4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.

2.1.6 Evaluasi Keperawatan


Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Menurut Craven dan Hirnle (2014) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon prilaku klien yang tampil. Penilaian  dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Tujuan umum :
1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Tujuan khusus :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2. Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
4. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
5. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

Manfaat Evaluasi Dalam Keperawatan :


1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses
keperawatan
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dandi


NIM : 2018.C 10a 0929
Ruang Praktik : Ruang Hemodialisa
Tanggal Praktik : 04 Oktober 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 04 Oktober/ 12.20 WIB

I. PENGKAJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Menteng X No 45
Tgl MRS : 04 Oktober 2021
Diagnosa Medis : GGK ( Gagal Ginjal Kronik )

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama/Alasan HD
Pasien mengatakan “sesak nafas”
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pada tanggal 04 Oktober 2021 dia dibawa keluarganya yaitu
(suaminya) langsung dibawa menuju ke ruang Hemodialisa (HD) karena pasien rutin
2x seminggu HD yaitu pada hari selasa dan jum’at pada pukul 12.20 wib untuk
melakukan HD rutin. Pasien mengeluh perutnya bengkak. Dan berat badan pre HD
54 kg.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien mengatakan bahwa sudah 3 tahun ini dia mempunyai riwayat penyakit
hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit gagal ginjal
kronik selain pasien. Pasien memiliki penyakit hipertensi sama halnya dengan ibunya
yang menderita tekanan darah tinggi.
5. Genogram Keluarga

Keterangan :
= Laki-laki = Meninggal laki-laki
= Perempuan = Meninggal Perempuan
= Hubungan Keluarga
= Klien = Tinggal serumah

C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pada saat pengkajian yang diambil tanggal 04 Oktober 2021, keadaaan umum
pasien, kesadaran Compos Mentis, pasien tampak lemah, posisi pasien semifowler,
bagian perut tampak bengkak, dan terpasang jarum fistula pada AV-Shunt di radialis
sinistra dan Femoralis Sinistra.

2. Kepala
Kemampuan bergerak bebas, bentuk kepala simetris, tidak ada nyeri lokasi, tidak ada
luka, tidak ada benjolan/oedema, kulit tampak bersih, distribusi rambut merata,
warna rambut hitam dan beruban.
3. Mata
Mata tampak simetris, kornea bening, sklera putih, konjungtiva merah muda tidak
ada peradangan, pasien tidak menggunakan kacamata dan alat bantu melihat lainnya.
4. Leher
Tidak ada kelainan, tidak ada massa, tidak ada benjolan dan tidak terdapat
pembesaran kelenjar tyroid, mobilitas leher bebas, tidak ada distensi vena jugularis.
5. Paru
Pada pemeriksaan sistem pernapasan (breathing) ditemukan hasil yaitu, bentuk dada
simetris, tidak ada batuk dan batuk darah disertai adanya sputum, tidak ada sianosis
dan nyeri dada, irama pernapasan teratur, tidak terdapat suara napas tambahan, suara
nafas vesikular dan tampak adanya retraksi dada.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
6. Abdomen
Terdapat pembengkakan atau penumpukan cairan (asites), lingkar perut 82 cm, perut
tampak kembung, mengkilat, tidak ada nyeri tekan, bising usus 28x/menit dan tidak
ada benjolan.
Masalah Keperawatan: Kelebihan Volume Cairan
7. Ekstremitas
Pada ekstermitas atas dan bawah tidak terjadi pembengkakan. Kekuatan otot
ekstermitas atas 5/5 dan bawah 5/5.
8. Integumen
Tidak ada nyeri lokasi, turgor kulit kurang, kulit tampak kasar, kehitaman
mengelupas, bersisik terutama pada bagian pergelangan kedua kaki dan adanya gatal.
Masalah Keperawatan:
D. POLA KEBUTUHAN DASAR

s
1. Pola makan/minum
Makan: 3x/hari pasien mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang di sediakan.
Jenis makanan: Nasi, tahu tempe, wortel, kentang, jagung, dan ikan. Minum: Pasien
minum ± 1500 ml/hari, jenis minuman air teh dan air mineral.
2. Pola istirahat
Istirahat siang : ±1 jam
Istirahat malam : ± 2 jam

3. Pola aktivitas
Pasien mengatakan aktivitasnya sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga,
kadang-kadang ia membantu anak dan suaminya. Tetapi sekarang untuk aktivitas
tertentu pasien masih dibantu oleh keluarga dan orang terdekat pasien.
4. Pola eliminasi urine/bowel
Pada pemeriksaan sistem eliminasi uri (bladder) ditemukan hasil yaitu, produksi
urine ± 150 ml/24 jam dengan output urine 4x/hari, warna urine kuning pekat dan
bau pesing (amoniak).
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir kering, gigi
lengkap, reflek mengunyah baik, tidak ada peradangan dan kemerahan pada gusi,
tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir lembab, tidak ada peradangan
pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum, tidak terdapat hemoroid, BAB
3x/hari dengan warna kecoklatan dan konsistensi feses lunak.
5. Personal hygiene
Dalam kebutuhan perawatan diri seperti mandi, makan dan minum, BAB, buang air
kecil pasien mampu melakukannya

E. Tanda-tanda Vital
1. Suhu/T : 36,50C ( ) Axilla ( ) Rektal ( ) Oral
2. Nadi/HR : 90 x/mnt
3. Pernapasan/RR : 24 x/mnt
4. Tekanan Darah/BP : 170/100 mmHg
5. BB pre HD : 55 kg
6. UF goal : 3.00 L
7. UF rate : 0,66 L/jam
8. Time : 4 jam
F. INTRA HD
1. Suhu/T : 36,5 0
C ( ) Axilla ( ) Rektal ( ) Oral
2. Nadi/HR : 90 x/mnt
3. Pernapasan/RR : 24 x/mnt
4. Tekanan Darah/BP : 160/90 mmHg
5. Keluhan selama HD : Pasien mengatakan tidak ada keluhan selama HD dan
pasien tidak mengetahui tentang cara mengatasi
kelebihan volume cairan.
Masalah keperawatan : -Kelebihan Volume cairan
- Gangguan integritas kulit
6. Nutrisi
a. Jenis makanan : Nasi, sayur dan ikan
Jumlah : 1 bungkus
b. Jenis minuman : Air putih
Jumlah : 500cc
7. Catatan Lain
Anjurkan pasien untuk tetap membatasi pemasukan cairan.

CATATAN OBSERVASI SELAMA PROSES HEMODIALISA


UF Blood
Jam Vital Sign Setting Mesin
Removed Pump
12.30 0,00 250 160/100 Time : 4,5 jam
13.00 0,22 250 162/90 UF Goal : 3.00 L
14.30 1,20 250 165/80 UF Rate : 0,66 L/h
15.00 1.99 250 168/90 Heparin : 5000 iu
15.30 2.87 250 172/90 (continue 3000 iu dan bolus
16.00 3.00 250 175/100 2000 iu)

Hasil LAB:
- PH : 7.43
- PCO2 : 35,9 mmHg
- BE -0,2 mmol/L

G. POST HD
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah dan pucat, posisi semi fowler, tingkat kesadaran pasien
composmentis, terpasang balutan kasa bekasjarum vistula di tangan sinistra.

2. Tanda-tanda Vital
a. Suhu/T : 36,50C
b. Nadi/HR : 80 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 25 x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 160/100 mmHg
e. BB post HD : 53 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 1000 cc
Masalah keperawatan :-Gangguan pertukaran gas
- kelebihan volume cairan

H. PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)


1. Obat-obatan yang disarankan/dibawa pulang
 Furosemid 40 mg tab 3x1
 Amlodipine 10 mg tab 3x1
 Valsartan 80 mg 3x1
2. Makanan/minuman yang dianjurkan (jumlah)
Makanan yang dianjurkan adalah makanan yang rendah kalium, tinggi protein, jenis
makanan seperti yang bertumis yang tidak terlalu banyak cairan/kuahnya. Minuman
yang di anjurkan air putih dengan jumlah 500cc/hari selama 24 jam dan harus
dibatasi untuk menghindari terjadinya penumpukan cairan yang berlebihan.
3. Rencana HD/Kontrol Selanjutnya
Rencana melakukan terapi HD seminggu 2x yaitu pada hari Selasa dan Jumat.
4. Catatan Lain
Anjurkan kepada pasien untuk mematuhi diet yang sudah disampaikan perawat atau
dokter.

I. DATA PENUNJANG :

ANALISIS DATA

Data Subyektif dan Data


Kemungkinan Penyebab Masalah
Obyektif
Ds : gangguan pertukaran
Klien mengatakan “ nafas Peningkatan volume darah ke b/d kemampuan difusi
terasa sesak”. paru paru menurun
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Dispneu edema
- Bibir kering
- Posisi semi fowler
- Rr: 24x/mnt,spo2: 95x/mnt kemampuan difusi paru
- PH: 7,43 menurun
- Pco2: 35,9 mmHg

hipoksia

sesak

gangguan pertukaran gas


DS:
Ny. S mengatakan bahwa Kerusakan fungsi ginjal Kelebihan Volume
perutnya bengkak Cairan
DO:
 Tampak terjadi Tidak mampu mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan
pembengkakan atau cairan serta elektrolit
penumpukan cairan
pada perut pasien Aliran darah ginjal menurun
 Lingkar Perut : 82 cm

 TTV: Retensi natrium

TD : 170/100 mmHg
N: 90x/menit
Kelebihan volume cairan
RR: 24x/menit
S: 36,50C
 Intake (minuman) 1500
ml/hari
 Output (urine) ± 150
ml/hari
Data Subyektif dan Data
Kemungkinan Penyebab Masalah
Obyektif
DS: Gagal Ginjal Kronik
Pasien mengatakan
dipergelangan kedua kakinya Sekresi protein terganggu Gangguan Integritas
Kulit
kehitaman dan kulit
mengelupas serta gatal-gatal”. Sindrom uremia
DO:
- Pasien tampak Perpospatemia
menggaruk-garuk .
- Kulit tampak kering dan Pruritus
mengelupas
- Kulit bersisik
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan Pertukaran gas b/d kemampuan difusi paru menurun


2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium, penurunan GFR ditandai dengan tampak terjadi pembengkakan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan sekresi protein terganggu dan sindrom
uremia ditandi dengan pasien tampak menggaruk-garuk kulit, tampak kering dan
mengelupas dan kulit bersisik.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. S
Ruang Rawat : HD
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah di lakukan tindakan 1. Buka jalan nafas pasien 1. Untuk
keperawatan selama 1x4 jam, mengurangi dispneu
pertukaran gas 2. Berikan posisi pasien senyaman
maka diharapkan tidak terjadi 2. Untuk
gangguan pertukaran gas. mungkin (semi fowler) memberikan jalan nafas pasien
Dengan kriteria hasil: 3. Untuk
3. Monitor status repirasi dan status
1) Tidak ada dyspnea pada mengetahui tindakan dan hasil yang
oksigen pasien akan dievaluasi keadaan pasien
saat bernafas
4. Untuk
4. Berikan kolaborasi pemberian
2) PaCO2 dalam batas normal mendukung pernapasan pasien
terapi o2 normal kembali
3) Saturasi batas normal
4) Pasien tampak tenang
Nama Pasien : Ny. S
Ruang Rawat : HD
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
2. Kelebihan Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor adanya edema ekstremitas 5. Curiga
keperawatan selama 1x4 jam,
volume cairan 2. Istirahatkan/anjurkan klien untuk gagal kongestif/kelebihan volume
maka diharapkan tidak terjadi
berhubungan kelebihan volume cairan tirah baring pada saat edema masih cairan.
sistemik. Dengan kriteria hasil:
dengan terjadi. 6. Menjaga
5) Asites berkurang (78-80
penurunan 3. Ukur tanda-tanda vital klien dalam keadaan tirah baring
cm)
volume urine, 4. Ukur intake dan output selama beberapa hari mungkin
6) BB kering (51-52 kg)
retensi cairan dan 5. Timbang berat badan. diperlukan untuk meningkatkan
7) Intake sesuai dengan
natrium, 6. Anjurkan pasien untuk membatasi dieresis yang bertujuan mengurangi
produksi urine (Balance)
penurunan GFR. mengkonsumsi cairannya. edema.
500 cc/24 jam
7. Kolaborasi HD 7. Supaya
UF G: 3.00 L kita mengetahui keadaan klien.
UF R : 0.66 L/h 8. Penurunan
UF Removed L2.87 curah jantung, mengakibatkan
QB: 250 ml/min gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan urine
output.
9. Perubahan
tiba-tiba dari berat badan
menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
10. Menjaga
agar keseimbangan antara intake dan
output karena dapat mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal.

Nama Pasien : Tn.S


Ruang Rawat : HD
Diagnosa
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
3. 3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji penyebab gatal-gatal 1. Untuk mengetahui tindakan
keperawatan dalam waktu 1x4
Integritas Kulit selanjutnya
jam tidak terjadi kerusakan
berhubungan intgritas kulit dengan Kriteria 2. Anjurkan klien untuk menggunakan 2. Pelembab kulit seperti body lotion
Evaluasi:
dengan sekresi pelembab kulit, misalnya body lotion dapat mempertahankan kelembaban
1) Gatal-gatal berkurang
protein terganggu kulit agar tidak kering
2) Pecah dan erosi kulit tidak
3. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
dan sindrom 3. Supaya tidak terjadi luka pada kulit
ada akibat garukan
kuku dan memotong kuku jika panjang
uremia pasien saat pasien mengaruk bagian
3) Kulit lembab
kulit yang gatal
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda Tangan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan Nama
Perawat
Diagnosa 1
Senin, 04 Oktober 1. Mebuka jalan nafas Jam 16.15 Wib
2021
pasien S : Pasien mengatakan “mulai nyaman menarik nafas”
12.30 wib 2. memberikan posisi O:
pasien senyaman mungkin (semi fowler) - Posisi pasien semi fowler
15.00 wib
3. memonitor status - Pasien tampak tenang
repirasi dan status oksigen pasien - Tidak pucat (bibir tampak lembab)
4. memberikan kolaborasi - Nadi/HR : 86 x/mnt Dandi
pemberian terapi o2 (sungkup 5ltr/mnt) - Pernapasan/RR : 21 x/mnt
 PH: 7,43
 Pco2: 35,9 mmHg

A : Masalah gangguan pertukaran gas teratasi sebagian

P : HD Ulang pada Tanggal 9 oktober 2021


- Pertahankan Posisi pasien semi fowler
- pemberian terapi o2 (nasal kanul 3ltr/mnt)
- monitor status respirasi dan RR

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda Tangan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan Nama
Perawat
Diagnosa 2 1. Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring
Senin, 04 Oktober 2021 Jam 16.15 Wib
pada saat edema masih terjadi.
12.20 Wib S: Pasien mengatakan “perut saya bengkaknya
2. Monitor adanya edema berkurang berkurang”
12.25 Wib
3. Ukur tanda-tanda vital
O: - Pasien masih tampak lemah
4. Ukur intake dan output - Bengkak perut pasien berkurang
12.30 Wib
5. Timbang berat badan pre HD dan Post HD - LP : 82 cm
12.40 wib 6. Anjurkan pasien untuk membatasi - BB Pre HD: 54 Kg, BB Post HD : 52 Kg Dandi
mengkonsumsi cairannya dari ±1500 jadi ±500 - Intake : 400 ml output: 800 ml
12.45 wib
perhari A: Masalah kelebihan volume cairan belum
teratasi
7. Kolaborasi HD
13.00 Wib UF G: 3.00 L P: HD Ulang pada Tanggal 21 september 2020
- Pasien membatasi cairan Intake+Output
UF R : 0.66 L/h
500cc/24 jam
UF Removed L2.87
- Pasien untuk rutin HD setiap 2x seminggu
QB: 250 ml/min
Tanda Tangan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan Nama
Perawat
Diagnosa 3
Senin, 04 Oktober 1. Melakukan Jam 16.15 Wib
2021
pemberian pelembab kulit yaitu Body Lotion untuk S : Pasien mengatakan “gatal-gatal pada kedua kakinya
12.30 wib mencegah kulit kering pada Tn.S berkurang”
2. Memotong kuku O:
15.00 wib
pasien yang panjang dan menjaga kebersihan kuku - Kulit tampak lembab
Tn.S untuk mencegah terjadinya luka atau infeksi - Kulit kehitaman dan pecah-pecah
jika pasien mengaruk tempat kulit yang gatal - Pasien mengaruk kakinya Dandi
3. Anjurkan pasien A : Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi
untuk menjaga kebersihan kuku dan memotong
kuku jika panjang. P : HD Ulang pada Tanggal 04 Oktober 2021
- Klien menggunakan pelembab kulit,
misalnya body lotion
https://www.nsnita.com/2012/01/eval
DAFTAR PUSTAKA uasi-dalam-keperawatan.html
https://www.jevuska.com/2012/10/27/
Rahman, M., Kaunang, T., & Elim, C. gagal-ginjal-kronik-atau-ckd/
(2016). Hubungan antara lama
menjalani hemodialisis dengan
kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisis
RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado.
e-CliniC, 4(1).

Widianti, A. T., Hermayanti, Y., &


Kurniawan, T. (2017). Pengaruh
latihan kekuatan terhadap restless legs
syndrome pasien hemodialisis. Jurnal
KeperawatanPadjadjaran, 5(1), 47-
56.

Nurarif. A. H. Dan Kusuma. H. (2015).


APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Suri, R.S. 2015. Update of the KDOQI


clinical practice guideline for hemodialysis
a. informasi yang luas seputar
adequacy. hemodialisa dan dampaknya serta
Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan perawatan pasien hemodialis
Pelayanan Medik: Model Interdisiplin
Penatalaksanaan Kanker Serviks
dengan Gangguan Ginjal. Jakarta:
EGC.
Herdinan, Heather T. Diagnosis
Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
2012.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.
Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and
Management. USA : Oxford
University Press. 2010

Anda mungkin juga menyukai