Oleh :
Nama : Yulia Aisyah Nuribu, S.Kep
NIM : 212311101110
Kelompok : D3
Pembimbing : Ns. Ruris Haristiani, S.Kep., M.Kes
i
LAPORAN PENDAHULUAN (ANEMIA)
Oleh :
Yulia Aisyah Nuribu, S.Kep
NIM 212311101110
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat,
volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh kekurangan
suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang mengarah pada
abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh (Joyce & Jane,
2014). Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin
serta nilai eritrosit yang tidak normal.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2
ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah
dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin
(Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa,
batas normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :
4
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel
darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh.
Darah merupakan cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi transportasi
oksigen, karbohidrat dan metabolik, mengatur keseimbangan asam dan basa, mengatur
suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi
panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, pengaturan hormon dengan
membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke sasaran. Darah adalah cairan yang berwarna
merah tergantung dengan kadar oksigen dan karbon dioksida yang ada didalamnya. Darah
berada dalam tubuh karena kerja pompa jantung. Darah bersifat cair apabila berada di
dalam pembuluh darah, dan apabila berada diluar pembuluh darah akan membeku
(Syaifuddin. 2010). Karakteristik Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya
(elemen pembentuknya) tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih
berat dan lebih kental dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067 dengan
temperatur 380C dan PH 7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah
tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada
tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah
padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan
atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-beda. Tergantung
kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa pada
tubuh. Di dalam darah terdapat beberapa sel diantaranya adalah:
5
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah eritrosit pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Sel darah
merah berbentuk Bikonkaf, dan warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb).
Fungsi dari sel darah merah sendiri untuk mengikat Oksigen. Sehingga kadar Hb yang
dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Usia eritrosit didalam tubuh
manusia sekitar 120 hari. Lalu sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Sehinnga
hemoglobin dirombak, kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
6
c. Trombosit (Keping Darah)
Trombosit dapat juga disebut sebagai sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang
dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali
faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor).
Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka
orang tersebut biasanya mengalami gangguan Hemofili.
1.3. Epidemiologi
Anemia merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang sering dijumpai
diseluruh dunia, terutama dinegara berkembang seperti indonesia. Penduduk dunia yang
mengalami anemia berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar orang dengan sebagian besar
diantaranya tinggal pada daerah yang tropis. Prevalensi anemia secara global sekitar 51%
(suryani dkk, 2015). Terdapat 1,62 miliyar penduduk dunia mengalami anemia (24,8%)
dengan prevalensi tertinggi terdapat di Asia Tenggara, Afrika Tenggara, dan Afrika Barat.
Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara berkembang menderita anemia
defisiensi zat besi dengan 41% diantaranya wanita tidak hamil. Sedangkan prevalensi
anemia di India menunjukkan angka kejadian anemia pada remaja putri sebesar 45%.
Prevalensi anemia di Indonesia sendiri masih terbilang cukup tinggi (Fakhidah & Putri,
2016). Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada
semua kelompok umur adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih
tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat
tinggal menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki risisko lebih
tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan (20,60%) (Priyanto 2018). Prevalensi
anemia di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. berdasarkan data
Riskesdas tahun 2007, prevalensi anemia sebesar 11,9%. Di Indonesia salah satu penyebab
dari terjadinya anemia itu sendiri karena penggunaan pestisida. Pestisida merupakan bahan
yang digunakan secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian tau perkebunan,
kehutanan, perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud, 2016).
7
1.4. Etiologi
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi 4 yaitu (Black J &
Hawks J, 2014) :
A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit
1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau destruksi sel induk
di dalam sumsum tulang yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit, leukosit
dan trombosit (pansitopenia). Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata
pada selularitas.
2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi
spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang
di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi
hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga
sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit
granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel
memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia,
leukopenia atau trombositopenia.
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena kelainan
maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan prekursor eritroid
membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J & Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12.
8
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia
defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi
normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk
menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel
tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein
transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa
normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah
sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal,
infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini
disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju
eritrosit yang sedang berkembang. Han ini menyebabkan kegagalan hemoglobinisasi
dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln
sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan
hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang
hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah
gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit
hipokrom makrositik.
B. Anemia Akibat Kehilangan Darah
1. Kehilangan darah akut
Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari kompartemen
vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase pendarahan akut, nilai darah
meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematorik adalah normal, karena jumlah
yang hilang seimbang. Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air dan
elektrolit oleh ginjal untuk memulihkan volume darah.
2. Kehilangan darah kronik
Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia eritroid sumsum
tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini berlangsung hingga cadangan besi
habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat. Oleh
9
karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik merupakan
anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut.
C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat
dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik disebabkan oleh peningkatan
kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan sumsum tulang
dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat menyebabkan
terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan meningkat dari
angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi
15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak mampu
mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi. 2018).
D. Anemia hemolitik diperantarai imun
1. Anemia hemolitik autoimun adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan
hemolisis yang terjadi akibat adanya autoantibodi, dengan spesififitas terhadap
antigen golongan darah. Terikatnya autoantibodi pada membram eritrosit dapat
terjadi secara maksimal pada suhu tubuh (37℃, antibodi hangat) atau pada 4℃
(antibodi dingin).
2. Anemia hemolitik isoimun adalah anemia yang setiap eritrositnya mengalami lisis
akibat aktivitas antibodi individu pada tranfusi darah (eritrosit donor yang tidak
cocok dilisinya oleh antibodi di dalam plasma resipien) maupun pada penyakit
hemolisis bayi baru lahir (eritrisot janinnya dilisis oleh antibodi maternal yang telah
melewati plasenta).
1.5. Klasifikasi
Anemia diklasifikasikan menjadi dua golongan, diantaranya yaitu:
1. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (Black J & Hawks J, 2014):
a. Penurunan produksi sel darah merah
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak
mencukupi. Usia sel darah merah pada umumnya 120 hari dan jumlah sel darah
merah harus dipertahankan. Zat yang dibutuhkan oleh sumsum tulang untuk
pembentukan hemoglobin antara lain yaitu vitamin (B12, B6, C, E, asam folat
tiamin, riboflavin, asam pantotenat), protein, dan hormon (eritropoetin, androgen
10
dan tiroksin). Prosuksi sel darah merah dapat terganggu karena pencernaan yang
tidak berfungsi dengan baik (malabsorpsi) atau kelainan lambung sehingga zat gizi
penting tidak dapat diserap (Sudargo & Hidayati. 2018).
b. Peningkatan kecepatan penghancuran darah (hemolisis)
c. Kehilangan darah
Pada wanita dewasa biasanya kehilangan darah dalam jumlah banyak terjadi karena
menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan zat besi 1 mg/hari pada
perempuan, sedangkan wanita hamil (aterm) sekitar 900mg zat besi dibutuhkan oleh
janin dan plasenta yang diperoleh dari ibu hamil serta pendarahan waktu partus
merupakan penyebab anemia paling sering pada masa ini (Sudargo & Hidayati.
2018).
2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi
Berdasarkan gambaran morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Anemia Normositik Normokromik
Anemia normositik normokromik disebabkan karena terjadi pendarahan akut,
hemolisis dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi
penurunan jumlah eritrosit dan tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin dengan indeks eritrositnya yaitu (MCV 80-95fl, MCH 27-34 PG).
b. Anemia Makrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih besar dari nilai normal dan
hiperkromik karena konsentrasi hemoglobin lebih normal (indeks eritrosit:
MCV>95fl). Biasanya ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin
B12, asam folat), serta ditemukan pada anemia mikrositik non-megaloblastik
(penyakit hari dan myelodisplasia).
c. Anemia Mikrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih kecil dari nilai normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari nilai normal (indeks
eritrosit: MCV<80fl, MCH<27 pg). Biasanya terdapat penyebab dari terjadinya
anemia mikrositik hipokromik, yaitu:
1. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi
2. Berkurangnya Sintesis Globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati
3. Berkurangnya Sintesis Heme: Anemia Sideroblastik
11
1.6. Patofisiologi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau rendahnya
jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan
meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia jaringan dengan
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, meningkatkan curah jantung dengan
meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan
yang membutuhkan sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta
menggeser kurva disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah
pelepaan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks J,
2014)
12
1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
1. Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan
menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV ini salah satu indikator kekurangan zat besi yang spesiflk
setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
13
anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW salah satu manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW
adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan
eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
f. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa
tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap
lanjut kekurangan besi eritropoesis, dan naik secara perlahan setelah serangan
kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,
sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu. EP secara
umum dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
g. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum ini peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum
karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik
h. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersamaan dengan besi serum.
Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara
pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. Transferrin
Saturation (Jenuh Transferin) adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi
yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun
i. Serum Feritin
Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin
dalam sel-sel retikulum. Karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi
retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit
dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
14
j. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat
besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai
diagnostik untuk kekurangan zat besi. pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi
lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan
rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi
yang bisa diikat secara khusus oleh plasma
1.9. Penatalaksanaan Medis
Terapi Farmakologi
1. Pemberian preparat zat besi seperti sulfas ferosus(dosis : 3x 200 mg)
ferro glukonal 3x 200 mg per hari atau bisa diberikan obat per orall 250 mg Fe (dosis :
3 mg/ kg BB)
2. Iron dextran mengandung Fe 50 mg/ml dengan IM, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari.
3. Pemberian Vitamin C (dosis 3x 100 mg/hari)
4. Hydroxycobalamin IM 200 mg/hari atau 1000 mg diberikan setiap minggu selama 7
minggu.
5. Pemberian Vitamin B12 oral.
6. Asam folat 0.1-5 mg setiap hari.
7. Pemberian kortikosteroid
8. Transplantasi sum-sum tulang
9. Tranfusi darah
1. Terapi Non Farmakologi
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen
Diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah mengalami penurunan
mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan mengurangi beban
jantung karena rendahnya kadar HB
2. Eritripoetin
15
Injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia kronik, karena
obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah. supaya terapi ini
efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang normal dan asupan
nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi
Zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau pada saat kebutuhan
tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian per oral ini dilakukan
karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya obat yang digunakan yaitu
fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325 mg dosis dengan melalui
oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat besi dengan vitamin C akan
membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya menerima suplementasi zat besi
selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh. efek samping dari hal tersebut
biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah
Terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi dan beberapa prosedur
bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah yang didapatkan dari
orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang diinfuskan kembali daru
tubuh pasien sendiri disebut autolog.
16
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI
A. Identitas Pasien
Anemia lebih sering terjadi pada umur 14-15 tahun (WHO 2011), sedangkan menurut
jenis kelamin Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia pada
perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%), prevalensi anemia
berdasarkan lokasi tempat tinggal (alamat) menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal
di pedesaan memiliki risisko lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
(20,60%) (Priyanto 2018, pendidikan, pekerjaan yang beresiko terjadinya anemia salah
satunya yaitu penggunaan pestisida, karena pestisida merupakan bahan yang digunakan
secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian atau perkebunan, kehutanan,
perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud. 2016).
B. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medis
Diagnosa medis Anemia.
2. Keluhan utama
Pada klien dengan anemia biasanya keluhan yang paling khas adalah pusing, pucat,
kelelahan dan kelemahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama pasien
dengan menggunakan metode PQRST.
P (paliatif/profokatif) : sesuatu yang membuat keluhan menjadi berat atau ringan
Q (quality) : bagaimana keluhan yang dirasakan (pada anemia, klien bisanya
merasakan lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa)
R (Ronsil) : tempat keluhan dirasakan (biasanya pasien mengeluhkan mula,
muntah)
S (scale) : seberapa besar keluhan dirasakan
T (timing) : kapan keluhan dirasakan
17
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat keluarga yang dikaji adalah riwayat dari anggota yang memiliki penyakit
sama seperti klien, penyakit menular seperti TBC, penyakit keturunan seperti DM,
Hipertensi, jantung dan asma. Jika ada riwayat penyakit keturunan selanjutnya dibuat
genogram.
C. Pola Fungsingonal
1. Pola persepsepsi kesehatan dan management kesehatan
Pada klien dengan anemia menggambarkan pola pikir kesehatan klien, keadaan sehat
dan bagaimana memeliharaan kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang
status dan riwayat kesehatan, hubungan dengan aktiv dan rencana yang akan datang
serta usaha-usaha preventif yang dilakukan klien untuk menjaga kesehatannya.
2. Pola nutrisi metabolik
a. Makan
Pada klien dengan anemia dikaji tentang frekuensi makan, jenis diet, porsi makan,
riwayat alergi terhadap suatu jenis makanan tertentu. Bisanya mengalami
penurunan nafsu makan karena badan yang terasa lemas.
b. Minum
Pada klien dengan anemia dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari dan
tidak ada perubahan pada pola minum pada klien.
c. Pola eliminasi
Pada klien dengan anemia meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya,
konsisten, frekuensi dan bau baik sebelum masuk kerumahan sakit atau saat masuk
rumah sakit. klien anemia tidak mengalami perubahan dalam pola eliminasinya.
d. Pola aktivitas
Pada klien dengan anemia dikaji tentang kegiatan dalam pekerjaan, mobilisasi, ola
raga, kegiatan diwaktu luang dan apakah keluhan yang dirasakan klien
mengganggu aktivitas klien tersebut. Aktivitas pada klien anemia biasanya
terganggu karena pola istirahat yang tidak teratur, keletihan atau kelemahan yang
dialami klien.
e. Pola istirahat tidur
Pada klien dengan anemia waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada
kesulitan dalam tidur. Dan biasanya pola tidurnya sering terganggu pada malam
18
hari dan pasien merasakan gelisah akan kondisinya atau kare pola aktivitas pada
saat pagi hari.
f. Pola kognitif dan perseptual
Pada klien dengan anemia penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan,
kemampuan bahasa, kemampuan membuat keputusan, ingatan, ketidaknyamanan
dan kenyamanan. pada klien anemia poal kognitif tidak terlalu terganggu, akan
tetapi kemampuan dalam mengambil keputusan tidak seperti biasanya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pada klien dengan anemia menggambarkan bahwa body image, identitas diri, harga
diri, peran diri, ideal diri dan klien dengan riwayat penyakit anemia itu biasanya
menginginkan kesmbuhan supaya dapat beraktivitas kembali seperti biasanya
h. Pola peran hubungan sosial
Pada klien dengan anemia menggambarkan pola hubungan keluarga dan
masyarakat, masalah keluarga dan masyarakat, peran dan tanggung jawab dalam
keseharian akan terganggua karena keadaan yang lemah dan tidak bisa beraktivitas
seperti biasanya.
i. Pola koping toleransi stres
Pada klien dengan anemia koping yang didapatkan klien biasanya dukungan dari
keluarga dan kedekatan keluarga kepada klien.
j. Pola seksual dan reproduksi
Pada klien dengan anemia meliputi hubungan klien dengan keluarga (orang tua),
mempunya berapa saudara dan termasuk anak keberapa. Hubungan keluarga dan
klien bisanya lebih dekat karena keadaan klien yang membutuhkan kehadiran
keluarga.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pada klien dengan anemia aktivitas dalam beribadah sedikit terganggua karena
klien mengalami lemas.
D. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Kepala
Inspeksi :
19
Kepala tampak simetris, rambut berwarna hitam dan berubah, persebaran rambut
merata, tampak klien mengalami alopesia pada bagian depan, tidak tampak
benjolan dan jejas pada kepala, ekpresi klien tampak tidak nyaman dengan kondisi.
Palpasi :
Tidak teraba massa dan nyeri tekan.
b. Mata
Inspeksi :
Konjungtiva anemis, sklera ikterik, tidak pakai kacamata, Pupil isokor,bulu mata
melengkung keluar,warna hitam dan persebaran merata, bagian kelopak dalam
mata bersih, mata simetris, iris berwarna hitam, reflek cahaya (+), penggunaan alat
bantu (-), alis kanan kiri simetris, tebal dan persebaran merata,
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
c. Telinga
Inspeksi :
Kedua telingan simetris, tidak terlihat keluarnya serumen pada kedua telinga, tidak
terdapat jejas dan benjolan pada kedua telinganya
Palpasi :
Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan telinga
d. Hidung
Inspeksi :
Hidung terlihat simetris, tidak terlihat keluar lendir pada hidung, dari kedua lubang
hidung tidak tampak kotoran, tidak tampak cuping hidung.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba benjolan klien.
e. Mulut
Inspeksi:
Klien tidak menggunakan gigi palsu, lidah tampak kotor, gigi tampak kotor,
mukosa bibir tampak kering.
f. Leher
Inspeksi:
Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak jejas dan massa.
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan pada leher.
20
g. Dada
Jantung:
Inspeksi :
Dada terlihat simetris , tidak tampak massa, tidak tampak ictus cordis.
Palpasi :
Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, teraba ictus cordis.
Perkusi :
Pekak pada batas jantung.
Auskultasi :
Terdengar S1 dan S2 normal.
Paru:
Inspeksi ;
Dada terlihat simetris,pengembangan dada simetris .
Palpasi ;
Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus normal.
Perkusi :
Sonor pada lapang paru.
Auskultasi ;
Tersengar vesikuler
Payudarah dan ketiak
Inspeksi :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak tampak benjolan.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
h. Abdomen
Inspeksi: perut tampak datar, tidak tampak jejas dan benjolan, terdapat nyeri bagian
abdomen terasa terisrisiris karena mual muntah
Askultasi :
Bising usus 16x/menit.
Palpasi :
Terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak teraba hepatomegaly.
Perkusi :
Timpani pada batas lambung.
i. Genetalia dan Anus
21
Inspeksi :
Tidak menggunakan alat bantu apapun
j. Ekstremitas
Inspeksi :
Pasien tampak lemah dan mengurangi aktivitas.
Palpasi :
Penderita anemia umumnya tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada krepitasi pada
kedua tangan.
k. Kulit dan kuku
Kulit : kulit pucat, turgor kulit kering, kulit dingin terutama pada tangan dan kaki,
luka (-), kemerahan (-)
Kuku : CRT < 3 detik, warna kuku pucat.
l. Keadaan lokal
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit
khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan.
b. Kultur
Kultul dan uji resistensi apabila diperlukan.
c. Terapi
NO. NAMA DOSIS WAKTU KEGUNAAN
OBAT
1. Ranitidine 25 2x1 Untuk mengobati maag dan
mg/2 (06:00/ asam lambung
ml 18:00)
22
3. Triofusin 500 Untuk memperoleh energi
ml/ yang di butuhkan dengan
24 jam nutrisi parenteral total dan
persial.
4. Sukralfat p500 3x1 Digunakan untuk mengobati
tukak usus halus
mg
duodenum,tukak
lambung
2.3 Intervensi
No. Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI) Paraf
(SDKI)
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi YULIA
tidak efektif (D. keperawatan selama 3x24 jam, (I.02079)
009) maka perfusi perifer meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer
Perfusi Perifer (L.02011) (mis. nadi perifer, edema,
23
5. Turgor kulit membaik hipertensi dan kadar koleterol
tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstermitas
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ektermitas dengan
keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area cidera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
9. Lakukan hidrasi
Edukasi
10. Anjurkan berhenti merokok
11. Anjurkan berolahraga rutin
12. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari kulit
terbakar
13. Anjurkan minum obat
penurun tekana darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
15. Anjurkan menghindari
pengunaan obat penyekat beta
24
16. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vascular
18. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki sirkulasi
(mis. rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega 3)
19. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus di
laporkan (mis. rasa sakit yang
tidak hilangsaat itirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
2. Defisit nutrisi (D. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119) YULIA
0019) keperawatan selama 3x24 jam,
Observasi
maka status nutrisi membaik
dengan 1. Tindakan status nutrisi
Terapeutik
25
8. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
Kolaborasi
meningkat dengan
1. Identifikasi defisit aktivitas
Kriteria hasil :
Toleransi Aktivitas 2. Identifikasi kemampuan
(L.05047) berpatisipasi dalam aktivitas
1.Frekuensi nadi meningkat tertentu
26
meningkat
6. Keluhan lelah menurun 6. Monitor respon emosional,
6. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
27
9. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1.Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial, spiritual,
dan kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
Kolaborasi
28
1. Dispnea yang dialami klien 3. Monitor adanya sumbatan
menurun jalan napas
8. Informasikan hasil
pemantauan
29
6. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain, atau aktivitas lainnya
7. Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
8. Ajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis. kelalahan, sesak
napas saat aktivitas)
9. Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
kemampuan
6. Risiko Jatuh (D. Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh YULIA
0143) keperawatan selama 3x24 jam,
( I.14540)
maka tingkat jatuh menurun
dengan Observasi
Kriteria hasil : 1. Identifikasi faktor jatuh
Tingkat Jatuh (L.14138) (mis. usia >65 tahun,
1. Jatuh dari tempat tidur penurunan tingkat kesadaran,
menurun gangguan keseimbangan)
2. Jatuh saat berdiri menurun 2. Identifikasi risiko jatuh
3. Jatuh saat duduk menurun setidaknya sekali setiap shift
4. Jatuh saat berjalan menurun atau sesuai dengan kebijakan
3. Identifikasi faktor
5. Jatuh saat dipindahkan
menurun lingkungan yang
30
6. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
7. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalm
kondisi terkunci
8. Pasang handrall tempat tidur
9. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
10. Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
11. Gunakan alat bantu
berjalan mis. kursi roda,
walker)
12. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
13. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
14. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
15. Anjurkan berkosentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
16. Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat
7. Risiko infeksi (D. Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi (I. YULIA
0142) keperawatan selama 3x24 jam, 14539)
maka tingkat infeksi menurun
dengan Observasi
Kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala
Tingkat Infeksi (L.14137) infeksi lokal dan sistemik
1. Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat 2. Batasi jumlah pengunjung
31
2. Kebersihan badan 3. Berika perawatan kulit pada
meningkat area edema
3. Nafsu makan meningkat 4. Cuci tangan sebelum dan
4. Demam menurun sesudah kontak dengan pasien
32
BAB 3. PATHWAYS
Agen neoplastik
Radiasi
Obat-obatan
Infeksi
- Bahan kimia
Gangguan Hemapoetik
Arwin N. M, Suyud. 2016. Pajanan Pestisida dan Kejadian Anemia Pada Petani Holistik Di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. BKM Journal Of Community Medicine And
Public Healt Vol 32 No 7
Astutik R.Y, Ertiana D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka Abadi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Priyanto L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada Dengan Anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 2
Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015). Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11– 18.
Tarwoto. 2010. Buku Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
TIM
34
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ANEMIA
Oleh
NIM 212311101110
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T DENGAN ANEMIA
2.1 KASUS
I. Identitas Klien
Nama : Ny. T No. RM :-
Tanggal Lahir :-
Umur : 63 Tahun Pekerjaan : tidak bekerja
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : kawin
Agama : Islam Tanggal MRS : 25-11-19
Pendidikan : SD Tanggal Pengkajian : 26-11-19
/07.00 WIB
Alamat : Benteng
Sumber Informasi : primer dan sekunder
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama
dengan yang klien derita saat ini,dan penyakit keturunan seperti Diabetes
Mellitus, Hipertensi dan Asma..
Genogram:
Tn. T Ny. T
An. T
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
: Anak kandung
: Pasien
: Tinggal serumah
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan tidak mengetahui apa penyakitnya dan klien pasrah
dengan kondisi fisiknya. Klien mengatakan setiap hari klien hanya duduk di
depan TV.
Interpretasi: klien mengalami ketidakefektifan manajemen kesehatan
2. Pola nutrisi/metabolik
- Antropometri
BB : tidak terkaji
TB : tidak terkaji
IMT : BB (Kg) / TB2 (meter) = 26
Kategori :
Interpretasi : -
- Biomedical Sign
Hb : 3,79 g/ DL
Ht : 11,3
Trombosit : 230.000 sel/mm3
- Clinical Sign
Klien mengalami penurunan nafsu makan karena badan yang terasa
lemas
•
BAB
Jumlah :-
Warna : Belum BAB
Bau : Belum BAB
Karakter :-
BJ :-
Alat Bantu :
Kemandirian : Dibantu
Lain :
4. Pola aktivitas & latihan
Pasien mengatakan saat sakit merasakan terganggu untuk melakukan
aktivitas atau latihan karena merasa letih dan lemas hanya berbaring di
tempat tidur.
Makan/minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ ROM √
Keterangan:
0 = mandiri
1= dibantu sebagian oleh alat
2= dibantu sebagian oleh orang
3= dibantu alat dan orang lain
4= ketergantungan penuh Interpretasi:
Klien mengalami gangguan mobilitas fisik
5. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidurnya ± 5 jam. Pasien juga mengatakan bahwa pola
tidurnya sering terganggu pada malam hari dan pasien merasakan gelisah
akan kondisinya atau karena tidak dapat melakukan pola aktivitas pada saat
pagi hari seperti sebelum sakit
Interpretasi : Pasien memiliki gangguan pola tidur
6. Pola kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
Pasien mengatakan bahwa selama ini tidak mengetahui mengenai penyakit
yang saat ini dideritanya. Pasien juga mengatakan selama sakit pasien sudah
tidak mampu dalam mengambil suatu keputusan apapun termasuk terkait
dengan kondisi penyakitnya saat ini. Pasien sudah mempasrahkan kepada
anaknya untuk keputusan apapun
Interpretasi:
Klien tidak memiliki gangguan kognitif dan perceptual.
Fungsi dan keadaan indera :
Pasien mengatakan bahwa mengalami sedikit gangguan pada inderanya
terkadang kesulitan dalam mengingat hal apapun
7. Pola persepsi diri
- Gambaran Diri :
- Identitas Diri :
Pasien mengatakan dirinya seorang wanita berusia 63 tahun
- Harga Diri :
- Pasien mengatakan merasa gelisah dengan kondisinya sakitnya saat ini
- Ideal Diri :
Pasien mengatakan berharap segera sembuh dan membaik untuk
kondisinya
- Peran Diri :
Pasien mengatakan di rumah dirinya berperan sebagai ibu rumah tangga
Interpretasi : Pasien tidak memiliki gangguan pada pola persepsi pada
dirinya
8. Pola seksualitas & reproduksi Pola seksualitas :
Pasien mengatakan tidak melakukan lagi hubungan seksual karena faktor
umur.
Fungsi reproduksi
Tidak terkaji
Interpretasi : Pasien memiliki gangguan pola seksualitas yaitu disfungsi
seksual
9. Pola peran & hubungan
Kehidupan pasien dan keluarga baik, pasien selalu melibatkan suami dan anak
untuk mengambil keputusan semenjak sakit karena keadaan yang lemah dan
tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Interpretasi: Pasien tidak memiliki gangguan pada sistem nilai & keyakinan
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien terlihat lemah, dengan tingkat kesadaran compos mentis, GCS E4,V5,M6.
Tanda vital:
- TD : 135/79 mmhg
- Nadi : 98x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,7 C
1. Kepala
Inspeksi :
- Bentuk kepala simetris, warna rambut putih, lurus, penyebaran tidak
merata, wajah tampak simetris
- Tidak ada benjolan kepala, nyeri tekan (-)
- Wajah tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada benjolan dan lesi
2. Mata
Inspeksi :
Konjungtiva anemis, sklera ikterik, tidak pakai kacamata, Pupil isokor,bulu
mata melengkung keluar,warna hitam dan persebaran merata, bagian kelopak
dalam mata bersih, mata simetris, iris berwarna hitam, reflek cahaya (+), ,
penggunaan alat bantu (-), alis kanan kiri simetris, tebal dan persebaran
merata, tidak ada nyeri tekan
3. Telinga
Bagian luar telinga kanan dan kiri bersih dan tidak terdapat serumen, tidak
ada kelainan bentuk, pendengan klien tidak normal, warna kulit telinga sama
dengan warna kulit sekitarnya, tidak ada nyeri tekan
4. Hidung
Tidak terdapat kelainan bentuk, tulang hidung simetris, lubang hidung
normal, tidak ada lesi maupun jejas, tidak ada massa dan tidak ada benjolan
5. Mulut
Mukosa bibir kering dan pucat, gigi tampak kotor, gigi tidak utuh, tidak
carises gigi, tidak ada pendarahan gusi dan bau mulut, terdapat gangguan
menelan
6. Leher
Warna kulit merata,, tidak ada luka dan benjolan, tidak ada pembesaran
tyroid
7. Dada
a. Paru-Paru
• Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, cepat lelah
• Palpasi : masa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan/kiri
sama
• Perkusi : paru sonor
• Auskultasi : tidak ada suara tambahan (S1 dan S2 normal)
b. Jantung
• Inspeksi : jantung berdebar-debar
• Palpasi : ictus kordis teraba di ics 5
• Perkusi : pekak
• Auskultasi : tidak ada suara tambahan
8. Abdomen
• Inspeksi : warna kulit merata, terdapat nyeri bagian abdomen terasa
terisrisiris karena mual muntah, , tidak ada luka, tidak ada perdarahan
• Auskultasi : bising usus 16x/menit
• Perkusi : terdapat bunyi timpani
• Palpasi : terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembesaran hepar
9. Urogenital
• Klien saat sedang sakit tidak menggunakan alat bantu apapun (Normal)
a. Ekstremitas
Atas dan bawah :tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri (makan,
minum, ke toilet, mandi dan berpakaian), tidak ada kelainan, tidak ada nyeri
otot, dapat melakukan pergerakan sedikit dan pada ekstermitas atas klien
terdapat pemasangan infus Nacl 500ml tangan sebelah kiri
Kekuatan Otot
4 4
3 3
V. Terapi
Pasien diberikan terapi infus Pz 21 tpm
No. Nama Dosis Waktu Indikasi Kontraindikasi Kegunaan
Obat
-Menjaga tubuh
agar tetap terhidrasi
dengan baik
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
tidur menurun
Data Objektif :
- Pasien tampak lesu
- HB : 3,9 gr/dl Penurunan transportasi
- TD : 135/79 mmhg oksigen ke jaringan
- Nadi : 98x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,7 C Keletihan
2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan tidak nafsu makan, dapat makan 3-4 sendok makan saja, mual muntah setiap
kali makan, otot menelan lemah
3. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh cepat lelah, hanya dapat berbaring di tempat tidur
2.4 INTERVENSI
NO HARI/ DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
TANGGAL KEPERAWATAN (SLKI) (SIKI)
/JAM (SDKI)
1 Selasa / 9 Risiko perfusi perifer Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Syok (I. 02068)
November tidak efektif (D. selama 3x24 jam, maka perfusi perifer Tindakan
2021/07.00 00015) meningkat dengan Observasi
1. Monitor status kardiopulmunal (frekuensi dan
Kriteria Hasil :
kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Perfusi Perifer (L.02011)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
1. Denyut nadi perifer meningkat
3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
2. Warna kulit pucat menurun turgor kulit, CRT)
Edukasi
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu
3 Selasa / 9 Keletihan (D. 0057) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Edukasi Aktivitas/Istirahat (I. 12362)
November selama 3x24 jam, maka tingkat keletihan
Tindakan
2021/09.00 menurun dengan
Observasi
Kriteria Hasil : 1.Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
9. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi Pasien sering memejamkan mata
alergi
CRT < 3 dtk
10. Menjelaskan penyebab/faktor risiko syok
11. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok HB : 3,9 gr/dl
12. Menganjurkan melapor jika menemukan TD : 135/79 mmhg
tanda dan gejala awla syok
13. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan Nadi : 98x/menit
oral
RR : 20 x/menit
14. Menganjurkan menghindari allergen
Suhu : 36,7 C
15. Berkolaborasi pemberian IV, jika perlu
A : Masalah belum teratasi
16. Berkolaborasi pemberian tranfusi darah, jika
perlu P : Lanjutkan Intervensi
17. Berkolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu
Rabu / 10 08.10 2 1. Mengidentifikasi status nutrisi S: YULIA
November 08.15
2. Mengidentifikais makanan yang disukai • Pasien mengatakan tidak nafsu
2021/08.00
makan hanya dapat 3-4 sendok
3. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan
08.24
saja
jenis nutrisi
• Pasien mengatakan mual muntah
08. 28 4. Memonitor asupan makanan
setiap kali makan
5. Memonitor berat badan • Pasien mengatakan badan
08.30
6. Melakukan oral hygiene sebelum terasa lemas dan hanya berbaring
makan, jika perlu di tempat tidur
O:
08.37 7. Mensajikan makanan yang menarik dan
• Pasien tampak menghabiskan
08.40 suhu yang sesuai
makanan hanya 3-4 sendok
8. Memberikan makanan tinggi serat untuk
makan, otot menelan lemah
mencegah konstipasi
08.55 9. Memberikan makanan tinggi protein dan • Mukosa bibir klien tampak kering
09.00 tinggi kalori
• Penurunan berat badan
10. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
09.15 • Mual muntah setiap kali makan
11. Mengajarkan diet yang diprogramkan
12. Berkolaborasi pemberian medikasi • Pasien tampak lemas
Kamis / 11 1 S: YULIA
November 2021 8. Pasien mengatakan badan terasa lemas dan
/ 07.00 WIB
hanya berbaring di tempat tidur.
19. RR : 20 x/menit
P : Lanjutkan Intervensi
I :
- Monitor status kardiopulmunal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
MAP)
- Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
- Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika
perlu
E : Kondisi klinis pasien tampak lemah
Kamis/ 11 2 S:
November 2021 • Pasien mengatakan tidak nafsu makan hanya
/ 08.00 WIB
dapat 3-4 sendok saja
• Pasien mengatakan mual muntah setiap kali
makan
• Pasien mengatakan badan terasa lemas dan
hanya berbaring di tempat tidur
O:
• Pasien tampak menghabiskan makanan hanya 3-
4 sendok makan, otot menelan lemah
Kolaborasi
Kamis/ 11 3 S: YULIA
November 2021 • Pasien mengeluh cepat lelah
/ 09.00 WIB • Pasien hanya dapat berbaring di tempat
tidur
O:
• Pasien tampak lesu
• HB : 3,9 gr/dl
• TD : 135/79 mmhg
• Nadi : 98x/menit
• RR : 20 x/menit
• Suhu : 36,7 C
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
I :
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
aktivitas bermain, atau aktivitas lainnya
- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis
aktivitas sesuai kemampuan
E : Pasien kurang mampu melakukan aktivitas
secara rutin
2.7 CATATAN PERKEMBANGAN
Jumat / 12 1 S: YULIA
November 2021 Pasien mengatakan badan tidak terasa lemas.
/ 07.00 WIB
Pasien mengatakan tidak pusing kepala.
Konjungtiva normal
HB : 3,9 gr/dl
TD : 135/79 mmhg
Nadi : 98x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
- Monitor status kardiopulmunal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
MAP)
- Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
E : Kondisi klinis pasien tidak tampak lemah
Jumat/ 12 2 S:
November 2021 • Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
/ 08.00 WIB
• Pasien mengatakan sudah tidak mual muntah
setiap kali makan
• Pasien mengatakan badan tidak terasa lemas
O:
• Pasien tampak menghabiskan makanan 1 porsi
makan dalam sekali makan, otot menelan mulai
membaik
Jumat/ 12 3 S: YULIA
November 2021 • Pasien tidak mengeluh cepat lelah
/ 09.00 WIB • Pasien sudah dapat bangun sendiri dari di
tempat tidur
O:
• Pasien tampak tidak lesu
• HB : 3,9 gr/dl
• TD : 135/79 mmhg
• Nadi : 98x/menit
• RR : 20 x/menit
• Suhu : 36,7 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
aktivitas bermain, atau aktivitas lainnya
- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis
aktivitas sesuai kemampuan
E : Pasien mulai mampu melakukan aktivitas secara
rutin
ARTIKEL JURNAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Keperawatan
Oleh :
ISTIB SYARO
NIM : 1701021023
2020
1
ARTIKEL JURNAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Keperawatan
Oleh :
ISTIB SYARO
NIM: 1701021023
2020
2
PERNYATAAN PERSEJUTUAN
Istib Syaro
1701021023
Pembimbing
3
PENGESAHAN
Istib Syaro
1701021023
Dosen Penguji Artikel Pada Program D3-Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember
Mengetahui,
NPK. 03 05 358
4
PENGUJI ARTIKEL
Ketua Penguji
5
DAFTAR ISI
PENGUJI ARTIKEL................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... 1
ABSTRACT ................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
TUJUAN ....................................................................................................... 4
6
7
contohnya zat besi .
8
keadaanhemoglobin adalah lain tapi lebih berfokus
9
dilakuakn analisis data keadaan secara Objektif untuk
menjawab permasalahan yang
selanjutnya melakukan
dihadapi dengan pendekatan
diagnose keperawtan dalam
proses Keperawatan
diagnose keperawatan. Pengkajian asuhan keperawatan yang
dilakukan pada tanggal 26 November
Kesimpulannya adalah
2019 sampai 28 November 2019
petugas kesehatan dalam hal
pada Ny. T dengan diagnosa Anemia
ini peran perawat didapatkan data pengkajian
sebagai berikut:
menerapkan proses
Klien datang ke UGD
keperawatan secara optimal
pada tanggal 25
kepada pasien dan perlu
november 2019 pukul
membantu edukasi kepada
11.00 WIB dengan
pasien tentang anemia dan
diagnosa anemia.
perawatan sehingga kualitas
Pengkajian dilakukan
pelayanan dapat ditingkatkan.
pada tanggal 26
TUJUAN september 2019 pukul
Menerapkan asuhan keperawatan 10 .00 WIB di Ruang
pada pasien dengan Anemia.
Melati RSD Balung
METODE PENELITIAN
Kabupaten Jember.Ny. T
Penelitian ini merupakan
umur 63 thn jenis
studi kasus. Pengambilan data
dilakukan di Ruang Melati kelamin perempuan
RSUD BalungMetode yang agama islam suku jawa
digunakan dalam penulisan
pendidikan SD alamat
Karya Tulis Ilmiah ini adalah
metode deskriptif yaitu beteng sidomekar
membuat gambaran suatu semorto. Anak Tn.K
10
pekerjaan sebagai Hasil pemeriksan fisk
11
yang terdiri dari pengkajian, lelah, sering istirahat, nafas
rangsang..Berdasarkan kasus
Pengkajian
nyata tidak semua tanda dan
KeperawatanMenurut (Frose
gejala seperti pada
dan Cooper,2011) Anemia
teoriditemukan pada Ny. T
adalah suatu kondisi apabila
Tanda gejala yang ditemukan
hemoglobin < 105g/L
pada Ny. Di antaranya
Anemia sering didefinisikan
penurunan Hb 3,9 g/dL,
sebagai penurunan kadar Hb
kelemahan, pusing, kulit
darah sampai di bawah
pucat, mudah lelah, crt >3
rentang normal 13,5 g/dL
detik. Maka penurut penulis
(pria) 11,5 g/dL (wanita) 110
ada kesenjangan antara teori
g/dL (anak-anak) dan diikuti
dan kasus nyata.
tanda dan gejala seperti Hb
12
lelah. Saat dilakukan hipertensi dan batu
13
anemis, crt < 3detik, &Najib, M (2016). Pada
14
didapatkan hasil Hb berhubungan dengan
mampuan mencerna
Diagnosa
makanan /absorpsi
KeperawatanMenurut , M
nutrient yang diperlukan
&Najib, M (2016)
untuk pembentukan sel
diagnosa keperawatan
darah merah, 4) Risiko
yang muncul pada pasien
tinggi terhadap kerusakan
dengan Anemia yaitu 1)
integritas kulit
Perubahan perfusi
berhubungan dengan
jaringan berhubungan
perubahansirkulasi dan
dengan penurunan
neurologist.
komponen seluler yang
15
dnegan ↓ kadar hb yang terhadap kerusakan
16
rute, dokumentasi) 3) nutrisi berhubungan
17
maslaah keprawatan dnegan ↓ kadar hb yang
18
semua implementasi dengan Hb 3,79 g/dl,
19
data objektif Konjungtiva sudah mau makan tidak
20
diperoleh hasil yaitu klien Ny. T yaitu sesuai dengan
21
kooperatif dalam pelayanan khususnya pada
22
b) Membantu asuhan
keperawatan sesuai
dengan rencana
tindakan keperawatan
(Standart Operasional
Prosedur) yang
ditetapkan.
4. Pelayanan Kesehatan
Memberikan asuhan
SOP (Standart
Operasional Prosedur)
5. Institusi Pendidikan
Menambah referensi
Anemia.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Okdiyantino Gatta. (2018, Maret 15). Peran Dan fungsi Perawat Dalam Bidang Maternitas.
academia edu, p. 1.
Rahmawati, A. (2017). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Ririn, 8. (2011). Anemia Defisiensi Besi . https://id.scribd.com/doc/52607264/Anemia-
Defisiensi-Besi.
Ririn,88. (2011). Anemia Defisensi Besi. http://id.sribd.com/doc/526072464//ANEMIA-
DEFISIENSI-BESI. Diakses pada 29 April 2020 pukul 20.27.
Rohmah,N Walid,S. (2017 ). Dokumentasi Proses Keperawatan . Jember : fakultas ilmu
kesehatan universitas muhammadiyah jember .
Santoso, D dan Gatot S. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga
University Press (AUP).
Suryani, D dan Riska, H . (2015). Analisis Pola Makan Dan Anemia Gizi Besi Pada Remaja
Putri . http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma. Diakses pada 29 April 2020
pukul 1.03 wib .
Tjandra,S. (2016). Anemia Defisiensi Besi. https://id.scribd.com/doc/305931018/Anemia-
Defisiensi-Besi. Diakes pada 29 April 2020 Pukul 20.29 wib.
Vevtisia. (2018). Angka Kematian Ibu di Indonesia. Siklus, 3-5.
Yuli, A dan Dwi, E. (2018). Anemia Dalam Kehamilan . Jember: CV. Pustaka Abadi .
25