MENINGITIS BAKTERIALIS
Oleh :
Disusun Oleh:
Topan Dwi Setiawan, S.Ked
712020050
Pembimbing :
dr. Ahmad Bayu Alfarizi Sp.A (K), M.Kes
Oleh:
Topan Dwi Setiawan, S.Ked
712020050
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan
laporan kasus, yang berjudul “Meningitis Bakterialis” ini kepada dr. Ahmad Bayu
Alfarizi, Sp.A(K), M.Kes, dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik
secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya
hingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah
diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi laporan kasus. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya laporan
kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan.............................................................2
1.3 Manfaat................................................................................3
BAB II. LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien.................................................................... 4
2.2. Anamnesis ...........................................................................4
2.2.1. Keluhan Utama..........................................................5
2.2.2. Keluhan Tambahan ...................................................5
2.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit ....................................5
2.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu.......................................... 5
2.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga....................................... 6
2.2.6. Riwayat Pengobatan.................................................. 6
2.2.7. Riwayat Imunisasi..................................................... 6
2.2.8. Riwayat Gizi.............................................................. 6
2.2.9 Riwayat Tumbuh Kembang........................................ 7
2.2.10.Riwayat Perkembangan Mental................................. 7
2.3. Pemeriksaan Fisik................................................................. 7
2.3.1. Status Generalis.......................................................... 8
2.3.2. Pemeriksaan Spesifik................................................. 8
2.4. Diagnosis Banding.............................................................. 11
2.5. Diagnosis Kerja................................................................... 12
2.6. Pemeriksaan Anjuran........................................................... 12
2.7. Rencana Terapi.................................................................... 12
2.8. Prognosis............................................................................. 12
2.9. Follow Up Pasien................................................................ 13
iv
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi...................................................................................17
3.2. Epidemiologi...........................................................................17
3.3. Etiologi....................................................................................18
3.4. Faktor Risiko .........................................................................19
3.5. Penegakkan Diagnosis............................................................19
3.6. Patofisiologi............................................................................22
3.7. Tatalaksana..............................................................................25
3.8. Edukasi...................................................................................27
3.9. Komplikasi..............................................................................28
3.10. Prognosis.................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 33
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
neonatus dengan jumlah kasus 40 per 100.000 orang. 7 Faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian meningitis bakterial adalah infeksi yang
disebebkan oleh HIV, infeksi ini dapat menyebabkan peningkatan kejadian
meningitis bakterial sebanyak 150 kali lipat.8
Pada negara berkembang Neisseria meningitidis (25%) dan
Streptococcus pneumoniae (50%) menjadi etilogi yang paling umum
sebagai penyebab meningitis bakterial. Sebelumnya Haemophilus influenza
tipe B (HiB) menjadi yang paling umum yang mencapai 48% sebagai
penyebab meningitis bakterial. Tetapi, setelah dijalankannya program
imunisasi HiB, angka meningitis bakterial akibat Haemophilus influenza
menurun secara dramatis sampai hanya mencapai 7%.9,10 Penyebab lainnya
pada kasus meningitis bakterial adalah Listeria monocytogenes sebagai
penyebab umum pada neonatus, ibu hamil, dan orang dengan usia >60
tahun. Mycobacterium tuberculosis dan Treponema pallidum menjadi
penyebab meningitis bakterial subakut.10,11
Meningitis bakterial dapat berakibat fatal pada 50% pasien saat tidak
di tangani, bahkan dengan diagnosis dini dan ditangani dengan penanganan
yang tepat 8-15% pasien meninggal dalam kurun waktu 24-48 jam setelah
onset timbulnya gejala. Sebanyak 10-20% pasien yang selamat akan rentan
mengalami kerusakan otak, gangguan belajar dan gangguan pendengaran.12
Meningitis sendiri memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi seperti
pada meningitis bakteri yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia mencapai 1,2 juta kasus per tahun dan jumlah kematian
sebanyak 135.000 kasus.13 Oleh sebab itu, seorang dokter umum diharapkan
mampu mendiagnosa sedini mungkin dalam upaya mencegah terjadinya
komplikasi yang disebabkan oleh meninigitis bakterialis.
2
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus meningitis bakterialis ini dengan pembimbing klinik.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus meningitis bakterialis, terkait
pada kegiatan kepanitraan.
1.3 Manfaat
1.3.1Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan
ilmu tentang kasus meningitis bakterialis.
1.3.2Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan
yang diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang kegawatan pada
pasien dengan meningitis bakterialis.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis: Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 04 Mei 2021
4
lalu pasien dibawa ke Puskesmas terdekat untuk diberikan
pengobatan. Pasien diberikan terapi antipiretik dan multivitamin,
namun keluhan tidak terjadi perbaikan. Sekitar ± 11 hari yang lalu Os
masih mengeluh demam tidak terlalu tinggi dan diikuti terjadinya
episode kejang selama ± 30 menit sebanyak 1 kali dalam 24 jam, tipe
kejang tonik-klonik. Post iktal Os mengalami penurunan kesadaran
namun dalam beberapa menit pasien tampak sadar kembali, demam
masih menetap namun tidak terlalu tinggi, tampak lemas, nafsu makan
menurun, gelisah dan berbicara meracau terutama setelah bangun dari
tidur. Keluhan sakit kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada dan
fotofobia tidak ada. Kemudian sekitar ± 10 hari yang lalu Os dibawa
ke RS Hermina untuk dilakukannya perawatan di PICU. Pasien
diberikan terapi antibiotik dan terapi cairan. Keadaan umum Os
membaik namun keluhan demam masih menetap, gelisah dan
berbicara meracau. Kemudian Os dipindahkan rawat inap bangsal
anak. Setelah hari ke-3 pasca perawatan di RS Hermina Os tampak
lemas, pasien tampak semakin gelisah dan meracau. Lalu pasien di
rujuk ke RSUD Bari Palembang untuk diberikan perawatan dan
pemantauan secara intensif. Pasien mengalami demam, tampak sangat
gelisah, meracau dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik
didapat kaku kuduk (+). Dalam beberapa hari perawatan di RS Bari
Palembang pasien mengalami perbaikan secara klinis, keadaan umum
Os tampak sakit ringan, tingkat kesadaran komposmentis, nafsu
makan meningkat, namun Os tampak sedikit gelisah dan sering
berbicara meracau terutama ketika bangun tidur. Keluhan demam (-),
nausea (-), vomitus (-), BAK normal, BAB normal, batuk (-), dan
pilek (-).
5
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga tidak ada
6
Buah : jarang
Lain-lain : tidak ada
Kesan : asupan nutrisi rendah
Kualitas : kurang
Berat badan ideal : 26 kg (Kurva CDC 2000)
Kebutuhan energi : (89 x 18,5) - 78
: 1.568,5 kkal
7
2.3.1 Status Generalis
a. Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 89 x/menit, isi : cukup, tegangan : cukup.
Pernapasan : 22 x/menit, Tipe pernafasan : abdominotorakal.
Suhu : 36,8 0C
d. Edema (-), Sianosis (-), dispneu (-), anemia (-), ikterus (-)
e. Kulit : Pucat (-)
f. Berat Badan : 18 kg
g. Tinggi Badan : 110 cm
h. Lingkar kepala: 49 cm
i. Status gizi :
BB/U : <P5 (gizi kurang)
TB/U : <P5 (perawakan pendek)
BB/TB : 90% (nor
Kesan : Gizi kurang
8
C. Leher
Inspeksi : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
D. Thoraks
Inspeksi : simetris kanan = kiri saat statis dan dinamis, tipe
pernapasan abdominal-thorakal, retraksi (-/-), iktus
kordis tidak terlihat.
Palpasi : nyeri tekan (-), sela iga tidak melebar
a) Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
b) Jantung
Perkusi :
Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi :
HR 101x/menit, bunyi jantung I dan II normal, irama reguler,
murmur (-) gallop (-)
E. Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) 8x/menit normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
dan ginjal tidak teraba, turgor kembali lambat
(-)
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
F. Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik,
edema (-)
G. Genitalia : dalam batas normal
H. Status Pubertas : belum pubertas
9
I. Status Neurologikus
1) Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal
Klonus (-) (-) (-) (-)
Refleks
(+) (+) (+) (+)
Fisiologis
Refleks
(-) (-) (-) (-)
Patologis
10
Sewaktu Neonatus > 6 jam : 40-60
Neonatur > 5 hari: 50-80
1-2 tahun : 33-98
3-4 tahun : 52-98
5-6 tahun : 50-60
Dewasa
< 100 : bukan DM
100-199 : belum pasti DM
> = 200 : kemungkinan
DM
Kesimpulan:
CT scan kepala tanpa kontras tidak tampak kelainan
11
2.6 Pemeriksaan Anjuran
Pungsi Lumbal
Non- Farmokologi :
1. Tirah baring
2. Perbaiki nutrisi
3. Edukasi orang tua
Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita,
tatalaksana dan prognosis pasien
Memberitahu kepada orang tua untuk memberi anak makan dan minum
lebih sering
Menjelaskan kepada orang tua pemahaman betapa pentingnya
pemberian imunisasi dasar dan lanjutan bagi seorang anak
Menjelaskan kepada orang tua bagaimana upaya meningkatkan
personal hygiene
2.8 Prognosis
•Quo ad vitam : dubia at bonam
•Quo ad functionam : dubia at bonam
•Quo ad sanationam : dubia at bonam
12
Tanggal Paraf
Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam Supervisor
04 April Masalah : P:
2021 1. Gelisah Diagnosis :
2. Meracau Meningitis bakterialis
05.30
WIB S : tampak sedikit gelisah dan meracau,
demam (-), sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-), kejang (-), fotofobia (-)
Terapi :
O: - IVFD Dextrose 5
- Keadaan Umum: Tampak Sakit ½ NS makro 20
Ringan TPM
- Kesadaran: Compos Mentis - Ceftriaxon 1 x 1,8
- GCS: E4M6V5 gram (13.00 WIB)
- TD: 100/60 mmHg
- HR: 89 x/menit
- RR: 22 x/menit
- T: 36,8 C Diet :
- SpO2: 99% -
Edema (-), Sianosis (-), Ikterik (-),
Dispnea (-)
Keadaan spesifik:
Kepala:
- Bentuk : normocephali,
simetris
- Mata : konjungtiva anemis
(-), sclera ikterik (-),
Monitoring :
palpebra edema (-),
- Observasi tanda
pupil isokor, refleks
vital
cahaya (+/+) normal
- Observasi GCS
- Mulut : sianosis (-), mukosa
- Observasi
mulut hiperemis (-) normal
neurologis
- Gigi : gusi berdarah (-)
- Lidah : atrofi papil (-),
lidah kotor (-)
- Faring : hiperemis (-)
- Tonsil : simetris, ukuran T1-
T1, uvula ditengah, hiperemis (-)
Leher
- Inspeksi :
masa (-), pembesaran tiroid (-)
- Palpasi : pembesaran
KGB (-), JVP tidak meningkat
Thoraks
- Inspeksi: simetris kanan = kiri saat
statis dan dinamis, tipe pernapasan
abdominal-thorakal, retraksi (-/-),
iktus kordis tidak terlihat.
13
- Palpasi : nyeri tekan (-), sela iga
tidak melebar
Paru
- Perkusi : sonor pada kedua lapang
paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+) normal,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
- Perkusi :
1. Batas kiri:
ICS IV linea midclavicularis
sinistra
2. Batas kanan :
ICS IV linea parasternalis
dextra
3. Batas atas:
ICS II linea parasternalis
sinistra
- Auskultasi : HR 89 x/menit, bunyi
jantung I dan II normal, irama
reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-),
hepar tidak teraba, lien dan ginjal
tidak teraba, turgor kembali lambat
(-)
- Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Ekstremitas : akral hangat (+) ,
pucat (-), CRT < 2”, edema (-)
A: Meningitis bakterialis
Tanggal Paraf
Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam Supervisor
14
05 April Masalah : P:
2021 1. Gelisah Diagnosis :
Meningitis bakterialis
05.30
WIB S : Tampak sedikit gelisah, demam (-),
sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
kejang (-), fotofobia (-)
Terapi :
- IVFD Dextrose 5
O: ½ NS makro 20
- Keadaan Umum: tampak sakit TPM
ringan - Ceftriaxon 1 x 1,8
- Kesadaran: compos mentis gram (13.00 WIB)
- GCS: E4M6V5
- TD: 110/65 mmHg
- HR: 101 x/menit
- RR: 24 x/menit Diet :
- T: 36,8 C -
- SpO2: 97%
Edema (-), Sianosis (-), Ikterik (-),
Dispnea(-)
Keadaan spesifik:
Kepala:
- Bentuk : normocephali,
simetris
- Mata : konjungtiva anemis
(-), sclera ikterik (-),
Monitoring :
palpebra edema (-),
- Observasi tanda
pupil isokor, refleks
vital
cahaya (+/+) normal
- Observasi GCS
- Mulut : sianosis (-), mukosa
- Observasi
mulut hiperemis (-) normal
neurologis
- Gigi : gusi berdarah (-)
- Lidah : atrofi papil (-),
lidah kotor (-)
- Faring : hiperemis (-)
- Tonsil : simetris, ukuran T1-
T1, uvula ditengah, hiperemis (-)
Leher
- Inspeksi :
masa (-), pembesaran tiroid (-)
- Palpasi : pembesaran
KGB (-), JVP tidak meningkat
Thoraks
- Inspeksi: simetris kanan = kiri saat
statis dan dinamis, tipe pernapasan
abdominal-thorakal, retraksi (-/-),
iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : nyeri tekan (-), sela iga
tidak melebar
15
Paru
- Perkusi : sonor pada kedua lapang
paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+) normal,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
- Perkusi :
4. Batas kiri:
ICS IV linea midclavicularis
sinistra
5. Batas kanan :
ICS IV linea parasternalis
dextra
6. Batas atas:
ICS II linea parasternalis
sinistra
- Auskultasi : HR 89 x/menit, bunyi
jantung I dan II normal, irama
reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-),
hepar tidak teraba, lien dan ginjal
tidak teraba, turgor kembali lambat
(-)
- Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Ekstremitas : akral hangat (+) ,
pucat (-), CRT < 2”, edema (-)
A: Meningitis bakterialis
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Insidens tertinggi meningitis bakterialis terjadi pada anak
berusia kurang dari < 2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada
usia 6-18 bulan. Dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu,
pemberian antibiotik hanya berhasil menurunkan angka kematian
meningitis bakterial sekitar separuhnya, sedangkan beberapa infeksi
lainnya dapat ditekan hingga duaratus kali. Penyebab utama
meningitis pada anak adalah Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan
Streptococcus pneumoniae (invasive pneumococcal disease/IPD)
Insidens meningitis bakterialis di negara maju sudah menurun sebagai
akibat keberhasilan imunisasi Hib dan IPD. Kejadian meningitis
bakterialis oleh Hib menurun 94%, dan insidensi penyakit invasif oleh
S. pnemoniae menurun dari 51,5-98,2 kasus/100.000 anak usia 1
tahun menjadi 0 kasus setelah 4 tahun program imunisasi nasional
PCV7 dilaksanakan. Di Indonesia, kasus tersangka meningitis
bakterialis sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi Hib
16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka yang tinggi apabila
dibandingkan dengan negara maju.15
Insidens tertinggi terjadi pada suku asli Amerika, suku asli
Alaska dan suku Aborigin Australia, hal ini menunjukan faktor
genetika berpengaruh besar dalam kerentanan penyakit. Faktor risiko
17
lainnya adalah adanya gangguan sistem imun baik kongenital maupun
yang didapat, hemoglobinopati seperti penyakit selsabit (sicklecell
disease), asplenia fungsional ataupun anatomis, dan lingkungan yang
padat, misal di tempat penitipan anak, asrama universitas, atau asrama
militer. Adanya kebocoran CSS akibat anomali kongenital atau fraktur
basis kranium meningkatkan risiko terjadinya meningitis, terutama
yang disebabkan oleh kuman S. Pneumonia.16
Musim panas dan musim gugur adalah puncak terjadinya
penyakit meningitis akibat enterovirus. Infeksi ini memiliki prevalens
lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah, anak kecil, dan
pasien imunokopromais. Prevalens meningitis arbovirus dipengaruhi
oleh faktor distribusi geografis dan aktivitas musiman vektor
artropoda (nyamuk). Di Amerika Serikat, infeksi arbovirus umumnya
terjadi pada musim panas dan musim gugur.16
3.1.3 Etiologi
Meningitis, peradangan pada leptomeningens, dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau meski jarang jamur. Istilah meningitis aseptik
pada prinsipnya merujuk pada meningitis virus, tetapi sebenarnya
gambaran serupa juga dapat ditemukan pada infeksi organisme lain
(penyakit lyme, sifilis, tuberkolosis), infeksi parameningeal (abses
otak, abses epidural, empiema sinus venosus), paparan kimia (obat
anti inflamasi nonsteroid, imunoglobulin intravena), penyakit
gangguan autoimun dan banyak penyakit lainnya.17
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bakterialis
sebelum tersedianya vaksin terkonjugasi adalah Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumonia, dan Neisseria meningtidis. Di
Amerika Serikat telah terjadi penurunan angka kejadian meningitis
akibat H.influenzae sampai <5% dari tingkat insidens sebelumnya,
begitu pula yang akibat S.pneumonia yang mengalami penurunan
yang bermakna setelah divaksin. Bakteri yang menyebabkan
meningitis pada neonatus serupa dengan bakteri yang menyebabkan
18
sepsis neonatal. Meningitis staphylococcus terjadi terutama pada
pasien dengan riwayat pembedahan saraf atau trauma tembus kepala.18
Meningitis yang diobati secara parsial, yaitu meningitis
bakterialis yang telah diberi terapi antibiotik oral sebelum dilakukan
fungsi lumbal, dapat memberikan hasil kultur cairan serebrospinal
(CSS) yang negatif, meski temuan lainnya dapat tetap menunjukan
adanya infeksi bakterial. Etiologi dapat dikonfirmasi melalui deteksi
antigen pada CSS dan urin.17
19
demam, sakit kepala dan leher kaku. Dibawah ini merupakan gejala
pasien meningitis pada bayi dan anak:
1) Demam tinggi
2) Mual muntah
3) Sakit kepala
4) Kejang
5) Leher kaku
6) Nafsu makan dan minum menurun
7) Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, bahkan koma
8) Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas
2. Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rangsangan meningeal pada penderita dengan
meningitis biasanya ditemukan hasil positif. Pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+)
bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
2) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila
ekstensi sendi lutu tidak mencapai sudut 135˚ disertai spasmem
otot paha biasanya diikuti rasa nyeri
3) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Tanda leher menurut
Brudzinski)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan kearah dada sejauh
20
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi kedua tungkai/ kedua lutut.
4) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Tanda tungkai kontralateral
menurut Brudzinski)
Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat
dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi
panggul. Tanda Bruzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi reflektorik pada sendir panggul dan lutut
kontralateral.
5) Pemeriksaan tanda pipi menurut Brudzinski (Brudzinski III)
Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os zigomatikum.
Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada
ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
6) Pemeriksaan tanda simfisis pubis menurut Brudzinski
(Brudzinski IV)
Penekanan pada simfisis pubis. Tanda ini positif (+) jika terjadi
gerakan fleksi reflektori pada ekstremitas inferior (kaki).
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit
dan kultur. Pada meningitis bakterial didapatkan
polimorfonuklear leukositosis. Meningitis yang disebabkan oleh
TBC akan ditemukan peningkatan LED.
2) Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Diagnosis pasti meningitis adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal. Pungsi lumbal biasanya
dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
21
Tabel 2. Perbandingan karakter CSS pada jenis meningitis yang
berbeda
3) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto X ray thoraks, foto kepala (sinus/ mastoid),
dapat diusulkan untuk mengidentifikasi fokus primer infkesi.
4) Pemeriksaan EEG
Pada pemeriksaan EEG dijumpai gelombang lambat yang difus
di kedua hemisfer, penurunan voltase karena efusi subdural atau
aktivitas delta fokal bila bersamaan dengan abses otak.
5) CT SCAN dan MRI
Dapat menetahui adanya edema otak, hidrosefalus atau masa
otak yang menyertai meningitis.
3.1.6 Patofisiologi
Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi
langsung, penyebaran hematogen, atau embolisasi trombus yang
terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui perluasan langsung dari
struktur yang terinfeksi melalui vv. diploica, erosi fokus osteomyelitis,
22
atau secara iatrogenik (pasca-ventriculoperitoneal shunt atau prosedur
bedah otak lainnya).19
23
ruang intravaskuler dimana bakteri relatif terlindungi dari respon
humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang dimilikinya.
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pleksus koroid atau kapiler serebral. Perpindahan
bakteri terjadi melalui kerusakan endotel yang disebabkannya. Seluruh
area ruang subaraknoid yang meliputi otak, medula spinalis, dan
nervus optikus dapat dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar
dengan cepat. Hal ini menunjukan meningitis hampir pasti selalu
melibatkan struktur serebrospinal. Infeksi juga mengenai ventrikel,
baik secara langsung melalui pleksus koroid maupun melalui refluks
lewat formina magendie dan Luschka.20
Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya
respon humoral komplemen CSS. Komponen dinding bakteri akan
menginduksi proses inflamasi di meningen dan parenkim otak.
Akibatnya permeabilitas SDO meningkat dan menyebabkan
kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu inflamasi
dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang subaraknoid.
Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan terakumulai di
bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf kranial dan
spinal. Selain itu, eksudat akan meninfiltrasi dinding arteri dan
menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang
dapat mengakibatkan iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola dan
venula subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian dari membran
araknoid. Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah
mengalami proses inflamasi bersamaan dengan proses meningitis
(vaskulitis infeksius).
Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi tekanan darah
sistemik, sehingga dapat mengeksaserbasi iskemia serebral. Selain itu,
meningitis bakterial dapat menyebabkan trombosis sekunder pada
sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal.
Eksudat purulen yang terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh
villi araknoid atau menyumbat aliran pada sistem ventrikel yang
24
menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai
edema serebral interstisial. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi
saraf-saraf kranial dan menyebabkan neuropati kranial fokal.19
3.1.7 Tatalaksana
1. Ceftriaxone telah direkomendasikan oleh WHO (1997) sebagai
terapi lini pertama untuk pengobatan meningitis bakterialis.
2. Kombinasi ampisilin (300mg/kg/hari, diberikan setiap 6 jam) dan
klorafenikol (100mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam) dapat
digunakan.
3. Antibiotik baru seperti meropenem dan faropenem memiliki
penetrasi CSF yang baik dan efektif terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif.
4. Rekomendasi standarnya adalah 10-14 hari untuk S. Pneumoniaae
dan H. Influenzae, 7 hari untuk N. Meningitidis, dan minimal 3
minggu dalam gram negatif , streptokokus kelompok B dan
listeria.20,21
25
jam bila vancomysin tidak
tersedia, diberikan ampicillin
300-400 mg/kgBB/hari dalam
4 dosis VI.
26
kadar elektrolit dan berat badan. Manifestasi klinis SIADH
berikut:
1) Retensi air
2) Balans cairan positif
3) Berat badan naik
4) Tidak ada edema perifer
5) Pitting edema didaerah sternum
6) Gejala sistem gastrointestinalis, anoreksia, nausea, muntah.
7) Gejala neurologik, letargi, pusing, kejang, perubahan pada
pupil, koma.
8) Laboratorium
Hiponatremia (manifestasi klinis baru terlihat sesudah
Na<125 mEq/L)
Ureanitrogen dan kreatinin daerah rendah
Na urin >20 mEq/L
BD urin >1,012
3.1.8 Edukasi
1. Memberi informasi kepada keluarga bahwa dapat terjadi
komplikasi-komplikasi dari penyakit ini
2. Memberitahu kepala keluarga akan kemungkinan adanya gejala
sisa/ defisit neurologis
3. Perlu adanya pemantauan tumbuh kembang anak pasca rawat
4. Edukasi yang dapat dilakukan kepada orang tua mengenai
meningitis bakterialis adalah sebagai berikut
a) Tirah baring
b) Nutrisi adekuat
c) Perbaiki hygiene dan lingkungan
d) Edukasi orang tua
Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang
diderita, tatalaksana dan prognosis pasien
27
Memberitahu kepada orang tua untuk memberi anak makan
dan minum lebih sering
Menjelaskan kepada orang tua pemahaman meningkatkan
personal hygiene.22
3.1.9 Komplikasi
Lima puluh persen meningitis bakterialis mengakibatkan
kecatataan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan
perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.19
3.1.10 Prognosis
Prognosis meningitis sangat tergantung kepada usia penderita,
agent penyebab, jumlah mikroorganisme dalam selaput meningen dan
lamanya penyakit diderita sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anak dan dewasa mempunyai prognosis yang semakin
jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita
yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).19,23
BAB IV
ANALISIS KASUS
28
Sejak ± 16 hari yang lalu Os, perempuan, usia 8 tahun mengeluh
mengalami demam tidak terlalu tinggi secara terus menerus. Keluhan sakit kepala
tidak ada, kejang tidak ada, mual dan muntah tidak ada, fotofobia tidak ada,
batuk dan pilek tidak ada. Sekitar ± 14 hari yang lalu pasien dibawa ke Puskesmas
terdekat untuk diberikan pengobatan. Pasien diberikan terapi antipiretik dan
multivitamin namun keluhan masih menetap dan tidak mengalami perbaikan
secara klinis. Menurut teori, pengobatan antipiretik bersifat supportif hanya
menurunkan demam (simptomatik) tanpa mengobati kausalnya. Keluhan demam
menetap setelah diberikan penatalaksanaan menunjukkan bahwa kausalnya belum
teratasi sehingga terjadinya peningkatan sistem imunitas tubuh dalam upaya
memerangi antigen dengan menghasilkan berbagai mediator inflamasi sehingga
mengakibatkan terjadinya demam. Demam terjadi akibat kenaikan termogulator
set point di hipotalamus yang disebabkan oleh pelepasan zat pirogen endogen
akibat proses inflamasi ataupun akibat kelainan metabolik atau bahkan kondisi
keganasan.24
Sekitar ± 10 hari yang lalu Os masih mengeluh demam tidak terlalu tinggi
dan diikuti terjadinya episode kejang selama ± 30 menit sebanyak 1 kali dalam 24
jam, tipe kejang tonik-klonik. Post iktal Os pasien mengalami penurunan
kesadaran namun dalam beberapa menit pasien tampak sadar kembali, demam
masih menetap namun tidak terlalu tinggi, tampak lemas, nafsu makan menurun,
gelisah dan berbicara meracau terutama setelah bangun dari tidur. Keluhan sakit
kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada dan fotofobia tidak ada. Menurut
teori, kejang pada anak dapat disebabkan oleh demam, infeksi (meningitis dan
ensefalitis), gangguan metabolik, gangguan elektrolit, neoplasma, dan trauma
kapitis. Berdasarkan anamnesa, kejang yang dialami pasien bukan merupakan
jenis kejang demam karena bangkitan kejang tidak disertai peningkatan suhu
tubuh walaupun beberapa hari sebelum bangkitan kejang namun diperlukan
pemeriksaan fisik secara teliti dan diulang secara periodik untuk menyingkirkan
diagnosis kejang demam pada Os seperti derajat kesadaran, adanya meningismus,
kaku kuduk, kernig sign atau Brudzinski. Pasien mengalami demam, kejang,
29
mengalami penurunan kesadaran, gelisah dan meracau post iktal menunjukkan
dampak infeksi intrakranial.25
Sekitar ± 6 hari yang lalu Os dibawa ke RS Hermina untuk dilakukannya
perawatan di PICU. Pasien diberikan terapi antibiotik dan terapi cairan. Keadaan
umum Os membaik namun keluhan demam tidak terlalu tinggi masih menetap,
gelisah, berbicara meracau dan penurunan nafsu makan. Kemudian Os
dipindahkan rawat inap bangsal anak. Menurut teori apabila terjadinya perbaikan
setelah pemberian terapi antibiotik secara empiris menunjukkan bahwa pemberian
terapi antibiotik efektif mengatasi kausal. Terapi antibiotik diberikan berdasarkan
indikasi hasil laboratorium darah rutin yang menunjukkan peningkatan leukosit
sebesar 17.600/uL (leukositosis).26
Setelah hari ke-3 pasca perawatan di RS Hermina Os tampak lemas, pasien
tampak semakin gelisah dan meracau. Kemudian pasien di rujuk ke RSUD Bari
Palembang untuk diberikan perawatan dan pemantauan secara intensif. Pasien
mengalami demam, tampak sangat gelisah, meracau dan penurunan nafsu
makan. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum Os tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran kompos mentis (E4V6M5), tekanan darah 115/88 mmHg, suhu
36,8˚C, denyut nadi 118 x/menit, respiratory 22 x/menit. Pemeriksaan neurologis
didapatkan kaku kuduk (+), kernig sign (+), burdzki I (+) dan burdzki II (+).
Prosedur pungsi lumbal telah dilakukan namun sampel LCS tidak didapatkan.
Menurut teori keluhan demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk merupakan trias
klasik untuk menegakkan diagnosis meningitis bakterialis berdasarkan gejala
klinis yang dijumpai penuh atau sebagian pada 50-95% kasus dan hanya memiliki
40-50% sensitivitas dalam mengdiagnosis meningitis bakterialis sehingga
diperlukan pemeriksaan pungsi lumbal untuk menilai karakteristik cairan
serebrospinal dalam menyingkiran etiologi penyebab meningitis virus, jamur atau
TB.27
Batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual dan muntah tidak ada, demam tidak
disertai berkeringat malam hari, BAK normal (frekuensi ± 4 kali perhari, warna
kuning muda), BAB normal (frekuensi ± 2 kali perhari, konsistensi lunak,
berwarna kuning), riwayat kontak penderita ISPA dan TB Paru tidak ada.
Terdapat riwayat demam typoid pada usia 6 tahun. Hal tersebut menunjukkan
30
bahwa keluhan yang dialami oleh Os tidak berhubungan dengan infeksi ISPA, TB
dan demam typoid.
Riwayat makanan Os mendapatkan Asi selama 24 bulan. Namun kebutuhan
nutrisi tidak terpenuhi. Diketahui Os mendapatkan asupan nutrisi dalam jumlah
yang sedikit (bubur nasi, nasi tim, nasi biasa, daging, tempe, tahu, sayuran, buah).
Riwayat asupan nutrisi Os hingga saat ini masih rendah. Hal tersebut dapat dinilai
dari kurva CDC yang menunjukkan bahwa status gizi Os adalah gizi kurang
(BB/TB = 90%). Menurut teori terdapat hubungan antara status gizi terhadap
sistem imunitas seseorang. Hubungan tersebut adalah apabila seseorang dalam
status gizi yang kurang maka akan rentan mengalami infeksi. Pola makan yang
salah dapat menyebabkan kurangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh
sesorang seperti asupan protein, vitamin A, vitamin C dan beberapa zat gizi lain
yang berperan dalam fungsi imunitas tubuh. Zat-zat gizi tersebut, saat ini dikenal
sebagai imunonutrisi, yaitu kumpulan zat-zat gizi tertentu atau substansi makanan
spesifik yang dikonsumsi dalam jumlah tertentu dalam diet yang memiliki
kemampuan memodulasi dan memperbaiki respon imun. Immunonutrisi
merupakan kumpulan zat gizi spesifik seperti protein (khususnya arginin dan
glutamin), nukleotida, asam lemak omega-3, antioksidan (vitamin A, vitamin C,
dan vitamin E) dan mineral (zink) yang diberikan sendiri ataupun bersama-sama,
memiliki pengaruh terhadap parameter imunologik dan inflamasi yang telah
terbukti secara klinis dan laboratorik.28
Diketahui Os tidak mendapatkan imunisasi dasar ataupun ulangan. Kesan
imunisasi dasar tidak lengkap. Menurut teori imunisasi yang diberikan ditujukan
untuk memperoleh imunitas karena adanya peran memori imunologis. Anak yang
tidak mendapatkan imunisasi tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap serangan
penyakit infeksi. Imunisasi yang sangat berperan penting dalam menurunkan
angka kejadian penyakit infeksi meningitis bakterialis adalah imunisasi Hib dan
IPD. Hal ini karena H. influenza grup b dan S. pneumonia merupakan penyebab
utama meningitis bakterialis terutama pada usia >3 bulan.29
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa tirah baring, diet memenuhi
asupan nutrisi, pemberian antibiotik ceftriakson IV (50-100
mg/kgBB/hari) 1 x 1.800 gram dan cairan parenteral IVFD D5% ½ NS 20
31
TPM (kebutuhan cairan 1.400 ml). Antibiotik ceftriaxone merupakan
terapi antibiotika empiris sebagai rekomendasi terapi lini pertama pada
pasien meningitis bakterialis pada usia 2 bulan hingga 18 tahun. Antibiotik
ini harus diberikan dengan dosis yang optimal yaitu 100 mg/kgBB/hari
dalam waktu 10-14 hari. Pemberian nutrisi parenteral berguna untuk
mencukupi kebutuhan asupan nutrisi secara adekuat pada Os karena
terjadinya penurunan nafsu makan sehingga nutrisi peroral tidak adekuat.
Hal ini sejalan dengan teori tatalaksana untuk pasien meningitis
bakterialis.30
Prognosis vitam, functionam dan sanationam pada pasien ini adalah dubia
ad bonam, berdasarkan teori hasil prognosis pada meningitis ditentukan dari
beberapa faktor yaitu umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi,
lamanya sakit sebelum mendapatkan pengobatan dan kepekaan bakteri terhadap
antibiotik yang diberikan. Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik maka
pengobatan antibiotik menjadi adekuat dan diharapkan dapat menurunkan angka
kematian dan kecacatan akibat meningitis bakterialis.19
DAFTAR PUSTAKA
32
3. Brouwer, M., et al. 2016. Community-acquired bacterial meningitis, Nature
reviews. Disease primers, 2 ( https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27808261/,
diakses pada 6 mei 2021).
4. Maimaiti, N., et al. 2012. Incidence of Bacterial Meningitis in South East
Asia Region. MC Public Health, 12 (Suppl 2), A30.
(https://doi.org/10.1186/1471-2458-12-S2-A30 )
5. Yanuar, W., Sari, I. P., & Nuryastuti, T. 2018. Evaluasi Terapi Antibiotik
Empirik terhadap Clinical Outcome pada Pasien Anak dengan Meningitis
Bakteri di Bangsal Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2010-2015.
6. Zainel, A.M., Hana, & Sadarangani, M. 2021. Bacterial Meningitis in
Children: Neurological Complications, Associated Risk Factors, and
Prevention.
7. Mounth, H.R., & Boyle, S.D. 2017. Aseptic and Bacterial Meningitis:
Evaluation, Treatment, and Prevention. American Family Physician, 96(5),
(https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28925647/, diakses pada 6 mei 2021)
8. Van Veen, K. E., et al. 2016. Bacterial Meningitis in Diabetes patients: a
population-based prospective study, Scientific reports, 6
(https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27845429/, diakses pada 6 mei 2021).
9. Brouwer, M., Tunkel, A., & van de Beek, D. 2010. Epidemiology,
Diagnosis, and Antbimicrobial Treatment of Actute Bacterial Meningitis.
Clinical Microbiology Reviews, 23(3), 467-492.
(https://doi.org/10.1128/CMR.00070-09 )
10. Roos, K., & Tyler, K. 2017. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine (4th
Editio). USA: McGraw- Hill.
11. Castellazzi, M., Marchisio, P & Bosis, S. 2018. Listeria Monocytogenes
Meningitis in Immunocompetent and Healthy Children: a Case Report ans a
Review of Literature. Italian Journal of Pediatrics, 44(1), 152.
(https://doi.org/10.1186/s13052-018-0595-5)
12. World Health Organization. 2017. Meningococal Meningitis: Fact Sheet. In
WHO. (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs141/en/ )
13. Park, B. S., et al. 2017. Procalcitonin as a potential predicting factor for
prognosis in bacterial meningitis. Journal of clinical neuroscience: official
33
journal of the Neurosurgical Society of Australia, 36, (
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28341167/, diakses pada 6 mei 2021)
14. Singhi, P., & Singhi, S. Acute Bacterial Meningitis dalam: Singhi P., Griffin
DE., Newton CR. Penyunting. Central nervous system infections in
childhood. London;Mac Keith Press; 2014, h. 160-81
15. Alam, A. 2011. Kejadian Meningitis Bakterial Pada Anak Usia 6-18 Bulan
yang Menderita Kejang Demam Pertama.
16. Weinberg, GA., & Thompson-Stone, R. 2017. Bacterial Infections of The
Nervous System. Dalam; Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, dkk.
Penyunting. Swaiman’s pediatric neurology, principles and practice. Edisi
ke-6. Philadelphia Elsevier. 1(1): 896-907.
17. Pina-Garza, JE. 2013. Fenichel’s clinical pediatric neurology: a sign and
symptoms approach. Edisi ke-7. New York: Elsevier-Saunders.
18. Bale, JF. 2009. Meningitis and encephalitis. Dalam: Maria BL. Penyunting.
Current management in child neurology. Edisi ke-4. Shelton: BC Decker
Inc: 632-637.
19. Meisadona, G., Soebroto, AD., & Estiasari, R. 2015. Diagnosis dan
Tatalaksana Meningitis Bakterialis. CDK-224. 41(1): 15-19.
20. Newton, CR. 2014. Central nervous system infections (bacteria and
parasites). Dalam;Sejersen T, Wang CH. Penyunting. Acute pediatric
neurology. London;Springer-Verlag: 243-70.
21. Bale, JF., et al. 2012. Pediatric Neurology. Boca Raton: Taylor and Francis
Group.
22. Le-Saux, N. 2014. Canadian Pediatric Society, Infectious Disease and
Immunization Committee. Guidelines for the management of suspected and
confirmed bacterial meningitis in Canadian children older than one month
of age. Paediatr Child Health. 1(19): 141-6.
23. Anon. 2014. Infants and Children: Acute Management of Bacterial
Meningitis. Edisi ke-4. North Sidney; NSW Ministry of Health.
24. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC
34
25. Panduan Praktik Klinik (Ppk). Departemen Kesehatan Anak Rsup Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
26. Nurmala, et al. 2015. Resistensi dan Sensitivitas Bakteri terhadap Antibiotik
Di RSU dr. Soedarso Pontianak Tahun 2011-2013. eJKI. 3(1): 21-28.
27. Fouad, R., et al. 2014. Role of Clinical Presentation and Routine CSF
Analysis in the Rapid Diagnosis of Acute Bacterial Meningitis in Case of
Negative Gram Stained Smears. Journal of Tropical Medicine.
28. Angraini, DI. 2014. Immunonutritions Intake (Vitamins A, C and E)
Assoicated With Lymphocyte Numbers. Juke. 4(7): 39-44.
29. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 temtang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Departemen Kesehatan.
30. Mahalini, DS. 2014. Terapi Antibiotika Rasional Pada Bayi dan Anak
dengan Meningitis Bakteri Akut. PKB Ilmu Kesehatan Anak XIII.
35