Laporan
Kasus
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ.,MARS
i
2
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang periode 28 Oktober - 13 November 2021.
ii
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul “Insomnia Non
Organik” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Abdullah Sahab, Sp.KJ.,MARS selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Tim Penulis
iii
4
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................i
Halaman Pengesahan...........................................................................................................ii
Kata Pengantar...................................................................................................................iii
Daftar Isi.........................................................................................................................iv
Daftar Gambar................................................................................................................v
Daftar Tabel.....................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
BAB II STATUS PASIEN............................................................................................7
2.1 Identifikasi Pasien.........................................................................................7
2.2 Anamensis.....................................................................................................7
2.3 Status Internus.............................................................................................13
2.4 Status Neurologikus.....................................................................................13
2.5 Sttatus Psiatrikus.........................................................................................14
2.6 Diagnosis Multiaksial..................................................................................18
2.7 Terapi...........................................................................................................18
2.8 Prognosis.....................................................................................................19
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................20
BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................45
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-
rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur
merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat, untuk
beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi
tubuh. Setelah seseorang menjalankan aktivitas sehari-harinya tidur merupakan
proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang
rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh, dibutuhkan
tidur yang cukup untuk memulihkan kondisi tubuh menjadi segar guna
menghadapi aktivitas kembali esok hari. Apabila seseorang tidak bisa melakukan
proses tidur, maka orang tersebut dicurigai mengalami gangguan tidur.(1,2)
Insomnia istilah digunakan dalam berbagai cara dalam literatur medis dan
terbitan popular. Insomnia adalah gangguan tidur yang umum, kronis, dan meluas
di mana orang secara teratur memiliki kesulitan tidur dan / atau tidur meskipun
kesempatan adekuat untuk tidur. Paling sering, insomnia didefinisikan oleh
kehadiran dan laporan individu kesulitan dengan tidur. Misalnya, dalam studi
survei, insomnia didefinisikan sebagai respon positve untuk pertanyaan baik,
apakah Anda memiliki pengalaman susah tidur? Dalam literatur tidur, insomnia kadang-
kadang digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan keberadaan bukti
polysomnographic tidur terganggu. Dengan demikian, kehadiran laten tidur
panjang, sering terbangun tengah malam, atau periode lama terjaga selama periode
tidur bahkan sering tergugah sementara diambil sebagai bukti insomnia. (3)
Menurut penelitian di Amerika menyebutkan 40-70 juta penduduk
Amerika mengalami insomnia intermiten dan 10 hingga 20 % penduduk Amerika
5
6
STATUS PASIEN
2.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Keluhan pasien pertama kali dirasakan pada saat ia berumur 19 tahun atau
± 20 tahun SMRS. Pasien mengatakan bahwa saat itu ia mendengar bisikan-
bisikan jahat yang menyuruh untuk mencelakakan dirinya dan orang lain. Selain
itu, ia mengeluhkan mudah marah dan sensitif terhadap orang-orang serumah.
Ayah pasien juga mengatakan bahwa pasien sering tampak merenungi sesuatu. Hal
ini terjadi setelah sebelumnya pasien mengalami putus cinta dan kehilangan
motornya akibat ditodong oleh orang tidak dikenal. Pasien juga pernah melakukan
percobaan bunuh diri dengan cara lompat ke sumur, namun berhasil ditolong dan
dilarikan ke RS Ernaldi Bahar Palembang. Pasien kemudian menjalani beberapa
kali perawatan di RS Ernaldi Bahar. Pasien mendapat beberapa jenis obat,
diantaranya haloperidol, risperidon, olanzapin, lodomer, namun pasien lupa
dosisnya. Pasien mengatakan bahwa terdapat perbaikan setelah minum obat,
diantaranya adalah bisikan-bisikan jahat yang tidak terdengar sesering dulu, dan
tidak mudah marah.
- Riwayat rawat inap: Pasien sudah pernah dirawat sebanyak 2 kali sebelumnya.
d. Riwayat pengobatan
Pasien menjalani pengobatan di Poli Rawat Jalan RS Ernaldi Bahar Palembang dan
mendapat obat yaitu haloperidol, olanzapine, risperidone, dan lodomer.
Pasien menjalani pengobatan di Instalasi Rawat Inap RS Ernaldi Bahar Palembang
sebanyak 2 kali.
e. Riwayat premorbid
Tidak diketahui
f. Riwayat keluarga
- Pasien merupakan anak keenam dari dari enam bersaudara. Pasien memiliki
dua kakak laki-laki dan tiga kakak perempuan
- Hubungan pasien dengan anggota keluarganya cukup baik.
- Saat ini pasien tinggal dengan orangtuanya.
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
- Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa lainnya tidak ada
- Riwayat keluarga mengonsumsi alkohol dan NAPZA tidak ada
- Riwayat penyakit komorbid dalam keluarga tidak ada
g. Riwayat pendidikan
Sekolah Menengah Atas
h. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
i. Riwayat perkawinan
Belum pernah menikah
k. Transkrip
Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Senin, 22 November 2021 pukul
10.45 WIB di Poli RS Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Palembang dan Indonesia. Pasien memiliki tingkat
kesadaran compos mentis dan kooperatif. Pasien berpenampilan sesuai usia.
Keluhannyo kesini apo pak? Aku nih dek denger bisikan- Halusinasi auditorik
(+)
bisikan ini tula
Tapi bapak sadar dak itu tau, aku sadar. Aku nih gangguan Tilikan 6
bisikan nyuruh bapak jiwa nyo 2 ikok, sikok halusinasi
ngelakuke hal yang dak baik? dengan sikoknyo yang bisikan
Ado gejala apo lagi pak selain Dak ado dek, itulah yang dak
bisikan-bisikan tadi? pacak dihindari
Dulu pernah ado sakit apo pak Ado kejang tu sudah bertahun
sebelumnyo? Pernah dirawat yang lewat dek. Pernah dek.
dirumah sakit dak?
Berapo kali pak kejangnyo? Sekali itulah. Waktu itu aku gigit
Waktu kejangnyo kondisi bapak gigi kato wong yang jingok.
cakmano? Badan kaku galo. Kejangnyo
tiba-tiba.
Jadi sekarang apo yang bapak Katek dek, Cuma halunisasi itu
rasoke pak? lah yang dak pacak dihilangke.
Seperti khayalan-khayalan.
Khayalan itu bapak lihat cak halunisasi itu lah, semacam Arus pikir koheren
sesuatu atau bapak denger cak tekanan-tekanan di perut. Aku nih
suaro-suaro bisikan atau wong nyebut halunisasi itu nah tapi
ngobrol? bukan aku yang ngomong. Cak
perasaan di pikiran aku dewek
bae
Sekarang cakmano pak Sekarang lah idak lagi denger
sesudah berobat? Masih dak bisikan, Cuma halunisasi itulah.
denger bisikan-bisikan atau Kalo mudah marah tuh idak. Dulu
khayalan tadi? Emosi aku mudah marah dek waktu ibu
cakmano pak? Bapak meraso aku masih hidup. Penyakit aku
mudah marah dak? nih lah dari umur 20 tahun. Aku
berobat, terus sembuh, kambuh
lagi, terus sembuh lagi. Sekarang
halunisasi samo bisikan inilah
dek yang dak pacak dihilangke.
Bapak inget obatnyo? risperidon, haloperidol, lodomer, Daya ingat baik
olanzepin, nefros
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis.
Nadi : 88x/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36,3ºC
Pernapasan : 22x/menit
Rapid Antigen : Tidak dilakukan
d. Isi Pikiran
: Tidak Ada
Waham
Pola Sentral : Tidak Ada
Fobia : Tidak Ada
Konfabulasi : Tidak Ada
Perasaan Inferior : Tidak Ada
Rasa Permusuhan : Tidak Ada
Hipokondria : Tidak Ada
Ide Bunuh Diri : Tidak Ada
Ide Melukai Diri : TidakAda
Lain-lain : Tidak Ada
e. Pemilihan Pikiran
Obsesi : Tidak Ada
Alienasi : Tidak Ada
f. Bentuk Pikiran
Autistik/ Dereistik : Tidak ada
Simbolik : Tidak ada
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain :-
Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan
Abulia/Hipobulia : Tidak Ada
Katatonia : Tidak Ada
Raptus/Impulsivitas : Tidak Ada
Kegaduhan Umum : Tidak Ada
Deviasi Seksual : Tidak Ada
Ekopraksi : Tidak Ada
Vagabondage : Tidak Ada
Kompulsi : Tidak Ada
Mannerisme : Tidak Ada
Autisme : Tidak Ada
Logore : Tidak Ada
Mutisme : Tidak Ada
Dekorum
Kebersihan : Bersih
Cara Berpakaian : Cukup Rapi
Sopan Santun : Baik
Reality Testing Ability : Tidak terganggu
Pemeriksaan Lain
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/CT scan : Tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : Tidak dilakukan
d. Pemeriksaan narkoba, sampel urin : Tidak dilakukan
e. Pemeriksaan LCS : Tidak dilakukan
f. Pemeriksaan elektroensefalogram : Tidak dilakukan
2.6. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F.06.0 Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak
dan Penyakit Fisik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : G.40.3 Epilepsi dan sindrom epileptik idiopatik generalisata
Aksis IV : Permasalahan psikososial
Aksis V : GAF scale 70-61 (Beberapa gejala ringan & menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik), pasien masih bisa
berinteraksi dengan kooperatif ketika diwawancara.
2.7. TERAPI
Farmakologi
Psikoedukasi
Risperidon 2 x 2 mg
Carbamazepin 3 x 200 mg
Non-farmakologi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
Kognitif
Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien sehingga
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien.
Religius
- Bimbingan keagaman yang diberikan untuk pasien ini adalah edukasi, agar
pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu
menjalankan sholat lima waktu, menegakkan amalan sunnah seperti
mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.
2.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur,
jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Menurut DSM-V,
Insomnia didefinisikan sebagai ketidakpuasan dengan kuantitas tidur atau
kualitas terkait dengan satu atau lebih gejala berikut :
Kesulitan memulai tidur
Kesulitan mempertahankan tidur, ditandai dengan sering terbangun atau
masalah kembali tidur setelah terbangun
Bangun lebih pagi dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur
20
21
3.2. Etiologi
Masalah tidur ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, daintaranya karena
hormonal, obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya
tekanan batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman atau perubahan waktu
karena harus kerja malam. (1)
Tabel 1. Komorbid Psikiatri dan Gangguan Mental serta Obat-obatan dan
Substansi yang Dapat Mengintervensi Tidur
Gangguan Me ntal
Gangguan Mood (depresi berat, gangguan distimik, bipolar)
Gangguan anxietas (gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan stress
pasca trauma
Gangguan psikotik (skizofrenia)
Gangguan penyalahgunaan zat
3.4. Patofisiologi
Insomnia sering dikaitkan dengan keberadaan hyperarousal. Keadaan ini
meningkatkan level kewaspadaan seseorang dan menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolism di dalam tubuh. Bila terjadi di malam hari akan
menimbulkan kesulitan tidur. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
hasilnya menunjukkan adanya peningkatan body metabolic rates yang lebih
tinggi pada penderita insomnia bila dibandingkan orang normal. Keadaan ini
tidak hanya terjadi pada malam hari, tetapi juga bisa di siang hari. Keadaan
hyperarousal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti stress psikologis
maupun fisik. Penelitian yang dilakukan Charles M.Morin, dkk menunjukkan
tingginya intensitas stressor dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatnya
arousal pada orang dengan insomnia primer bila dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami gangguan tidur.(2)
Penelitian tentang neuroimaging pada pasien insomnia, menunjukkan
adanya peningakatan metabolism glukosa serebral selama tidur dan saat
bangun. Pada pemeriksaan electroencephalography, insomnia menunjukkan
peningkatan aktivitas gelombang beta dan penurunan aktivitas gelombang delta.
(2)
3.5. Diagnosis
Anamnesis
Melalui anamnesis yang lengkap diagnosis insomnia dapat
ditegakkan. Beberapa informasi yang harus didapatkan seperti informasi yang
mendalam mengenai keluhan yang dirasakan sangat dibutuhkan untuk
membantu menegakkan diagnostik, seperti apakah insomnia yang dikeluhkan
berhubungan dengan gangguan saat memulai tidur, mempertahankan tidur,
(10)
bangun tidur pagi, tidur yang tidak menyegarkan atau kombinasinya.
Apabila gangguan memulai tidur berhubungan dengan restless leg
syndrome , sedangkan gangguan bangun terlalu pagi berhubungan dengan
gangguan depresi. Tambahan informasi seperti onset, frekuensi, penyakit
penyerta, faktor yang memperberat dan memperingan juga dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Apabila perjalanannya panjang tanpa
diikuti penyerta menandakan insomnia primer yang kronik, sedangkan
insomnia yang disertai penyakit penyerta menandakan insomnia
(10)
sekunder.
Ditanyakan juga jadwal tidur, meliputi waktu tidur, latensi tidur,
lamanya waktu tidur, waktu untuk memulai kembali tidur, waktu bangun,
waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu total tidur mesti dikaji.
Apabila ditemukan pilihan waktu tidur tidak sesuai dengan kenyataannya
menandakan adanya gangguan tidur irama sirkardian. Digali juga
informasi mengenai aktivitas sehari-hari seperti jadwal kerja, makan,
olahraga, lama dan waktu tidur siang. Pembahasan mengenai rasa ngantuk
sepanjang hari, menurunnya daya ingat dan konsentrasi, depresi, cemas,
mudah tersinggung, gangguan dalam bekerja atau di rumah juga perlu
ditanyakan pada orang sekitar pasien untuk emmastikan keluhan yang
disampaikan pasien. Kondisi tidur seperti kondisi ruangan, pencahayaan, suhu,
tingkat kebisingan, penggunaan TV, komputer selama waktu menjelang
tidur juga perlu ditanyakan karena akan mengurangi kemampuan
untuk tidur. (10)
Ditanyakan juga penanganan yang dilakukan sebelumnya dan efek
yang ditimbulkan melalui pengobatan tersebut. Beberapa penyakit yang
timbul bersamaan dengan penyakit (kardiovaskular, paru-paru, saraf,
gastrointestinal, ginjal, endokrin), yang berhubungan dengan gangguan
psikiatri (depresi, gangguan bipolar, cemas, panic) dan penggunaan zat
seperti (alcohol, kafein), perlu ditanyakan jumlah penggunaan, waktu dan
(10)
frekuensinya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mungkin memberikan petunjuk untuk
gangguan medis yang mendasari predisposisi insomnia.
Rekomendasi spesifik meliputi.:
Riwayat sugestif sleep apnea; kepala. Cermat dalam pemeriksaan kepala
dan leher
Gejela restless leg syndrome atau gangguan pergerakan tungkai periodic
atau gangguan neurologis lainnya. Cermat dalam melakukan pemeriksaan
neurologis
Gejala siang konsisten dengan penyebab medis insomnia: cermat dalam
pemeriksaan sistem organ yang terkena (misalnya, paru-paru pada
(9)
penyakit paru obstruktif kronik)
Pemeriksaan Penunjang :
Insomnia adalah diagnosis klinis. Studi diagnostic diindikasikan secara
prinsip untuk klarifikasi gangguan komorbid. Pengukuran yang dapat
dipertimbingkan sebagai berikut:
Polysomnography, merupakan alat yang paling sensitive untuk
membedakan tidur dan terjaga. Pemeriksaan alat ini tidak rutin
digunakan untuk mengevaluasi insomnia kronik karena pada banyak
kasus hanya mengkonfirmasi laporan subjektif dari pasien tanpa
mengindikasikan penyebab pasien terjaga, tapi pada situasi tertentu
polisomnografi sangat berguna pada sleep apnea, periodic limb
movement, atau parasomnia. Pada pasien dengan keluhan tidak wajar
atau riwayat respon terhadap pengobatan tidak baik dapat dilakukan
polisomnografi.
Actigraphy, merupakan metode objektif untuk mengevaluasi pola
tidur dan beraktivitas dengan menggunakan peralatan yang sensitive
terhadap gerakan, digunakan pada pergelangan tangan yang tidak
dominant. Pada penelitian yang valid menunjukkan hubungan antara
pola aktigrafi dan tidur yang dinilai melalui polisomnografi,
walaupun aktigrafi dapat melebih-lebihkan jumlah nyata dari tidur.
Aktigrafi bertujuan untuk memeriksa pola-pola yang terjadi secara
temporal, variasinya dan respon terhadap pengobatan. Aktigrafi
digunakan dalam mengevaluasi gangguan ritme sirkardian tapi belum
sepenuhnya valid.
Sleep diary, merupakan pencatatan waktu tidur yang dilakukan selama 1-
2 minggu, pencatatan ini berguna untuk menegakkan pola tidur, variasi
pada jam tidur, gangguan tidur dari hari ke hari. (9), (10)
atau bangun terlalu awal atau tidur yang kronis-menyegarkan atau miskin
dalam kualitas. Pada anak-anak, kesulitan tidur sering dilaporkan oleh
penjaga dan mungkin terdiri dari diamati perlawanan tidur atau ketidakmampuan
untuk tidur secara mandiri
Kesulitan tidur di atas sering penghematan meskipun peluang dan situasi yang
cukup untuk tidur.
Setidaknya salah satu bentuk berikut penurunan siang berkaitan dengan
kesulitan tidur malam hari dilaporkan oleh pasien: kelelahan atau
malaise attentiion, konsentrasi atau gangguan memori disfungsi sosial atau
kejuruan atau prestasi sekolah yang buruk gangguan mood atau iritabilitas
kantuk di siang hari (6)
3.8. Penatalaksanaan
Menurut guideline American Academy of Sleep Medicine
(AASM) terdapat 2 tujuan utama penatalaksanaan insomnia yakni :
- Untuk meningkatkan kualitas tidur
(9)
- Untuk meningkatkan perbaikan gangguan terkait siang hari pada pasien
Terapi Farmakologi (Psikofarmaka)
Obat sedatif-hipnotik
Obat-obat sedatif hipnotik tidak selalu mengobati insomnia, tetapi dapat
menghilangkan gejala dengan atau tanpa penyesuaian terapi CBT.
Kelompok reseptor agonis non benzodiazepine (eszopiclone, zolpidem,
zaleplon) dipercaya mempunyai kemampuan menghambat lebih rendah
dari benzodiazepine serta memiliki mejuan penting untuk terapi jangka
panjang pada insomnia kronik.
Suvorexant (Belsomra)
Suveorexant telah diterima oleh FDA pada Agustus 2014 sebagai reseptor
antagonis orexin untuk insomnia. Obat ini diindikasikan untuk terapi
insomnia dengan karakter diikuti kesulitan dalam onset tidur dan atau
maintaining tidur. Signal sistem Neuropeptida orexin sebagai promotor
utama terjaga. Memblok ikatan yang menginisiasi keterjagaan orexin
neuropeptide A dan B pada reseptor OX1R dan OX2R oleh suvorexant
diyakini menekan keinginan untuk terjaga. Diterima pada tiga uji klinik
yang melibatkan 500 relawan. Dosis yang direkomendasikan 10 mg untuk
kebanyakan pasien. Setelah mengkonsumsi 20mg, gangguan mengemudi
(9)
dapat ditemukan pada relawan yang diobservasi.
Ramelteon
Remelteon (Rozerem) adalah reseptor agonis melatonin, yang diterima
oleh FDA sebagai terapi untuk insomnia. Ramelton adalah reseptor agonis
melatonin spesifik yang mengikat reseptor melatonin MT1 dan MT2.
Memiliki waktu paru 1-3 jam. Reseptor MT1 melemahkan sinyal
memperingatkan suprachiasmatic nucleus (SCN), dan pergeseran fase
reseptor MT2 (peningkatan) jam SCN untuk mempromosikan tidur.(9)
Antidepresan sedatif
Antidepresan sedative digunakan untuk terapi insomnia primer tanpa
gangguan mood, yakni trisiklik sedatif antidepresan seperti amitriptyline,
nortriptyline, dan daoxepin, serta obat tetrasiklik seperti mirtazapine.
Banyak dokter percaya bahwa antidepresan penenang memiliki efek
samping yang lebih sedikit daripada agonis reseptor nonbenzodiazepine;
Namun, hal ini tidak terjadi. Obat trisiklik dan mirtazapine dapat
menyebabkan sedasi siang hari, berat badan meningkat, mulut kering,
hipotensi postural, dan aritmia jantung. Trazodone dapat menyebabkan
(10)
priapismus pada pria, sedasi siang hari, dan hipotensi.
Efikasi dan keamanan dari dosis rendah doxepin telah dibuktikan dalam 2
acak, double-blind, kelompok paralel, uji coba terkontrol plasebo. Dosis
rendah doxepin dianggap hipnosis yang terutama bekerja melalui efek
(9)
antihistamin.
Roth et al melaporkan bahwa doxepin dosis rendah (6 mg) diberikan
perbaikan yang signifikan dalam onset tidur, pemeliharaan, durasi, dan
kualitas, serta muncul untuk mengurangi terbangun pagi. Para peneliti
menggunakan efek pertama-malam dikombinasikan dengan fase muka 3
jam untuk menginduksi insomnia sementara pada orang dewasa yang
sehat. Insiden efek samping adalah sebanding dengan plasebo.(10)
Dalam sebuah studi 12-minggu pasien lansia dengan insomnia primer
kronis, Krystal et al melaporkan bahwa malam 1-mg atau dosis 3 mg
doxepin menghasilkan perbaikan yang signifikan dan berkelanjutan di
sebagian endpoint insomnia, termasuk pemeliharaan tidur dan terbangun
pagi. Tidak ada bukti dari hari berikutnya sedasi residual atau efek
samping yang signifikan lainnya. Khasiat dinilai menggunakan
polisomnografi, laporan pasien, dan peringkat dokter .(9)
Antihistamin
Antihistamin adalah obat utama yang dijual bebas untuk membantu tidur .
Namun demikian, antihistamin umum (yaitu, antagonis H1-reseptor-
generasi pertama seperti diphenhydramine, hydroxyzine, dan
doxylamine) tidak diindikas ikan untuk pengobatan sulit tidur.(10)
Zhang et al melaporkan bahwa dosis malam hari dari 50 mg
diphenhydramine mengakibatkan hari berikutnya efek residu obat
penenang. Ini double-blind, terkontrol plasebo, studi Crossover
digunakan positron emission tomography (PET) untuk pengukuran yang
objektif efek residual.(10)
Sementara H1 antihistamin memiliki efek sedatif pada individu yang
sehat, tidak ada penelitian telah membentuk berbagai dosis efektif untuk
efek hipnotis agen ini pada pasien dengan insomnia. Agen ini mungkin
memiliki beberapa manfaat subjektif, tapi khasiat dan keamanan jangka
panjang belum ditunjukkan. Dengan demikian, penggunaan rutin mereka
pada individu dengan insomnia tidak disarankan.(9)
Melatonin
Melatonin menjadi terkenal sebagai obat yang dijual bebas untuk
membantu tidur. Melatonin adalah agen alami yang mensekresi hormone
pada glandula pinealis. Konsentrasi melatonin tinggi dalam darah selama
proses tidur normal dan rendah pada waktu terjaga normal. Konsensus
umum menyatakan bahwa melatonin memberikan efek hiponotik pada
waktu jam normal. Melatonin memberikan peningkatan waktu tidur,
(10)
sebaiknya diadministrasikan 30 menit sebelum waktu tidur normal.
Pada penderita insomnia kronis mampu mengubah kebiasan tidur serta
perubahan mood serta kewaspadaan untuk terjaga di siang hari setelah
terapi. Pada pedoman AASM (2008) mencatat kurangnya relatif data
keamanan dan data kemanjuran dan, karena itu, menyatakan bahwa
(10)
melatonin tidak dianjurkan untuk pengobatan insomnia kronis.
Sebuah double-blind, uji klinis terkontrol plasebo oleh Rondanelli et al
pada pasien fasilitas perawatan jangka panjang menemukan bahwa dosis
malam hari melatonin, dikombinasikan dengan magnesium dan seng,
muncul untuk meningkatkan kualitas penduduk 'tidur dan kualitas hidup.
Suplemen, yang mengandung 5 mg melatonin, 225 mg magnesium, dan
11,25 mg seng, diberikan 1 jam sebelum tidur. (9)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Pada guideline American Academy of Sleep Medicine (AASM)
rekomendasi penatalaksanaan yakni paling tidak terdapat satu intervensi
terapi perilaku dalam terapi awal. Cognitive behavioral therapy (CBT)
adalah terapi yang paling dipertimbangkan untuk pasien dengan insomnia
primer, serta efektif sebagai terapi adjuvan pada insomnia dengan
komorbid. (9)
Komponen CBT terdiri atas :
- Edukasi sleep hygiene
- Terapi kognitif - Terapi relaksasi
- Terapi kontrol stimulus
- Terapi pengaturan tidur (9)
Diet dan Olahraga
Langkah-langkah diet pada pasien dengan insomnia adalah masalah
waktu dan menghindari. Rekomendasi berikut mungkin berguna:
- Hindari minuman berkafein di sore hari atau malam, karena
aktivitas stimulan antagonisme adenosin dapat mempromosikan
hyperarousal
- Hindari alkohol di malam hari, karena ini dapat
memperburuk gangguan napas saat tidur menyebabkan sering
arousals; Selanjutnya, sementara alkohol mempromosikan tidur
lebih awal di malam hari, itu mengarah ke lebih gangguan tidur
kemudian di malam hari
- Hindari makanan besar di dekat waktu tidur, terutama
dengan penyakit gastroesophageal reflux atau tertunda
(9)
pengosongan lambung.
Olahraga di sore hari atau sore hari (setidaknya 6 jam sebelum tidur)
dapat mempromosikan tidur. Namun, aktivitas fisik yang kuat pada akhir
malam (<6 jam sebelum tidur) dapat memperburuk insomnia.(9)
Akupuntur
Sebuah studi longitudinal oleh Sun et al menemukan bahwa pengobatan
akupresur dapat memperbaiki insomnia, dengan efek yang berlangsung
setelah akhir intervensi. Dalam, percobaan acak terkontrol 50 warga di
fasilitas perawatan jangka panjang, 5 minggu akupresur standar pada HT7
yang (Shenmen) poin dari kedua pergelangan tangan secara signifikan
mengurangi insomnia, dengan manfaat bertahan sampai 2 minggu sesudahnya.
(9)
3.9. Prognosis
Pengobatan insomnia dapat meningkatkan taraf kesehatan, fungsi, dan
kualitas hidup pasien. Konsekuensi insomnia tidak diobati dapat meliputi.:
Gangguan kemampuan berkonsentrasi, miskin memori, kesulitan coping
dengan iritasi ringan, dan penurunan kemampuan untuk berhubungan
keluarga dan sosial
Berkurangnya kualitas hidup, sering sebelumnya atau berhubungan
dengan depresi dan / atau kecemasan
Lebih dari peningkatan 2 kali lipat berisiko memiliki kecelakaan
kendaraan bermotor-kelelahan terkait
Peningkatan jelas dalam kematian untuk orang yang tidur kurang dari 5
(9)
jam setiap malam.
Sebuah studi kohort prospektif di etnis Cina di Taiwan menunjukkan
bahwa durasi tidur dan keparahan insomnia yang berhubungan dengan
semua penyebab kematian dan kejadian penyakit kardiovaskular. Penelitian
lain telah menghasilkan hasil yang bertentangan mengenai konsekuensi
kardiovaskular insomnia. Sebuah studi prospektif kohort selama 6 tahun
tidak menemukan hubungan antara perkembangan hipertensi dan insomnia.
Penelitian lain, bagaimanapun, menunjukkan hubungan antara tidur singkat
(9)
atau pembatasan tidur dan hipertensi.
Sebuah studi dari orang dengan insomnia dan tidur durasi singkat
menunjukkan peningkatan risiko hipertensi pada tingkat yang sebanding
dengan yang terlihat dengan gangguan napas saat tidur. Knutson dkk
menemukan bahwa kuantitas dan kualitas tidur berkorelasi dengan tekanan
darah masa depan. Dalam sebuah studi tambahan untuk Pembangunan
Risiko Arteri Koroner di Dewasa Muda (CARDIA) studi kohort,
pengukuran tidur selama 3 hari berturut-turut di 578 subyek menunjukkan
bahwa durasi tidur yang lebih singkat dan pemeliharaan tidur lebih
rendah
diprediksi keduanya mengakibatkan tekanan darah secara signifikan lebih
tinggi dan perubahan negatif dalam darah tekanan selama 5 tahun ke depan.
Pasien dengan insomnia dilaporkan memiliki penurunan kualitas hidup
dibandingkan dengan kontrol orang normal dalam semua dimensi 36-item
SHORT Form Health Survey (SF-36). Pasien dengan insomnia dilaporkan
memiliki kelelahan berlebih yang diukur dengan Fatigue Severity Scale dan
Profiles of Mood Status (POMS). (9)
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. HZ, laki-laki, usia 34 tahun, belum menikah berasal dari Sekayu datang
ke RS Ernaldi Bahar diantar oleh keluarga dengan keluhan utama pasien sulit tidur.
sejak ± 4 bulan yang lalu pasien tidak bisa tidur, keluhan dirasakan semakin
memberat sejak 4 hari ini. Keluhan berupa sulit untuk memulai tidur dan tidak
merasa mengantuk sehingga pasien hanya mondar mandir dirumahnya. Pasien juga
sulit untuk mempertahankan tidurnya. Pasien sering terbangun dan sulit untuk tidur
lagi. Pasien hanya mampu tidur selama 2 jam. Pasien juga mengeluh sakit kepala,
emosi stabil dan jarang marah-marah. Pasien mengaku menggunakan sabu selama ±4
tahun. Lalu atas kesadaran sendiri pasien berhenti menggunakan sabu selama 2 tahun
terakhir. Pasien mengaku tidak memiliki keluhan yang dirasakan ketika behenti
menggunakan sabu. Frekuensi pemakaian hampir sekali sehari dengan cara dihisap.
Pasien merasa lebih terjaga ketika sedang bekerja dan lebih santai jika menggunakan
sabu, Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan data-data
identitas diri dan autoanamnesis, pasien dicurigai mengarh pada ins o mnia
akibat zat psikoaktif. Pasien memiliki riwayat menggunakan zat psikoaktif
golongan stimulans yaitu sabu. Zat psikoaktif merupakan zat yang apabila masuk
ke dalam tubuh akan mempengaruh i sistem saraf pusat sehingga menyebabkan
gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial. Selain dapat menyebabkan efek kecanduan,
penggunaan sabu dalam jangka panjang dapat menunjukkan gejala yang dapat
mencakup kecemasan yang signifikan, kebingungan, insomnia, gangguan mood, dan
perilaku kekerasan. Insomnia dapat terjadi baik selama periode penggunaan maupun
penghentian.
Berdasarkan diagnosis multiaksial, maka didapatkan:
Aksis I: F.51.0 Insomnia non organik
Aksis II: Tidak ada diagnosis
42
43
4. Sherwood L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. 2011 : EGC.Hal 183
5. Ganong W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. 2008 : EGC. Hal 205
6. Buysse D.J., Chronic Insomnia, Amsterdam Journal Psychiatri, Vol 165 (6),
2012. Amsterdam. Pages 679-681
8. Maramis WF, Maramis AA. Gejala Gangguan Jiwa. Dalam: Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi 2. 2009: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. hal.
93