Anda di halaman 1dari 46

1

Laporan
Kasus

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Disusun Oleh:

Indah Dwi Destiana, S.Ked 04054822022032


Furqan Indah, S.Ked 04054822022037
Yorisda Septi Ayu, S.Ked 04054822022018
Anasthashya Maharani, S.Ked 04054822022095
Mutiara Anggraini, S.Ked 04054822022142

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ.,MARS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2021

i
2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:

Insomnia Non Organik


Oleh:

Indah Dwi Destiana, S.Ked 04054822022032


Furqan Indah, S.Ked 04054822022037
Yorisda Septi Ayu, S.Ked 04054822022018
Anasthashya Maharani, S.Ked 04054822022095
Mutiara Anggraini, S.Ked 04054822022142

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang periode 28 Oktober - 13 November 2021.

Palembang, November 2021

dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ.,MARS

ii
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul “Insomnia Non
Organik” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Abdullah Sahab, Sp.KJ.,MARS selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, November 2021

Tim Penulis

iii
4

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................i
Halaman Pengesahan...........................................................................................................ii
Kata Pengantar...................................................................................................................iii
Daftar Isi.........................................................................................................................iv
Daftar Gambar................................................................................................................v
Daftar Tabel.....................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
BAB II STATUS PASIEN............................................................................................7
2.1 Identifikasi Pasien.........................................................................................7
2.2 Anamensis.....................................................................................................7
2.3 Status Internus.............................................................................................13
2.4 Status Neurologikus.....................................................................................13
2.5 Sttatus Psiatrikus.........................................................................................14
2.6 Diagnosis Multiaksial..................................................................................18
2.7 Terapi...........................................................................................................18
2.8 Prognosis.....................................................................................................19
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................20
BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................45

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakamg

Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-
rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur
merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat, untuk
beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi
tubuh. Setelah seseorang menjalankan aktivitas sehari-harinya tidur merupakan
proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang
rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh, dibutuhkan
tidur yang cukup untuk memulihkan kondisi tubuh menjadi segar guna
menghadapi aktivitas kembali esok hari. Apabila seseorang tidak bisa melakukan
proses tidur, maka orang tersebut dicurigai mengalami gangguan tidur.(1,2)
Insomnia istilah digunakan dalam berbagai cara dalam literatur medis dan
terbitan popular. Insomnia adalah gangguan tidur yang umum, kronis, dan meluas
di mana orang secara teratur memiliki kesulitan tidur dan / atau tidur meskipun
kesempatan adekuat untuk tidur. Paling sering, insomnia didefinisikan oleh
kehadiran dan laporan individu kesulitan dengan tidur. Misalnya, dalam studi
survei, insomnia didefinisikan sebagai respon positve untuk pertanyaan baik,
apakah Anda memiliki pengalaman susah tidur? Dalam literatur tidur, insomnia kadang-
kadang digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan keberadaan bukti
polysomnographic tidur terganggu. Dengan demikian, kehadiran laten tidur
panjang, sering terbangun tengah malam, atau periode lama terjaga selama periode
tidur bahkan sering tergugah sementara diambil sebagai bukti insomnia. (3)
Menurut penelitian di Amerika menyebutkan 40-70 juta penduduk
Amerika mengalami insomnia intermiten dan 10 hingga 20 % penduduk Amerika

5
6

terkena insomnia kronsi. Konsekuensi dari penyakit insomnia sangat banyak


bahkan hingga menimbulkan kerugian secara ekonomi. Hal inilah yang
mendasari insomnia sebagai masalah yang sering didapat pada tingkat pelayanan
kesehatan primer, sehingga dokter umum sebagai garda pelayanan kesehatan
primer dituntut untuk menguasai kompetensi penyakit insomnia dengan baik.
Dokter umum harus mampu mendiagnosis insomnia serta mampu melakukan
(2)
terapi yang tepat bagi pasien.
BAB II

STATUS PASIEN

2.1. IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Tn. II
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 3 Mei 1982
Status Perkawinan : Belum menikah
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Palembang
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Sukabangun II, Palembang
Datang ke RS : 22 November 2021, pukul 10.30 WIB
Cara ke RS : Diantar oleh keluarga

2.2. ANAMNESIS

A. AUTOANAMNESIS & ALOANAMNESIS

(Autoanamnesis pada pasien dilakukan hari Senin, tanggal 22 November 2021)


Diperoleh dari : Tn. II
Umur : 39 Tahun
Hubungan : Pasien sendiri
(Alloanamnesis pada pasien dilakukan hari Senin, tanggal 22 November 2021)
Diperoleh dari : Tn. HK
Umur : 70 Tahun
Hubungan : Ayah Kandung

a. Keluhan Utama

Pasien mendengar bisikan-bisikan yang semakin mengganggu sejak 2 minggu SMRS.


8

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang diantar ayahnya ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang


dengan keluhan mendengar bisikan-bisikan yang semakin mengganggu sejak 2
minggu yang lalu. Bisikan tersebut terdengar setiap hari dan pasien tidak
mengenali suara bisikan, apakah suara tersebut suara laki-laki atau perempuan.
Bisikan tersebut berisi ajakan untuk melakukan kejahatan. Bisikan tersebut dirasa
pasien hanya ada dalam pikirannya, namun terjadi setiap hari dan semakin sulit
untuk dihindari.

Pasien mengatakan bahwa ia juga mengalami rasa tidak nyaman di perut


ketika mendengar bisikan. Pasien tidak mengeluhkan melihat bayangan atau
penampakan, menghidu bau-bauan busuk, ada yang mencolek anggota tubuhnya,
maupun mengecap rasa disaat ia tidak makan sesuatu.

Keluhan pasien pertama kali dirasakan pada saat ia berumur 19 tahun atau
± 20 tahun SMRS. Pasien mengatakan bahwa saat itu ia mendengar bisikan-
bisikan jahat yang menyuruh untuk mencelakakan dirinya dan orang lain. Selain
itu, ia mengeluhkan mudah marah dan sensitif terhadap orang-orang serumah.
Ayah pasien juga mengatakan bahwa pasien sering tampak merenungi sesuatu. Hal
ini terjadi setelah sebelumnya pasien mengalami putus cinta dan kehilangan
motornya akibat ditodong oleh orang tidak dikenal. Pasien juga pernah melakukan
percobaan bunuh diri dengan cara lompat ke sumur, namun berhasil ditolong dan
dilarikan ke RS Ernaldi Bahar Palembang. Pasien kemudian menjalani beberapa
kali perawatan di RS Ernaldi Bahar. Pasien mendapat beberapa jenis obat,
diantaranya haloperidol, risperidon, olanzapin, lodomer, namun pasien lupa
dosisnya. Pasien mengatakan bahwa terdapat perbaikan setelah minum obat,
diantaranya adalah bisikan-bisikan jahat yang tidak terdengar sesering dulu, dan
tidak mudah marah.

Pasien mengatakan bahwa ia pernah mengalami kejang saat ia masih SMP.


9
Kejang dialami sebanyak satu kali, seluruh badan kaku, gigi pasien tergigit hingga
patah. Kejang kembali dialami beberapa saat setelah pasien mengonsumsi obat
untuk mengurangi bisikan. Kejang tidak dirasakan lagi setelah obat diganti. Pasien
menyadari dirinya sakit dan memiliki keinginan untuk sembuh.

c. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat kejang : Ada
- Riwayat trauma : Tidak ada
- Riwayat diabetes mellitus : Tidak ada
- Riwayat hipertensi : Tidak ada
- Riwayat asma : Tidak ada
- Riwayat alergi : Tidak ada
- Riwayat penyakit berat lain : Tidak ada
- Riwayat penyalahgunaan alkohol : Tidak ada
- Riwayat penyalahgunaan NAPZA : Tidak ada

- Riwayat rawat inap: Pasien sudah pernah dirawat sebanyak 2 kali sebelumnya.
d. Riwayat pengobatan
Pasien menjalani pengobatan di Poli Rawat Jalan RS Ernaldi Bahar Palembang dan
mendapat obat yaitu haloperidol, olanzapine, risperidone, dan lodomer.
Pasien menjalani pengobatan di Instalasi Rawat Inap RS Ernaldi Bahar Palembang
sebanyak 2 kali.

e. Riwayat premorbid
Tidak diketahui

f. Riwayat keluarga
- Pasien merupakan anak keenam dari dari enam bersaudara. Pasien memiliki
dua kakak laki-laki dan tiga kakak perempuan
- Hubungan pasien dengan anggota keluarganya cukup baik.
- Saat ini pasien tinggal dengan orangtuanya.
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
- Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa lainnya tidak ada
- Riwayat keluarga mengonsumsi alkohol dan NAPZA tidak ada
- Riwayat penyakit komorbid dalam keluarga tidak ada

g. Riwayat pendidikan
Sekolah Menengah Atas

h. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja.

i. Riwayat perkawinan
Belum pernah menikah

j. Keadaan sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama ayahnya. Ibu pasien sudah meninggal dunia. Ayah pasien
seorang pensiunan guru SMP. Tidak ada kesulitan ekonomi pada keluarga
pasien.

k. Transkrip

Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Senin, 22 November 2021 pukul
10.45 WIB di Poli RS Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Palembang dan Indonesia. Pasien memiliki tingkat
kesadaran compos mentis dan kooperatif. Pasien berpenampilan sesuai usia.

Pemeriksa Pasien Intepretasi


(Psikopatologi)
Kesadaran
Permisi pak, namanya siapa Ichwan
pak? Ikhsan compos mentis,
Bapak Ikhsan umurnya 39 tahun, aku tinggal di sikap kooperatif,
berapa? Tinggal dimana Palembang, Dok. tingkah laku
pak? normoaktif, cara
bicara spontan,
jelas, lancar,
kontak mata
inadekuat, Afek
sesuai, orientasi
waktu
dan tempat baik.
Bapak Ikhsan dateng kesini Samo bapak aku dok Orientasi personal
samo siapo Pak? baik

Keluhannyo kesini apo pak? Aku nih dek denger bisikan- Halusinasi auditorik
(+)
bisikan ini tula

Bisikan cakmano pak? bisikan tuh bisikan jahat


Ngomongke apo bisikannyo?

Ado nyuruh apo bisikannyo? Suruhan yang dak perlu


diomongke
Boleh diceritoke dak pak Gara-gara cinta awalnyo. Aku Arus pikir koheren (+)
awalnyo denger bisikan tuh
putus cinta terus aku berobat ke
cakmano?
dukun. Ditempat dukun itu aku
punyo pikiran jahat cak dak
senonoh dengan bini dukun itu.
Umur berapo itu pak? Waktu aku umur 20 tahun

Tapi bapak sadar dak itu tau, aku sadar. Aku nih gangguan Tilikan 6
bisikan nyuruh bapak jiwa nyo 2 ikok, sikok halusinasi
ngelakuke hal yang dak baik? dengan sikoknyo yang bisikan

dari sebelum aku nak nyemplung Arus pikir koheren (+)


Nah tadi denger dari pak
itu aku kan sudah minum obat, Bentuk pikir logis
Hasan (ayah pasien), katonyo
terus aku denger bisikan-bisikan Halusinasi auditorik
bapak pernah nak ngelompat
yang nyuruh aku mencelakakan (+)
ke sumur yo? Biso diceritoke
dak pak? diri dewek. Bisikannyo cak dak
pacak diatasi dek, banyak nian
bisikannyo
Kalo emosi cakmano pak? Idak
Bapak waktu itu ngeraso
mudah marah dak pak?

Sebelum ado bisikan itu, pikiran


ado dak pak kejadian yang
buat bapak berubah nian?
Pemicunyo?
Apo yang bapak pikirke? pikiran sakit jiwa. Seperti renang,
sakit renang. Sakit renang itu kan
kadang kumat kadang sembuh

Ado gejala apo lagi pak selain Dak ado dek, itulah yang dak
bisikan-bisikan tadi? pacak dihindari

Dulu pernah ado sakit apo pak Ado kejang tu sudah bertahun
sebelumnyo? Pernah dirawat yang lewat dek. Pernah dek.
dirumah sakit dak?
Berapo kali pak kejangnyo? Sekali itulah. Waktu itu aku gigit
Waktu kejangnyo kondisi bapak gigi kato wong yang jingok.
cakmano? Badan kaku galo. Kejangnyo
tiba-tiba.

Sebelumnyo bapak pernah Idak pernah


jatuh, kecelakaan, demam
atau minum obat-obatan
tertentu dak?

Jadi sekarang apo yang bapak Katek dek, Cuma halunisasi itu
rasoke pak? lah yang dak pacak dihilangke.
Seperti khayalan-khayalan.

Khayalan apo pak? Lupo aku dek. Sekarang ni lah Tilikan 6


mendingan penyakit aku nih dek

Khayalan itu bapak lihat cak halunisasi itu lah, semacam Arus pikir koheren
sesuatu atau bapak denger cak tekanan-tekanan di perut. Aku nih
suaro-suaro bisikan atau wong nyebut halunisasi itu nah tapi
ngobrol? bukan aku yang ngomong. Cak
perasaan di pikiran aku dewek
bae
Sekarang cakmano pak Sekarang lah idak lagi denger
sesudah berobat? Masih dak bisikan, Cuma halunisasi itulah.
denger bisikan-bisikan atau Kalo mudah marah tuh idak. Dulu
khayalan tadi? Emosi aku mudah marah dek waktu ibu
cakmano pak? Bapak meraso aku masih hidup. Penyakit aku
mudah marah dak? nih lah dari umur 20 tahun. Aku
berobat, terus sembuh, kambuh
lagi, terus sembuh lagi. Sekarang
halunisasi samo bisikan inilah
dek yang dak pacak dihilangke.
Bapak inget obatnyo? risperidon, haloperidol, lodomer, Daya ingat baik
olanzepin, nefros

Nah pak makasih banyak iyo dek samo-samo


sudah galak ditanyo-tanyo.
Semangat terus pak
berobatnyo, semoga cepet
membaik. Kami pamit dulu
yo pak
2.3. STATUS INTERNUS

Pemeriksaan fisik umum

Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis.
Nadi : 88x/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36,3ºC
Pernapasan : 22x/menit
Rapid Antigen : Tidak dilakukan

Sistem Kardiovaksular : Tidak ada kelainan

Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan

Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan

Sistem Urogenital : Tidak dilakukan

2.4. STATUS NEUROLOGIKUS


1) Nervus kranialis : Tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : Tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : Baik ke segala arah
Persepsi mata : Baik, pemeriksaan visus tidak dilakukan

Pupil : Bentuk bulat, isokor, ukuran Ø 3mm/3mm


Refleks cahaya : (+)/(+)
Refleks kornea : (+)(+)

Pemeriksaan Oftalmoskopi : Tidak dilakukan


4) Motorik
Tonus : Eutoni
Koordinasi : Baik
Turgor : Baik
Refleks : Fisiologis (+), patologis (-) pada lengan dan tungkai
Kekuatan : 5/5 pada lengan dan tungkai
5) Sensibilitas : Tidak ada kelainan
6) Susunan syaraf vegetatif : Tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : Tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : Tidak ada

2.5. STATUS PSIKIATRIKUS

Pemeriksaan pada tanggal 22 November 2021 pukul 10.45


WIB Kesadaran : Compos mentis
Perhatian : Adekuat
Sikap : Kurang Kooperatif
Inisiatif : Baik
Tingkah Laku Motorik : Normoaktif

Ekspresi Fasial : Wajar


Perhatian : Adekuat
Verbalisasi : Lancar dan jelas
Cara Bicara : Lancar
Kontak Fisik : Tidak Ada
Kontak Mata : Tidak adekuat
Kontak Verbal : Ada
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Keadaan Afektif
Afek : Bagus
Mood : Eutimik
Hidup Emosi Stabilitas : Stabil
Kedalaman : Sedang
Adequacy : Adekuat Echt-Unecht Echt
Einfuhlung : Masih bisa dirabarasakan
Arus Emosi : Normal
b. Keadaan dan Fungsi Intelektual
Daya Ingat : Baik
Daya Konsentrasi : Baik
Orientasi Orang/Waktu/Tempat : Baik
Luas Pengetahuan Umum : Tidak ditanya
Discriminative Judgement : Baik
Discriminative Insight : Baik
Dugaan Taraf Intelegensi : Baik
Kemunduran Intelektual : Tidak Ada
c. Kelainan sensasi dan persepsi
Ilusi : Tidak ada
Halusinasi : Tidak ada

KEADAAN PROSES BERFIKIR


a. Psikomotilitas : Baik
b. Mutu : Baik
c. Arus Pikiran
Flight of Ideas : Tidak Ada
Inkoherensi : Tidak Ada
Sirkumstansial : Tidak Ada
Tangensial : Tidak Ada
Terhalang (Blocking) : Tidak Ada
Terhambat (Inhibition) : Tidak Ada
Perseverasi : Tidak Ada
Vervugerasi : Tidak Ada

d. Isi Pikiran
: Tidak Ada
Waham
Pola Sentral : Tidak Ada
Fobia : Tidak Ada
Konfabulasi : Tidak Ada
Perasaan Inferior : Tidak Ada
Rasa Permusuhan : Tidak Ada
Hipokondria : Tidak Ada
Ide Bunuh Diri : Tidak Ada
Ide Melukai Diri : TidakAda
Lain-lain : Tidak Ada
e. Pemilihan Pikiran
Obsesi : Tidak Ada
Alienasi : Tidak Ada
f. Bentuk Pikiran
Autistik/ Dereistik : Tidak ada
Simbolik : Tidak ada
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain :-
Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan
Abulia/Hipobulia : Tidak Ada
Katatonia : Tidak Ada
Raptus/Impulsivitas : Tidak Ada
Kegaduhan Umum : Tidak Ada
Deviasi Seksual : Tidak Ada
Ekopraksi : Tidak Ada
Vagabondage : Tidak Ada
Kompulsi : Tidak Ada
Mannerisme : Tidak Ada
Autisme : Tidak Ada
Logore : Tidak Ada
Mutisme : Tidak Ada

Kecemasan (anxiety) : Tidak Ada

Dekorum
Kebersihan : Bersih
Cara Berpakaian : Cukup Rapi
Sopan Santun : Baik
Reality Testing Ability : Tidak terganggu

Pemeriksaan Lain
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/CT scan : Tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : Tidak dilakukan
d. Pemeriksaan narkoba, sampel urin : Tidak dilakukan
e. Pemeriksaan LCS : Tidak dilakukan
f. Pemeriksaan elektroensefalogram : Tidak dilakukan
2.6. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F.06.0 Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak
dan Penyakit Fisik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : G.40.3 Epilepsi dan sindrom epileptik idiopatik generalisata
Aksis IV : Permasalahan psikososial
Aksis V : GAF scale 70-61 (Beberapa gejala ringan & menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik), pasien masih bisa
berinteraksi dengan kooperatif ketika diwawancara.

2.7. TERAPI
Farmakologi
 Psikoedukasi
 Risperidon 2 x 2 mg
 Carbamazepin 3 x 200 mg

Non-farmakologi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.

- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dan menjelaskan kepada


pasien agar pasien dapat membagikan perasaannya kepada keluarga.
- Menyarankan pasien untuk mengisi waktu luang dengan kegemaran
pasien yang bermanfaat.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur.

Kognitif

- Mengubah perilaku yang mudah marah, bagaimana mengatasi emosi dan


bersikap terhadap masalah yang dihadapi sehingga dapat memperbaiki
hubungan dengan keluarga maupun masyarakat.

Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien sehingga
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien.
Religius

- Bimbingan keagaman yang diberikan untuk pasien ini adalah edukasi, agar
pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu
menjalankan sholat lima waktu, menegakkan amalan sunnah seperti
mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

2.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur,
jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Menurut DSM-V,
Insomnia didefinisikan sebagai ketidakpuasan dengan kuantitas tidur atau
kualitas terkait dengan satu atau lebih gejala berikut :
 Kesulitan memulai tidur
 Kesulitan mempertahankan tidur, ditandai dengan sering terbangun atau
masalah kembali tidur setelah terbangun
 Bangun lebih pagi dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur

Kriteria lainnya adalah sebagai berikut :


 Gangguan tidur menyebabkan distress klinis signifikan atau gangguan
dalam bidang bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, perilaku,
atau lainnya yang penting dari fungsi
 Kesulitan tidur berlangsung minimal 3 malam per minggu
 Kesulitan tidur hadir untuk setidaknya 3 bulan
 Kesulitan tidur terjadi meskipun peluang cukup untuk tidur
 Insomnia tidak dapat dijelaskan oleh dan tidak terjadi secara eksklusif
selama gangguan tidur-bangun yang lain
 Insomnia tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari penyalahgunaan obat
atau obat.
 Berdampingan antara gangguan mental dan kondisi medis tidak memadai
(10)
menjelaskan keluhan dominan insomnia

20
21

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai
rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. (1), (6)

3.2. Etiologi
Masalah tidur ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, daintaranya karena
hormonal, obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya
tekanan batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman atau perubahan waktu
karena harus kerja malam. (1)
Tabel 1. Komorbid Psikiatri dan Gangguan Mental serta Obat-obatan dan
Substansi yang Dapat Mengintervensi Tidur
Gangguan Me ntal
Gangguan Mood (depresi berat, gangguan distimik, bipolar)
Gangguan anxietas (gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan stress
pasca trauma
Gangguan psikotik (skizofrenia)
Gangguan penyalahgunaan zat

Gangguan medis dan kondisi


Kardiovaskular (gagal jantung kongestif, penyakit arteri koronaria) Paru (PPOK,
asma)
Saraf (stroke, Parkinson, neuropathy, traumatic brain injury, penyakit
cerebrovascular)
Gastrointestinal (GERD)
Ginjal dan genitourinary (gagal ginjal kronik, benign hyperplasia prostat) Endokrin dan
metabolik (diabetes, hipertiroid, obesitas)
Muskuloskeletal (rheumatoid arthritis, osteoarthritis, fibromyalgia) Lain-lain
(menopause)

Obat-obatan dan Zat


Alkohol (penggunaan akut, withdrawal) Kafein
Nikotin
Antidepressan (SSRI, Serotononin norepinephrine reuptake inhibitor, atypical
antidepressant)
Dekongestan (phenylpropanolamine, pseudoephedrine)
Kortikosteroid
β -Agonist and theophylline-derivate bronchodilators
β –Antagonist
Stimulants
Statins
Dopamine agonist (8)

Berdasarkan International Classification of Sleep Disorder, Second


Edition (ICSD-2), terdapat 11 klasifikasi insomnia, yaitu :

 Adjustment insomnia (insomnia akut)


Adjustment insomnia juga dikenal sebagai transient, jangka pendek,
atau insomnia akut. Penyebab dapat dibagi menjadi 2 kategori:
lingkungan dan stres terkait. Etiologi lingkungan termasuk unfamiliarity,
kebisingan yang berlebihan atau cahaya, temperatur yang ekstrim, atau
tempat tidur yang tidak nyaman atau kasur. Etiologi stres yang
berhubungan terutama melibatkan peristiwa kehidupan, seperti pekerjaan
baru atau sekolah, batas waktu atau ujian, atau kematian kerabat dan
teman dekat. Adjustment insomnia biasanya berlangsung 3 bulan
atau kurang. Insomnia menyelesaikan ketika stressor tidak lagi hadir
atau individu beradaptasi dengan stressor. (9)

 Psikofisiologi insomnia (insomnia primer)


Insomnia primer dimulai dengan stres berkepanjangan pada
seseorang dengan tidur sebelumnya yang memadai. Pasien merespon
stres dengan ketegangan somatisasi dan agitasi. Pada orang yang
mengalami tidur yang normal, sebagai tegangan awal mereda, kebiasaan
tidur yang buruk secara bertahap dipadamkan karena mereka tidak
diperkuat setiap malam. Namun, pada pasien dengan kecenderungan
malam yang susah sesekali tidur, kebiasaan buruk yang diperkuat,
pasien "belajar" khawatir tentang tidurnya, dan diikuti dengan insomnia
kronis (9)
Pasien akan memiliki bukti sulit tidur terkondisi dan atau /
memuncak arousal di tempat tidur, sebagai indikasi diikuti 1 atau lebih
berikut:
- Fokus yang berlebihan dan tinggi kecemasan tentang tidur
- Sulit jatuh tidur di waktu tidur yang diinginkan atau selama tidur
siang yang direncanakan, tapi tidak ada kesulitan tidur selama
kegiatan monoton lain ketika tidak berniat untuk tidur
- Kemampuan untuk tidur lebih baik jauh dari rumah daripada di rumah
- Mental arousal di tempat tidur yang ditandai dengan baik
pikiran
- mengganggu atau ketidakmampuan dianggap atas
keinginannya berhenti mencegah aktivitas mental tidur
- Ketegangan somatik di tempat tidur tercermin dari
ketidakmampuan dirasakan untuk bersantai tubuh cukup
untuk memungkinkan terjadinya tidur.
Gangguan tidur tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan lain tidur,
gangguan medis atau neurologis, penggunaan obat, atau gangguan
penyalahgunaan zat.

 Insomnia akibat kondisi medis


Pada pasien insomnia yang berhubungan dengan kondisi medis,
gangguan medis terdiri atas :
- Sindrom nyeri kronis dari berbagai sebab (contoh : arthiritis, kanker)
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Penyakit ginjal kronik (khususnya hemodialisa)
- Sindrom fatigue kronik
- Fibromialgia
- Gangguan neurologis
Gangguan neurologis bisa berupa penyakit Parkinson, atau gangguan
gerakan lainnya, dan sindrom sakit kepala, utamanya cluster headache,
(9)
yang dapat dipicu oleh tidur.

 Insomnia akibat gangguan mental


Kebanyakan gangguan mental kronis dihubungkan dengan gangguan
tidur. Depresi merupakan gangguan paling umum yang dihubungkan
dengan terbangun lebih pagi dan ketidakmampuan untuk jatuh tidur
kembali. Sebaliknya, penelitian juga menemukan bahwa insomnia
dapat memicu depresi : insomnia yang durasinya lebih dari 1 tahun
(9)
dapat dihubungkan dengan peningkatan resiko depresi.
Schizofrenia dan bipolar fase manik umumnya dihubungan dengan
onset tidur insomnia. Gangguan cemas (termasuk nocturnal panic
disorder dan gangguan stress paska trauma) dihubungkan dengan
keduanya yakni onset tidur dan keluhan maintenence tidur.
Menurut DSM 5 insomnia yang berhubungan dengan gangguan
mental dapat muncul beberapa hari sampai minggu sebelum kedaruratan
gangguan mentalnya. Insomnia umumnya umuncul secara tipikal
dihubungkan dengan gangguan mental, sebagai indikasi ditandai dengan
distress atau merupakan fokus independen pengobatan. Gangguan tidur
tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan lain tidur, gangguan medis
atau neurologis, penggunaan obat, atau gangguan penyalahgunaan zat. (9)

 Insomnia akibat penyalahgunaan obat dan zat


Gangguan tidur umumnya dengan penggunaan berlebihan stimulan,
alkohol, atau obat penenang-hipnotik. Dapat ditegakkan apabila satu
dari kriteria berikut ini :
- Pasien memiliki saat ini, ketergantungan berkelanjutan pada
atau penyalahgunaan obat atau zat yang dikenal memiliki sifat tidur-
mengganggu baik selama periode penggunaan atau
intoksikasi atau selama periode penarikan
- Pasien memiliki penggunaan saat berkelanjutan atau paparan
obat, makanan, atau racun yang dikenal memiliki sifat tidur-
mengganggu pada individu yang rentan
Insomnia adalah temporal berhubungan dengan paparan zat,
penggunaan, atau penyalahgunaan, atau penarikan akut. Gangguan
tidur tidak dapat lebih baik dijelaskan oleh gangguan lain tidur,
gangguan medis atau neurologis, penggunaan obat, atau gangguan

penyalahgunaan zat. (9)

 Insomnia bukan akibat penyalahgunaan atau kondisi fisiologis yang


diketahui, tidak tergolongkan
Diagnosis ini digunakan untuk bentuk insomnia yang tidak
dapat diklasifikasikan di tempat lain di ICSD-2 tetapi diduga
merupakan hasil dari gangguan yang mendasari mental, faktor
psikologis, atau tidur proses mengganggu. Diagnosis ini dapat
digunakan secara sementara sampai informasi lebih lanjut diperoleh
untuk menentukan kondisi mental tertentu atau faktor psikologis atau
(9)
perilaku yang bertanggung jawab untuk kesulitan tidur.

 Inadekuate sleep hygiene


Inadekuate sleep hygiene pada prakteknya dibutuhkan minimal 1
dari berikut: penjadwalan tidur yang tidak benar terdiri dari sering siang
tidur siang, memilih sangat bervariasi tidur atau rising time, atau
menghabiskan jumlah waktu yang berlebihan di tempat tidur,
penggunaan rutin produk yang bahan mengandung alkohol, nikotin ,
atau kafein, terutama pada periode sebelumnya tidur Ikatan
perangsangan mental, kegiatan fisik yang aktif, atau perasaan emosional
yang sedih saat menuju waktu tidur. Sering menggunakan tempat tidur
untuk kegiatan selain tidur (misalnya, menonton televisi, membaca,
mempelajari, ngemil, berpikir, merencanakan sesuatu) Kegagalan untuk
mempertahankan lingkungan tidur yang nyaman.
Gangguan tidur tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan lain
tidur, gangguan medis atau neurologis, penggunaan obat, atau
gangguan penyalahgunaan zat. (9)
Gangguan tidur ini merupakan keluhan jangka panjang, onset tiba-tiba
pada bayi atau masa kanak-kanak. Tidak terdapat sisa atau penyebab yang
dapat diidentifikasi. Onsetnya persisiten, dengan tanpa periode remisi.
(9)
Kondisi ii ada 0,7 % pada dewasa dan 1% pada dewasa muda.

 Perilaku Insomnia pada masa kanak-kanak


Gejala pada anak dikaitkan dengan gejala insomnia pada dewasa
dengan observasi pengasuhnya. Ada 2 tipe gangguan tidur yang
diketahui” berhubungan dengan onset tidur dan pengaturan batasan tidur.
Berhubungan dengan onset tidur dikarakteristikkan sebagai berikut :
- Jatuh tidur sebagai proses panjang yang membutuhkan kondisi khusus
- Berhubungan dengan onset tidur adalah masalah yang rumit
- Pada hilangnya kondisi yang berhubungan, onset tidur secara
signifikan tertunda atau tidur terganggu
- Terbangun di malam hari membutuhkan intervensi
pengasuh anak untuk kembali menidurkan anak
 Gangguan tidur primer akibat insomnia
Gangguan tidur primer akibat insomnia terdiri atas kategori
berikut:
- Restless legs syndrome (RLS)
- Obstructive sleep apnea/hypopnea syndrome
(9)
- Circadian rhythm disorders
3.3. Epidemiologi
Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
dikeluhkan masyarakat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasus
dan kriteria diagnositik yang spesifik, sehingga estimasi prevalensi insomnia
memiliki rentang sekitar 10% hingga 40%. Penelitian di Korea Selatan
menunjukkan bagaimana variasi angka prevalensi insomnia berdasarkan
definisinya. Ketika insomnia didefinisikan berdasarkan frekuensi tidur (gejala
muncul selama 3 malam dalam 1 minggu) maka angkanya menjadi 17%. Bila
definisinya mengarah pada kesulitan dalam mempertahankan tidur, nilainya
menjadi 11,5%. Dengan mengguankan DSM 5 nilainya menjadi 5%. Suatu
survey di Singapura menunjukkan 8%-10% pasien yang datang ke dokter
umum mengeluhkan gejala insomnia. Penelitian ni menunjukkan kuantitasa
pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit. Sebuah
artikel menyatakan Riset internasional yang telah dilakukan US Census
Bureau, International Data Base tahun 2004 terhadap pendudk Indonesia
menyatakan bahwa dari 238,452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak
28,035 juta jiwa (11,7%) terjangkit insomnia. Angka ini membuat insomnia
sebagai salah satu gangguan paling banyak yang dikeluhkan masyarakat
Indonesia.
Dari segi jenis insomnianya, hasil penelitian di Amerika Serikat yang
menggunakan DSM 4 menunjukkan 20-49% penduduk dewasa mengidap
insomnia intermiten dan 10-20% mengidap insomnia krons, dimana 25% dari
pengidap insomnia kronis terdiagnosis sebagai insomnia primer. Prevalensi
insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia (65 tahun ke atas). Wanita lebih
sering 1,5 kali mengidap insomnia dibandingkan pria, dan 20-40% lansia
mengeluhkan gejala-gejala pada insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.(2)
Berdasarkan Survey Nasional di Inggris prevalensi insomnia dari tahun
1993 – 2007 terdapat beberapa keadaan yang berhubungan dengan insomnia:
 Wanita
 Usia tua
 Pendidikan rendah
 Depresi
 Tidak bekerja
 Tidak memiliki penghasilan
 Janda, bercerai, atau hidup berpisah dengan suami (9)

3.4. Patofisiologi
Insomnia sering dikaitkan dengan keberadaan hyperarousal. Keadaan ini
meningkatkan level kewaspadaan seseorang dan menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolism di dalam tubuh. Bila terjadi di malam hari akan
menimbulkan kesulitan tidur. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
hasilnya menunjukkan adanya peningkatan body metabolic rates yang lebih
tinggi pada penderita insomnia bila dibandingkan orang normal. Keadaan ini
tidak hanya terjadi pada malam hari, tetapi juga bisa di siang hari. Keadaan
hyperarousal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti stress psikologis
maupun fisik. Penelitian yang dilakukan Charles M.Morin, dkk menunjukkan
tingginya intensitas stressor dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatnya
arousal pada orang dengan insomnia primer bila dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami gangguan tidur.(2)
Penelitian tentang neuroimaging pada pasien insomnia, menunjukkan
adanya peningakatan metabolism glukosa serebral selama tidur dan saat
bangun. Pada pemeriksaan electroencephalography, insomnia menunjukkan
peningkatan aktivitas gelombang beta dan penurunan aktivitas gelombang delta.
(2)
3.5. Diagnosis
 Anamnesis
Melalui anamnesis yang lengkap diagnosis insomnia dapat
ditegakkan. Beberapa informasi yang harus didapatkan seperti informasi yang
mendalam mengenai keluhan yang dirasakan sangat dibutuhkan untuk
membantu menegakkan diagnostik, seperti apakah insomnia yang dikeluhkan
berhubungan dengan gangguan saat memulai tidur, mempertahankan tidur,
(10)
bangun tidur pagi, tidur yang tidak menyegarkan atau kombinasinya.
Apabila gangguan memulai tidur berhubungan dengan restless leg
syndrome , sedangkan gangguan bangun terlalu pagi berhubungan dengan
gangguan depresi. Tambahan informasi seperti onset, frekuensi, penyakit
penyerta, faktor yang memperberat dan memperingan juga dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Apabila perjalanannya panjang tanpa
diikuti penyerta menandakan insomnia primer yang kronik, sedangkan
insomnia yang disertai penyakit penyerta menandakan insomnia
(10)
sekunder.
Ditanyakan juga jadwal tidur, meliputi waktu tidur, latensi tidur,
lamanya waktu tidur, waktu untuk memulai kembali tidur, waktu bangun,
waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu total tidur mesti dikaji.
Apabila ditemukan pilihan waktu tidur tidak sesuai dengan kenyataannya
menandakan adanya gangguan tidur irama sirkardian. Digali juga
informasi mengenai aktivitas sehari-hari seperti jadwal kerja, makan,
olahraga, lama dan waktu tidur siang. Pembahasan mengenai rasa ngantuk
sepanjang hari, menurunnya daya ingat dan konsentrasi, depresi, cemas,
mudah tersinggung, gangguan dalam bekerja atau di rumah juga perlu
ditanyakan pada orang sekitar pasien untuk emmastikan keluhan yang
disampaikan pasien. Kondisi tidur seperti kondisi ruangan, pencahayaan, suhu,
tingkat kebisingan, penggunaan TV, komputer selama waktu menjelang
tidur juga perlu ditanyakan karena akan mengurangi kemampuan
untuk tidur. (10)
Ditanyakan juga penanganan yang dilakukan sebelumnya dan efek
yang ditimbulkan melalui pengobatan tersebut. Beberapa penyakit yang
timbul bersamaan dengan penyakit (kardiovaskular, paru-paru, saraf,
gastrointestinal, ginjal, endokrin), yang berhubungan dengan gangguan
psikiatri (depresi, gangguan bipolar, cemas, panic) dan penggunaan zat
seperti (alcohol, kafein), perlu ditanyakan jumlah penggunaan, waktu dan
(10)
frekuensinya.

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mungkin memberikan petunjuk untuk
gangguan medis yang mendasari predisposisi insomnia.
Rekomendasi spesifik meliputi.:
 Riwayat sugestif sleep apnea; kepala. Cermat dalam pemeriksaan kepala
dan leher
 Gejela restless leg syndrome atau gangguan pergerakan tungkai periodic
atau gangguan neurologis lainnya. Cermat dalam melakukan pemeriksaan
neurologis
 Gejala siang konsisten dengan penyebab medis insomnia: cermat dalam
pemeriksaan sistem organ yang terkena (misalnya, paru-paru pada
(9)
penyakit paru obstruktif kronik)

 Pemeriksaan Penunjang :
Insomnia adalah diagnosis klinis. Studi diagnostic diindikasikan secara
prinsip untuk klarifikasi gangguan komorbid. Pengukuran yang dapat
dipertimbingkan sebagai berikut:
 Polysomnography, merupakan alat yang paling sensitive untuk
membedakan tidur dan terjaga. Pemeriksaan alat ini tidak rutin
digunakan untuk mengevaluasi insomnia kronik karena pada banyak
kasus hanya mengkonfirmasi laporan subjektif dari pasien tanpa
mengindikasikan penyebab pasien terjaga, tapi pada situasi tertentu
polisomnografi sangat berguna pada sleep apnea, periodic limb
movement, atau parasomnia. Pada pasien dengan keluhan tidak wajar
atau riwayat respon terhadap pengobatan tidak baik dapat dilakukan
polisomnografi.
 Actigraphy, merupakan metode objektif untuk mengevaluasi pola
tidur dan beraktivitas dengan menggunakan peralatan yang sensitive
terhadap gerakan, digunakan pada pergelangan tangan yang tidak
dominant. Pada penelitian yang valid menunjukkan hubungan antara
pola aktigrafi dan tidur yang dinilai melalui polisomnografi,
walaupun aktigrafi dapat melebih-lebihkan jumlah nyata dari tidur.
Aktigrafi bertujuan untuk memeriksa pola-pola yang terjadi secara
temporal, variasinya dan respon terhadap pengobatan. Aktigrafi
digunakan dalam mengevaluasi gangguan ritme sirkardian tapi belum
sepenuhnya valid.
 Sleep diary, merupakan pencatatan waktu tidur yang dilakukan selama 1-
2 minggu, pencatatan ini berguna untuk menegakkan pola tidur, variasi
pada jam tidur, gangguan tidur dari hari ke hari. (9), (10)

3.6. Diagnosis Banding

 Sleeplessness and Circadian Rhythm Disorder


Gangguan pada sirkadian ritme-sekitar 24 jam siklus yang endogen
dihasilkan oleh organisme-dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok
utama: gangguan transien (misalnya, jet lag atau jadwal tidur berubah
karena pekerjaan, tanggung jawab sosial, atau sakit) dan gangguan kronis
(misalnya, tertunda delayed sleep-phase syndrome [DSPS], advanced
sleep-phase syndrome [ASPS], dan tidak teratur siklus tidur-bangun).
Sulit tidur (insomnia) didefinisikan sebagai kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur. (9)

 Restless Legs Syndrome


Restless Legs Syndrome (RLS) adalah gangguan neurologis gerakan
anggota tubuh yang sering dikaitkan dengan keluhan tidur. Pasien dengan
RLS dapat melaporkan sensasi, seperti dorongan hampir tak tertahankan
untuk menggerakkan kaki, yang tidak menyakitkan tetapi jelas
mengganggu. RLS dapat menyebabkan cacat fisik dan emosional yang
(9)
signifikan.

 Obstructive Sleep Apnea


Obstructive Sleep Apnea (OSA) -juga disebut sebagai obstruktif sleep apnea-
hypopnea-adalah gangguan tidur yang melibatkan penghentian atau penurunan
yang signifikan dalam aliran udara di hadapan bernapas usaha. Ini adalah
jenis yang paling umum dari gangguan napas saat tidur dan ditandai oleh
episode berulang dari runtuhnya saluran napas bagian atas selama tidur.
Episode ini berkaitan dengan desaturasi oksihemoglobin berulang dan
(9)
arousals dari tidur.
OSA yang berhubungan dengan siang hari yakni rasa kantuk berlebih
biasa disebut apnea tidur obstruktif sindrom-juga disebut sebagai
obstructive sleep apnea-hypopnea syndrome. (9)

 Periodic limb movement disorder


Gangguan gerakan tungkai periodik (PLMD) adalah unik dalam bahwa
gerakan terjadi selama tidur. Kebanyakan gangguan gerakan lainnya
manifes selama terjaga. Kondisi ini sangat periodik, dan gerakan dapat
menyebabkan kurang tidur dan mengantuk di siang hari berikutnya.
PLMD dapat terjadi dengan gangguan tidur lainnya dan berhubungan
dengan, tetapi tidak identik dengan, sindrom kaki gelisah (RLS), suatu
kondisi yang kurang spesifik dengan fitur sensorik yang nyata selama
terjaga. Sebagian besar pasien dengan RLS memiliki PLMD, tetapi
sebaliknya adalah tidak benar. Pengobatan melibatkan baik obat
dopaminergik dalam upaya untuk memodifikasi aktivitas sistem motorik
subkortikal atau, lebih umum, sedatif obat untuk memungkinkan tidur
terganggu. Banyak agen baru terbukti berkhasiat untuk pengobatan juga.
(9)

3.7. Kriteria Diagnostik


Tabel 2.Kriteria Umum untuk Insomnia menurut International Classification of
Sleep Disorder, Second Edition
A. keluhan kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur,

atau bangun terlalu awal atau tidur yang kronis-menyegarkan atau miskin
dalam kualitas. Pada anak-anak, kesulitan tidur sering dilaporkan oleh
penjaga dan mungkin terdiri dari diamati perlawanan tidur atau ketidakmampuan
untuk tidur secara mandiri
Kesulitan tidur di atas sering penghematan meskipun peluang dan situasi yang
cukup untuk tidur.
Setidaknya salah satu bentuk berikut penurunan siang berkaitan dengan
kesulitan tidur malam hari dilaporkan oleh pasien: kelelahan atau
malaise attentiion, konsentrasi atau gangguan memori disfungsi sosial atau
kejuruan atau prestasi sekolah yang buruk gangguan mood atau iritabilitas
kantuk di siang hari (6)

Kriteria diagnostik Insomnia Primer menurut DSM IV-TR


a. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur, atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan, selama sedikitnya 1
bulan.
b. Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait) menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain
c. Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
narkolepsi, gangguan tidur terkait dengan pernapasan, gangguan tidur
irama sirkardian, atau parasomnia
d. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain
(cth.gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium)
e. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum. (8)

Pedoman diagnostic Insomnia Non Organik (F 51.0)

 Hal tersebut dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :


a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,
atau kualitas tidur yang buruk;
b. Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal
satu bulan;
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan
peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan
sepanjang siang hari;
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam sosial dan pekerjaan.
 Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi
tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas
harus dicantumkan karena membutuhkan terapi tersendiri.
 Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan
yang tidak memenuhi kriteria diatas (seperti pada “transient insomnia”)
tidak di-diagnosis disini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stress Akut
(8)
(F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2)

3.8. Penatalaksanaan
Menurut guideline American Academy of Sleep Medicine
(AASM) terdapat 2 tujuan utama penatalaksanaan insomnia yakni :
- Untuk meningkatkan kualitas tidur
(9)
- Untuk meningkatkan perbaikan gangguan terkait siang hari pada pasien
Terapi Farmakologi (Psikofarmaka)
 Obat sedatif-hipnotik
Obat-obat sedatif hipnotik tidak selalu mengobati insomnia, tetapi dapat
menghilangkan gejala dengan atau tanpa penyesuaian terapi CBT.
Kelompok reseptor agonis non benzodiazepine (eszopiclone, zolpidem,
zaleplon) dipercaya mempunyai kemampuan menghambat lebih rendah
dari benzodiazepine serta memiliki mejuan penting untuk terapi jangka
panjang pada insomnia kronik.
 Suvorexant (Belsomra)
Suveorexant telah diterima oleh FDA pada Agustus 2014 sebagai reseptor
antagonis orexin untuk insomnia. Obat ini diindikasikan untuk terapi
insomnia dengan karakter diikuti kesulitan dalam onset tidur dan atau
maintaining tidur. Signal sistem Neuropeptida orexin sebagai promotor
utama terjaga. Memblok ikatan yang menginisiasi keterjagaan orexin
neuropeptide A dan B pada reseptor OX1R dan OX2R oleh suvorexant
diyakini menekan keinginan untuk terjaga. Diterima pada tiga uji klinik
yang melibatkan 500 relawan. Dosis yang direkomendasikan 10 mg untuk
kebanyakan pasien. Setelah mengkonsumsi 20mg, gangguan mengemudi
(9)
dapat ditemukan pada relawan yang diobservasi.
 Ramelteon
Remelteon (Rozerem) adalah reseptor agonis melatonin, yang diterima
oleh FDA sebagai terapi untuk insomnia. Ramelton adalah reseptor agonis
melatonin spesifik yang mengikat reseptor melatonin MT1 dan MT2.
Memiliki waktu paru 1-3 jam. Reseptor MT1 melemahkan sinyal
memperingatkan suprachiasmatic nucleus (SCN), dan pergeseran fase
reseptor MT2 (peningkatan) jam SCN untuk mempromosikan tidur.(9)
 Antidepresan sedatif
Antidepresan sedative digunakan untuk terapi insomnia primer tanpa
gangguan mood, yakni trisiklik sedatif antidepresan seperti amitriptyline,
nortriptyline, dan daoxepin, serta obat tetrasiklik seperti mirtazapine.
Banyak dokter percaya bahwa antidepresan penenang memiliki efek
samping yang lebih sedikit daripada agonis reseptor nonbenzodiazepine;
Namun, hal ini tidak terjadi. Obat trisiklik dan mirtazapine dapat
menyebabkan sedasi siang hari, berat badan meningkat, mulut kering,
hipotensi postural, dan aritmia jantung. Trazodone dapat menyebabkan
(10)
priapismus pada pria, sedasi siang hari, dan hipotensi.
Efikasi dan keamanan dari dosis rendah doxepin telah dibuktikan dalam 2
acak, double-blind, kelompok paralel, uji coba terkontrol plasebo. Dosis
rendah doxepin dianggap hipnosis yang terutama bekerja melalui efek
(9)
antihistamin.
Roth et al melaporkan bahwa doxepin dosis rendah (6 mg) diberikan
perbaikan yang signifikan dalam onset tidur, pemeliharaan, durasi, dan
kualitas, serta muncul untuk mengurangi terbangun pagi. Para peneliti
menggunakan efek pertama-malam dikombinasikan dengan fase muka 3
jam untuk menginduksi insomnia sementara pada orang dewasa yang
sehat. Insiden efek samping adalah sebanding dengan plasebo.(10)
Dalam sebuah studi 12-minggu pasien lansia dengan insomnia primer
kronis, Krystal et al melaporkan bahwa malam 1-mg atau dosis 3 mg
doxepin menghasilkan perbaikan yang signifikan dan berkelanjutan di
sebagian endpoint insomnia, termasuk pemeliharaan tidur dan terbangun
pagi. Tidak ada bukti dari hari berikutnya sedasi residual atau efek
samping yang signifikan lainnya. Khasiat dinilai menggunakan
polisomnografi, laporan pasien, dan peringkat dokter .(9)
 Antihistamin
Antihistamin adalah obat utama yang dijual bebas untuk membantu tidur .
Namun demikian, antihistamin umum (yaitu, antagonis H1-reseptor-
generasi pertama seperti diphenhydramine, hydroxyzine, dan
doxylamine) tidak diindikas ikan untuk pengobatan sulit tidur.(10)
Zhang et al melaporkan bahwa dosis malam hari dari 50 mg
diphenhydramine mengakibatkan hari berikutnya efek residu obat
penenang. Ini double-blind, terkontrol plasebo, studi Crossover
digunakan positron emission tomography (PET) untuk pengukuran yang
objektif efek residual.(10)
Sementara H1 antihistamin memiliki efek sedatif pada individu yang
sehat, tidak ada penelitian telah membentuk berbagai dosis efektif untuk
efek hipnotis agen ini pada pasien dengan insomnia. Agen ini mungkin
memiliki beberapa manfaat subjektif, tapi khasiat dan keamanan jangka
panjang belum ditunjukkan. Dengan demikian, penggunaan rutin mereka
pada individu dengan insomnia tidak disarankan.(9)
 Melatonin
Melatonin menjadi terkenal sebagai obat yang dijual bebas untuk
membantu tidur. Melatonin adalah agen alami yang mensekresi hormone
pada glandula pinealis. Konsentrasi melatonin tinggi dalam darah selama
proses tidur normal dan rendah pada waktu terjaga normal. Konsensus
umum menyatakan bahwa melatonin memberikan efek hiponotik pada
waktu jam normal. Melatonin memberikan peningkatan waktu tidur,
(10)
sebaiknya diadministrasikan 30 menit sebelum waktu tidur normal.
Pada penderita insomnia kronis mampu mengubah kebiasan tidur serta
perubahan mood serta kewaspadaan untuk terjaga di siang hari setelah
terapi. Pada pedoman AASM (2008) mencatat kurangnya relatif data
keamanan dan data kemanjuran dan, karena itu, menyatakan bahwa
(10)
melatonin tidak dianjurkan untuk pengobatan insomnia kronis.
Sebuah double-blind, uji klinis terkontrol plasebo oleh Rondanelli et al
pada pasien fasilitas perawatan jangka panjang menemukan bahwa dosis
malam hari melatonin, dikombinasikan dengan magnesium dan seng,
muncul untuk meningkatkan kualitas penduduk 'tidur dan kualitas hidup.
Suplemen, yang mengandung 5 mg melatonin, 225 mg magnesium, dan
11,25 mg seng, diberikan 1 jam sebelum tidur. (9)
 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Pada guideline American Academy of Sleep Medicine (AASM)
rekomendasi penatalaksanaan yakni paling tidak terdapat satu intervensi
terapi perilaku dalam terapi awal. Cognitive behavioral therapy (CBT)
adalah terapi yang paling dipertimbangkan untuk pasien dengan insomnia
primer, serta efektif sebagai terapi adjuvan pada insomnia dengan
komorbid. (9)
Komponen CBT terdiri atas :
- Edukasi sleep hygiene
- Terapi kognitif - Terapi relaksasi
- Terapi kontrol stimulus
- Terapi pengaturan tidur (9)
 Diet dan Olahraga
Langkah-langkah diet pada pasien dengan insomnia adalah masalah
waktu dan menghindari. Rekomendasi berikut mungkin berguna:
- Hindari minuman berkafein di sore hari atau malam, karena
aktivitas stimulan antagonisme adenosin dapat mempromosikan
hyperarousal
- Hindari alkohol di malam hari, karena ini dapat
memperburuk gangguan napas saat tidur menyebabkan sering
arousals; Selanjutnya, sementara alkohol mempromosikan tidur
lebih awal di malam hari, itu mengarah ke lebih gangguan tidur
kemudian di malam hari
- Hindari makanan besar di dekat waktu tidur, terutama
dengan penyakit gastroesophageal reflux atau tertunda
(9)
pengosongan lambung.
Olahraga di sore hari atau sore hari (setidaknya 6 jam sebelum tidur)
dapat mempromosikan tidur. Namun, aktivitas fisik yang kuat pada akhir
malam (<6 jam sebelum tidur) dapat memperburuk insomnia.(9)
 Akupuntur
Sebuah studi longitudinal oleh Sun et al menemukan bahwa pengobatan
akupresur dapat memperbaiki insomnia, dengan efek yang berlangsung
setelah akhir intervensi. Dalam, percobaan acak terkontrol 50 warga di
fasilitas perawatan jangka panjang, 5 minggu akupresur standar pada HT7
yang (Shenmen) poin dari kedua pergelangan tangan secara signifikan
mengurangi insomnia, dengan manfaat bertahan sampai 2 minggu sesudahnya.
(9)
3.9. Prognosis
Pengobatan insomnia dapat meningkatkan taraf kesehatan, fungsi, dan
kualitas hidup pasien. Konsekuensi insomnia tidak diobati dapat meliputi.:
 Gangguan kemampuan berkonsentrasi, miskin memori, kesulitan coping
dengan iritasi ringan, dan penurunan kemampuan untuk berhubungan
keluarga dan sosial
 Berkurangnya kualitas hidup, sering sebelumnya atau berhubungan
dengan depresi dan / atau kecemasan
 Lebih dari peningkatan 2 kali lipat berisiko memiliki kecelakaan
kendaraan bermotor-kelelahan terkait
 Peningkatan jelas dalam kematian untuk orang yang tidur kurang dari 5
(9)
jam setiap malam.
Sebuah studi kohort prospektif di etnis Cina di Taiwan menunjukkan
bahwa durasi tidur dan keparahan insomnia yang berhubungan dengan
semua penyebab kematian dan kejadian penyakit kardiovaskular. Penelitian
lain telah menghasilkan hasil yang bertentangan mengenai konsekuensi
kardiovaskular insomnia. Sebuah studi prospektif kohort selama 6 tahun
tidak menemukan hubungan antara perkembangan hipertensi dan insomnia.
Penelitian lain, bagaimanapun, menunjukkan hubungan antara tidur singkat
(9)
atau pembatasan tidur dan hipertensi.
Sebuah studi dari orang dengan insomnia dan tidur durasi singkat
menunjukkan peningkatan risiko hipertensi pada tingkat yang sebanding
dengan yang terlihat dengan gangguan napas saat tidur. Knutson dkk
menemukan bahwa kuantitas dan kualitas tidur berkorelasi dengan tekanan
darah masa depan. Dalam sebuah studi tambahan untuk Pembangunan
Risiko Arteri Koroner di Dewasa Muda (CARDIA) studi kohort,
pengukuran tidur selama 3 hari berturut-turut di 578 subyek menunjukkan
bahwa durasi tidur yang lebih singkat dan pemeliharaan tidur lebih
rendah
diprediksi keduanya mengakibatkan tekanan darah secara signifikan lebih
tinggi dan perubahan negatif dalam darah tekanan selama 5 tahun ke depan.
Pasien dengan insomnia dilaporkan memiliki penurunan kualitas hidup
dibandingkan dengan kontrol orang normal dalam semua dimensi 36-item
SHORT Form Health Survey (SF-36). Pasien dengan insomnia dilaporkan
memiliki kelelahan berlebih yang diukur dengan Fatigue Severity Scale dan
Profiles of Mood Status (POMS). (9)
BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. HZ, laki-laki, usia 34 tahun, belum menikah berasal dari Sekayu datang
ke RS Ernaldi Bahar diantar oleh keluarga dengan keluhan utama pasien sulit tidur.
sejak ± 4 bulan yang lalu pasien tidak bisa tidur, keluhan dirasakan semakin
memberat sejak 4 hari ini. Keluhan berupa sulit untuk memulai tidur dan tidak
merasa mengantuk sehingga pasien hanya mondar mandir dirumahnya. Pasien juga
sulit untuk mempertahankan tidurnya. Pasien sering terbangun dan sulit untuk tidur
lagi. Pasien hanya mampu tidur selama 2 jam. Pasien juga mengeluh sakit kepala,
emosi stabil dan jarang marah-marah. Pasien mengaku menggunakan sabu selama ±4
tahun. Lalu atas kesadaran sendiri pasien berhenti menggunakan sabu selama 2 tahun
terakhir. Pasien mengaku tidak memiliki keluhan yang dirasakan ketika behenti
menggunakan sabu. Frekuensi pemakaian hampir sekali sehari dengan cara dihisap.
Pasien merasa lebih terjaga ketika sedang bekerja dan lebih santai jika menggunakan
sabu, Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan data-data
identitas diri dan autoanamnesis, pasien dicurigai mengarh pada ins o mnia
akibat zat psikoaktif. Pasien memiliki riwayat menggunakan zat psikoaktif
golongan stimulans yaitu sabu. Zat psikoaktif merupakan zat yang apabila masuk
ke dalam tubuh akan mempengaruh i sistem saraf pusat sehingga menyebabkan
gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial. Selain dapat menyebabkan efek kecanduan,
penggunaan sabu dalam jangka panjang dapat menunjukkan gejala yang dapat
mencakup kecemasan yang signifikan, kebingungan, insomnia, gangguan mood, dan
perilaku kekerasan. Insomnia dapat terjadi baik selama periode penggunaan maupun
penghentian.
Berdasarkan diagnosis multiaksial, maka didapatkan:
Aksis I: F.51.0 Insomnia non organik
Aksis II: Tidak ada diagnosis

42
43

Aksis III: Tidak ada diagnosis


Aksis IV: Permasalahan psikososial
Aksis V: GAF scale 70-61 (Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi secara umum masih baik), pasien masih bisa berinteraksi dengan
kooperatif ketika diwawancara.
Pada Aksis I didapatkan bahwa pasien mengalami insomnia akibat penggunaan zat
psikoaktif. Hal ini didapatkan dari autoanamnesis. Sabu atau metamfetamin
merupakan salah satu jenis dari amfetamin. Mekanisme kerjanya dengan mengganggu
aktivitas vesicular monoamine transporter-2 (VMAT-2). Ketika masuk ke dalam sel,
amfetamin akan berdifusi melalui membran vesikel dan terakumulasi di dalam
vesikel. Akumulasi amfetamin di dalam vesikel akan menyebabkan terjadinya
gangguan gradient pH yang diperlukan untuk sekuestrasi dopamin sehingga
terjadilah akumulasi dopamin di dalam sitoplasma. Akumulasi dopamin di dalam
sitoplasma akan mengganggu gradien konsentrasi dopamin sehingga terjadinya
transport balik dopamin melalui dopamin transporter. Setelah dopamin dilepaskan,
neurotransmitter tersebut akan diinaktivasi oleh monoamin oksidase kemudian terjadi
peningkatan aktivitas dopamin dan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang
dapat menyebabkan kerusakan sel.2 Pada tubuh pengguna amfetamin ditemukan
penurunan densitas dopamin transporter pada daerah striata pengguna amfetamin
berdasarkan pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET). Penurunan
jumlah transporter dopamin ini menunjukkan adanya penurunan jumlah dopamin di
dalam akson dan akson terminal. Selain kerusakan pada transporter dopamin,
penggunaan amfetamin juga menyebabkan kerusakan pada transporter serotonin,
ditunjukkan dengan terjadinya penurunan densitas transporter serotonin pada area
talamus, nukleus kaudatus, putamen, otak tengah, serebellum, dan korteks serebral
pada pengguna amfetamin. Semakin lama seseorang menggunakan amfetamin maka
akan semakin rendah juga densitas serotonin transporter di dalam otaknya. Akibat
yang ditimbulkan dari degradasi transporter serotonin adalah meningkatnya level
agresivitas pengguna.3,4 Untuk aksis II tidak ada diagnosis karena masih perlu
dieksplorasi kembali kepada pasien oleh pewawancara sehingga hal ini yang
membuat aksis II belum dapat ditegakkan. Untuk aksis III tidak ada diagnosis karena
memang dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Aksis IV
didapatkan bahwa penyalahgunaan obat mengganggu hubungan (relationship) pasien
dengan keluarga dan teman temannya. Masalah hukum/kriminal tetap mengancam
jika pasien kemudian mengulangi pemakaian NAPZA. Penilaian terhadap
kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya menggunakan skala GAF
(Global Assessment of Functioning) menurut PPDGJ-III pada aksis V didapatkan
GAF 70-61 (Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi secara
umum masih baik), pasien masih bisa berinteraksi dengan kooperatif ketika
diwawancara.
Terapi farmakologis pada pasien ini menggunakan fluoxetine 1x10 mg
diminum pagi, dan merlopam 1x2 mg diminum malam. Insomnia dapat
meningkatkan risiko depresi sehinga pemberain Fluoxetine yang merupakan anti
depresan dapat mengurangi gejala depresi, penggunaan Fluoxetine pada pagi hari
untuk mengurangi efek insomnia karena Fluoxetine dapat menyebabkan insomnia
jika di minum malam hari. Merlopam merupakan obat mengandung zat aktif
Lorezepam. Lorezepam termasuk dalam golongan obat antikonvulsan jenis
benzoadiazepine. Obat jenis ini bekerja dengan cara memengaruhi neurotransmitter,
sehingga dapat menghasilkan efek menenangkan dan mengatasi gangguan insomnia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto S., Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi Fakultas Psikologi


Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Kesehatan Vol.1(2) , 2014.Hal : 141-
148

2. Permana M.G.C., Insomnia dan Hubungannya Terhadap Faktor Psikososial


Pada Pelayanan Kesehatan Primer, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Udayana, 2015.

3. Roth, Insomnia : Definition, Prevalence, Etiology, and Consequences, Journal of


Clinical Sleep Medicine, Vol 3(5), 2007. USA. Pages 87-90.

4. Sherwood L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. 2011 : EGC.Hal 183

5. Ganong W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. 2008 : EGC. Hal 205

6. Buysse D.J., Chronic Insomnia, Amsterdam Journal Psychiatri, Vol 165 (6),
2012. Amsterdam. Pages 679-681

7. Sadock BJ, Sadock VA.,Elektrofisiologi Tidur, Dalam: Kaplan & Sadock’s:


Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 2007:
Lippincott William& Wilkins. hal. 1107-1110

8. Maramis WF, Maramis AA. Gejala Gangguan Jiwa. Dalam: Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi 2. 2009: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. hal.
93

9. hawla, Insomnia Treatment & Management, Loyola University Medical


Center, America, Page 1 – 20

10. Candra G.A.D.P, Diagnosis dan Penanganan Insomnia Kronik, Bagian


Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Udayana, 2015.

Anda mungkin juga menyukai