GANGGUAN SOMATOFORM
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami sehingga kami diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Tanpa bantuan dari-Nya, kami tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah “Kode Etik
Keperawatan” dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamat nanti.
Makalah “Ganguan Somatoform” ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi tahun akademik 2021/2022 di Universitas Muhammadiyah Gombong. Saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu dosen Dra. Nurochmah, S.Psi. tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru terkait kode etik
keperawatan bagi kami.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................3
DAFTAR ISI...................................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................5
A. Latar Belakang......................................................................................................................5
B. Tujuan...................................................................................................................................5
C. Manfaat.................................................................................................................................6
A. Data Pasien...........................................................................................................................8
B. Hasil Wawancara..................................................................................................................8
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan somatoform merupakan ganguan psikiatrik yang terdiri dari gangguan
somatisasi, gangguan somatoform tak terinci, gangguan konversi, gangguan pegal,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatoform yang tidak
tergolongkan (Adrian, 2017).
Pasien dengan gangguan somatoform, selain cemas dan depresi juga sering datang ke
praktek dokter dengan keluhan somatiknya. Ciri utama gangguan ini adalah adanya
keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang, disertai dengan permintaan
pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah
dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasa keluhannya
(Maslim, 2013).
Gangguan somatoform disebabkan oleh pikiran individu, individu merasa bahwa
ada sesuatu yang salah dengan keadaan dirinya sehingga menyebabkan timbulnya
pikiran-pikiran yang negatif dan keyakinan irasional tentang dirinya dan lingkungan. Hal
ini yang rnenyebabkan individu merasa bahwa jika adanya tekanan, stress, terlalu banyak
aktivitas yang dilakukan, kelelahan yang menguras energi dan tenaga serta ketidak
percaya diri dengan kemampuan dirinya maka dapat memunculkan rasa sakit dan
menganggap hal tersebut dapat mengancam atau membahayakan dirinya. (Emair, 1998).
B. Tujuan
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas wawancara pasien gangguan
somatoform mata kuliah paikologi dengan dosen pembimbing Dra. Nurochmah, S.Psi. di
Universitas Muhammadiyah Gombong Program Studi Keperatwatan Program Diploma
Tiga Tahun Akademik 2020/2021. Sekaligus mengetahui dan memahami serta ikut terjun
langsung menganalisis pasien gangguan Somatoform.
C. Manfaat
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan makalah ini dapat menjadi referensi bagi pembaca mengenai gangguan
Somatofom.
2. Bagi Perawat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi acuan atau referensi dalam penelitian
mengenai gangguan Somatoform.
BAB II
METODOLIGI PENELITIAN
PEMBAHASAN
A. Data Pasien
1. Pasien
Nama : Pariyem
TTL : Kebumen, 15 Januari 1975
Alamat : Dukuh Luwung, Desa Wonoharjo, RT03/01, Kec. Rowokele, Kab.
Kebumen
Usia : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
2. Keluarga (Anak)
Nama : Dian Nur Winasih
TTL : Kebumen, 21 Juni 2004
Alamat : Dukuh Luwung, Desa Wonoharjo, RT03/01, Kec. Rowokele,
Kab. Kebumen
Usia : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
B. Hasil Wawancara
1. Pembuka
2. Oto Anamnesa
Narasumber : Ya pusing ngga punya uang mba, takut ngga bisa ngasih uang jajan
ke cucu.
Narasumber :Ibus aya masih normal makan dan mandi sendiri juga seperti orang
biasanya, nyambut gawe disawah juga sering mba, Cuma ya kalau diajak
ngomong kadang nyambung kadang ngga.
Narasumber : Sering,
Yunis : Itu berkhayalnya apakah jangka panjang ? Atau Cuma karena ada sebab ?
Narasumber : Ibu saya berkhayal kalau lagi inget anaknya yang nomer 2, kakak
laki-laki saya, kadang sampe nangis dan teriak manggil namanya.
Narasumber : Saya ngga tau persis mba, tapi kakak saya yang nomer 2 ngga
pernah pulang mungkin ibu saya kangen gitu mba.
Narasumber : Ibu saya mulai keihatan aneh itu waktu ngajak ngobrol foto kakak
saya, saya mulai ngerasa aneh, lama kelamaan malah jadi bicara sendiri dan
sampe berhalusinasi kalau kakak saya ada dirumah.
Narasumber : Ibu saya kalau udah ngehayal, terus inget kalau kakak saya ngga
dirumah itu dia nanti ngamuk, biasanya numbuk-numbuk kepala ke tembok,
kadang juga nyubitin tangan sendiri, kaya gemes gitu. Diberhentiin ngga mau mba
malah tambah ngamuk.
Adisti : Sudah pernah terapi ke rumah sakir jiwa mba ? Atau dilakukan hal lain
suapaya berkurang ?
Narasumber : setelah diruqyah ibu saya bisa sembuh total selama 2 harian, nanti
setelah itu kumat-kumatan lagi.
Narasumber : Selama kurang lebih 2 hari ya ibu saya normal masak, bicara
dengan tetangga seperti sebelum kena gangguan seperti ini mba, kaya orang
normal biasa.
4. Penutup
1. Gangguan Somatis
Gangguan somatisasi merupakan salah satu bentuk gangguan somatoform,
yang sumber gangguannya adalah kecemasan yang dimanifestasikan dalam
keluhan fisik, sehingga orang lain tidak akan mengerti jika individu tidak
mengeluh (Davison dan Neale, 1986, 2001). Somatisasi juga merupakan suatu
bentuk gangguan yang ditunjukkan dengan satu atau beberapa macam keluhan
fisik akan tetapi secara medis tidak mempunyai dasar yang jelas. Gangguan
somatisasi ini juga disebut sebagai briquet’s syndrome, setelah Paul Briquet
mengidentifikasi pasien-pasiennya yang mengeluh gejala medis pada tubuhnya
namun tidak ada bukti medis (Mayou, 1993; Bell, 1994)
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis atau gangguan mental adalah kondisi yang
memengaruhi pemikiran, perasaan, suasana hati, dan perilaku. Penyakit psikologis
tertentu mungkin hanya muncul sesekali, dan beberapa dapat bertahan lama
(kronis). Penyakit psikologis dapat memengaruhi kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain dan berfungsi secara normal setiap harinya. Istilah penyakit
psikologis terkadang digunakan untuk merujuk pada apa yang lebih sering dikenal
sebagai gangguan mental atau gangguan kejiwaan. Gangguan mental atau
gangguan jiwa adalah pola gejala perilaku atau psikologis yang memengaruhi
berbagai bidang kehidupan. Gangguan ini tentu menimbulkan tekanan bagi orang-
orang yang mengalaminya. Berdasarkan hasil wawancara Ny. P mengalami
gangguan psikologis berupa stress, bicara sendiri, dan berhalusinasi.
Menurut Sarafino dan Timothy (2012) mengatakan bahwa sebagai keadaan
yang dimana seseorang merasa tidak cocok dengan situasi secara fisik maupun
psikologi dan sumbernya berasal dari biologi serfa stress sosial. Menurut Lazarus
dan Folkman (1964) yang menyatakan stress merupakan suatu interaksi antara
seseorang dan lingkungannya yang membahayakan dirinya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Hardjono (1994) ketidakmampuan seseorang
yang menyalami stress dalam menghadapi stresor baik yang nyata maupun tidak
nyata, antara keadaan dan sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada
pada orang tersebut.
Menurut Yosep (2011) halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang
merusak stimulasi yang sebenarnya tidak ada stimulasi dari manapun baik
stimulasi suara, bayangan, pengecapan, maupun perabaan. Menurut Stuart (2007)
halusinasi adalah kesan respon dan pengalaman sensori yang salah. Menurut
Direja (2011) halusinasi dinyatakan sebagai persepsi klien tehadap lingkunvan
tanpa stimulasi yang nyata.
3. Gangguan Fisik
Setiap individu, secara sadar, senantiasa berupaya keluar dari masalah yang
sedang dihadapi. Kompleksitas kehidupan kontemporer dapat mengakibatkan
perkembangan permasalahan dari yang bersifat pribadi lantas menjadi
permasalahan keluarga dan sosial. Pengabadian masalah individu juga dapat
mengakibatkan tekanan yang dapat mengganggu dan mengancam fisik dan
mental.
Dari aspek fisik, problem individu dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kekebalan tubuh, susah tidur, mengacaukan pikiran, serta menyebabkan afeksi
negatif lainnya. Dari beberapa problem individu, kecemasan merupakasalah satu
penyakit kejiawaan yang lazim dialami manusia. Berdasarkan hasil wawancara,
gangguan fisik yang dialami Ny. P berupa lecet-lecet di tubuh karena sering
menyiksa diri sendiri dan lebam di bagian kepala karena sering menumbuk-
numbuk kepalanya ke dinding.
Memar adalah suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis
akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul.
E. Gangguan Psikosis
Psikosis dapat terjadi setiap saat dalam kehidupan, tetapi onset atau permu-
laan terjadinya psikosis, yang sering disebut sebagai psikosis episode pertama
biasanya terjadi rata-rata pada masa remaja akhir atau dewasa awal (Compton &
Broussard, 2009; Shiers & Smith, 2010; Grano, Lindsberg, Kar- jalainen, Nroos, &
Blomber, 2010; Law, dkk., 2005; Sharifi, Kermani-ranjbar, Amini, Alagh-band-rad,
Salesian, & Seddigh, 2009). Untuk pria, usia onset mungkin sedikit lebih awal dari
pada wanita, rata-rata pria mengalami gejala psikosis pertama kalinya hingga tiga
sampai lima tahun sebelum wanita (Compton & Broussard, 2009). Adanya gangguan
psiko-sis akan mengganggu perkembangan remaja dan dewasa awal pada tahap
perkembangan yang penting (Addington & Burnett, 2004). Pada rentang usia ini,
seseorang akan mem- ulai karirnya dan berusaha mencapai prestasi (Hurlock, 1994),
dengan demikian, gangguan psikosis tentu akan menghambat pencapa- ian karir dan
prestasi serta akan berdampak pada penurunan kualitas hidupnya (Law, dkk., 2005).
Addington dan Burnett (2004) menga- takan, bahwa ada masalah psikososial
yang muncul akibat timbulnya gangguan psikosis. Masalah psikososial ini akan
menjadi be-ban, menimbulkan kebingungan, ketakutan dan penderitaan akibat
pengalaman stigma, rasa malu, isolasi, kehilangan penguasaan dan kontrol, penurunan
harga diri, pendidikan atau pekerjaan menjadi terganggu, dan ser-ingkali
menimbulkan penurunan kemampuan seseorang untuk terlibat secara penuh dalam
keputusan pengobatannya (McGorry, Ed- wards & Pennell dalam Addington &
Burnett, 2004).
Berdasarkan hasil wawancara Ny.P memiliki tanda-tanda gangguan psikosis
seperti kebingungan, kehilangan penguasaan kontrol, dan menurutkan kemampuan
untuk terlibat langsung dalam keputusan pengobatannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan somatoform merupakan kelainan psikologis pada seseorang yang
ditandai dengan sekumpulan keluhan fisik yang tidak menentu, namun tidak tampak saat
pemeriksaan fisik. Munculnya gangguan ini biasanya disebabkan oleh stres dan banyak
pikiran. Gangguan somatoform memiliki keluhan gejala fisik yang berulang yang
disertai dengan permintaan pemeriksaan medis.Penderita juga menyangkal untuk
membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik
dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas
dan depresi (PPDGJ III, 2013)
B. Saran
1. Bagi Fakultas
Disarankan bagi Fakultas Keperawatan untuk membuat komisi khasus yange
melayani konsultasipermasalahan mahasiswa agar tingkat stress dan gejala somatic
dapat menurun.
2. Bagi Peneliti Lain
Disarankan untuk meneliti hubungan sakit kepala yang merupakan jenis gejala
somatuk tetrbanyak terhadap setres.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
Keterangan : Hanya 5 pewawancara, karena dari keluarga pasien hanya menghendaki 5
orang untuk datang wawancara