STUDI LITERATUR
Nim : PO.71.20.2.19.014
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa studi literture yang saya tulis ini
adalah benar benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan
atau pemikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan studi literature ini
hasil jiblakan maka saya akan menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
NIM : PO.71.20.2.19.014
Tanda tangan :
Baturaja, 2021.
Pembimbing I Pembimbing II
Dewan Penguji
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Keperawatan Baturaja
MOTTO
“Lakukan yang terbaik, bersikaplah yang baik, maka kamu akan menjadi yang
terbaik”
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, aporan tugas akhir ini kupersembahkan kepada:
Teruntuk Ayahku Edwar Rozali dan Ibuku Zauya, terima kasih selama ini
selalu memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang
serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat untuk
menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. Jasamu takkan pernah
mampu kubalas, namun semoga Allah meridhoiku agar aku dapat menjadi
alasan kebahagiaan kalian dan semoga allah memberikan balasan
setimpal syurga firdaus kepada kalian berdua.
Teruntuk kakakku tersayang Edo Wardo, terima kasih telah mendukungku
di setiap kondisi, mendukung setiap kegiatanku, tempat untuk berbagi dan
pendorong agar menjadi lebih dewasa..
Teruntuk sahabatku cut indah nazillah, dian therezah Yadi, dhea mareta
sari, qorry gustiara, citra sari, risdianti, rara sucitra, widya febri mulyani
yulia putriana, , vini julianisa, riza riswanda dan teman-teman tingkat 3B
terimakasih selalu menemani sekaligus motivator di kala lelah dengan
kesulitan yang datang dalam pembuatan KTI ini
Kepada seluruh angkatan XVI terimakasih telah menjadi teman, rekan
berbagi ilmu pengetahuan sekaligus saudara selama 3 tahun terakhir.
Semoga kebersamaan ini terus berlanjut hingga kita menuju kesuksesan
masing-masing. Teruslah berjuang dan semoga kita dapat berkumpul
kembali dikemudian hari.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Agama : Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan studi literture ini tepat waktu.
Penulisan studi literture ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi
Keperawatan Baturaja Poltekkes Kemenkes Palembang. Pada kesempatan ini
izinkan saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Muhamad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palembang
2. Ibu Devi Mardianti, S.Pd, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang
3. Bapak H. Gunardi Pome, S.Ag, S.Pd, SKM, M.Kes selaku Ketua Prodi
Keperawatan Baturaja beserta Staf Dosen dan Tata Usaha Program Studi
Keperawatan Baturaja.
4. Ibu Nelly Rustiati, SKM, M.Kes selaku pembimbing I dalam pembuatan studi
literture
5. Ibu Hj. Eni Folendra Rosa, SKM, MPH selaku pembimbing II dalam
pembuatan studi literture
6. Bapak H. Asmwi Nazori, SKM, M.Kes selaku ketua penguji I
7. Ibu Hj. Zanzibar, S.Pd, M.Kes selaku penguji II
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf pengajar Program Studi
Keperawatan Baturaja.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan XVI dan almamater tercinta
Saya menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan
maka kiranya mohon saran dan masukan demi perbaikan studi literture saya.
Semoga studi literture ini berguna bagi diri saya sendiri dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
Baturaja, Okt 2021
Penulis
10
Abstrak
Latar belakang: Undang undang kesehatan jiwa no.3 tahun 1996 menyebutkan
bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini
berjalan selaras dengan orang lain. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik
positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangaan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. (Ade Herman Surya Direja, 2011).
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental
yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan
4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan
kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005
dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia.
Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017). .
Tujuan: Untuk Menggambarkan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Pada
Klien isolasi Sosial Dengan Gangguan Menarik Diri.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian naratif studi literature yang
menggambarkan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Pada Klien isolasi Sosial
Dengan Gangguan Menarik Diri.
Hasil Berdasarkan analisa diatas, Terapi Aktivitas Kelompok Sosial Latihan
Keterampilan Sosial berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan
bersosialisasi pada pasien isolasi sosial.
Kesimpulan:. Penerapan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Pada Klien
isolasi Sosial Dengan Gangguan Menarik diri dapat meningkatkan kemampuan
klien membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab isolasi sosial
dan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Saran : Diharapkan dapat mensosialisasikan pendidikan kesehatan dan latihan
penerapan terapi aktivitas kelompok pada klien isolasi sosial dengan gangguan
menarik diri.
Abstract
Background: Mental health law no.3 of 1996 states that mental health is a
condition that allows an optimal physical, intellectual, emotional development of
a person and this development goes in harmony with others. Mental health is a
variety of positive characteristics that describe the harmony and psychological
balance that reflects the maturity of his personality. (Ade Herman Surya Direja,
2011).
According to the World Health Organization (2017) in general, mental disorders
that occur are anxiety disorders and depressive disorders. An estimated 4.4% of
the global population suffer from depressive disorders, and 3.6% of anxiety
disorders. The number of people with depression increased by more than 18%
between 2005 and 2015. Depression is the biggest cause of disability worldwide.
More than 80% of the disease is experienced by people who live in low and
middle income countries (WHO, 2017). .
Objective: To describe the application of group activity therapy to social isolation
clients with withdrawal disorders.
Method: This research is a narrative study of literature studies that illustrates the
Application of Group Activity Therapy on Social Isolation Clients with Self-
Disorders.
Results Based on the above analysis, Social Group Activity Therapy Social Skills
Training has an effect on improving social skills in patients with social isolation.
Conclusion:. Application of Group Activity Therapy Application in Social
Isolation Clients With Disorders Pulling yourself can improve the client's ability
to foster relationships of mutual trust, be aware of the causes of social isolation
and be able to interact with others.
Suggestion: It is expected to be able to socialize health education and practice the
application of group activity therapy to clients of social isolation with withdrawal
disorders.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul Depan.............................................................................i
Halaman Sampul Dalam............................................................................ii
Halaman Bebas Plagiasi ..........................................................................iii
Halaman Orisinalitas.................................................................................iv
Halaman Persetujuan..................................................................................v
Halaman Pengesahan................................................................................vi
Halaman Motto dan persembahan...........................................................vii
Halaman Daftar riwayat hidup................................................................viii
Halaman Kata Pengantar...........................................................................ix
Halaman Abstrak Indonesia.......................................................................x
Halaman Abstrak Inggris.........................................................................xi
Halaman Daftar Isi...................................................................................xii
Halaman Daftar tabel..............................................................................xiv
Halaman Daftar Lampiran ......................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................2
1.3 Tujuan Studi Kasus...........................................................2
1.4 Manfaat Studi Kasus.........................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Isolasi Sosial ......................................................4
2.1.1. Pengertian ............................................................4
2.1.2. Rentang Respon Sosial..........................................4
2.1.3. Tanda dan gejala....................................................8
2.1.4. Pohon masalah.......................................................9
2.1.5. Komplikasi.............................................................9
2.1.6. Mekanisme Koping................................................10
2.1.7. Penatalaksanaan.....................................................10
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial...................11
2.2.1. Pengkajian..............................................................12
2.2.2. Diagnosa Keperawatan..........................................13
2.2.3. Rencana Tindakan.................................................13
2.2.4. Tindakan Keperawatan..........................................13
2.2.5. Evaluasi .................................................................16
2.3. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok................................16
2.3.1. Pengertian..............................................................16
2.3.2. Tujuan....................................................................17
2.3.3. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok.....................17
2.3.4. Tahap-Tahap Dalam Terapi Aktivitas Kelompok. 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Respon adaktif :
Respon adaktif adalah respon individu menyelesaikan suatu hal dengan
cara yang dapat diterima oleh norma norma masyarakat, respon ini
meliputi;
1) Menyendiri ; respon yang dilakukan ndividu dalam merenungkanhal
yamg telah terjaid atau dilakukan dengan tujun mengevaluasi diri
dengan kemudian menentukan rencana rencana.
2) Otonom; kemampuan individu dalam menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hunungan sosial.
3) Kebersamaan; kemampuan atau kondisi individu dalam hubungan
interpersona
dimana individu mampu untuk saling member dan menerima ndalam
hubungan sosial.
4) Saling ketergantungan;suatu hubungan saling bergabtung antara
individu dengan individu lain dalam berhubugan sosial.
b. Respon maladaktif
Respon maladaktif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara yang beretentangan dengan norsm agama dan
masyarakat.respon maladaktif tersebut antara lain;
Tabel 2.1
Proses terjadinya masalah (Iyus Yosep 2011,hal 230)
Patter sof Ineffective coping Lack of Stressor Internal
parenting (pola (koping individu Development task and External
asuh keluarga) tidak efektif) (Gangguan tugas (Stres Internal dan
perkembangan Eksternal)
Misal : pada Misal : Saat Misal : Kegagalan Misal : Stress
anak yang individu menjalin terjadi akibat
kelaahirannya menghadapi hubungan intim ansietas yang
tidak kegagalan dengan sesama berkepanjangan
dikehendaki menyalahkan orang jenis atau lawan dan terjadi
(unwanted child) lain, jenis, tidak bersama dengan
akibat kegagalan ketidakberdayaan, mampu mandiri keterbatasan
KB, hamil luar menyangkal tidak dan kemampuan
nikah, bentuk mampu menghadapi menyelesaikan individu untuk
fisik kurang kenyataan dan tugas, bekerja, mengatasinya.
menawan menarik diri dari bergaul, sekolah Ansietas terjadi
menyebabkan lingkungan, terlalu menyebabkan akibatberpisah
keluarga tingginya self ideal ketergantungan dengan orang
komentar – dan tidak mampu pada orang tua, terdekat,
komentar menerima realitas rendahnya hilangnya
negatif, dengan rasa syukur. ketahanan pekerjaan atau
merendahkan, terhadap sebagai orang yang
menyalahkan kegagalan. dicintai.
anak
1) Faktor Predisposisi
Faktor prediposisi penyebab isolasi sosial meliputi faktor
perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural. Berikut
merupakan penjelasan dari faktor predisposisi:
a. Faktor perkembangan
Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain adalah
keluarga.kurangnya stimulasi maupun kasih sayang dari orang tua
atau pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
b. Faktor biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon
maladaktif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya, ditemukan
pada keluarga dengan riwayat anggota keluarga yang menderita
skizofrenia.
c. Faktor social budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan atau isolasi
sosial. Gangguan ini juga bisa disebabkan oleh norma norma salah
yang di anut keluarga, seperti anggota tidak produktif yang di
asingkan dari lingkungan sosial.
2) Faktor presipitasi
a) Stresor sosiokulturnal
Stressor sosial budaya, misalnya menurunkan stabilitas unit
keluarga, berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupanya.
b) Stresor psikologik
Intensitas ansietas (ansietas) yang ekstrim akibat beroisah dengan
orang lain. misalnya, dan memenajang disertai dengan terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulakn
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
c) Stresor intelektual
a) kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang menganggu perkembangan
hubungan dengan orang lain.
b) klien dengan kegagalan adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup.
c) ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain memicu persepsi yang menyimpang dan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain (isolasi sosial)
d) stresor fisik
Stressor fisik yang memicu isolasi sosial: menarik diri dapat
meliputi penyakit kronik dan keguguran).
2.1.7. Penatalaksanaan
a. Therapy farmakologi
1. Haloperidol (HLP) 5 mg 3x1
2. Trihexyphenidil (THP) 2 mg 3x1
3. Chlorpomazin (CPZ) 100 mg 1x1
rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa
penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum
brain-derived neurotrohic factor (BDNF) pada pasien depresi yang
tidak responsif terhadap farmokologis. Terapi ECT tidak bisa
diberikan kepada pasien yang berpendidikan diatas SMA.
c. Therapy kelompok
Therapi kelompok merupakan suatu psikotherpy yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi
satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist
atau petugas kesehatan jiwa. Thrapy ini bertujuan memberi stimulus
bagi klien dengan gangguan interpersonal. (Saputra Lyndon, 2018)
d. Therapy lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga
aspek lingkungan harus mendaptkan perhatian khusus dalam
kaitanya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan
tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.
d. Tidur berlebihan.
e. Tinggal di tempat tidur dalam waktu lama.
f. Banyak tidur siang.
g. Kurang bergairah.
h. Tidak memperdulikan lingkungan.
i. Aktivitas menurun.
j. Imobilitas.
k. Mondar mandir/sikap mematung. Melakuan gerakan secara
berulang ( jalan mondar – mandir).
l. Rocking menurunnya keinginan seksual.
b. Pendidikan kesehatan
1) Jelaskan kepada pasien cara mengungkapakan perasaan selain
dengan kata kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar,
berolahraga, bermain musik.
2) Bicarakan dengan pasien peristiwa yang menyebabakan menarik
diri.
3) Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk teteap mengadakan
hubungan dengan pasien.
4) Anjurkan pada keluarga agar mengikut sertakan pasien dalam
aktifitas dilingkungan masyarakat.
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
1) Bantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakannya secara mandiri.
2) Bimbing pasien berpakaian rapi.
3) Batasi kesempatasi untuk tidur siang.
4) Sediakan saranan informasi dan hiburan seperti : majalah, surat
kabar, radio dan televisi.
d. Terapi sontatik
1) Berikan obat sesuai dengan prinsip 5 benar (benar orangnya,
obatnya, dosisnya, waktunya dan caranya)
2) Pantau reaksi obat
3) Catat pemberian obat yang telah dilaksanakan.
4) Pastikan apakah obat telah diminum, periksa tempat-tempat yang
memungkinkan pasien menyimpan obat.
e. Lingkungan terapeutik
1) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan pasien
maupun orang lain dan ruangan pasien.
2) Cegah pasien agar tidak berada didalam ruangannya sendiri dalam
jangka waktu lama.
3) Beri rangsangan sensori, seperti : suara musik, gambar hiasan di
ruangan pasien.
2.2.5. Evaluasi
a) Pasien dapat menggunakan koping yang efektif dalam
menyelesaikan masalahnya.
b) Harga diri pasien meningkat.
c) Pasien dapat melakukan hubungan interpersonal dengan orang
lain.
d) Pasien melakukan kegiatan secara mandiri.
e) Pasien berinisiatif untuk melakukan komunikasi secara verbal.
B. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu
orientasi, konflik atau kebersamaan.
1. Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan sistem sosial masing – masing,
dan leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil
kontrak dengan anggota.
2. Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
3. Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota
mulai menemukan siapa dirinya.
C. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan
engatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah
dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati,
kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistik,
mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
D. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok
mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.
topik dengan jelas, menyampaikan topik secara spontan dan menjawab dan
memberi secara spontan. Namun pada sesi 5, terjadi penurunan kemampuan
dalam menyampaikan topik dengan jelas dan menyampaikan topik secara
spontan. Sedangkan pada sesi 6 terjadi penurunan kemampuan dalam
menjawab dan memberi secara spontan. Oleh karena itu, perlu diadakan
penelitian lebih lanjut mengenai TAKS dengan menggunakan teknik
kualitatif agar masing-masing responden dapat lebih mengeksplorasikan
perasaan dan pikirannya sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya
penurunan kemampuan responden pada masing-masing sesi pelaksanaan
TAKS.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penentuan lima (5) artikel yang digunakan peneliti dalam studi literatur ini
dilakukan peneliti melalui langkah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Tabel Review
Sumber Penelitian dan judul Tujuan penelitian Design Sampling Hasil penelitian Simpulan dan
artikel penelitian saran
Google Zakiyah (2018) Untuk menggambarkan Deskriptif 35 pasien Ada penurunan tanda dan Berdasarkan hasil
scholar Penerapan terapi generalis, kuantitatif gejala isolasi sosial dari tiga penerapan
Penerapan terapi generalis, terapi aktivitas kelompok, (75,75%) dan peningkatan diatas, perlu
terapi aktivitas kelompok, sosial dan social skill kemampuan pasien dalam direkomendasikan
sosial dan social skill training pada pasien isolasi bersosialisasi TG: 68,57%, integrasi tindakan
training pada pasien isolasi sosial TAKS 83,90% dan SST keperawatan
sosial 70,29%). generalis individu
dan kelompok serta
terapi spesialis social
skill training pada
pasien isolasi sosial
agar perawatan
pasien dengan isolasi
sosial efektif
Google Asrina pitayanti dan Mengetahui dan Pra 24 klien Ada pengaruh yang Dengan terbentuknya
scholar priyoto (2020) mengidentifikasi pengaruh experimental signifikan dari social skill kelompok suportif
pemberian terapi pre-post test training terhadap sebagai tindak lanjut
kelompok social skill pada one group ketrampilan sosial dari kelompok
Pengaruh
lansia dengan isolasi sosial latihan ketrampilan
pemberia
di upt pelayanan sosial sosial dapat dijadikan
n terapi
tresna werdha (pstw) wadah bagi lansia
kelompo
magetan untuk dapat saling
k social
memberi support dan
skill pada
dukungan.
lansia
dengan
isolasi
sosial di
upt
pelayana
n sosial
tresna
werdha
(pstw)
magetan
PUbMed Surya efendia, atih untuk mengetahui desain quasi 10 orang terdapat pengaruh yang Diharapkan kepada
rahayuningsihb, wan pengaruh pemberian terapi experiment bermakna pada pemberian perawat rumah sakit
muharyati (2015) aktivitas kelompok TAKS terhadap perubahan untuk dapat
sosialisasi terhadap perilaku klien isolasi sosial meningkatkan
Pengaruh pemberian terapi Perubahan Perilaku Klien pelaksanaan TAKS
aktivitas kelompok Isolasi Sosial di Ruang dengan
sosialisasi terhadap Gelatik RS Jiwa Prof HB memperhatikan
perubahan perilaku klien Sa’anin Padang indikasi klien yang
isolasi sosial bisa diikutsertakan
dalam kegiatan
TAKS. Kemudian
kepada peneliti
selanjutnya
diharapkan untuk
dapat melanjutkan
penelitian ini dengan
menggunakan teknik
kualitatif
PUbMed
Pengaruh penerapan TAK : permainan kuartet sosialisasi pada pasien isolasi sosial
untuk mengetahui pengaruh penerapan TAK : permainan kuartet terhadap kemampuan sosialisasi pada pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
Jawa Tengah
quasy eksperimen
13 responden
Ada pengaruh penerapan TAK : permainan kuartet terhadap kemampuan sosialisasi pada pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
Karakteristikrespondendalampenelitian ini adalah rerata berumur 28,54 tahun, dengan jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki 7 orang atau 53,8%. Tingkat pendidikan
responden paling banyak adalah SMP/Sederajat 6 orang atau 46,2%, sedangkan pekerjaan responden terbanyak yaitu tidak bekerja 8 orang atau 61,5%. Pasien isolasi
sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sebelum diberikan TAK permainan kuartet sebagian besar mempunyai kemampuan sosialisasi
kurang sebanyak 7 orang atau 52,8%. Pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sesudah diberikan TAK permainan kuartet sebagian
besar mempunyai kemampuan sosialisasi baik sebanyak 10 orang atau 76,9%. Ada pengaruh penerapan TAK permainan kuartet terhadap kemampuan sosialisasi
pada pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. SoedjarwadiProvinsiJawa Tengah
Researchgate Eyvin Berhimpong, dkk untuk mengetahui pra 30 Hasil penelitian dengan hasil penelitian ini
(2016) pengaruh latihan eksperimental responden menggunakan uji wilcoxon menunjukan adanya
keterampilan sosialisasi one group signed rank testdengan nilai pengaruh latihan
Pengaruh latihan terhadap kemampuan pre test post signifikan adalah 0,000 atau keterampilan
keterampilan sosialisasi berinteraksi klien isolasi test lebih kecil dari nilai sosialisasi terhadap
terhadap kemampuan sosial signfikan 0,05 (0,00 < 0,05) kemampuan
berinteraksi klien isolasi berinteraksi klien
sosial isolasi sosial di
Di rsj prof. Dr. V. L. Rumah Sakit Prof.
Ratumbuysang manado Dr. V. L.
Ratumbuysang
Manado. Saran
latihan keterampilan
sosialisasi dapat
dijadikan sebagai
salah satu tindakan
mandiri perawat
dalam meningkatkan
mutu pelayanan
kesehatan terhadap
kemampuan
berinteraksi klien
isolasi sosial
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Review Literatur Implementasi terapi aktivitas kelompok pada klien isolasi sosial dengan gangguan menarik diri
Sumber Peneliti dan Tujuan Design Sampling Hasil penelitian Simpulan dan saran
Artikel Judul penelitian penelitian
Researchgate Zakiyah, dkk, et al untuk Studi kasus 35 pasien ada penurunan tanda dan Berdasarkan hasil dari
(2019) menggambarkan gejala isolasi social penerapan ketiga terapi
penerapan Terapi (75,75%), dan peningkatan diatas, perlu
penerapan Terapi Generalis (TG), kemampuan pasien dalam direkomendasikan integrasi
Generalis (TG), Terapi Aktivitas bersosialisasi (TG: 68,57%, tindakan keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok TAKS: 83,90%, SST: generalis individu dan
Kelompok Sosialisasi (TAKS), 70,29%) kelompok serta terapi
Sosialisasi (TAKS), dan Social Skill spesialis social skill training
dan Social Skill Training (SST) pada pasien isolasi social
Training (SST) pada pada pasien isolasi agar perawatan pasien
pasien isolasi sosial sosial dengan isolasi sosial efektif.
Google Scholar Asrina Pitayanti mengetahui dan Pra 24 lansia ada pengaruh yang Dari hasil penelitian dapat
dan Priyoto (2020) mengidentifikasi experimental signifikan dari social skill disimpulkan dengan
Pengaruh pre-post test training terhadap terbentuknya kelompok
Pengaruh Pemberian Terapi one group ketrampilan sosial suportif sebagai tindak lanjut
Pemberian Terapi Kelompok Social dari kelompok latihan
Kelompok Social skill Pada Lansia ketrampilan sosial dapat
skill Pada Lansia Dengan Isolasi dijadikan wadah bagi lansia
Dengan Isolasi Sosial Di UPT untuk dapat saling memberi
Sosial Di UPT Pelayanan Sosial support dan dukungan
52
Google Scholar Surya Efendi, dkk untuk mengetahui quasi 10 orang terdapat pengaruh yang Diharapkan kepada perawat
(2015) pengaruh experiment bermakna pada pemberian rumah sakit untuk dapat
pemberian terapi TAKS terhadap perubahan meningkatkan pelaksanaan
pengaruh aktivitas kelompok perilaku klien isolasi sosial TAKS dengan memperhatikan
pemberian terapi sosialisasi terhadap indikasi klien yang bisa
aktivitas kelompok Perubahan Perilaku diikutsertakan dalam kegiatan
sosialisasi terhadap Klien Isolasi Sosial TAKS. Kemudian kepada
Perubahan Perilaku di Ruang Gelatik peneliti selanjutnya
Klien Isolasi Sosial RS Jiwa Prof HB diharapkan untuk dapat
di Ruang Gelatik Sa’anin Padang melanjutkan penelitian ini
RS Jiwa Prof HB dengan menggunakan teknik
Sa’anin Padang kualitatif
Google Scholar Retno Yuli Hastuti, untuk mengetahui quasy 13 Ada pengaruh penerapan
Karakteristikrespondendala
dkk (2019) pengaruh penerapan eksperimen responden TAK : permainan kuartet
mpenelitian ini adalah
TAK : permainan terhadap kemampuan
pengaruh kuartet terhadap sosialisasi pada pasien rerata berumur 28,54 tahun,
penerapan TAK : kemampuan isolasi sosial di RSJD Dr. dengan jenis kelamin
permainan kuartet sosialisasi pada RM. Soedjarwadi Provinsi terbanyak yaitu laki-laki 7
terhadap pasien isolasi sosial Jawa Tengah orang atau 53,8%. Tingkat
kemampuan di RSJD Dr. RM. pendidikan responden paling
sosialisasi pada Soedjarwadi banyak adalah
pasien isolasi sosial Provinsi Jawa SMP/Sederajat 6 orang atau
di RSJD Dr. RM. Tengah 46,2%, sedangkan pekerjaan
Soedjarwadi responden terbanyak yaitu
Provinsi Jawa
tidak bekerja 8 orang atau
Tengah
61,5%. Pasien isolasi sosial
di RSJD Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah sebelum diberikan
53
Researchgate Eyvin Berhimpong untuk mengetahui pra 30 adanya pengaruh latihan Saran latihan keterampilan
(2016) pengaruh latihan eksperiment responden keterampilan sosialisasi sosialisasi dapat dijadikan
keterampilan al one terhadap kemampuan sebagai salah satu tindakan
pengaruh latihan sosialisasi terhadap group pre berinteraksi klien isolasi mandiri perawat dalam
keterampilan kemampuan test post test sosial di Rumah Sakit Prof. meningkatkan mutu
sosialisasi terhadap berinteraksi klien Dr. V. L. Ratumbuysang pelayanan kesehatan
kemampuan isolasi sosial Manado terhadap kemampuan
berinteraksi klien berinteraksi klien isolasi
54
4.2 Pembahasan
Pembahasan penelitian ini difokuskan pada hasil analisis yang didapat
dari lima artikel yang penulis ambil dan didapatkan hasil kesimpulan secara
menyeluruh bahwa penerapan terapi aktivitas kelompok pada klien isolasi
sosial dengan gangguan menarik diri dapat meningkatkan kemampuan pasien
dalam bersosialisasi.
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinterkasi dengan orang lain di
sekitarnya. Isolasi sosial merupakan keadaan ketikan individu atau kelompok
memiliki kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatan dengan orang
tetapi tidak mampu membuat kontak tersebut.Gangguan isolasi sosial dapat
terjadi karena individu merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Penyebab isolasi
sosial dilatar belakangi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor
prediposisi penyebab isolasi sosial meliputi faktor perkembangan, faktor
biologis, dan factor sosiokiltiral, sedangkan faktor presipitasi meliputi faktor
Stresor sosiokulturnal, Stresor psikologik, Stresor intelektual dan faktor
stresor fisik. (Sutejo,2019:hal 43)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interkasi
dengan orang lain usaha menghindari interaksi dengan orang lain (Abdul
muhit 2015 hal 286). Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana
seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain. Sedangkan menurut depkes RI Penarikan diri atau
withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersofst
sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari interaksi
dengan orang lain secara langsung yang bersifat sementara atau menetap.
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherpy yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan
jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal (Lyndon Saputra,2013), Sedangkan kelompok terapeutik
memberi kesempatan untuk saling bertukar (Sharing)
tujuan, misalnya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam
berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternatif
untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif. Sedangkan
tujuan terapi kelompok diharapkan pasien mampu meningkatkan hubungan
interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan,
member tanggapan terhadap orang lain. Mengekspresikan ide, serta
meneriman stimulus eksternal.
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan asuhan keperawatan pada pasien. Tujuan menyeluruh dari asuhan
keperawatan adalah meningkatkan, mempertahankan dan memulihkan
kesehatan klien. Perawat membantu klien untuk mencapai tingkat kesahatan
dan fungsi yang maksimum dengan cara melakukan intervensi pada tingkat
primer yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan pada tingkat sekunder
yang bertujuan untuk mempertahankan kesehatan, atau pada tingkat tersier
yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan.
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penerapan penerapan terapi aktivitas kelompok pada klien isolasi sosial
dengan gangguan menarik diri dapat meningkatkan kemampuan klien
membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab isolasi
sosial dan mampu berinteraksi dengan orang lain.
5.1.2 Implememtasi penerapan TAK yang diimplementasikan pada artikel
memiliki variasi dalam pelaksaanaan, sehingga dibutuhkan kajian
tentang penerapan TAK untuk meningkatkan kemampuan klien
membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab isolasi
sosial dan mampu berinteraksi dengan orang lain.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat mensosialisasikan pendidikan kesehatan dan latihan
penerapan terapi aktivitas kelompok pada klien isolasi sosial dengan
gangguan menarik diri.
5.2.2 Bagi pengembangan keilmuan
Diharapkan penelitian ini dijadikan sumber informasi mengenai
manfaat TAK dilihat dari sudut ilmu pengetahuan atau berdasarkan
kajian ilmiah.
5.2.3 Bagi peneliti lanjutan
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan
berbagai macam metode penerapan terapi aktivitas kelompok pada klien
isolasi sosial dalam meningkatkan kemampuan klien membina
hubungan saling percaya, menyadari penyebab isolasi sosial dan
mampu berinteraksi dengan orang sehingga dapat memaksimalkan
hasil penelitian di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herman Surya Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogjakarta: Nuha Medika.
Asrina pitayanti dan priyoto (2020). Pengaruh pemberian terapi kelompok social
skill pada lansia dengan isolasi sosial di upt pelayanan sosial tresna
werdha
Keliat, B.A & Pasaribu. 2013. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Stuart edisi Indonesia.
Retno Yuli Hastuti1., Nur Wulan Agustina1, Surya Hardyana (2019). Pengaruh
penerapan TAK : permainan kuartet sosialisasi pada pasien isolasi sosial
WHO. 2017.
Zakiyah (2018). Penerapan terapi generalis, terapi aktivitas kelompok, sosial dan
social skill training pada pasien isolasi sosial
LAMPIRAN
BULAN
NO KEGIATAN TANGGAL
Desember Januari Februari Maret April
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
19
Email: zakiyah.mista@gmail.com
Abstrak
Latar Belakang:Isolasi sosial merupakan salah satu gejala negatif skizofrenia.
Isolasi Isolasi sosial adalah kondisi menyendiri yang dialami seseorang dan
perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
yang mengancam. Masalah sosial seringkali merupakan sumber utama
keprihatinan keluarga dan penyedia layanan kesehatan, karena efeknya lebih
menonjol daripada gejala kognitif dan persepsi.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada penurunan tanda dan gejala isolasi
social (75,75%), dan peningkatan kemampuan pasien dalam bersosialisasi (TG:
68,57%, TAKS: 83,90%, SST: 70,29%).
19
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/index
20
Kata Kunci: skizofrenia; isolasi sosial; terapi generalis; terapi aktivitas kelompok;
social skill training
an:
., Susanti, H. (2018). Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, dan Social Skill Training pada Pasien Isolasi Sosial. Jurnal Ilmiah Keperawatan
20
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/index
21
The Implementation of Generalist Therapy, Group Activity Therapy, and Social Skill
Training in Social Isolation Patients
Abstract
Aim: The purpose of this study was describe the implementation of General
Therapy (GT), Socialization Activity Group Therapy (SAGT) and Social Skill
Training (SST) toward social isolation clients.
Methods: The methodelogy of this study was quantitative descriptive using case
study to 35 selected clients at Bratasena’s ward dr. Marzoeki Mahdi Bogor
Hospital. Sign and symptoms of social isolation identified before and after
implementation of GT, SAGT, and SST using modified social isolation mark and
symptoms that consisted cognitive, affective, psysiological, behavior, and social
aspects.
PENDAHULUAN
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) merupakan salah satu masalah kesehatan
jiwa berat di Indonesia. Riskesdas (2007) menyebutkan prevalensi gangguan jiwa berat di
Indonesia adalah 4,6 permil, dan Riskesdas 2013 menyebutkan prevalensi gangguan jiwa
22
berat Indonesia sebesar 1,7 permil. Pasien gangguan jiwa berat terbesar di Indonesia
adalah Skizofrenia yakni 70% (Balitbang Depkes RI, 2008). Kelompok skizofrenia juga
menempati 90% pasien di rumah sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Jalil, 2006). Di Rumah
Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor semester I Tahun 2016, angka pasien skizofrenia
menempati urutan pertama di unit rawat jalan psikiatri, unit rawat inap psikiatri, dan
Instalasi Gawat Darurat psikiatri.
23
ditunjukkan dengan pasien menarik diri, menjauh dari orang lain, tidak atau jarang
melakukan komunikasi tidak ada kontak mata, kehilangan minat, malas melakukan
kegiatan sehari-sehari atau aktivitas sosial, berdiam diri di kamar, menolak hubungan
dengan orang lain, dan tidak mau menjalin persahabatan. Respon Sosial yang dapat
ditemukan pada pasien isolasi sosial berupa ketidakmampuan berkomunikasi dengan
orang lain, acuh dengan lingkungan, kemampuan sosial menurun, dan sulit berinteraksi
(Stuart, 2013; Townsend, 2009).
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan masalah isolasi sosial
adalah tindakan keperawatan Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS),
dan psikoterapi sebagai terapi spesialis dalam hal ini Social Skill Training (SST). Terapi
generalis sosialisasi individu pada pasien isolasi sosial berpengaruh terhadap perubahan
perilaku isolasi sosial pada pasien skizofenia (Nurfitiana, 2011). Terapi aktivitas
kelompok memiliki pengaruh terhadap peningkatan keterampilan sosial dasar pada pasien
skizofrenia dengan adanya kenaikan skor keterampilan dasar dan masing-masing subyek
merasakan manfaat dari terapi aktivias kelompok (Hartono, 2015). SST memiliki
pengaruh positif terhadap kesulitan interpersonal, gejala depresi, dan harga diri rendah
pada pasien skizofrenia. SST dapat meningkatkan kemampuan interpersonal, harga diri,
dan menurunkan gejala depresi pada pasien skizofrenia (El Malky, Attia, & Alam, 2016).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Renidayati, Keliat, dan Helena (2008) menunjukkan
hasil bahwa SST memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan bersosialisasi
pada pasien dengan isolasi sosial di rumah sakit jiwa. Pemberian tindakan generalis
pasien, TAKS, tindakan generalis keluarga, latihan keterampilan sosial dan psikoedukasi
pada keluarga lebih tinggi penurunan tanda dan gejala serta peningkatan kemampuan
sosialisasi dibandingkan yang tidak diberikan tindakan keperawatan generalis pasien,
TAKS, generalis keluarga dan latihan keterampilan sosial (Martina, Keliat, & Putri,
2014). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak
pemberian tiga terapi (terapi generalis, terapi aktivitas kelompok sosialisasi, dan social
skill training) terhadap penurunan tanda dan gejala dan kemampuan pasien skizofrenia
yang mengalami isolasi social.
25
terdiri dari 6-7 pasien isolasi sosial. TAKS yang dilakukan terdiri dari 7 sesi sesuai
dengan panduan TAKS yang dibuat oleh Keliat & Akemat (2010). Sesi 1 dan 2 dilakukan
pada satu kali pertemuan, dilanjutkan dengan sesi berikutnya sampai sesi 7. Selama
penerapan TAKS, peran sebagai pemimpin dan narasumber sering dilakukan untuk
memimpin, membantu dan memfasilitasi pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan
demokratis dalam kegiatan kelompok dan memberikan informasi yang dibutuhkan setiap
anggota kelompok TAKS selama TAKS berlangsung.
Penerapan SST juga dilakukan pada 35 pasien isolasi social dengan mengacu
pada Modul Terapi Keperawatan Jiwa (2016). Jumlah pertemuan terapi pada tiap pasien
berbeda tergantung kemampuan pasien dalam memahami proses terapi. SST yang terdiri
dari 4 sesi latihan, maksimal dilakukan 6 kali pertemuan. Sesi pertama melatih pasien
berkenalan dengan sikap dan cara bicara yang baik dan jelas. Sesi kedua melatih pasien
menjalin persahabatan, sesi ini yang memerlukan jumlah pertemuan lebih banyak oleh
sebagian besar pasien, sesi ketiga melatih pasien untuk bekerjasama dalam kelompok.
sesi ini juga memerlukan latihan berulang-ulang sehingga pasien mampu melakukannya
secara alamiah. Pemberian terapi SST dilakukan dengan mengintegrasikan pelaksanaan
SP pada terapi generalis, minimal setelah pasien mampu mengenal masalah isolasi sosial
dan memperkenalkan diri dengan perawat atau pasien lain, baik individu maupun dalam
kelompok melalui TAKS.
Tabel 1
Perubahan Tanda dan Gejala isolasi Sosial
Tabel 2
Tabel 3
Kemampuan Pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Tabel 4
Dari keempat tabel di atas menunjukkan bahwa terapi generalis, TAKS, dan SST dapat
menurunkan tanda dan gejala isolasi sosial dan meningkatkan kemampuan pasien dalam
bersosialisasi.
Bahasan
Hasil pelaksanaan terapi generalis, TAKS, dan SST menunjukkan adanya
penurunan terhadap tanda dan gejala isolasi sosial dan meningkatkan kemampuan pasien.
Penerapan terapi generalis dilakukan pada 35 pasien dengan melibatkan PPJP dan
mahasiswa D3 dan Ners yang bertanggung jawab terhadap masing- masing pasien.
Penerapan terapi generalis menggunakan pedoman asuhan keperawatan diagnosa
gangguan jiwa dengan pendekatan Strategi Pelaksanan (SP) yang ditetapkan di RSMM.
SP yang dilakukan pada pasien masing-masing terdiri dari 4 (empat) SP. Pertama, melatih
pasien mengenal masalah isolasi sosial; kedua, melatih pasien berkenalan dengan perawat
atau pasien lain; ketiga, melatih pasien berkenalan dengan 2 orang atau lebih; keempat,
berinteraksi dengan kelompok. Jumlah pertemuan terapi generalis pada masing-masing
pasien berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan tiap pasien yang
berbeda.
Penerapan TAKS juga dilakukan pada 35 pasien isolasi sosial. Stuart (2016)
menyebutkan kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap
anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan pemimpin kelompok. anggota
kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan masing-masing memiliki kesempatan
untuk belajar dari orang lain di luar lingkaran sosialnya. 35 pasien yang dilakukan TAKS
sebelumnya telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti TAKS, pasien
setidaknya telah dilakukan SP 1 dan SP 2 terapi generalis. Hal ini dilakukan agar terapi
yang dilakukan terintegrasi, efektif dan waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah
pasien lebih cepat. Terapi generalis pada pasien isolasi sosial ditujukan untuk melatih
keterampilan sosial pasien sehingga merasa nyaman dalam situasi sosial dan dapat
melakukan interaksi sosial dengan orang lain serta lingkungannya. Keliat, dkk (2011)
menambahkan bahwa tujuan yang diharapkan setelah dilakukan tindakan generalis,
pasien mampu membina hubungan saling
31
percaya dengan orang lain, menyadari penyebab isolasi sosial dan mampu berinteraksi
dengan orang lain secara bertahap. Terapi generalis sosialisasi individu pada pasien
isolasi sosial berpengaruh terhadap perubahan perilaku isolasi sosial pada pasien
skizofrenia (Nurfitriana, 2011).
Pelaksanaan TAKS dilakukan selama 5-6 hari setiap minggunya pada satu
kelompok pasien isolasi sosial. TAKS yang dilakukan terdiri dari 7 sesi sesuai dengan
panduan TAKS yang dibuat oleh Keliat & Akemat (2010). Sesi 1 dan 2 dilakukan pada
satu kali pertemuan, dilanjutkan dengan sesi berikutnya sampai sesi 7. Selama penerapan
TAKS, penulis banyak berperan sebagai pemimpin dan narasumber, yang membantu dan
memfasilitasi pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan demokratis dalam kegiatan
kelompok dan memberikan informasi yang dibutuhkan setiap anggota kelompok TAKS
selama TAKS berlangsung. Perawat yang merupakan pemimpin kelompok harus dapat
mempelajari kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu yang bersamaan.
Pemimpin harus selalu memantau kelompok, dan bila diperlukan, membantu kelompok
mencapai tujuannya (Stuart, 2016). Terapi dalam bentuk kelompok cukup efektif bagi
pasien yang sudah mampu berinteraksi dengan lingkungannya meskipun minimal. Peran
kelompok adalah membantu dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
(Fontaine, 2009). Hartono (2015) dalam penilitiannya mendapatkan bahwa terapi
aktivitas kelompok memiliki pengaruh terhadap peningkatan keterampilan sosial dasar
pada pasien skizofrenia dengan adanya kenaikan skor keterampilan dasar dan masing-
masing subyek merasakan manfaat dari terapi aktivitas kelompok.
Penerapan SST juga dilakukan pada 35 pasien isolasi sosial. Jumlah pertemuan
terapi pada tiap pasien berbeda tergantung kemampuan pasien dalam memahami proses
pembelajaran. SST yang terdiri dari 4 sesi latihan, maksimal dilakukan 6 kali pertemuan.
Sesi yang memerlukan jumlah pertemuan lebih banyak oleh sebagian besar pasien adalah
sesi dua (menjalin persahabatan) dan sesi tiga (bekerjasama dalam kelompok). Kedua sesi
tersebut memerlukan latihan berulang-ulang sehingga pasien mampu melakukannya
secara alamiah. Pemberian terapi SST dilakukan dengan mengintegrasikan pelaksanaan
SP pada terapi generalis, minimal setelah pasien mampu mengenal masalah isolasi sosial
dan
32
memperkenalkan diri dengan perawat atau pasien lain, baik individu maupun dalam
kelompok melalui TAKS. Setelah itu, pasien masuk pada terapi SST. SST dilakukan
untuk meningkatkan dan membentuk komunikasi yang fleksibel sehingga pasien mampu
berespons dengan baik terhadap situasi yang beragam. Peran perawat disini adalah
memberikan penguatan positif, menjadi role model, tolok ukur, terapis, dan membentuk
pola perilaku sosialisasi pasien yang diharapkan (El Malky, Attia, & Alam, 2016).
Perawat juga berfungsi sebagai perencana/planner dan koordinator dari berbagai program
pengobatan yang diberikan pada pasien (Stuart, 2013). Selain itu SST ditujukan untuk
meningkatkan ekspresi, persepsi sosial dan emosional pasien dalam melakukan
ketrampilan berkomunikasi. Fokus latihan ini adalah pada latihan untuk mengenali,
mengekspresikan ketidaknyamanan, menimbulkan perasaan positif, meminta maaf dan
memaafkan dan berbagi ketakutan yang dirasakan. Stuart (2016) menyebutkan jenis-jenis
perilaku yang sering diajarkan dalam SST antara lain mengajukan pertanyaan,
memberikan pujian, membuat perubahan positif, mempertahankan kontak mata, meminta
orang lain untuk mengubah perilaku tertentu, berbicara dengan nada dan suara yang jelas,
dan menghindari sikap gelisah.
SST adalah terapi yang berorientasi pada tugas dan membentuk perilaku baru.
Hasilnya akan efektif jika perilaku tersebut dilakukan berulang-ulang. Pengulangan tiap
sesi dilakukan di ruangan masing-masing. Keberhasilan SST dalam merubah tanda gejala
dan kemampuan pasien tertuang dalam beberapa karya tulis ilmiah. Sukaesti, Hamid, &
Wardani (2015) dalam tulisan ilmiahnya menunjukkan bahwa SST yang dikombinasikan
dengan Family Psychoeducation (FPE) dapat menurunkan tanda dan gejala serta
meningkatkan kemampuan pasien dengan halusinasi dan isolasi sosial. Tulisan ilmiah
Imelisa, Hamid, & Mustikasari (2013) menunjukkan bahwa SST dapat meningkatkan
kemampuan dan menurunkan tanda dan gejala pasien isolasi sosial dengan melakukan
pendekatan teori social support. Sedangkan pada penelitian Putri (2012) menunjukkan
bahwa dengan SST yang dilakukan dengan pendekatan teori Peplau dan Henderson dapat
memudahkan perawat dalam berinteraksi dengan pasien isolasi sosial. Tulisan Ilmiah
Azizah, (2016) menunjukkan SST yang
33
RUJUKAN
Azizah, F.N., Hamid, A.Y.S., & Wardani, I.Y. (2016).Manajemen Kasus Spesialis
Keperawatan Jiwa Pada Klien Isolasi Sosial dengan Pendekatan Teori Hildegard E.
Peplau dan Virginia Henderson di Ruang Utari Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor. Karya IlmiahAkhir. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.Tidak dipublikasikan.
El Malky, A.I., Attia, M.M., & Alam, F.H. (2016).The Effectiveness of Social Skill
Training on Depressive Symptoms, Self-esteem and Interpersonal Difficulties
Among Schizophrenia Patients. International Journal of Advance Nursing Studies,
5 (1) (2016) 43-50. diunduh tanggal 1 Desember
2016.
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing.6th edition.New Jersey: Pearson Education.
dan Kelurahan Tanah Baru Bogor. Karya Ilmiah Akhir. Fakultas Ilmu Keperawatan
UniversitasIndonesia. Tidak dipublikasikan.
Jalil, A., Hamid, Ay.,& Mustikasari. (2014). Penerapan Acceptance and Commitment
Therapy, dan Cognitive Behavioral Social Skills Training Menggunakan
Pendekatan Model Adaptasi Roy dan Model Tidal Pada Klien Harga Diri Rendah
Kronis dan Isolasi Sosial. Karya Ilmiah Akhir. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.Tidak dipublikasikan.
Martina, Keliat, BA.,& Putri, YSE. (2014). Penerapan Latihan Keterampilan Sosial dan
Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Isolasi Sosial menggunakan Pendekatan
Modelling dan Role Modelling di Rumah Sakit Jiwa. Karya Ilmiah Akhir. Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.Tidak dipublikasikan.
Putri, D.E. (2012). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi SOsial dengan
Pendekatan Model Konseptual Hildegard E. Peplau dan Virginia Henderson. Ners
Jurnal Keperawatan. Volume 8.Nomor 1.
Renidayati, Keliat, B.A., Helena, N.C.D. (2008). Pengaruh Terapi Social Skill Training
Pada Klein Isolasi Sosial di RS Jiwa Prof HB Saanin, Padang Sumatera
Barat.Tesis.Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.Tidak dipublikasikan.
Renidayati, Nurjanah,S., Rosiana, A., Pinilih, S., & Tim FIK UI. (2016). Modul Terapi
Keperawatan Jiwa. Workshop Keperawatan Jiwa X. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.Tidak dipublikasikan.
Stuart, Gail W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan jiwa Stuart.Edisi
Indonesia.Buku 1 & 2. Singapura: Elsevier.
Sukaesti, D., Hamid, AYS,.& Wardani, IY. (2015). Manajemen Asuhan keperawatan
Spesialis Jiwa pada Klien Isolasi Sosial dan Risiko Perilaku Kekerasan menggunakan
Pendekatan Hubungan Interpersonal Peplau dan Stuart di Ruang Gatotkaca
RSMM.Karya Ilmiah Akhir. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
Dipublikasikan.
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing; Concepts of Care in Evidence-
Based Practice.6th Edition. Philadelphia: Davis Plus Company.
Townsend, M.C. (2011). Nursing Diagnoses in Psychiatric Nursing; care Plans and
Psychotropic Medication. 8th Edition. Philadelphia: F.A Davis Company.
ORIGINAL ARTICLES
36
Abstrak
Kemampuan sosialisasi akan lebih dirasakan oleh lansia yang tinggal dalam suatu tempat
khusus seperti panti werdha. Ketidakmampuan bersosialisasi atau isolasi sosial dalam
lingkungan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya merupakan suatu stressor yang cukup
berarti bagi lansia. Oleh karena itu pada lansia yang tinggal dalam suatu panti wredha sangat
penting untuk mendapatkan intervensi keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah
psikososial. Penemuan masalah lansia dengan isolasi sosial di PSTW Magetan sebanyak 24
klien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mengidentifikasi Pengaruh Pemberian
Terapi Kelompok Social skill Pada Lansia Dengan Isolasi Sosial Di UPT Pelayanan Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Magetan. Desain penelitian yang digunakan adalah ”Pra experimental
pre-post test one group”. Sampel diambil dari seluruh populasi yaitu sebanyak 24 lansia yang
memenuhi criteria inklusi. Tehnik sampling yang digunakan adalah pupposive sampling.
Instrumen penelitian ini memodifikasi kuesioner dari Minnesota Social Skills
Checklist.Kuesioner terdiri dari 40 pernyataan dengan rentang skor antara 40-120. Analisa data
menggunakan analisis statistik Uji Paired T Test. Hasil perhitungan uji Paired t-test diperoleh
bahwa rata-rata ketrampilan sosial sebelum diberikan intervensi yaitu sebesar 56,26, sedangkan
rata-rata ketrampilan sosial setelah diberikan intervensi sebanyak 59,39. Analisa hasil penelitian
dengan uji Paired t-test diperoleh nilai p value 0,000 < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan dari social skill training terhadap ketrampilan sosial. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan dengan terbentuknya kelompok suportif sebagai tindak lanjut
dari kelompok latihan ketrampilan sosial dapat dijadikan wadah bagi lansia untuk dapat saling
memberi support dan dukungan.
1. Pendahuluan
Perubahan sosial yang dapat dialami lansia adalah perubahan status dan perannya
dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan hidup,serta kehilangan sistem
dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Priyoto, 2015). Pada masa lansia, individu
dituntut untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompok, lingkungan dan generasi ke
generasi. Sosialisasi lansia meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kelompok sosialnya. Kemampuan sosialisasi ini akan lebih dirasakan oleh lansia yang
tinggal dalam suatu tempat khusus seperti panti werdha. Ketidakmampuan bersosialisasi
dalam lingkungan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya merupakan suatu stressor yang
cukup berarti bagi lansia. Oleh karena itu pada lansia yang tinggal dalam suatu panti
wredha sangat penting untuk mendapatkan intervensi keperawatan khususnya yang
berkaitan dengan masalah psikososial. (Priyoto, 2015) menyatakan bahwa lansia merasa
isolasi sosial karena cukup banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk melakukan
kegiatan. Adanya masalah isolasi sosial pada lansia yang berada dipanti wredha ditambah
dengan adanya anggapan dalam masyarakat bahwa lansia merupakan warga kelas dua
menyebabkan lansia mengembangkan sikap sebagai golongan minoritas seperti sensitif,
mudah tersinggung, merasa tidak aman, cemas, ketergantungan secara berlebihan pada
orang lain dan pertahanan diri (Hurlock, 1999). Mengingat dampak yang terjadi dari isolasi
sosial yaitu, dapat menimbulkan perilaku yang mengarah pada Isolasi Sosial, cenderung
untuk mudah terserang penyakit, mengakibatkan pola makan dan tidur seseorang menjadi
kacau, menderita sakit kepala serta muntah-muntah ( Mubaroq, dkk. 2009 ). Dimana
setelah diberikan latihan ketrampilan sosial melalui 5 (lima) sesi dan setiap sesi diulang
sebanyak 3 (tiga) kali terjadi peningkatan kemampuan kognitif dan perilaku. Penelitian
yang dilakukan oleh Rahmi (2013) menyimpulkan bahwa terapi Social Skill Training
(SST) berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan sosial pada klien isolasi sosial di
Desa Paringan Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai
berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Social skills training (SST), diberikan untuk meningkatkan kemampuan bersosialisi
bagi individu ang mengalami isolasi social, harga diri rendah, ansietas, dan gangguan-
gangguan interaksi social. Social skill straining bertujuan meningkatkan keterampilan
interporsonal pada klien dengan gangguan hubungan interpirsonal dengan melaih
keterampilan klien yang selalu di gunakan dalam hubungan dengan orang lain. Hal ini
dikemukakan ( Mubaroq, dkk. 2009 ), tujuan Social skill straining adalah meningkatkan
kemampuan sosial menurut (Rahmi, 2013) Social skill straining bertujuan meningkatkan
kemampuan seseorang utuk mengekspresikan apa yang di butuhkan dan diinginkan,
mampu menolak dan menyampaikan adanya suatu masalah, mampu memberikan respon
saat berinteraksi sosial, mampu memulai interaksi, dan mampu mempertahankan interaksi
yang telah terbina.
Data saat pengkajian didapatkan lansia dengan isolasi sosial di PSTW Magetan
sebanyak 24 klien. Salah satu solusi dalam memperbaiki kondisi yang terjadi di PSTW
magetan adalah melakukan Terapi Social Skill Training (SST) dalam
38
2. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Pra experimental pre-post test one group. Ciri dari tipe
penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek, yaitu kelompok intervensi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
dan mengidentifikasi Pengaruh Pemberian Terapi Kelompok Social skill Pada Lansia
Dengan Isolasi Sosial Di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Magetan dimana
sebelumnya kelompok di observasi terlebih dahulu, kemudian untuk kelompok intervensi
diberikan perlakuan dan di observasi ulang untuk mengetahui hasilnya. Sampel penelitian
ini adalah semua lansia yang memiliki perilaku isolasi sosial atau beresiko isolasi sosial
yaitu sebanyak 24 orang. Menggunakan tehnik sampling yaitu purposive sampling dengan
kriteria inklusi adalah lansia dengan Isolasi Sosial, Usia ≥50 tahun, Penderita yang
kooperatif, Bersedia ikut dalam penelitan
Kriteria eksklusi dalam penelitian adalah : Lansia yang dirawat di perawatan khusus.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ini instrument yang
digunakan yaitu social skill training dan skala ketrampilan sosial. Langkah Prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan data responden meliputi : penggunaan instrumen untuk
mendapatkan gambaran karakteristik responden. Data karakteristik responden masuk dalam
Instrumen untuk mengukur tentang keterampilan sosialisasi meliputi tingkah laku
responden terkait dengan keterampilannya berhubungan dengan orang lain. Kuesioner ini
dikembangkan oleh peneliti sendiri dengan mengacu kepada teori dan konsep, dan (Yosep.
2008). memodifikasi kuesioner dari Minnesota Social Skills Checklist. Kuesioner terdiri
dari 40 pernyataan dengan rentang skor antara 40-120 dengan nilai cut of point 84,1 yang
artinya apabila lansia mendapat skor dibawah 84,1 dikatakan mempunyai keterampilan
sosialisasi kurang, sedangkan bila skor lebih dari 84,1 berarti Lansia mempunyai
keterampilan sosialisasi yang baik. Kuesioner terdiri dari 4 sub penilaian yaitu self
esteem/self identity, persahabatan, interaksi sosial, dan pragmatik. Pernyataan tersebut
jarang dilakukan responden, maka nilainya 1, jika kadang-kadang dilakukan nilainya 2, dan
apabila sering dilakukan nilainya 3. Uji validitas dan reliabilitas sudah dilakukan oleh
peneliti. Tahap pelaksanaan penelitian mulai dari pengarahan pada kolektor data,
penentuan responden, pretest, proses terapi SST, post test. Analisa data dan penyajian.
Metode analisis statistik yang digunakan adalah Uji Paired T Test bila data dalam hal ini
berlaku ketentuan bila nilai T hitung lebih kecil dari pada T tabel maka H1 diterima.
Sebaliknya jika T hitung lebih besar dari nilai T tabel maka H1 ditolak.
3. Hasil Penelitian
Penyajian data dibagi menjadi dua yaitu data umum dan data khusus. Data umum
terdiri dari karakteristik responden di daerah tersebut meliputi : umur, jenis kelamin. Data
khusus yang didasarkan pada variabel yang diukur, yaitu Social Skill Lansia.
39
4. Pembahasan
Hasil uji Paired t-test diperoleh bahwa rata-rata ketrampilan sosial sebelum diberikan
intervensi yaitu sebesar 56,26, sedangkan rata-rata ketrampilan sosial setelah diberikan
intervensi sebanyak 59,39. Analisa hasil penelitian dengan uji Paired t-test diperoleh nilai p
value 0,000 < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan
41
bahwa ada pengaruh yang signifikan dari social skill training terhadap ketrampilan sosial.
Rahmi (2013) menyatakan ada 4 kelompok keterampilan sosial yang perlu diajarkan
bagi individu yang mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain ; 1)
Kemampuan berkomunikasi, yakni ; kemampuan menggunakan bahasa tubuh yang tepat,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, mendengar aktif, menjawab pertanyaan,
menginterupsi pertanyaan dengan baik, bertanya untuk klarifikasi ; 2) Kemampuan
menjalin persahabatan dan bekerja sama dalam kelompok, yaitu; menjalin pertemanan,
mengucapkan dan menerima ucapan terima kasih, memberikan dan menerima pujian,
terlibat dalam aktifitas bersama, berinisiatif melakukan kegiatan dengan orang lain dan
memberikan pertolongan : 3) Kemampuan dalam menghadapi situasi sulit, yakni;
memberikan dan menerima kritik, menerima penolakan, bertahan dalam tekanan kelompok
dan minta maaf. Dapat disimpulkan pelaksanaan Latihan Ketrampilan Sosial atau social
skills training dapat memperbaiki perilaku untuk meningkatkan interaksi positif dengan
orang lain.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian ini yang dapat dilihat dari analisis pengaruh
latihan ketrampilan sosial pada kemampuan sosialisasi pada lansia sebelum dan setelah
dilakukan intervensi. Kemampuan sosialisasi yang terbagi menjadi 4 (empat) subvariabel
yaitu kemampuan komunikasi, menjalin persahabatan, bekerja dalam kelompok,
kemampuan mengatasi kondisi sulit dimana pada penelitian . Hal tersebut bermakna bahwa
pemberian latihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi pada
lansia yang mengalami isolasi sosial pada kelompok intrvensi. Dalam latihan ketrampilan
sosial dilatih kemampuan klien dengan belajar cara adaptif untuk terlibat dalam hubungan
interpersonal. Perlu mengidentifikasi keterampilan yang akan dilatih, klien mendapat
kesempatan berlatih perilaku baru dan menerima umpan balik atas keterampilan yang telah
dilakukan. Stuart dan Laraia (2008) mengatakan ketrampilan dalam latihan ketrampilan
sosial didapat melalui bimbingan, demonstrasi, praktek dan umpan balik. Prinsip-prinsip
tersebut diharapkan dapat dimasukkan dalam implementasi program latihan ketrampilan
sosial sehingga memang dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi pada lansia. Menurut
(Stanley, Mickey. 2006), pelaksanaan latihan ketrampilan sosial dapat dilakukan secara
individu atau kelompok. Ada beberapa keuntungan apabila dilakukan secara kelompok,
yaitu; penghematan tenaga, waktu dan biaya. Bagi klien yang mengalami ketidakmampuan
berinteraksi, latihan ketrampilan sosial merupakan miniatur masyarakat sesungguhnya,
masing-masing anggota mendapatkan kesempatan melakukan praktek dalam kelompok
sehingga mereka melakukan perilaku sesuai contoh dan merasakan emosi yang menyertai
perilaku. memberi umpan balik, pujian, dan dorongan Kelompok adalah kumpulan individu
yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma
yang sama (Stuart & Laraia, 2005). Menurut Keliat (2005) tujuan kelompok adalah
membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang
destruktif dan maladaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain. Melalui aktivitas dalam kelompok lansia
dengan isolasi sosial dapat saling membantu, memberikan masukan kepada anggota yang
lain sehingga klien merasa dirinya berguna, merasa dihargai dan diakui keberadaannya.
Pelaksanaan latihan ketrampilan sosial dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap, yaitu ;
42
5. Simpulan
Berdasarkan analisa data penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal
– hal sebagai berikut :
a. Kemampuan sosialisasi seperti komunikasi, menjalin persahabatan, bekerja
dalam kelompok dan mengatasi situasi sulit pada lansia yang mengalami isolasi
sosial pada resonden, sebelum dan sesudah mendapat latihan ketrampilan
sosial adalah ada kenaikan skor nilai yaitu dalam kemampuan sosialisasi, artinya
terdapat pengaruh latihan ketrampilan sosial terhadap kemampuan sosialisasi.
b. Kemampuan sosialisasi pada lansia pada responden sesudah diberikan latihan
ketrampilan sosial meningkat secara bermakna dengan p value 0,00. Peneliti
merekomendasikan latihan ketrampilan sosial sebagai untuk para lansia yang
mengalami isolasi sosial. Dengan terbentuknya kelompok suportif sebagai
tindak lanjut dari kelompok latihan ketrampilan sosial sebagai wadah bagi
lansia untuk dapat saling memberi support dan dukungan.
105
6. Saran
Bagi Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian mengenai latihan
pengaruh terapi kelompok supportif sebagai kelanjutan dari terapi kelompok ketrampilan
sosial dengan rancangan penelitian longitudinal. Mengembangkan penelitian tentang
pengaruh latihan ketrampilan sosial dilihat dari karakteristik lama tinggal dipanti wredha
dan efektifitas dari terapi generalis.
7. Acknowledgement
Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan terkait publikasi terkait makalah
penelitian ini
Daftar Pustaka
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Alih bahasa: Istiwidayati & Sudjarwo. Edisi Kelima Jakarta: Erlangga
Keliat, Budi Anna. 2005. Keperawatan Jiwa (Terapi Aktivitas Kelompok). Jakarta: EGC
Maryam, R. Siti. Dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Mosby Company, USA Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk: 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas, Konsep Dan Aplikasi.
Jakarta: EGC
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.
Priyoto . 2015. NIC Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta : Salemba Medika
Rahmi, Imelisa, 2013. Menejemen Asuhan Keperawatan Spesialis Jiwa yang diberikan Social
Skill Training. Jakarta : FK. UI
Soekidjo, Notoatmojo. 2008. Metodelogi Penelitian.Jakarta : Rhineka Cipta
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC Stuart dan Laraia
(2005). Principles And Practice Of Psichiatric Nursing.
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC Towensend,
Mery C, (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi
2. Jakarta: EGC
Wahjudi Nugroho. 2008.Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC
Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Retika Adhitama: Bandung
Yosep. 2008. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
SurabayaWahjudi Nugroho. 2008.Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC
b
Keperawatan Universitas Andalas
c
Perawat RSJ HB Sa’anin Padang
Abstract: This study aims to determine the Effect of Activity Group Therapy: Socialization (AGTS)
to Client Behavior Change Social Isolation in Gelatik Room Prof. HB Sa'anin Mental Hospital
Padang. This study used quasi experiment design without a control group with the approach one
group pretest and posttest design. Objects in this study is the client's social isolation. Sampling
was purposive sampling with a sample of 10 people. Instruments used in the form of sheets of
observation and interview guides. Clients of social isolation pretest conducted before given
AGTS, then do posttest. The average value of 31.5 pretest and posttest mean value of
40.1. This shows a decline in social isolation behavior after being given the AGTS. Data were
analyzed using Two Different Tests Mean Dependent (Paired Samples) with 95% degree of
confidence. The results of statistical tests obtained p = 0.00 (p <0.05). This suggests there is a
significant influence on the administration AGTS to changes in client behavior of social isolation.
Expected to hospital nurses to be able to improve the implementation of AGTS with respect to
indications that the client can participate in the activities of the AGTS. Then the researchers next
to be examined by using qualitative techniques.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi aktivitas
kelompok sosialisasi terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa
Prof HB Sa’anin Padang. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment tanpa kelompok
kontrol dengan pendekatan one group pretest and posttest design. Sampel dalam penelitian ini
adalah klien isolasi sosial yang diambil secara purposive sampling berjumlah 10 orang.
Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan pedoman wawancara.Nilai rata-rata
pretest 31,5 dan posttest 40,1. Data diuji dengan Uji Beda Dua Mean Dependen (Paired Sampel)
dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil uji statistik didapatkan p = 0,00 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian TAKS terhadap perubahan
perilaku klien isolasi sosial. Diharapkan kepada perawat rumah sakit untuk dapat meningkatkan
pelaksanaan TAKS dengan memperhatikan indikasi klien yang bisa diikutsertakan dalam kegiatan
TAKS. Kemudian kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melanjutkan penelitian ini
dengan menggunakan teknik kualitatif.
107
108
semestinya dalam keadaan yang sempurna baik dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
fisik, mental maupun sosial. Dalam perkembangan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dan pembangunan dunia akhir- akhir ini yang dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri,
ditandai dengan modernisasi, industrialisasi dan menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-
globalisasi, akan membawa banyak perubahan hari terabaikan (Kusumawati dan Hartono, 2010).
dalam kehidupan yang bisa menjadi stressor bagi Menurut Stuart and Sundeen, (2006) Individu
seseorang. Dengan tingginya stressor itu dalam situasi seperti ini harus diarahkan pada
diperkirakan gangguan jiwa akan semakin respon perilaku dan interaksi sosial yang optimal
meningkat (Setiaji, 2002). melalui asuhan keperawatan yang komprehensif
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang dan terus menerus disertai dengan terapi-terapi
paling banyak terdapat di seluruh dunia adalah modalitas seperti Terapi Aktivitas Kelompok
gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi skizofrenia (TAK), bahkan TAK Sosialisasi memberikan
di dunia adalah 0,1 per mil dengan tanpa modalitas terapeutik yang lebih besar daripada
memandang perbedaan status sosial atau budaya hubungan terapeutik antara dua orang yaitu
(Varcarolis and Halter 2010). Sedangkan hasil perawat dan klien.
riset dasar kesehatan nasional tahun 2007 TAK adalah terapi modalitas yang
menyebutkan bahwa sebanyak 0,46 per mil dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa mempunyai masalah keperawatan yang sama.
berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan
skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di
berat (Depkes RI, 2007). dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa saling bergantung, saling membutuhkan dan
berat yang ditandai dengan penurunan atau menjadi laboratorium tempat klien berlatih
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
realitas (halusinasi atau waham), afek yang tidak perilaku lama yang maladaptif. Stuart and
wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak Sundeen (2006) menambahkan bahwa TAK
mampu berpikir abstrak) serta mengalami dilakukan untuk meningkatkan kematangan
kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari. Salah emosional dan psikologis pada klien yang
satu gejala negatif skizofrenia adalah menarik diri mengidap gangguan jiwa pada waktu yang lama.
dari pergaulan sosial (isolasi sosial). Isolasi sosial TAK dapat menstimulus interaksi diantara
adalah keadaan dimana seorang individu anggota yang berfokus pada tujuan kelompok.
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali TAK Sosialisasi juga membantu klien
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di berinteraksi/berorientasi dengan orang lain.
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi
diterima, kesepian dan tidak mampu membina (TAKS) merupakan suatu rangkaian kegiatan
hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat yang sangat penting dilakukan untuk membantu
et al, 2005). dan memfasilitasi klien isolasi sosial untuk
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh mampu bersosialisasi secara bertahap melalui
faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan tujuh sesi untuk melatih kemampuan sosialisasi
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan klien. Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada tujuan
individu tidak percaya pada diri, tidak percaya khusus TAKS, yaitu : kemampuan
pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus memperkenalkan diri, kemampuan
asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan,
109
berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, bahwa semua ruang rawat inap di RS. Jiwa Prof.
kemampuan menyampaikan dan HB. Sa’anin Padang khususnya ruang Gelatik
membicarakan topik tertentu, kemampuan telah melaksanakan TAK sebagai bagian dari
menyampaikan dan membicarakan masalah kegiatan perawatan pasien yang dilaksanakan
pribadi, kemampuan bekerja sama, kemampuan setiap hari yang salah satunya adalah TAKS.
menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS dilakukan berurutan dari sesi 1 sampai sesi
TAKS yang telah dilakukan. Langkah-langkah 7 yang dilaksanakan oleh perawat ruangan dan
kegiatan yang dilakukan dalam TAKS yaitu tahap mahasiswa yang sedang melaksanakan praktik
persiapan, orientasi, tahap kerja dan tahap klinik di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
terminasi dengan menggunakan metode dinamika Perawat melaksanakannya sesuai dengan prosedur
kelompok, diskusi atau tanya jawab serta bermain yang ada pada buku panduan, tapi belum
peran atau stimulasi. sepenuhnya memperhatikan indikasi untuk pasien
Penelitian yang dilakukan oleh Setya, T yang sudah bisa diikutsertakan dalam kegiatan ini,
(2009) didapatkan adanya pengaruh TAKS seperti masih ada klien yang belum bisa
terhadap kemampuan berinteraksi pada klien melakukan interaksi interpersonal dan berespon
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr. sesuai dengan stimulus juga diikutsertakan. Selain
Soeharto Heerdjan Jakarta. Sedangkan penelitian itu, klien yang tidak ada kemajuan setelah dirawat
Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta secara individu juga diikutsertakan dalam
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan kegiatan TAKS, padahal klien seperti ini belum
pelaksanaan TAKS sesi satu dan sesi dua terhadap bisa diikutsertakan karena tidak akan memberi
perubahan perilaku menarik diri. dampak walaupun dilibatkan dalam kegiatan
Berdasarkan data laporan masing- masing TAKS.
ruang rawat inap RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Hasil observasi pada tanggal 16 Oktober
Padang dalam enam bulan terakhir (dari bulan 2011 pada sepuluh orang klien dengan masalah
Maret 2011 sampai Agustus 2011), diketahui keperawatan isolasi sosial yang telah diberikan
bahwa klien dengan masalah isolasi sosial TAKS sesi 1 sampai sesi 7 di ruang Gelatik RS
terbanyak terdapat di ruang Gelatik yaitu Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, ditemukan tujuh
sebanyak 64 orang dari 352 orang (18,1 %). orang klien masih suka menyendiri, jarang
Sedangkan di ruangan Merpati sebanyak 54 orang berbincang-bincang dengan pasien yang lain,
dari 382 orang (14,1 %), ruangan Melati sebanyak terlihat tidak semangat, afek tumpul, kontak mata
45 orang dari 331 orang (13,5 %), kurang dan lebih sering menunduk, sedangkan tiga
ruangan orang pasien yang sudah mulai mau berinteraksi
Cenderawasih 34 orang dari 462 orang (7,3 dengan pasien yang lain kadang- kadang masih
%), ruangan Flamboyan 19 orang dari 288 orang sering tampak melamun.
(6,6 %), dan ruangan Anggrek sebanyak 4 orang Data di atas menunjukkan bahwa pasien yang
dari 86 orang (4,7 %). telah mendapat TAKS sebagian besar masih
RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang menunjukkan perilaku isolasi sosial, seperti masih
merupakan sebuah Rumah Sakit Jiwa tipe A yang suka menyendiri, jarang berbincang- bincang
telah menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok dengan pasien yang lain, tampak tidak
yaitu dengan dibentuknya ruang MPKP, dimana bersemangat, afek tumpul, kontak mata kurang
salah satu programnya adalah pelaksanaan TAK. dan lebih sering menunduk. Padahal secara teoritis
Berdasarkan pengalaman peneliti secara langsung TAKS dapat membantu pasien untuk
selama bekerja di RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin berinteraksi/bersosialisasi dengan orang lain.
Padang diketahui
110
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia
bagaimana pengaruh pemberian terapi aktivitas (2006), yaitu 7-10 orang. Untuk menetapkan
kelompok sosialisasi terhadap perubahan perilaku sampel maka digunakan kriteria inkulusi dan
klien isolasi sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah
HB Sa’anin Padang Tahun 2011. karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi, suatu target dan terjangkau akan diteliti
(Nursalam, 2008).
Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah :
a. Klien isolasi sosial yang sudah mendapat
METODE asuhan keperawatan untuk masalah isolasi
Penelitian ini menggunakan desain quasi sosial.
eksperiment tanpa kelompok kontrol dengan b. Klien isolasi sosial yang telah mulai
pendekatan one group pretest and posttest design
melakukan interaksi interpersonal.
(Nursalam, 2008). Dalam rancangan ini kelompok
subjek dilakukan pretest terlebih dahulu. Populasi c. Klien isolasi sosial yang telah mulai
dalam penelitian ini adalah jumlah pasien isolasi berespon sesuai dengan stimulus.
sosial yang dirawat di ruang Gelatik RS. Jiwa d. Klien isolasi sosial yang bersedia dijadikan
Prof. HB. Sa’anin Padang dalam 6 bulan terakhir responden.
(dari bulan Maret 2011 sampai bulan Agustus Penelitian ini dilakukan di Ruang Gelatik RS Jiwa
2011), yaitu berjumlah : 64 orang dengan rata-rata Prof HB Sa’anin Padang dari bulan Agustus
perbulan 11 orang. teknik pengambilan sampel sampai Desember 2011.
yang digunakan peneliti adalah purposive
sampling, yaitu penelitian yang didasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
ini adalah Hasil pengambilan data pada klien isolasi
10 orang yang didasarkan pada jumlah sosial di Ruang Gelatik RS. Jiwa Prof. HB.
Sa’anin Padang selama 10 hari mulai dari tanggal
4 sampai 13 Desember 2011 dengan jumlah
responden 10 orang didapatkan data sebagai
berikut :
Total 10 100
112
4. Pendidikan SD 3 30
SMP/Sederajat 5 50
SMA/Sederajat 2 20
Perguruan Tinggi 0 0
Total 10 100
Tabel di atas memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (60 %) responden berumur >25-40, semua
responden (100 %) berjenis kelamin laki-laki, lebih dari separuh (60 %) responden tidak bekerja, lebih
banyak (50 %) responden berpendidikan SMP.
Tabel 2. di atas memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Joko (2009) di
semua responden (100%) mengalami perubahan Rumah Sakit Jiwa Surakarta yang menyatakan
perilaku isolasi sosial, yang berarti bahwa terjadi bahwa ada pengaruh yang signifikan pelaksanaan
penurunan perilaku isolasi sosial dari sebelum dan TAKS sesi satu dan sesi dua terhadap perubahan
sesudah perlakuan dalam rentang 6 sampai 11 perilaku menarik diri dengan perbedaan nilai
dengan nilai rata- rata pretest 31,5 dan nilai rata- antara pretest dan posttest yaitu sebesar 0,34.
rata posttest 40,1. Rata-rata perilaku isolasi sosial Salah satu gejala negatif skizofrenia
responden pada saat pretest dan posttest adalah menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi
didapatkan perbedaan nilai sebesar 8,6, artinya sosial). Isolasi sosial adalah keadaan dimana
perilaku isolasi sosial klien menurun sebesar 15,3 seorang individu mengalami penurunan atau
% setelah diberikan TAKS selama 7 sesi. Adapun bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
klien yang mengalami rentang perubahan nilai 6 dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin
sampai 8 adalah 5 orang (50%), sedangkan yang merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mengalami rentang perubahan nilai 9 sampai 11 mampu membina hubungan yang berarti dengan
adalah 5 orang (50%). Penelitian ini sesuai orang lain (Keliat et al, 2005).
dengan
113
Penelitian ini menunjukkan bahwa semua berkurang dan berat badannya mulai menurun.
responden berada dalam rentang usia dewasa Tidurnya hampir selalu terganggu dan keluhan
muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Natsir dan yang paling sering adalah terbangun dini hari dan
Muhith (2010) yang menyatakan bahwa tidak dapat tidur sesudahnya. Dengan
skizofrenia ditemukan 7 per mil orang dewasa dan berkembangnya depresi seseorang menjadi lebih
terbanyak usia 15-35 tahun. Sedangkan dilihat lamban, merasa sedih dan mungkin terlalu
dari karakteristik responden berdasarkan dihantui rasa bersalah dan tidak berguna.
pekerjaan, didapatkan lebih dari separoh (60%) Terjadinya gangguan dalam berhubungan
responden tidak bekerja. Menurut Prayitno, E dengan orang lain (isolasi sosial) juga dapat
(2006), bekerja merupakan salah satu dimensi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam penelitian
kehidupan orang dewasa awal yang sangat ini didapatkan semua (100%) responden berjenis
penting. Mereka bekerja dengan berbagai alasan, kelamin laki-laki. Gillian (1982) dalam Abraham
seperti untuk mendapatkan kepuasan pribadi, dan Shanley (1997) menyatakan bahwa bagi
penghasilan, dan status sosial. Bagi kalangan perempuan adanya kepentingan dan hubungan
ekonomi lemah, bekerja untuk mendapatkan pengasuhan dapat membuat mereka
penghasilan. Bagi kalangan ekonomi tinggi, mengembangkan keterampilan yang bersifat
tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan hirarki. Laki-laki di sisi lain tidak mengalami
kepuasan dan status. McGhie, Andrew (1996) kesulitan pada persaingan tetapi bermasalah dalam
menyatakan bahwa alasan yang paling lazim dari membuat hubungan dengan orang lain yang
simptom neurotik yang diberikan pasien dewasa berarti bertentangan dengan kemandiriannya.
yang menjalani rawat jalan di bagian psikiatri Selain itu, Maccoby dan Jackson (1974) dalam
adalah bekerja terlalu keras atau stress yang Abraham dan Shanley (1997) menyatakan bahwa
diberikan dengan pekerjaan. Bila kita tidak perempuan mempunyai kemampuan verbal dan
mampu mencapai kepuasan atau menemukan bahasa lebih baik dibandingkan dengan laki-laki.
makna dari pekerjaan kita, dalam batas tertentu Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
kita gagal dalam mengekspresikan diri yang seorang laki-laki memiliki masalah dalam
mengakibatkan rasa tidak puas dan kecewa. membuat hubungan dengan orang lain, hal ini
McGhie, Andrew (1996) berarti laki-laki cenderung mengisolasikan dirinya
menambahkan bahwa seseorang yang tidak dari pergaulan sosial (isolasi sosial). Selain itu,
mampu merampungkan volume pekerjaan yang Laki-laki juga memiliki kemampuan verbal dan
sama, atau apabila ia tidak mampu menangani bahasa yang kurang dari perempuan, sehingga
atau tidak memiliki pekerjaan domestik rutin, laki-laki cenderung tertutup dan memendam
dalam suasana hati yang demikian seseorang sendiri setiap masalah dan stessor psikologis yang
merasa sedih, pesimis terhadap masa depan dan ia mereka hadapi. Kondisi ini jika berlangsung lama
mungkin terlalu merisaukan kesehatannya secara dengan tanpa ada mekanisme koping yang
tidak wajar. Minatnya semakin berkurang dan konstruktif, maka kecenderungan ia jatuh ke
perhatiannya tidak lagi dapat terpusat pada dalam gangguan jiwa akan lebih tinggi.
kegiatan-kegiatan yang semula digemarinya. Ia Dilihat dari hasil observasi pada saat
merasa dunia sebagai tempat yang menyedihkan pretest yang dapat dilihat pada master tabel, hal
dan tidak dapat membayangkan perbaikan- yang paling banyak dilakukan oleh klien adalah
perbaikan di kemudian hari atau mengingat saat- menyendiri dalam ruangan dengan total nilai nilai
saat dimana ia merasa gembira dan puas. Selera 17, tidak berkomunikasi
makannya
114
dengan total nilai 20, suka melamun dengan total Dalam penelitian ini masih terdapat
nilai 19 dan menghindar dari orang lain dengan separuh (50 %) responden yang mengalami
total nilai 19. Setelah diberikan TAKS, hal penurunan perilaku isolasi sosial dalam rentang 6
tersebut mengalami penurunan dengan nilai sampai 8. Walaupun tidak ada yang mengalami
perubahan sebagai berikut : menyendiri dalam penurunan nilai atau peningkatan perilaku isolasi
ruangan 10, tidak berkomunikasi 8, suka melamun sosial dalam penelitian ini, perubahan skor yang
9, dan menghindar dari orang lain 8. Sedangkan sedikit dalam penelitian ini dapat terjadi karena
dilihat dari pedoman wawancara, hal yang paling penurunan konsentrasi dan juga sikap responden
banyak dirasakan klien pada saat pretest adalah selama kegiatan TAKS. Hal ini dapat diihat dari
merasa kesepian dengan total nilai 19, tidak hasil evaluasi TAKS yang menunjukkan masih
percaya atau merasa tidak aman berada dengan adanya responden yang tidak ada/kurang kontak
orang lain dengan total nilai 20 dan merasa bosan mata, menggunakan bahasa tubuh yang tidak
dan lambat menghabiskan waktu dengan total sesuai dan minta izin ke kamar mandi, minum
nilai 19. Setelah diberikan TAKS, hal tersebut ataupun melakukan kegiatan lain di luar ruangan
mengalami perubahan dengan nilai perubahan TAK pada setiap sesi selama pelaksanaan TAKS.
sebagai berikut : merasa kesepian 9, tidak percaya Menurut Depkes, (2000) keadaan ini dipengaruhi
atau merasa tidak aman berada dengan orang lain oleh faktor internal yaitu faktor sosiopsikologis
7 dan merasa bosan dan lambat menghabiskan seperti sikap, kebiasaan dan kemauan dapat
waktu 4. mempengaruhi apa yang kita perhatikan dan
Perubahan ini sesuai dengan pernyataan faktor eksternal yang terdiri dari intensitas
Stuart and Sundeen (2006) yang menyatakan stimulus sehingga perhatian akan tertuju atau
bahwa TAKS dilakukan untuk meningkatkan terfokus pada stimulus yang menonjol serta dapat
kematangan emosional dan psikologis pada klien juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana
yang mengidap gangguan jiwa pada waktu yang lingkungan yang bising, warna yang mencolok
lama. TAKS dapat menstimulus interaksi diantara akan mempengaruhi konsentrasi anggota
anggota yang berfokus pada tujuan kelompok. kelompok dalam melakukan TAK.
TAKS juga membantu klien Selain itu, keadaan tersebut di atas juga
berinteraksi/berorientasi dengan orang lain. dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
Menurut Niven, (2000) Keberhasilan responden, dimana dalam penelitian ini
pasien dalam TAK dimungkinkan karena telah didapatkan lebih banyak (50%) responden dengan
terbentuknya rasa percaya antara anggota tingkat pendidikan SMP/Sederajat. Menurut
kelompok, dimana rasa saling percaya (trust) Purwanto, H (1999), inti dari kegiatan pendidikan
antara anggota akan memungkinkan pasien untuk adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses
dapat bekerja sama. Rasa saling percaya, saling belajar mengajar adalah seperangkat perubahan
menerima dalam norma kelompok akan perilaku. Dengan demikian, pendidikan sangat
meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota. besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang.
Dimana kekuasaan dan pengaruh masing-masing Seseorang yang berpendidikan tinggi akan
anggota kelompok sangat menentukan dalam berbeda perilakunya dengan orang yang
pencapaian tujuan dari suatu TAK. Selain itu juga berpendidikan rendah.
dapat dipengaruhi oleh peran terapis dalam Seseorang yang memiliki tingkat
memberikan motivasi kepada responden agar pendidikan yang tinggi akan relatif mudah
terlibat dalam diskusi. memahami setiap terapi yang diberikan dalam
kegiatan TAKS. Sehingga akan menghasilkan
115
penurunan perilaku isolasi sosial yang cepat. terhambat sehingga penurunan perilaku
Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah isolasi sosial klien juga akan ikut terhambat.
membuat proses terapi dalam TAKS menjadi
Lower Upper
Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Beda Dilihat dari tujuan terapeutik, TAKS
Dua Mean Dependen (Paired Sampel) didapatkan mempunyai tujuan untuk memfasilitasi proses
rata-rata perilaku isolasi sosial sebelum pemberian interaksi, meningkatkan sosialisasi, meningkatkan
TAKS adalah 31,50 dengan standar deviasi 2,369. kemampuan klien memberi respon terhadap
Sedangkan rata- rata perilaku isolasi sosial setelah realita, mengenali cara baru dalam mengatasi
pemberian TAKS adalah 40,10 dengan standar masalah, meningkatkan identitas diri,
deviasi 2,025. Hasil uji statistik ini didapatkan menyalurkan emosi secara konstruktif dan
nilai p meningkatkan kemampuan ekspresi diri.
= 0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat Sedangkan dilihat dari tujuan rehabilitasi, TAKS
pengaruh yang bermakna pada pemberian TAKS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
terhadap perubahan perilaku klien isolasi sosial. ekspresi diri, meningkatkan kemampuan
Dengan demikian Ho ditolak. berempati, meningkatkan kemampuan
berhubungan sosial, meningkatkan kemampuan
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Joko pemecahan masalah dan meningkatkan
(2009) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta dengan kepercayaan diri (Depkes RI, 2000).
nilai p = 0,00 (p<0,05). Namun, pada penelitian Pemberian TAKS pada responden dalam
yang dilakukan oleh Joko (2009) hanya penelitian ini dilakukan secara bertahap dan
melaksanakan TAKS dalam 2 sesi saja, yaitu sesi dilaksanakan dalam tujuh sesi yang dilaksanakan
1 dan sesi 2. Padahal menurut Keliat dan Akemat sesuai dengan prosedur yang ada dalam buku
(2004), rangkaian kegiatan dalam TAKS terdiri panduan dan responden yang diikutsertakan dalam
dari tujuh sesi. Sedangkan dalam penelitian ini, kegiatan ini memenuhi indikasi pasien TAKS.
peneliti melaksanakan semua sesi dalam TAKS, Adapun indikasinya adalah klien isolasi sosial
yaitu dari 1 sampai sesi 7. yang telah mulai melakukan interaksi
Menurut Niven (2000) TAK sangat efektif interpersonal, dan telah mulai berespon sesuai
dilakukan pada pasien gangguan jiwa karena dengan stimulus.
memiliki beberapa keuntungan yang akan Pelaksanaan TAKS di RS Jiwa Prof. HB.
diperoleh pasien, meliputi dukungan moral, Sa’anin Padang telah sesuai dengan prosedur yang
pendidikan, meningkatkan kemampuan ada dalam buku panduan, tapi perawat belum
pemecahan masalah dan meningkatkan hubungan sepenuhnya memperhatikan indikasi untuk pasien
interpersonal. yang sudah bisa diikutsertakan dalam kegiatan ini,
seperti
116
-terapi-aktivitas-kelompok-sosialisasi Keliat,
B. A. (2005a). Keperawatan jiwa
TAK. Jakarta: EGC.
118
Keliat, B.A. (2005b). Modul basic course community mental health nursing. Jakarta
: FIK UI.
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Malang: Salemba Medika.
Natsir & Muhith. (2010). Dasar-dasar keperawatan jiwa: Pengantar dan teori. Malang: Salemba
Medika
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan (edisi 2).
Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G. & Laraia. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. Misouri: Mosby Year
Book.
Stuart, G.W. & Sundeen, S. J. (2006). Principles and practice of psychiatric nursing. Mosby Year
Book : Misouri
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing: Consepts of care in evidence-based
practice. Philadelphia: FA. Davis.
61
62
Varcarolis & Halter. (2010). Foundations of psychiatric mental health nursing: A clinical
spproach, (Edisi 6). Philadelphia: WB. Saunders Company.
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 1, Hal 61 - 70, Mei 2019 e-ISSN 2655-8106
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah p-ISSN2338-2090
62
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 1 Hal 61 - 70, Mei 2019
63
ABSTRAK
Salah satu tanda gejala negatif skizofrenia adalah isolasi sosial. Angka kejadian gangguan jiwa
mencapai 2,3 permil dari jumlah penduduk. Langkah yang dapat diberikan untuk memfasilitasi pasien
isolasi sosial social untuk melakukan sosialisasi secara bertahap melalui kegiatan permainan
sosialisasi kelompok yaitu berupa terapi aktivitas kelompok menggunakan kartu kuartet. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan TAK : permainan kuartet terhadap kemampuan
sosialisasi pada pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Jenis
penelitian ini adalah quasy eksperimen dengan desain penelitian pre and post test without control.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 13 responden. Tehnik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Uji statistik bivariat menggunakan uji Wilcoxon. Rata-rata
umur responden dalam penelitian ini adalah 28,54 tahun dengan jenis kelamin laki-laki 7 orang.
Tingkat pendidikan terbanyak SMP dengan jumlah 6 orang atau 46,2%. Pekerjaan responden
terbanyak yaitu tidak bekerja 8 orang atau 61,5%. Kemampuan sosialisasi sebelum dilakukan
intervensi TAK permainan kuartet tergolong kurang sebanyak 7 atau 53,8%. Sedangkan kemampuan
sosialisasi setelah dilakukan intervensi TAK permainan kuartet terjadi peningkatan dimana
kemampuan sosialisasi yang baik menjadi 10 orang (76,9%), dan penurunan pada kemampuan
sosialisasi yang kurang menjadi 1 orang (7,7%). Hasil uji statistik dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai
p-value 0,003 atau (α<0,05). Ada pengaruh penerapan TAK : permainan kuartet terhadap
kemampuan sosialisasi pada pasien isolasi sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah.
ABSTRACT
One of the negative skizofrenia indication is sosial isolation. The incidence of mental disorders
reached 2.3 per cent of the population. The steps which can be given for the patient's facilitate with
social relation problems for socializing gradually through group socialization activities in the form of
the group activity therapy using a quartet card. The aim of this study was to find out the effect of TAK
implementations : the quartet games concering with the socialization skills in social isolation patients
at RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Central Java. The types of this study is a quasy eksperimen with the
research design pre and post test without control. The sample with the sampling of technique
purposive sampling 13 respondence. The average age of respondents in this study is 28,54 years with
7 man. The highest of education is SMP (junior high school) with 6 person or 46,2%. The highest of
respondents work is a jobless 8 person or (61,5%). The socialization skills before the quartet quiz
63
64
game intervention were classified less than 7 or (53,8%). While for the socialization ability after the
quartet quiz game intervention was increased where the good socialization ability of 10 person
(76,9%), and the decrease in the socialisation ability was less than 1 person(7,7%). The result of
statistical test with wilcoxon obtained value p-value 0,003 or (α<0,05). There is the impactvof TAK :
quartet game on socialization skills in social isolation patients at RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Central
Java.
64
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 1 Hal 61 - 70, Mei 2019
62
kegiatan permainan sosialisasi kelompok. pengaruh yang signifikan pada terapi aktivitas
Media kartu kuartet termasuk media dua kelompok sosialisasi terhadap kemampuan
dimensi dan media grafis. Kartu kuartet lebih komunikasi verbal pasien menarik diri.
dikenal sebagai suatu bentuk permainan kartu Sedangkan penelitian dari (Berhimpong, Sefty
yang dimainkan oleh dua sampai empat orang & Michael, 2016), yang meneliti tentang
pemain. Permainan kartu kuartet merupakan Pengaruh latihan keterampilan sosialisasi
salah satu permainan kartu yang dapat terhadap kemampuan berinteraksi pasien
digunakan untuk memotivasi dan isolasi sosial di RSJ Prof. Dr. V. L.
meningkatkan kemampuan berinteraksi. Ratumbuysang Manado, mendeskripsikan
Keberhasilan terapi aktivitas kelompok mengenai perbedaan tingkat kemampuan
permainan kuartet dapat dilihat dari sikap interaksi pada pasien isolasi sosial sebelum
pasien selama mengikuti kegiatan (Wiastuti & dan sesudah dilakukan latihan sosialisasi. Hasil
Mamnuah, 2011). ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau
terdapat pengaruh latihan sosialisasi terhadap
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial.
peneliti kepada beberapa perawat jiwa yang
ada di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jawa Tengah terapi yang diberikan kepada (Yusuf, Khoridatul & Yustina, 2009) yang
pasien isolasi sosial salah satunya yaitu terapi melakukan penelitian tentang Terapi Aktivitas
aktivitas kelompok, namun penerapan terapi Kelompok Sosialisasi (TAKS) sessi 6
aktivitas kelompok permainan kuartet masih meningkatkan kemampuan bekerjasama anak
jarang dilakukan walaupun media yang retardasi mental, dengan jumlah sampel 24
digunakan sudah tersedia. Alasan yang anak retardasi mental, menunjukkan hasil
diungkapkan oleh perawat diantaranya adalah penelitian pada kelompok perlakuan
keterbatasan waktu dan tenaga, karena pada mempunyai kemampuan sosialisasi cukup dan
shif pagi perawat sudah mempunyai peranan kurang masing-masing sebanyak 5 anak (50%)
tugas masing-masing. Terapi aktivitas dan kelompok kontrol menunjukan bahwa
kelompok yang sering diberikan kepada pasien sebagian besar memiliki kemampuan
meliputi latihan berkenalan, bercakap-cakap, sosialisasi kurang sebanyak 6 anak (60%) dan
bercerita, dan menulis pengalaman pribadi. cukup sebanyak 4 anak (40%). Dari semua
data yang didapat, maka peneliti tertarik untuk
Pemberian asuhan keperawatan dengan mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh
menerapkan terapi aktivitas kelompok penerapan TAK : permainan kuartet terhadap
sosialisasi juga perlu diterapkan pada pasien kemampuan sosialisasi pada pasien isolasi
isolasi sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
pasien dalam melakukan interaksi sosial Jawa Tengah.
karena dengan pendekatan secara berkelompok
memungkinkan pasien untuk saling
mendukung, belajar menjalin hubungan
interpersonal, merasakan kebersamaan dan METODE
dapat memberikan masukan terhadap Jenis penelitian ini adalah quasy eksperimen
pengalaman masing-masing pasien, sehingga dengan desain penelitian pre and post test
dengan adanya latihan bersosialisasi secara without control, efektifitas perlakuan dimulai
kelompok terjadi peningkatan pada dengan cara membandingkan nilai post test
kemampuan pasien dalam bersosialisasi dengan pre test dan hanya melakukan
dengan orang lain (Syafrini, Budi & Yossie, intervensi pada satu kelompok tanpa
2015). pembanding (Dharma, 2011). Pada penelitian
ini populasinya adalah semua pasien
Hasil penelitian sebelumnya oleh Sunusi skizofrenia dengan isolasi sosial di ruang rawat
(2014), yang melakukan penelitian tentang inap Dewandaru, Flamboyan, Geranium, dan
Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi Helikonia RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
terhadap kemampuan komunikasi verbal Jawa Tengah pada bulan Januari tahun 2017
pasien menarik diri di rumah sakit daerah sampai bulan Februari tahun 2018 sebanyak 43
Madani Palu, didapatkan hasil bahwa ada pasien.Teknik sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. Jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 13 responden.
Pengambilan sampel sesuai dengan kriteria lembar observasi kemampuan sosialisasi
inklusi yaitu pasien yang mengalami isolasi sebanyak 15 item penyataan yang diisi
sosial yang sedang di rawat, batas umur 20-35 langsung oleh peneliti dan asisten peneliti
tahun, lama rawat 7-14 hari, sehat secara fisik, berdasarkan pengamatan pada responden.
dan mampu komunikasi dan sudah kooperatif, Penelitian ini menggunakan uji statistik
sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien Wilcoxon. Pada penelitian ini menggunakan
dengan isolasi sosial yang mengalami sakit taraf signifikansi sebesar 0,05.
fisik.
Tabel 1.
Rerata umur responden (n=13)
Umur Responden (Th)
Umur Min-Max Mean Modus SD
18-35 28,54 29 5,076
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur
responden yaitu 28,54 ± 5,076.
Tabel 2.
Karakteristik responden (n=13)
Karakteristik Distribusi
f %
Jenis kelamin
Laki-laki 7 53,8
Perempuan 6 46,2
Pendidikan
SD/ Sederajat 2 15,4
SMP/ Sederajat 6 46,2
SMA/ Sederajat 4 30,8
Akademik/ Sederajat 1 7,7
Pekerjaan
Tidak Bekerja 8 61,5
Buruh 5 38,5
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas jenis berpendidikan SMP/ atau sederajat, tidak
kelamin responden adalah laki-laki, bekerja
Tabel 3.
Kemampuan Sosialisasi Pasien Isolasi Sosial sebelum dan sesudah penerapan TAK Permainan
Kuartet (n=13)
Kemampuan Sosialisasi Sebelum Sesudah
f % f %
Kurang 7 53,8 1 7,7
Sedang 6 46,2 2 15,4
Baik 0 0 10 76,9
Tabel 3 menunjukkan mayoritas kemampuan intervensi TAK Permainan Kuartet mayoritas
sosialisasi sebelum dilakukan intervensi TAK responden mempunyai kemampuan sosialisasi
Permainan Kuartet mempunyai kemampuan baik.
sosialisasi kurang dan sesudah dilakukan
Tabel 4.
Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Penerapan TAK Permainan Kuartet Terhadap Kemampuan
Sosialisasi Pada Pasien Isolasi Sosial (n=13)
Kemampuan Sosialisasi
Hasil analisa dengan uji Wilcoxon test diperoleh nilai p–value = 0,003 (α<0,05), sehingga terdapat
berbedaan kemampuan sosialisasi antara pre dan post Penerapan TAK Permainan Kuartet yang berarti
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada Pengaruh Penerapan TAK Permainan Kuartet terhadap
kemampuan sosialisasi pada pasien Isolasi Sosial di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
PEMBAHASAN
Umur
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden berada dalam rentang umur dewasa muda,
diperoleh bahwa rata-rata umur responden pada tabel 1 adalah 28,54 tahun. Hasil ini didukung oleh
Efendi, Surya., Atih Rahayuningsih & Wan Muharyati (2012), mayoritas responden dengan riwayat isolasi
sosial berumur 25 – 40 tahun (dewasa akhir) sebanyak 6 orang (60%). Hampir 90% pasien yang
mengalami pengobatan skizofrenia berumur antara 15 – 55 tahun (Kaplan & Sadock, 2010). Umur
berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam stresor, kemampuan
memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanis mekoping.
Wakhid, Hamid dan Daulima (2013), Individu dalam kehidupannya memiliki tugas-tugas perkembangan
sesuai tingkat umurnya. Tugas perkembangan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menjadi
stresor untuk perkembangan berikutnya dan jika stresor tersebut menumpuk sangat berisiko mengalami
gangguan jiwa. Kondisi tersebut akan menyebabkan individu merasa rendah diri dan
apabila berlangsung lama akan menjadi harga diri rendah kronis.
Hal ini disebabkan pada masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek kognitif, emosi, dan
perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit
memenuhi tuntutan perkembangan pada umur tersebut dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa
(Yusuf, 2010). Pendapat tersebut didukung oleh Stuart (2009) yang menyatakan bahwa umur
merupakan aspek social budaya terjadinya gangguan jiwa dengan risiko frekuensi tertinggi mengalami
gangguan jiwa yaitu pada umur dewasa.
Jenis kelamin
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis kelamin responden pada penelitian ini sebagian besar adalah laki-
laki sebanyak 7 orang (53,8%). Hasil ini didukung oleh penelitian Berhimpong, Eyvin., Sefty Rompas
& Michael Karundeng (2016) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih mungkin memunculkan gejala
negatif dibandingkan perempuan dan perempuan tampaknya memiliki fungsi sosial yang lebih baik
daripada laki-laki. Dalam penelitian ini responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 17
orang (56,7%)
danjeniskelaminperempuansebanyak 13 orang
(43,3%).
Jenis kelamin merupakan bagian dari aspek sosial budaya faktor predisposisi dan presipitasi terjadinya
gangguan jiwa. Fausiah & Widury, (2005) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa laki-laki
lebih mungkin memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita dan wanita tampaknya memiliki
fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki.
Didukung pula oleh pendapat Sinaga (2007), Hasil ini didukung oleh pernyataan
yang menyatakan prevalensi Skizofrenia Lesmanawati (2012) yang menyatakan bahwa
berdasarkan jenis kelamin, ras dan budaya pasien yang memiliki pekerjaan cenderung
adalah sama. Dimana wanita cenderung akan lebih memperhatikan kualitas
mengalami gejala yang lebih ringan, lebih kesehatannya dibandingkan pasien yang tidak
sedikit rawat inap dan fungsi sosial yang lebih memiliki pekerjaan. Townsend (2009)
baik di komunitas dibandingkan dengan laki- menyatakan bahwa salah satu faktor sosial
laki. Laki-laki lebih banyak mengalami isolasi yang menyebabkan tingginya angka gangguan
sosial karena disebabkan tuntutan terhadap jiwa termasuk skizofrenia adalah tingkat sosial
tanggung jawab atau peran yang harus ekonomi rendah. Yosep (2010), menjelaskan
dipenuhi seorang laki-laki didalam keluarga bahwa seseorang akan mengalami gangguan
lebih tinggi disbanding perempuan, sehingga jiwa atau penyimpangan perilaku apabila
stresor yang dialami juga lebih banyak. banyaknya faktor sosial di lingkungan yang
akan memicu munculnya stres pada seseorang.
Pendidikan
Tabel 2 menunjukkan bahwa pendidikan Kemampuan Sosialisasi Sebelum Perlakuan
responden pada penelitian ini sebagian besar Berdasarkan tabel 3 kemampuan sosialisasi
adalah SMP sebanyak 6 orang (46,2%). Hasil pada pasien isolasi sosial sebelum diberikan
ini didukung oleh penelitian Wakhid, Hamid, TAK Permainan Kuartet sebanyak 6 orang
dan Daulima (2013) menyatakan bahwa (46,2%) sedang dan 7 orang (53,8%)
tingkat pendidikan sangat mempengaruhi cara kemampuan sosialisasi kurang. Hasil ini
individu berperilaku, membuat keputusan dan didukung oleh penelitian Sunusi, Happy
memecahkan masalah, serta mempengaruhi Cahyani (2014), yang mengasumsikan bahwa
cara penilaian klien terhadap stresor. Dalam masih banyaknya komunikasi verbal yang
penelitian ini, tingkat pendidikan dibagi tidak baik karena belum terbina hubungan
kedalam empat kategori, yaitu SD/Sederajat saling percaya antara peneliti dan klien
(15,4%), SMP/ Sederajat (46,2%), SMA/ sehingga klien tidak mau berkomunikasi.
Sederajat (30,8%), dan Akademik/ Sederajat
(7,7%). Keliat (2010) juga menambahkan bahwa pada
awalnya mungkin klien hanya akrab dengan
Johannes (2008) menyatakan bahwa tingkat perawat, tetapi setelah itu perawat harus
pendidikan seseorang mempengaruhi daya membiasakan klien untuk dapat berinteraksi
tahannya dalam menghadapi stres. Seseorang secara bertahap dengan orang-orang
yang berpendidikan rendah lebih mudah disekitarnya. Intervensi yang konsisten akan
mengalami gangguan psikologis, karena selalu meningkatkan kemampuan klien dalam
mengalami kesulitan dalam menerima keadaan berkomunikasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh
dirinya. Hal tersebut berdampak terhadap penguatan berupa pujian yang diberikan atas
terjadinya gangguan jiwa. Makin tinggi tingkat hasil yang telah dicapai klien yang juga
pendidikan seseorang makin tinggi semakin memotivasi klien untuk mau
keberhasilannya melawan stres. Orang yang bergabung dengan klien lainnya.
pendidikannya tinggi lebih mampu mengatasi
masalah daripada orang yang pendidikannya Kemampuan Sosialisasi Sesudah Perlakuan
rendah. Pendidikan bagi seseorang merupakan Setelah diberikan TAK Permainan Kuartet
pengaruh dinamis dalam perkembangan dapat dilihat pada tabel 4.6 kemampuan
jasmani, jiwa, perasaan sehingga tingkat sosialisasi pada pasien isolasi sosial terjadi
pendidikan yang berbeda akan member jenis peningkatan dimana kemampuan sosialisasi
pengalaman yang berbeda juga. yang baik 10 orang (76,9%), kemampuan
sosialisasi yang sedang 2 orang (15,4%), dan
Pekerjaan penurunan pada kemampuan sosialisasi yang
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan kurang menjadi 1 orang (7,7%). Hal ini terjadi
pada tabel 2 menyebutkan bahwa sebagian karena sudah terbina hubungan yang baik dan
besar responden penelitian ini mayoritas akrab antara peneliti dan responden. Sesuai
dahulunya tidak bekerja atau bahkan dengan teori Budyatna & Ganiem (2011) yang
mengalami kehilangan pekerjaan (61,5%). mengatakan bahwa hubungan akrab ditandai
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 1 Hal 61 - 70, Mei 2019
67
Dr. RM. SoedjarwadiProvinsiJawa Tengah
Pemberian TAK memiliki dampak terhadap
interaksi sosial pada pasien isolasi sosial
seperti hasil yang tertera pada tabel 4.7.
dengan pemberian TAK permainan kuartet
secara rutin pasien dapat meningkatkan
interaksi dengan orang lain tanpa merasa takut.
Dukungan dari keluarga sangat diperlukan,
agar pasien merasa dirinya dihargai dan
dibutuhkan. Dukungan dari keluarga ini juga
dapat membantu pasien mau mengikuti TAK
permainan kuartet dan pasien dapat
bersosialisasi didalam kelompok maupun
lingkungannya saat pulang nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Berhimpong, Eyvin., Sefty Rompas &
Michael Karundeng. 2016.Pengaruh
Latihan Keterampilan Sosialisasi
Terhadap Kemampuan Berinteraksi
Klien Isolasi Sosial Di Rsj Prof. Dr.
V. L. Ratumbuysang Manado.E-
Journal Keperawatan (EKP) Vol. 4
No. 1 Februari 2016. Available from
:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph
p/jk p/article/view/11282. [Diakses :
23 Februari 2018].
Keliat, Budi Anna & Akemat, P. 2011. Proses Setiyorini, Indah &M. Husni Abdullah. 2012.
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Penggunaan Media Permainan Kartu Kuartet
Pada Mata Pelajaran Ips Untuk Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Di Sekolah Dasar.
. 2014. Keperawatan JPGSD Vol. 01 No. 02 2013, 0-216.
Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok, Ed. 2. Available from :
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index
Jakarta : EGC. .php/jurnal-penelitian-
: Nuha Medika.
Yosep, Iyus & Titin Sutini. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health Nursing.
Bandung : Refika Aditama.
1
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari
2016
Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
2
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari
2016
Eyvin Berhimpong
Sefty Rompas
Michael Karundeng
Abstract : Socialization skilss training are given to patients with impaired social isolation to
practice their skills in relationships with others and the environment optimally that have aims to
teach the patients ability to interact with others. The aim of this research is is to know the effect
of socialization skills training to the interaction of social pateints’ ability. This research method is
using the design / pre-experimental study design one group pre test post test. The results is using
wilcoxon signed rank test with significant value is 0,000 or less than the significant value of 0,05
(0,00 < 0, 005). Conclusion from the results of this research showed that there is an influence of
socialization skills training to interaction capability of social isolation patient in Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado. Suggestions socialization skills training can be used as one of the
independent actions of nurses in improving the quality of health services to the interaction
capability of social isolation patient.
Abstrak : Latihan keterampilan sosialisasi diberikan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial
untuk melatih keterampilan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan secara
optimal bertujuan untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi seseorang dengan orang lain.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan keterampilan sosialisasi terhadap
kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial. Metode penelitian ini menggunakan rancangan/desain
penelitian pra eksperimental one group pre test post test, Sampel dengan teknik pengambilan
sampel total sampling 30 responden. Hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon signed
rank testdengan nilai signifikan adalah 0,000 atau lebih kecil dari nilai signfikan 0,05 (0,00 <
0,05). Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh latihan keterampilan
sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado. Saran latihan keterampilan sosialisasi dapat dijadikan sebagai salah satu
tindakan mandiri perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap kemampuan
berinteraksi klien isolasi sosial.
3
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari
2016
Kata kunci : Latihan keterampilan sosialisasi, kemampuan berinteraksi, isolasi sosial
PENDAHULUAN orang lain. Salah satu tidakan keperawatan
Dewasa ini kesehatan jiwa menjadi tersebut yang termasuk kelompok terapi
masalah kesehatan yang sangat serius dan psikososial adalah social skills training(SST).
memprihatinkan. Menurut World Health Latihan ketrampilan sosial atau yang sering
Organization WHO dikutip dalam disebut dengan SST(Social Skill
Iyus,Sutini, 2014 Kesehatan jiwa bukan Training)diberikan pada pasien dengan
hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan gangguan isolasi sosial untuk melatih
mengandung berbagai karakteristik yang keterampilan dalam menjalin hubungan
positif yang menggambarkan keselarasan dan dengan orang lain dan lingkungannya secara
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan optimalbertujuan untuk mengajarkan
kedewasaan pribadinnya. WHO (2013) kemampuan berinteraksi seseorang dengan
menyatakan lebih dari 450 juta orang dewasa orang lain.
secara global diperkirakan mengalami
gangguan jiwa. Dari jumlah itu hanya kurang Dari data rekam medik di Rumah
dari separuh yang bisa mendapatkan Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
pelayanan yang dibutuhkan. Menurut data Manado, jumlah pasien skizofrenia sebanyak
kementerian Kesehatan tahun 2013 jumlah 129 orang dan pasien isolasi sosial yang
penderita gangguan jiwa di Indonesia lebih dirawat sampai pada bulan September 2015
dari 28 juta orang dengan kategori gangguan sebanyak 34 Jiwa. Berdasarkan pemaparan
jiwa ringan 14,3% dan 17% atau 1000 orang diatas, penulis merasa tertarik untuk
menderita gangguan jiwa berat. Di banding mengetahui bagaimana Pengaruh Latihan
rasio dunia yang hanya satu permil, Keterampilan Sosialisasi Terhadap
masyarakat Indonesia yang telah mengalami Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial
gangguan jiwa ringan sampai berat telah di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
mencapai 18,5% (Depkes RI, 2009). Ratumbuysang Manado.
A. Karakteristik Responden
Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Lama Rawat Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Responden responden terbanyak adalah responden
Lama Rawat n %
< 10 Tahun 25 83,3 dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar
>11 Tahun 5 16,7 17 orang (56,7%), sedangkan responden
Total 30 100 perempuan sebanyak 13 orang
Sumber: Data Primer 2016 (43,3%).Kaplan, Saddock, dan Grebb
(1999); Davidson dan Neale (2001); dalam
Wakhid, Hamid, dan Helena (2013) dalam
Tabel 4. Distribusi Berdasarkan Kemampuan penelitiannya menunjukkan bahwa laki-laki
Berinteraksi Sebelum Latihan Keterampilan lebih mungkin memunculkan gejala negatif
Sosialisasi dibandingkan wanita dan wanita tampaknya
memiliki fungsi sosial yang lebih baik
Kemampuan Berinteraksi n %
Tidak Mampu 27 90,0 daripada laki-laki.
Mampu 3 30,0 Berdasarkan kriteria umur, responden
Total 30 100 yang berumur 41 tahun ke atas adalah
Sumber: Data Primer 2016 sebanyak 17 orang sedangkan responden
yang berumur kurang dari 40 tahun
sebanyak 13 orang (43,3%).Menurut
Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Kemampuan Wakhid, Hamid dan Helena (2013), masa
Berinteraksi Setelah Latihan Keterampilan dewasa merupakan masa kematangan dari
Sosialisasi aspek kognitif, emosi dan perilaku.
Kemampuan Berinteraksi N % Kegagalan yang dialami
Tidak Mampu 5 16,7 seseorang untuk mencapai tingkat
Mampu 25 83,3 kematangan tersebut akan sulit memenuhi
Total 30 100 Maksimum) Sebelum
Sumber: Data Primer 2016
Median
n (Minimum – p-value
5
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari
2016
tuntutan perkembangan pada usia tersebut responden responden yang dirawat kurang
dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa. dari 10 tahun adalah sebanyak 25 orang
Usia dewasa merupakan aspek sosial budaya (83,3%), sedangkan responden yang dirawat
dengan frekuensi tertinggi mengalami lebih dari 11 tahun sebanyak 5 orang
gangguan jiwa. (16,7%).Menurut Surtiningrum (2011),
Berdasarkan kriteria lama dirawat,
Latihan 30 1 (0-10) waktu atau lamanya seseorang terpapar
Sesudah 30 10 (0-10) 0,000 stressor akan memberikan dampak terhadap
Latihan keterlambatan dalam mencapai kemampuan
Sumber: Data Primer 2016 dan kemandirian.
7
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari
2016
Nasution SR. (2011). Pengaruh Strategi
Pertemuan Isolasi Sosial Terhadap
Kemampuan Sosialisasi Klien Di
rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera
Utara Medan. Medan.
8
Wakhid A, Hamid AYS, dan Helena N.
(2013). Penerapan Terapi Latihan
Keterampilan Sosial Pada Klien
Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah
Dengan Pendekatan Model Hubungan
Interpersonal PEPLAU di RS DR
Marzoeki Mahdi Bogor. Jakarta
lampiran 3
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA
LEMBAR KONSULTASI
HASIL
HAL/BAB YANG PARAF
NO TANGGAL KONSULTASI /
DIKONSULTASIKAN PEMBIMBING
SARAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Mengetahui
Ketua Program Studi
Lampiran 4
10
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA
LEMBAR KONSULTASI
Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan
Baturaja
11