Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Keperawatan Anak
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Miningitis
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak)

DOSEN PEMBIMBING:
Siti Nur Janah S.Kep.Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH:
Irfa Khikmatul Khuluq (1130019001)
M. Agung Hamzah W. (1130019099)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Miningitis dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Keperawatan Anak. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang auhan keperawatan dengan Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Miningitis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Nur Janah, S.Kep.Ns.,M.Kep.
selaku dosen Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

Mojokerto, 23 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..........................................................................…….1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belankang.........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi.....................................................................................................6
2.2 Etiologi......................................................................................................6
2.3 Manifestasi Klinis......................................................................................7
2.4 Patofisiologi...............................................................................................8
2.5 Pathway.....................................................................................................9
2.6 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................9
2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................10
2.8 Asuhan Keperawatan Teori.......................................................................12
2.8.1 Pengkajian.........................................................................................12
2.8.2 Diagnosa...........................................................................................17
2.8.3 Intervensi..........................................................................................17
2.8.4 Implementasi.....................................................................................21
2.8.5 Evaluasi.............................................................................................21
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................22
3.2 Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak.
Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis,
Meningoensefalitis, dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya
pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis.
Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membrane yang
melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), angka kematian meningitis
pada neonatus dan anak masih tinggi sekitar 1,8 juta pertahun. Meningitis
bakterial berada pada urutan 10 teratas penyebab kematian akibat infeksi di
seluruh dunia dan menjadi salah satu infeksi yang berbahaya pada anak. Anti
mikroba dan vaksin telah tersedia, tetapi penyakit ini masih menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak. Angka mortalitas meningitis
sebesar 25-50% sedangkan angka morbiditas sebesar 25-45%. Meningitis akut
terjadi dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari, yang disebabkan oleh
bakteri, virus, non infeksi.. Di Indonesia pada tahun 2010 jumlah kasus
meningitis terjadi pada laki-laki sebesar 12.010 pasien, pada wanita sekitar
7.371 pasien, dan dilaporkan pasien yang meninggal dunia sebesar 1.025
(Menkes RI, 2011). Jumlah pasien meningitis di RSUD Dr. Soetomo pada
tahun 2010 sebesar 40 pasien, 60% diantaranya adalah laki-laki dan 40%
diantaranya adalah wanita, dan dilaporkan sekitar 7 pasien meninggal dunia.
Pada tahun 2011 dilaporkan 36 pasien dengan diagnosis meningitis, dan 11
pasien meninggal dunia, sekitar 67% pasien berjenis kelamin laki-laki dan
sekitar 33% adalah wanita.
Gejala awal yang timbul akibat dari meningitis merupakan akibat dari
infeksi dan peningkatan tekanan intracranial (TIK), nyeri kepala, mual dan
muntah, demam, kejang, pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran sampai dengan koma (Tarwoto, 2013). Dampak yang
timbul akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intracranial, hyrosephalus,
infark serebral, abses otak, dan kejang (Tarwoto, 2003). Dampak yang timbul

4
akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intracranial, hyrosephalus, infark
serebral, abses otak, dan kejang. Ventrikulitis atau abses intraserebral dapat
menyebabkan obstruksi pada CSS dan mengalir ke foramen antara ventrikel
dan cairan serebral sehingga menyebabkan penurunan CSS di dalam granulasi
araknoid juga dapat mengakibatkan hidrosefalus, Thrombosis septik dari vena
sinus dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan TIK yang dihubungkan
dengan hidrosefalus. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum
pada meningitis bakterial, stroke dapat mengakibatkan gangguan atau
kerusakan hemisfer pada batang otak, dampak lanjutan yang dapat dialami
oleh pasien adalah menjadi tuli akibat kerusakan saraf kranial (Batticaca,
2008). Masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien meningitis yaitu
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, ketidakefektifan bersihan
jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan hipertermi (Widago, dkk., 2013).
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
meningitis dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan
psikologis pasien. Perawat dalam merawat pasien dengan meningitis harus
memantau kondisi pasien yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga
kondisinya agar tidak terjadinya peningkatan tekanan intracranial (TIK)
dengan memaksimalkan dan meminimalkannya. Membantu pasien meningitis
untuk bisa kembali ke keadaan sebelum hospitalisasi serta memberikan
kebutuhan psikologis pasien seperti menghilangkan ansietas, memberikan
dukungan spiritual dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan
rasa sakit yang dirasakan oleh pasien meningitis merupakan salah satu peran
yang bisa dilakukan oleh seorang perawat.

1.2 Rumusan Masalah


1 Apa definisi dari Meningitis?
2 Apa etilogi dari Meningitis?
3 Bagaimana manifestasi klinis dari Meningitis?
4 Bagaimana patofisiologi dari Meningitis?
5 Bagaimana pathway dari Meningitis?

5
6 Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari Meningitis?
7 Bagaimana penatalaksanaan dari Meningitis?
8 Bagaimana asuhan keperawatan dari Meningitis?
1.3 Tujuan
1 mengetahui definisi dari Meningitis
2 mengetahui etilogi dari Meningitis
3 memahami manifestasi klinis dari Meningitis
4 mengetahui patofisiologi dari Meningitis
5 mengetahui pathway dari Meningitis
6 mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Meningitis
7 memahami enatalaksanaan dari Meningitis
8 memahami asuhan keperawatan dari Meningitis

6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Meningitis adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang
berat dan dapat menimbulkan gejala sisa yang permanen. Penyebab infeksi
adalah bakteri, virus atau organisme yang lain. Meningitis merupakan salah
satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan
mortalitas yang tinggi dengan prognosis yang buruk (Budiman, 2013).
Meningitis adalah inflamasi lapisan disekeliling otak dan medula
spinalis yang disebabkan oleh bakteria atau virus. Meningitis diklasifikasikan
sebagai meningitis septik atau aseptik. Bentuk aseptik mungkin merupakan
dampak primer atau sekunder dari limfoma, leukimia, atau HIV. Bentuk
septik disebabkan oleh bakteria seperti Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitides.
Meningitis di definisikan sebagai peradangan pada meningen yaitu
membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu.
Meningitis virus biasanya lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara
spontan sehingga tidak membutuhkan pengobatan spesifik. Meningitis bakteri
dapat mematikan dan dapat menyebabkan gangguan neurologis permanen di
kemudian hari. Membedakan meningitis viral dan bakterial pada saat pasien
datang di rumah sakit, dapat dilakukan dengan klinis maupun pemeriksaan
penunjang
Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada membran yang
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan
disebut meningen. Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri,
atau juga mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan
oleh obat tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang
yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang; sehingga kondisi ini
diklasifikasikan sebagai kedaruratan medis (Wikipedia, 2021).

7
2.2 Etiologi
Meningitis yang berasal dari bakteri yakni mycobacterium tuberculosa,
diplococcus pnemoniae (pneumokok), neisseria meningitis (meningokok),
streptococcus hymolyticuss, staphylococcus aureus, haemophilus influenza,
escherichia coli, klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa. Penyebab
lainnya, virus yakni toxoplasma ghondii dan rickettsia. Faktor maternal :
ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin.
Meningitis paling sering disebabkan oleh bakteri dan virus. Pada bayi
baru lahir, streptococcus pneumonia merupakan bakteri yang paling sering
menginfeksi. Sedangkan pada kelompok usia lain, yang paling sering
menginfeksi adalah S. pneumonia dan Neisseria meningitis. Infeksi pada
anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin dari orang dewasa paling sering
disebabkan oleh Haemiphilae Influenzae (Dosen Keperawatan Medikal
Bedah Indonesia, 2016).
2.3 Manifestasi Klinis
1. Sakit kepala dan demam seringkali menjadi gejala awal, demam
cenderung tetap tinggi selama proses penyakit. Sakit kepala biasanya
tidak kunjung hilang atau berdeyut dan sangat parah akibat iritasi
meningeal.
2. Iritasi meningeal memunculkan sejumlah tanda lain yang dikenali dengan
baik sebagai tanda umum semua jenis meningitis:
a. Kaku kuduk adalah tanda awal
b. Tanda Kernig positf : ketika berbaring dengan paha difleksikan pada
abdomen, pasien tidak dapat mengekstensikan tungkai secara
komplet
c. Tanda Brudzinski positif : memfleksikan leher pasien menyebabkan
fleksi lutut dan pinggul, fleksi pasif pada ekstermitas bawah disatu
sisi tubuh menghasilkan pergerakan yang serupa di ekstermitas sisi
yang lain
d. Fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya) biasa terjadi

8
3. Ruam (N. Meningitidis) berkisar dari ruam petekie dengan lesi purpura
sampai area ekimosis yang luas
4. Disorientasi dan gangguan memori, manifestasi perilaku juga sering
terjadi. Saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak
reponsif dan koma.
5. Kejang dapat terjadi dan merupakan akibat dari area iritabilitas di otak,
ICP meningkat sekunder akibat perluasan pembengkakan diotak atau
hidrosefalus, tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat
kesadaran dan defisit motorik lokal
6. Infeksi dulminan akut terjadi pada sekitar 10% pasien meningitis
meningokokal, memunculkan tanda-tanda septikemia yang berlebihan,
awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (diwajah dan ekstermitas),
syok, dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara
mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan
infeksi (Brunner & Suddarth, 2013).
2.4 Patofisiologi
Organisme penyebab memasuki aliran darah melintasi sawar darah
otak, dan memicu reaksi inflamasi di meninges. Tanpa memperhatikan
agens penyebabnya, inflamasi terjadi di subaraknoid dan pia meter.
Kemudian, terjadi peningkatan tekanan intracranial (ICP). Infeksi meningeal
biasanya muncul melalui satu dari dua cara berikut : melalui aliran darah
akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cidera
traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga
muncul sebagai infeksi oportus pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi
dari penyakit Lyme.
Meningitis bakterial adalah bentuk meningitis yang paling berat.
Patogen bakteria yang paling sering dijumpai adalah N, mengingitis
(meningitis meningukokal) dan S. Pneumoniae, yang merupakan penyebab
80% kasus meningitis pada individu dewasa. Heamophilus Influenza dulu
merupakan penyebab tersering meningitis pada anak-anak. Namun, karena
adanya vaksinasi, infeksi oleh organisme ini kini jarang dijumpai dinegara
maju (Brunner & Suddarth, 2013).

9
2.5 Pathway

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Hitung leukosit menunjukkan leukositosis

10
b. Kultur darah menunjukkan hasil positif terhadap bakteri meningitis,
bergantung pada patogen
2. Pencitraan
a. Foto thorak menunjukkan pneumonia yang terjadi bersamaan
b. Teknik pencitraan neurologis (SC scan dan MRI) dapat mendeteksi
komplikasi dan sumber infeksi para meningen
3. Prosedur Diagnostik
Pungsi lumbal dan analisis cairan serebrospinal menunjukkan
peningkatan tekanan buka, pleositosis neutrophil, peningkatan protein,
hipoglikorakia, pewarnaan gram positif, kultur positif. (Dosen
Keperawatan Medikal Bedah Indonesia, 2016).
2.7 Penatalaksanaan
1. Miningitis Bakterial
a. Antibiotik
Antibiotik empiris (pengobatan tanpa diagnosis yang pasti)
hendaknya langsung diberikan, meskipun sebelum diketahui hasil
punksi lumbal dan analisis LCS. Pilihan pengobatan awal sebagian
besar bergantung pada jenis bakteri yang menyebabkan meningitis di
suatu tempat dan populasi tertentu. Contohnya, di Inggris pengobatan
empiris terdiridari sefalosporin generasiketigaseperti sefotaksim atau s
eftriakson. Di Amerika Serikat, di mana resistensi terhadap
sefalosporin semakin banyak ditemukan pada streptokokus,
penambahan vankomisin untuk pengobatan awal dianjurkan.
Namun, kloramfenikol, baik sendiri maupun digabungkan
dengan ampisilin tampaknya bekerja sama baiknya
Terapi empiris bisa dipilih berdasarkan usia penderita, apakah
infeksi didahului dengan cedera kepala, apakah penderita
menjalani bedah saraf baru-baru ini dan apakah terdapat shunt serebral
atau tidak. Di kalangan anak dan orang berusia di atas 50 tahun, serta
mereka yang kekebalan tubuh yang terganggu, penambahan ampisilin
dianjurkan untuk mencakup Listeria monocytogenes. Setelah hasil
pewarnaan Gram tersedia, dan jenis bakteri penyebab secara pasti

11
telah diketahui, antibiotik yang diberikan mungkin bisa diganti dengan
yang lebih cocok untuk mengatasi kelompok patogen yang diduga
menyebabkannya.
b. Steroid
Pengobatan ajuvan dengan kortikosteroid (biasanya deksametason)
sudah menunjukkan beberapa manfaat, seperti pengurangan
derajat hilang pendengaran, dan luaran jangka pendek neurologis yang
lebih baik pada remaja dan dewasa dari negara-negara berpenghasilan
tinggi dengan angka HIV rendah. Beberapa penelitian memperlihatkan
adanya penurunan angka kematian, sedangkan penelitian lain tidak
memperlihatkan hal yang serupa. Pengobatan ini tampaknya juga
bermanfaat untuk meningitis tuberkulosis, setidaknya bagi mereka
dengan HIV negative.
Oleh karena itu panduan professional menganjurkan deksametason
atau kortikosteroid lain mulai diberikan sebelum dosis pertama
antibiotik diberikan, dan dilanjutkan selama empat  hari. Karena
sebagian besar manfaat pengobatan terbatas pada pasien yang
mengalami meningitis pneumokokus, beberapa panduan menyarankan
agar deksametason tidak dilanjutkan apabila diketahui penyebab lain
dari meningitis. Mekanisme yang terjadi adalah penekanan terhadap
radang yang berlebihan (Wikipedia, 2021).
2. Miningitis Virus
Meningitis virus pada umumnya hanya memerlukan terapi suportif;
sebagian besar virus yang menyebabkan meningitis tidak bereaksi dengan
pengobatan khusus. Meningitis virus cenderung tidak separah meningitis
bakterial. Virus herpes simpleks dan virus varisela zoster bisa memberikan
respon terhadap pengobatan dengan obat antivirus seperti asiklovir, tetapi
belum ada uji klinis khusus yang meneliti apakah pengobatan ini efektif.
Kasus ringan meningitis virus bisa diobati di rumah dengan tindakan
konservatif seperti cairan, istirahat total dan analgesic (Wikipedia, 2021).
3. Meningitis Jamur

12
Meningitis jamur, seperti meningitis kriptokokus, diobati
dengan anti jamur dosis tinggi, seperti amphotericin
B dan flusitosin dalam waktu lama. Peningkatan tekanan intrakranial
sering dijumpai pada meningitis jamur, dan punksi lumbal yang sering
(idealnya setiap hari) dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial
atau sebagai alternatifnya dipasang drain lumbal (Wikipedia, 2021).
2.8 Asuhan Keperawatan Teori
.8.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan pengumpulan data atau problem data yang akurat pada klien guna
mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2013).

1. Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku


bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medis, dan diagnosa
medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Hal yang menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah suhu
badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada pengkajian klien dengan
meningitis biasanya di dapatkan keluhan yang berhubungan dengan
akibat infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut
diantaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering.
Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi menigen.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pengkajian penyakit yang pernah dialami
klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien terutama jika
ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat

13
anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa.
d. Pengkajian psikologis : Pengkajian psikologi klien meningitis
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
prilaku klien.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital (TTV)
Pada pasien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal 38-41ºC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan,
panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan proses inflamasi dan iritasi menigen yang sudah mengganggu
pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan
frekuensi napas sering kali berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan
sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal
atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi napas
yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan
jika terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi
pleura massif ( jarang terjadi pada klien dengan meningitis).
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di paru.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada
klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah
mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar

14
10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda
septikemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura
yang menyebar (sekitar wajah dan ekstermitas), syok dan tanda-
tanda koagulasi intravaskular diseminata (CID). Kematian
mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
c. B3 (Brain)
Pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan pada sistem
lainnya)
 Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami, maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
 Fungsi serebri
Status mental : observasi penampakan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik yang pada klien meningitis tahap selanjutnya biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
 Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I
Biasanya pada klien meningitis tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan
Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi
normal. Pemeriksaan papiledema mungkin

15
didapatkan terutama pada meningitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
Saraf III, IV, V
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
klien meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis
yang telah mengganggu kesadaran tanda-
tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang
tidak diketahui, klien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
Saraf VI Pada klien meningitis umumnya tidak
didapatkan paralisis pada otot wajah dan
reflek kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII Persepsi pengecapan dalam batas normal ,
wajah simetris
Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
Saraf IX dan X Kemampuan menelan baik
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas
lukal).
Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indera
pengecapan normal

 Sistem motorik

16
otot menurun , kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan .
 Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau perioseum derajat refleks pada respons normal. Refleks
patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat
kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda
adanya lesi UMN.
1) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
 Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan
sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif
normal.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantng ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam
lambung pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.
f. B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya
lutut dan pergelangan kaki). Patekia dan lesi purpura yang
didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan

17
ekimosis yang besar pada wajah dan ekstermitas. Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga menggangu ADL.
2.8.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial yang bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil untuk meningitis adalah:
1. Hipertermi
2. Nyeri akut
3. Risiko perfusi perifer tidak efektif
2.8.3 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
. (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Kode: D.0130 Termoregulasi
Hipertermi b.b Kode: L.14134 Manajemen
proses penyakit Setelah dilakukan Hipertermia
d.d tindakan keperawatan Kode : I.15506
DO: selama 1x24 jam Tindakan
- Suhu tubuh diharapkan termoregulasi Observasi :
diatas normal pasien membaik dengan - Identifikasi
- Takikardi kriteria hasil: penyebab
- Kulit terasa 1. Menggigil dari skala 1 hipertermia (mis.
hangat (meningkat) menjadi dehidrasi, terpapar
skala 5 (menurun) lingkungan panas,
2. Kulit merah dari skala penggunaan
1 (meningkat) menjadi inkubator)
skala 5 (menurun) - Monitor suhu
3. Kejang dari skala 1 tubuh
(meningkat) menjadi - Monitor kadar
skala 5 (menurun) elektrolit
4. Takikardi dari skala 1 - Monitor haluaran
(meningkat) menjadi urine
skala 5 (menurun) - Monitor
5. Hipoksia dari skala 1 komplikasi akibat
(meningkat) menjadi hipertermia
skala 5 (menurun) Terapeutik
6. Suhu tubuh dari skala 1 - Sediakan
(memburuk) menjadi lingkungan yang

18
skala 5 (menurun)
7. Suhu kulit dari skala 1 dingin
(memburuk) menjadi - Longgarkan atau
skala 5 (membaik) lepaskan pakaian
8. Tekanan darah dari - Basahi dan kipasi
skala 1 (memburuk) permukaan tubuh
menjadi skala 5 - Berikan cairan oral
(membaik) - Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut hipotermia
atau kompres
dingin pada dahi,
leher, dada,
abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen,
- jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu.
2. D.0077 Tingkat Nyeri
Nyeri akut b.b Kode : L.08066 Manajemen Nyeri
agen pencedera Setelah dilakukan Kode : I.08238
fisiologis d.d tindakan keperawatan Tindakan
DO: selama 1x24 jam Observasi :
- Tampak diharapkan nyeri akut - Identifikasi lokasi,
meringis dapat teratasi dengan karakteristik,
- Bersikap kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi,
protektif berikut : kualitas, intensitas
- Gelisah 1. Kemampuan nyeri
- Frekuensi nadi menuntaskan aktivitas - Identifikasi skala
meningkat dari skala 1 nyeri

19
- Sulit tidur (menurun) menjadi
- Pola napas skala 5 (meningkat) - Identifiksai
berubah 2. Keluhan nyeri dari respons nyeri non
- Nafsu makan skala 1 (meningkat) verbal
berubah menjadi skala 5 - Identifikasi faktor
(menurun) yang memperberat
3. Meringis dari skala 1 dan memperingan
(meningkat) menjadi nyeri
skala 5 (menurun) - Identifikasi
4. Gelisah dari skala 1 pengetahuan dan
(meningkat) menjadi keyakinan tentang
skala 5 (menurun) nyeri
5. Kesulitan tidur dari - Identifikasi
skala 1 (meningkat) pengaruh budaya
menjadi skala 5 terhadap respon
(menurun) nyeri
6. Muntah dari skala 1 - Identifikasi
(meningkat) menjadi pengaruh nyeri
skala 5 (menurun) pada kualitas hidup
7. Mual dari skala 1 - Monitor
(meningkat) menjadi keberhasilan terapi
skala 5 (menurun) komplementer
8. Frekuensi nadi dari yang sudah
skala 1 (memburuk) diberikan
menjadi skala 5 - Monitor efek
(membaik) samping
9. Pola napas dari skala penggunaan
1 (memburuk) analgetik
menjadi skala 5 Terapeutik
(membaik) - Berikan teknik
10. Tekanan darah dari nonfarmakologis
skala 1 (memburuk) untuk mengurangi
menjadi skala 5 rasa nyeri
(membaik) - Kontrol
11. Nafsu makan dari lingkungan yang
skala 1 (memburuk) memperberat rasa
menjadi skala 5 nyeri
(membaik) - Fasilitasi istirahat
12. Pola tidur dari skala 1 dan tidur
(memburuk) menjadi - Pertimbangkan
skala 5 (membaik) jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri

20
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu.
3. D.0015 Perfusi Perifer Perawatan
Risiko perfusi Kode: L.02011 Sirkulasi
perifer tidak Setelah dilakukan Kode: I.14569
efektif b.b. tindakan keperawatan Tindakan
hipertensi, selama 1x24 jam Observasi:
trauma diharapkan risiko perfusi - Periksa sirkulasi
perifer tidak efektif dapat perifer
meningkat dapat teratasi - Identifikasi factor
dengan kriteria hasil risiko gangguan
sebagai berikut : sirkulasi
1)Denyut nadi perifer - Monitor panas,
dari skala 1 (menurun) kemerahan, nyeri,
ke skala 5 (meningkat) atau bengkak pada
2)Warna kulit pucat dari ekstremitas
skala 1 (meningkat) ke Terapeutik:
skala 5 (menurun) - Hindari
3)Edema perifer dari pemasangan infus
skala 1 (meningkat) ke atau pengambilan
skala 5 (menurun) darah di area
4)Nyeri ekstremitas dari keterbatasan
skala 1 (meningkat) ke perfusi
skala 5 (menurun) - Hindari
5)Kram otot dari skala 1 pengukuran
(meningkat) ke skala 5 tekanan darah pada
(menurun) ekstremitas dengan
6)Bruit femoralis dari keterbatsan perfusi
skala 1 (meningkat) ke - Lakukan
skala 5 (menurun) pencegahan infeksi
7)Nekrosis dari skala 1 - Lakukan

21
(meningkat) ke skala 5 perawatan kaki dan
(menurun) kuku
8)Pengisian kapiler dari - Lakukan hidrasi
skala 1 (memburuk) ke Edukasi:
skala 5 (membaik) - Anjurkan berhenti
9)Turgor kulit dari skala merokok
1 (memburuk) ke skala - Anjurkan
5 (membaik) berolahraga rutin
10) Tekanan darah - Anjurkan minum
sistolik dari skala 1 obat pengontrol
(memburuk) ke skala tekanan darah
5 (membaik) secara tetratur
11) Tekanan darah - Anjurkan program
diastolic dari skala 1 rehabilitasi
(memburuk) ke skala vascular
5 (membaik) - Anjurkan program
12) Tekanan arteri rata- diet untuk
rata dari skala 1 memperbaiki
(memburuk) ke skala sirkulasi
5 (membaik) - Informasikan tanda
13) Indeks ankle- gejala darurat yang
brachial dari skala 1 harus dilaporkan
(memburuk) ke
skala 5 (membaik)

2.8.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana keperawatan sebelumnya.
Dilakukan secara nyata dan terencana oleh perawat.
2.8.5 Evaluasi
Evaluasi tujuannya adalah mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan. Dapat secara SOAP, SOAPIE, dan SOAPIER. Jika kriteria
yang ditetapkan belum tercapai maka tugas perawat selanjutnya adalah
melakukan pengkajian kembali.

22
BAB 3
PRNUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membran yang
melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Meningitis virus
biasanya lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara spontan sehingga tidak
membutuhkan pengobatan spesifik. Meningitis bakteri dapat mematikan dan
dapat menyebabkan gangguan neurologis permanen di kemudian hari.
Membedakan meningitis viral dan bakterial pada saat pasien datang di rumah
sakit, dapat dilakukan dengan klinis maupun pemeriksaan penunjang.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan
pengetahuan dan ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan
saran demi pengembangan penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa
mencari tahu lebih dalam dan memperbaharui pengetahuan pelayanan anak
dengan miningitis karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari
waktu ke waktu.

23
DAFTAR PUSTAKA
Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia (2016) Rencana Asuhan Medikal-
Bedah : Diagnosis NANDA-1 2015-2017 Intervensi NIC hasil NOC. Jakarta :
EGC
Hidayat, Alimul (2013) Buku Ajar Keperawatan Dasar Manusia. Jakarta :
Salemba Medika
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi . Jakarta. DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer (2013) Keperawatan Medikal Bedah (Brunner&Suddart-Ed 12).
Jakarta : EGC
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.
Wikipedia (2021). Miningitis (online). Diakses pada 31 Maret 2021, di
https://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis

24
LEMBAR KONSUL KEPERAWATAN ANAK

Dosen Pembimbing : Siti Nur Janah S.Kep.Ns.,M.Kep


Judul : Asuhan Keperawatan Anak Dengan Miningitis

Tanggal Catatan Paraf

25
26

Anda mungkin juga menyukai