Anda di halaman 1dari 69

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN pada An.A dengan DIAGNOSA MEDIS


DENGUE WITH WARNING SIGN di RUANG NAKULA SADEWA
RSUD. DR. SOETOMO SURABAYA

Studi Kasus ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan
Masa Orientasi CPNS 2022 Pemerintah Provinsi Jawa Timur di
RSUD. Dr. Soetomo Surabaya

ERNA EKA WULAN SARI, S.Kep., Ns


NIP. 19930627 202204 2 001

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


RSUD. DR. SOETOMO
SURABAYA
2022

i
ii
DAFTAR ISI

STUDI KASUS ....................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan ...................................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus ...........................................................................4
1.4 Manfaat .................................................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoritis .........................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis ..........................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Konsep Dasar Medis .............................................................................6
2.1.1 Definisi .......................................................................................6
2.1.2 Klasifikasi ..................................................................................7
2.1.3 Etiologi .......................................................................................8
2.1.4 Patofisiologi ...............................................................................9
2.1.5 Pathway ....................................................................................11
2.1.6 Manifestasi Klinis ....................................................................12
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ...........................................................13
2.1.8 Komplikasi ...............................................................................16
2.1.9 Pencegahan ..............................................................................16
2.1.10 Penatalaksanaan .......................................................................17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................20
2.2.1 Pengkajian ................................................................................20
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................26
2.2.3 Intervensi Keperawatan............................................................28
2.2.4 Implementasi Keperawatan ......................................................38
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ..............................................................38
BAB 3 TINJAUAN KASUS ................................................................................40
BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................58
4.1 Pengkajian ...........................................................................................58
4.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................60
4.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................61
4.4 Implementasi Keperawatan .................................................................61
4.5 Evaluasi Keperawatan .........................................................................62
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................63
5.1 Simpulan .............................................................................................63
5.2 Saran ....................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................65

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini penyakit DHF (Dengue Haemoragic Fever) masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Infeksi virus

dengue terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya pada kasus

anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Penyakit DHF (Dengue Haemorragic

Fever) jika tidak mendapat perawatan yang memadai dapat mengalami perdarahan

yang hebat, syok dan dapat menyebabkan kematian. Angka kematian penyakit

tersebut masih sangat tinggi, terutama pada penderita yang datang terlambat dengan

derajat IV (Soegijanto 2018).

DHF (Dengue Haemoragic Fever) tersebar luas diseluruh dunia terutama

didaerah tropis. Wilayah yang melaporkan kasus DHF di Indonesia juga mengalami

peningkatan. Jumlah kabupaten/kota yang menjadi endemis dari tahun ke tahun

meningkat. Tahun 2016 hanya 200 kabupaten/kota saja, sedangkan tahun 2018

menjadi 350 kabupaten/kota dan pada tahun 2020 mencapai 464 kabupaten/kota

(Soedarto 2020).

Menurut data WHO dikutip dari Soegijanto (2018) menyebutkan bahwa

insiden morbiditas DHF di Indonesia cenderung meningkat, mulai dari

0,05/100.000 penduduk di tahun 2018 menjadi 35,19/100.000 di tahun 2020.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur (2021) menyebutkan

bahwa terdapat 49.486 penderita dan 403 orang meninggal dunia (CFR 0,81%).

Sedangkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2021) menunjukkan jumlah

1
2

penderita DHF pada Januari 2021 sebanyak 71 orang tapi pada bulan berikutnya

meningkat menjadi 115 orang. Hasil penelitian yang dilakukan di Irna Anak RSDS

pada Maret dan April 2019 diperoleh data 135 penderita DHF anak dan 38

diantaranya mengalami DHF grade III atau IV.

DHF (Dengue Haemoragic Fever) disebabkan oleh virus dengue yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty betina. Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi klinis

virus dengue tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh

penderita, antara lain dari faktor manusia, lingkungan, dan penyebab penyakit

(Soegijanto 2018). Renjatan hipovolemik dapat terjadi sebagai akibat kehilangan

plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoksia jaringan bahkan kematian.

Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya

dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan

fungsi trombosit (Suriadi et al. 2020).

Untuk menanggulangi peningkatan kasus tersebut maka pemerintah memiliki

beberapa kebijakan diantaranya yaitu memerintahkan semua rumah sakit untuk

tidak menolak pasien yang menderita DHF, memberikan pertolongan secepatnya

sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya

pengobatan dan perawatan bagi penderita yang tidak mampu sesuai program kartu

sehat, melakukan fogging, membagikan bubuk abate secara gratis, memberdayakan

masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M Plus

dan merekrut juru pemantau jentik atau jumantik (Wang et al. 2019).

Selain itu untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan

fungsi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan


3

menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu melalui upaya promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif untuk mencegah

DHF yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya

kebersihan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang sehat untuk memelihara

kesehatan serta meningkatan status kesehatan. Serta kesadaran masyarakat akan

pentingnya gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) beserta jentik-jentik

nyamuk melalui 3M Plus harus ditingkatkan (Pare et al. 2020).

Sementara itu upaya kuratif untuk semua kasus DHF harus segera

mendapatkan perawatan medis agar penderita tidak mengalami kondisi yang lebih

buruk yaitu dengan pemberian cairan melalui intravena maupun oral, mengatasi

demam dengan pemberian kompres dan obat-obatan antipiretik (Mubin 2020).

Upaya rehabilitatif selama masa perawatan tersebut perlu dilakukan dengan

meningkatkan daya tahan tubuh penderita dan memantau adanya perdarahan lebih

lanjut sehingga tanda-tanda renjatan dapat segera diatasi dan dapat dicegah. Pada

dasarnya pengobatan DHF hanya berupa pengobatan simtomatik dan suportif

dimana pemberian cairan merupakan tindakan utama (Ngastiyah 2022). Oleh

karena itu, kasus DHF sesuai dengan kriteria WHO harus mendapat perawatan di

tempat pelayanan kesehatan/rumah sakit. Sehingga diharapkan perawat memiliki

keterampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan DHF di rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian studi kasus mengenai “Asuhan Keperawatan pada An.A

dengan Diagnosa Medis Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa

RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.


4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis

Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo

Surabaya?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya asuhan keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis

Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis hasil pengkajian pada An.A dengan diagnosa medis Dengue With

Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

2. Menganalisis diagnosa keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis Dengue

With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

3. Menganalisis rencana keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis Dengue

With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

4. Menganalisis pelaksanaan keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis

Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

5. Menganalisis evaluasi keperawatan pada An.A dengan diagnosa medis Dengue

With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.4 Manfaat
5

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu

pengetahuan khususnya dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada pasien

dengan Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti.

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti

tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Dengue With

Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Sedangkan bagi peneliti lain bisa bermanfaat menambah wawasan serta menjadi

acuan atau bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian berikutnya.

2. Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan

keluarga sehingga dapat segera melakukan tindakan penanganan secara tepat.

3. Bagi Tempat Penelitian.

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit khususnya di bidang keperawatan agar dapat

meningkatkan kinerja dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Definisi

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty betina yang dapat

menyerang anak-anak, remaja, maupun dewasa (Soegijanto 2018). Sumber

penularan utama adalah manusia, sedang penularnya adalah nyamuk Aedes

(Soedarto 2020).

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) merupakan penyakit berbasis vektor

yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF

bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai

dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia

dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) merupakan penyakit infeksi Arbovirus

(Artropod Born Virus) yang disebabkan oleh virus dengue akibat gigitan nyamuk

Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus dan dapat berakibat fatal dalam waktu

yang relatif singkat apabila tidak segera ditangani (WHO 2020).

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) adalah penyakit dengan gejala utama

demam, nyeri otot dan nyeri sendi, serta perdarahan spontan yang disertai ruam

atau tanpa ruam bahkan pada keadaan yang serius bisa muncul perdarahan dan

dapat mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian (Mubin 2020).

6
7

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) menurut Mubin (2020) dibagi

menjadi 4 derajat yaitu:

1. Derajat I (ringan), DF (Dengue Fever)

Demam bifasik (saddle back fever) 2-7 hari, uji tourniquet (rumpel-leede)

positif, sefalgi hebat, nyeri retroorbital, nyeri otot (mialgia), nyeri tulang/sendi,

mual, muntah, penurunan nafsu makan, mungkin ada perdarahan spontan dengan

atau tanpa disertai ruam. Hasil laboratorium leukopenia, trombositopenia, uji

serologi dengue positif.

2. Derajat II (sedang), DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)

Gejala klinis pada derajat I disertai perdarahan spontan pada umumnya di kulit

(peteki) ataupun perdarahan lainnya seperti perdarahan gusi, hematemesis,

melena, hemoptisis, dan epistaksis. Mungkin juga ada kebocoran plasma,

peningkatan hematokrit, hipoproteinemia, hepatomegali, nyeri ulu hati, dan

efusi pleura. Perlu dirawat di rumah sakit.

3. Derajat III (berat), DSS (Dengue Shock Syndrome)

Gejala klinis pada derajat II disertai syok dengan atau tanpa hepatomegali.

Kegagalan sistem sirkulasi dimanifestasikan dengan adanya perdarahan spontan,

demam, akral dingin, penurunan kesadaran (letargi/gelisah), hipotensi, nadi

cepat dan lemah, sianosis, CRT >2detik. Perlu perawatan intensif di rumah sakit.

4. Derajat IV (sangat berat), DSS (Dengue Shock Syndrome)

Ditemukan tanda-tanda syok berat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat

terukur, akral dingin, hemokonsentrasi, hipoksia, dispneu). Disertai gejala klinis

pada derajat III. Perlu perawatan intensif di rumah sakit.


8

2.1.3 Etiologi

Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang

ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty betina

maupun Aedes Albopictus. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang

bersifat termolabil, stabil pada suhu 70ºC (Soegijanto 2018).

Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus menurut

Rampengan (2021) adalah sebagai berikut:

Ciri- ciri Aedes Aegypti

1. Paling sering ditemukan di daerah tropis.

2. Berwarna hitam-putih.

3. Menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.

4. Hidup di tempat yang gelap dan lembab dalam rumah yaitu tempat

penampungan air jernih seperti bak mandi, ember, drum, tempayan, vas bunga,

dan di baju-baju yang bergantungan.

5. Jarak terbang 100 meter.

Ciri-ciri Aedes Albopictus

1. Habitat di air jernih. Biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon, tempat minum

burung, perangkap semut, tempat penampungan air hujan yang bersih seperti

pelepah pisang, pandan, barang-barang bekas yang dapat menampung air,

lubang pohon, lubang batu, dan lain-lain.

2. Menggigit pada siang hari.

3. Jarak terbang 50 meter.


9

2.1.4 Patofisiologi

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti betina sebagai vektor

yang menularkan penyakit DHF ke tubuh manusia melalui gigitan. Masa inkubasi

3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Jika nyamuk Aedes Aegypty betina menggigit orang

yang telah terinfeksi virus dengue, maka virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh

nyamuk bersamaan dengan darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus

akan berkembang-biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk yang

sebagian besar berada di kelenjar liur nyamuk. Selanjutnya, saat nyamuk menggigit

orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan agar darah yang akan dihisap

tidak membeku, saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain (Murwani 2018).

Di dalam tubuh manusia, virus akan bereaksi dengan antibodi yang

membentuk kompleks virus-antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem

komplemen. Kemudian virus akan berkembang-biak dan menyebar melalui

sirkulasi darah (viremia). Virus akan melepas zat anafilaktosin sehingga pasien

akan mengalami keluhan dan gejala seperti demam dengan atau tanpa disertai ruam,

sakit kepala, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal seluruh badan, hiperemi

tenggorokan, nyeri telan, mual, muntah, tidak nafsu makan, dan kelainan yang

mungkin terjadi seperti pembesaran hati, ginjal, dan kelenjar getah bening. Adanya

ruam disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit (Soegijanto 2018).

Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendapat infeksi berulang

dengan tipe virus yang berlainan, berdasarkan hal tersebut maka terjadilah infeksi

sekunder atau re-infeksi. Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik

antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi atau

kompleks virus antibodi yang tinggi (Wijaya et al. 2021).


10

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit ialah

meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah karena pelepasan zat

anafilaktosin, histamin dan serotonin. Hal ini mengakibatkan menurunnya volume

plasma sehingga dapat terjadi kebocoran plasma, hipotensi, hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, trombositopenia dan renjatan akut. Adanya kebocoran plasma ke

daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukan renjatan yang terjadi akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma sehingga

menyebabkan syok hipovolemik, jika tidak teratasi bisa terjadi anoksia jaringan,

asidosis metabolik bahkan kematian (Suriadi et al. 2020).

Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan

demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan

berat, volume plasma dapat menurun sampai kurang lebih 30% dan berlangsung

selama 24-48 jam. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler

menyebabkan penimbunan cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan perikardium melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah

pemberian cairan intravena, terjadi peningkatan jumlah trombosit yang

menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena

harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan

gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan

mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk

bahkan bisa mengalami syok dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah

perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak

teratasi (Rampengan 2018).


11

2.1.5 Pathway

Sumber: E-book Potter & Perry, 2020


Gambar 2.1 Pathway Dengue Haemorrhagic Fever.
12

2.1.6 Manifestasi Klinis

1. Demam

Demam bifasik terjadi secara mendadak selama 2-7 hari (38-40°C) dengan sebab

yang tidak jelas kemudian turun menuju suhu normal lalu naik kembali dan hampir

tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (Rampengan 2018).

2. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya terjadi pada

kulit. Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniket positif, petekie, purpura,

ekimosis, ataupun perdarahan gusi, epistaksis, hematoma, hematemesis, melena,

hematuria, perdarahan konjungtiva dan perdarahan lainnya (Wijaya et al. 2019).

3. Pembengkakan sekitar mata, hati (hepatomegali), limpa (splenomegali) dan

kelenjar getah bening (Suriadi et al. 2020).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3-7 bahkan hari ke-10 sejak sakitnya

penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu hipotensi, nadi

cepat dan lemah, akral dingin dan lembab, sianosis disekitar mulut, ujung hidung,

jari tangan dan kaki, CRT >2 detik, disertai penurunan kesadaran (letargi/gelisah).

Ditemukan tanda-tanda syok berat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat

terukur, akral dingin, hemokonsentrasi, hipoksia, dispneu). Bila syok terjadi pada

masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk (Soegijanto 2018).

5. Trombositopenia

Kadar trombosit dalam darah menurun (<100.000 sel/ml).

6. Leukopenia

Biasanya pada hari kedua atau ketiga (kadar leukosit <5000/mm3).


13

7. Hemokonsentrasi

Kenaikan kadar hematokrit >20%

8. Timbulnya beberapa gejala klinis yang menyertai, seperti: malaise, mual, muntah,

penurunan nafsu makan, konstipasi, diare, nyeri abdomen bagian epigastrik (nyeri

ulu hati), nyeri kepala retroorbital, nyeri otot (myalgia) dan nyeri sendi (arthralgia),

lemah dan lesu, kejang pada derajat berat.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada DHF menurut Nursalam (2020) adalah:

1. Darah Lengkap

1) Trombositopenia (trombosit<100.000/UI, N: 150.000-400.000/ul).

2) Leukopenia. Hari ke 2-3 kadar leukosit <5000/mm3. (N: 5000-10.000/uL)

3) Hemokonsentrasi (Ht >20%, N wanita: 36-46%, pria: 40-54% ).

4) Hb menurun (N wanita:12-16g/dl, pria: 14-16g/dl)

5) Masa pembekuan normal (10-15).

6) Masa pendarahan memanjang (N=1-3).

7) Asidosis metabolik mungkin terjadi (pCO2<35-45mmHg, HCO3 <22-26

mmq/l).

8) Kimia darah :

Hiponatremia (N=135-147 meq/l).

Hipoproteinemia (N=6,2-8,4 g/dL).

Hipokalemia (N=3,6-5,0 mmol/L atau 100-106 meq/l).

SGOT, SGPT mungkin meningkat (N wanita: 0-35 U/L, Pria: 0-50U/L).

Ureum dan pH darah mungkin meningkat (N:20-40 mg/dl, pH: 7,35-7,45).


14

2. Urine

Albuminuria ringan, warna urine keruh, volume urin biasanya <400ml/24jam

(oliguria), anuria dan hematuria pada derajat berat.

3. Sumsum tulang

Awal hiposelular kemudian menjadi hiperselular pada hari ke-5 dengan

gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya kembali normal.

4. Pemeriksaan serologi

1) Uji fiksasi komplemen (CF Test).

Bermanfaat dalam memastikan infeksi dengue pada pasien dengan sampel

serum berpasangan yang diambil pada akhir infeksi. Antibodi pemfiksasi-

komplemen secara khas timbul belakangan dan biasanya lebih spesifik.

2) Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (HI Test).

Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi

setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibodi atau antigen didasarkan

pada manifestasi reaksi Ag-Ab yang didapatkan saat MRS (akut) dan KRS

(konvalesen). Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan

IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat

reaksi hemaglutinasi darah oleh virus dengue yang disebut reaksi

hemaglutinasi inhibitor (HI). Respon primer antibodi terhadap dengue

ditandai oleh evolusi lambat antibodi HI, dengan kadar rendah atau tak

terdeteksi pada serum fase akut yang diambil sebelum hari kelima. Respon

sekunder ditandai oleh evolusi cepat antibodi HI. Pada tes positif terdapat

peningkatan titer empat kali lipat atau lebih dengan titer puncak >1:1280 pada

respon sekunder, dan turun dibawah rasio pada respon primer.


15

3) Uji netralisasi (NT Test).

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.

Menggunakan metode Plague Reduction Neutralization Test (PRNT). Plaque

adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat

terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi. Setelah infeksi primer,

antibodi penetralisasi relatif terdeteksi pada konvalesen awal. Sedangkan

pada infeksi sekunder, antibodi penetralisasi titer tinggi diproduksi virus

dengue. Titer antibodi penetralisasi yang paling tinggi pada serum konvalesen

diarahkan terhadap virus pada pasien yang sebelumnya terinfeksi (bukan

yang paling baru).

4) IgG-IgM Elisa Anti Dengue.

Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di

dalam serum penderita. Sampel sera dikumpulkan pada interval hari 1-2 fase

akut atau pada hari 2-3 penurunan suhu tubuh. Pada infeksi primer

memungkinkan diagnosis infeksi dengue terbaru.

5. Foto thoraks mungkin dijumpai efusi pleura akibat kebocoran plasma.

6. USG mungkin dijumpai hepatomegali.

7. Rumpel Leede Test: Uji test tourniquet (+)

Menurut WHO (2020) hasil uji dikatakan positif jika tampak 20 atau lebih peteki

pada polar lengan bawah. Normal peteki pada bagian polar tangan muncul dalam

lingkaran berdiameter 5cm yang terletak 4cm dibawah lipatan siku berjumlah <5

atau dalam diameter 2,8 inci terdapat petechie <10.


16

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi DHF menurut Rampengan (2021) adalah:

1. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit.

Dehidrasi, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipokalemia.

2. Overhidrasi.

Tanda dan gejala berupa distress pernapasan, dispneu, takipneu, distensi

abdomen, hipertensi, takkikardi, CRT >2detik, ronkhi pada kedua lapang paru.

Menyebabkan edema paru akut, efusi pleura, gagal jantung kongestif, gagal

nafas, dan kematian. Perlu dilakukan pengawasan ketat.

3. Kejang karena demam terlalu tinggi terus-menerus.

4. Penurunan kesadaran.

5. Prognosa buruk, syok atau renjatan, kematian.

6. Perdarahan luas (perdarahan masif).

Meliputi perdarahan gastrointestinal, ginjal, otak, jantung, paru, dan hati.

Karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor maka tubuh kekurangan darah

dan cairan sehingga dapat menyebabkan kematian.

7. DHF/DSS dengan manifestasi yang tak lazim seperti adanya infeksi penyerta,

yaitu dapat berupa: Infeksi gastrointestinal, infeksi saluran nafas, infeksi

saluran kemih.

2.1.9 Pencegahan

Vaksin pencegahan DHF hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan

berfokus pada penurunan sumber larva yang dititik-beratkan pada pemberantasan


17

nyamuk dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk

yang dilakukan melalui gerakan 3M plus.

1. Mengajak masyarakat untuk mau mengubah perilakunya menjadi lebih peduli

terhadap lingkungan rumah dan sekitarnya.

2. Gerakan 3M Plus

1) Menguras tempat–tempat penampungan air secara teratur sekurang–

kurangnya sekali seminggu.

2) Menutup rapat tempat penampungan air.

3) Mengubur barang–barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang-

biaknya nyamuk.

4) Menggunakan obat nyamuk, lotion anti nyamuk, maupun kelambu.

5) Menjadi jumantik untuk diri sendiri, keluarga dan lingkungan.

3. Pemberantasan vektor:

1) Menyemprot nyamuk dengan zat kimia.

2) Fogging (pengasapan).

3) Abatisasi

Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan ditaburi bubuk

abate dengan dosis (1 sendok makan peres atau 1 gram/10 liter air).

2.1.10 Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang

sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler sehingga mengakibatkan kebocoran

plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017).

Penatalaksanaan DHF yaitu :


18

1. Medis

DHF tanpa renjatan

1) Tirah baring.

2) Beri makanan lunak, minum banyak (1½ – 2 liter/hari).

Jenis minnuman: air putih, susu, teh manis, sirup, jus buah, oralit.

3) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat >20%.

4) Antipiretik dan kompres diberikan untuk menurunkan panas.

5) Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi.

6) Observasi TTV, Hb, Ht, Trombosit.

7) Observasi intake-output

DHF dengan renjatan

1) Pasang infus cairan kristaloid dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah

renjatan diatasi.

2) Jika tidak ada perbaikan maka berikan cairan koloid plasma dan

dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi, evaluasi tiap jam.

Pemberian cairan disesuaikan dengan derajat dehidrasi dan kehilangan

elektrolit. Bila pasien syok maka cairan IV digrojok.

3) Observasi keadaan umum dan TTV tiap jam.

4) Observasi Hb, HCT, PCV berkala minimal tiap 24 jam untuk derajat I dan

minimal tiap 4-6 jam untuk derajat II selama fase kritis.

5) Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi.

6) Transfusi darah segera jika terdapat perdarahan yang mengancam jiwa.

7) Antikonvulsan jika terjadi kejang, seperti diazepam.

2. Keperawatan
19

a. Pada pasien DHF derajat I dan II

1) Istirahat tirah baring

2) Beri makanan lunak, minum banyak (1½–2 Liter/hari)

3) Kompres untuk menurunkan panas.

4) Observasi TTV, intake-output

b. Pada pasien DHF derajat III dan IV

1) Istirahat tirah baring.

2) Antipiretik dan kompres untuk menurunkan panas.

3) Kolaborasi pemberian O2

4) Kolaborasi pemberian cairan kristaloid isotonis, bila syok tidak teratasi

atau kondisi klinis memburuk, ganti dengan cairan koloid dan evaluasi

tiap jam. Setelah perbaikan, ganti dengan cairan kristaloid. Pemberian

cairan disesuaikan dengan derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

Bila pasien syok maka cairan IV diguyur.

5) Bila dengan cairan kristaloid dan koloid syok belum teratasi, kadar HCT

rendah, diduga ada perdarahan, maka dianjurkan kolaborasi pemberian

transfusi darah segar dan albumin.

6) Obsevasi perdarahan: catat frekuensi, jumlah, dan warna.

7) Observasi Hb, Ht dan Trombosit tiap 4-6 jam.

8) Pasang NGT jika terdapat perdarahan traktus gastrointestinal.

9) Pasang kateter, observasi intake-output tiap jam.

10) Observasi TTV tiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi.

11) Kolaborasi pemberian antibiotic bila kemungkinan terjadi infeksi.

12) Kolaborasi antikonvulsan diberikan bila terjadi kejang.


20

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan ini merupakan suatu proses pemecahan masalah yang

sistematis melalui lima tahapan keperawatan. Tahapan-tahapan proses keperawatan

tersebut meliputi pengkajian , diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Semua tahapan tersebut berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan, saling

ketergantungan, dan saling berhubungan (Widyorini et al. 2017).

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengidentifikasi status kesehatan klien (Hidayat 2017).

1. Identitas

1) Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, status

perkawinan, pekerjaan, pendidikan, alamat, no. register, tanggal MRS,

diagnosa medis. Semua orang dapat terserang DHF baik dewasa maupun

anak-anak. Umunya anak-anak dapat terserang DHF karena kemampuan

tubuh untuk melawan virus masih belum kuat.

2) Identitas Penanggung-jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, pekerjaan, pendidikan,

alamat, hubungan dengan pasien.

2. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama: demam lebih dari 3 hari

2) Alasan Masuk Rumah Sakit


21

Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan demam lebih dari 3 hari,

tidak mau makan, anak nampak lemah, pusing, tidak nafsu makan, mual-

muntah, nyeri retroorbital, nyeri abdomen, nyeri telan, terdapat bintik merah

pada kulit, dan data laboratorium menunjukkan bahwa pasien positif DHF.

Bila kondisi pasien menunjukkan prognosis yang sangat buruk maka kadang

disertai adanya tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti hipotensi, nadi cepat

dan lemah, akral dingin dan lembab, sianosis disekitar mulut, ujung hidung,

jari tangan dan kaki, kejang, disertai penurunan kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan serangkaian wawancara yang dilakukan perawat untuk

menggali permasalahan pasien mulai dari timbulnya keluhan utama yang

dirasakan pasien sampai pada saat pengkajian. Pada pasien DHF biasanya

terjadi demam mendadak (38-40°C) selama 2-7 hari kemudian turun menuju

suhu normal antara hari ke 3-7 lalu naik kembali. Demam kadang disertai

keluhan nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri abdomen kuadran

epigastrik (nyeri ulu hati), nyeri telan, mual, muntah, penurunan nafsu

makan, badan lemas, pegal-pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada

kulit, ataupun perdarahan lainnya seperti perdarahan gusi, saluran

pencernaan (hematemesis, melena), hematuria, hemoptisis, epistaksis. Pada

kasus berat dapat disertai adanya syok seperti hipotensi, nadi cepat dan

lemah, akral dingin, sianosis, hemokonsentrasi, dan penurunan kesadaran

(letargi/gelisah). Sementara itu pada DHF derajat IV ditemukan adanya

tanda-tanda syok berat seperti nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat

terukur.
22

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Mengkaji riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum menderita

penyakit sekarang. Pada pasien DHF, terkadang ada kemungkinan terinfeksi

ulang virus dengue dengan serotipe virus yang lain sehingga terjadi infeksi

yang lebih berat dari sebelumnya (Soegijanto 2018).

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga pasien.

Penyakit DHF merupakan penyakit yang diakibatkan nyamuk terinfeksi

virus dengue. Riwayat adanya anggota keluarga lain yang menderita DHF

sangat menentukan. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang terserang

maka kemungkinan keluarga lainnya dapat tetular karena gigitan nyamuk.

6) Riwayat Alergi

Mengkaji ada tidaknya alergi yang dialami pasien terhadap makanan,

minuman, maupun obat-obatan tertentu.

7) Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

8) Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik

maupun buruk dapat beresiko. Anak yang menderita DHF sering mengalami

keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan

tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat

mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

9) Riwayat Kesehatan Lingkungan


23

Sering terjadi pada lingkungan yang kurang bersih, padat penduduk, kurang

pencahayaan dan sinar matahari yang baik, banyak genangan air, gantungan

baju di kamar, dan bak mandi yang jarang dibersihkan.

3. Pemeriksaan Fisik

Data Subjektif

Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan klien maupun orang

terdekat yang berhubungan dengan klien, data subjektif yang sering ditemukan

pada klien DHF yaitu: lemah, lesu, letih, demam, nyeri kepala, nyeri telan

tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Nyeri perut bagian kanan atas (nyeri ulu hati).

Bintik-bintik merah pada kulit. Pegal-pegal pada seluruh tubuh. Konstipasi

(sembelit), diare, mual, muntah, dan nafsu makan menurun.

Data Objektif

a. Sistem Pernapasan (Breath)

Pada DHF derajat I dan II pernapasan dapat normal maupun meningkat.

Sementara DHF derajat III dan IV pada inspeksi terlihat adanya sianosis

pada ujung jari, bibir, mukosa mulut, pernapasan dangkal dan tidak teratur,

dispneu, epistaksis. Pada perkusi terdengar pekak bila ada efusi pleura. Pada

auskultasi dapat terdengar ronchi jika terdapat syok.

b. Sistem Kardiovaskuler (Blood)

Pasien mengeluh demam dan nyeri kepala retroorbital. Pada DHF derajat I

tidak terjadi hemokonsentrasi tapi DHF derajat II mungkin dapat terjadi

hemokonsentrasi, trombositopenia, dan leukopenia. Pada DHF derajat III

dapat terjadi kegagalan sirkulasi dini yaitu akral dingin dan lembab, nadi
24

cepat dan lemah, hipotensi, sianosis pada ujung jari, bibir, dan mukosa

mulut. Pada DHF derajat IV terjadi syok berat yaitu akral dingin dan

lembab, nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur, CRT >2 detik.

c. Sistem Persyarafan (Brain)

Pada DHF derajat I dan II tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem

persyarafan. Sementara pada DHF derajat III dan IV pasien nampak gelisah

dan terjadi penurunan kesadaran.

d. Sistem Perkemihan (Bladder)

Produksi urine menurun. Pada DHF derajat III dan IV dapat dijumpai

adanya hematuria, oliguria, dan anuria.

e. Sistem Pencernaan (Bowel)

Pada inspeksi terlihat mukosa bibir kering, lidah kotor, nafsu makan

menurun, porsi makan tidak habis, mual, muntah, nyeri telan, ataupun

perdarahan gusi. Untuk DHF derajat III dan IV mungkin dapat dijumpai

adanya ascites, hemoptisis, hematemesis dan melena. Pada palpasi mungkin

teraba hepatomegali, splenomegali, dan nyeri tekan abdomen. Kadang pada

sebagian penderita ada yang disertai diare ataupun konstipasi.

f. Sistem Integumen dan Muskuloskeletal (Bone)

Kondisi pasien lemah, nyeri otot dan sendi, uji tourniquet positif, ada

perdarahan spontan dengan atau tanpa ruam di kulit seperti peteki. Pada

DHF derajat III dan IV turgor kulit menurun, akral dingin, sianosis, pucat

dan berkeringat.

4. Pemeriksaan Penunjang
25

a. Darah Lengkap

1) Trombositopenia (trombosit<100.000/UI, N: 150.000-400.000/UI).

2) Leukopenia. Pada hari ke 2-3 <5000/mm3. (N: 5000-10.000/ui)

3) Hemokonsentrasi (Ht >20%, N wanita: 36-46%, pria: 40-54% ).

4) Hb menurun (N wanita:12-16g/dl, pria: 14-16g/dl)

5) Masa pembekuan normal (10-15).

6) Masa pendarahan memanjang (N=1-3).

7) Asidosis metabolik (pCO2<35-45mmHg, HCO3<22-26 mmq/l).

8) Kimia darah :

(a) Hiponatremia (N=135-147 meq/l).

(b) Hipoproteinemia (N=6,2-8,4 g/dL).

(c) Hipokalemia (N=3,6-5,0 mmol/L atau 100-106 meq/l).

(d) SGOT, SGPT meningkat (N wanita: 0-35 U/L, Pria: 0-50U/L).

(e) Ureum meningkat (N=20-40 mg/dl, pH: 7,35-7,45).

b. Urine

Albuminuria ringan, volume urin biasanya <400ml/24jam (oliguria),

warna urine keruh, dapat terjadi hematuri pada derajat berat.

c. Sumsum tulang

Awal hiposelular kemudian menjadi hiperselular pada hari ke-5 dengan

gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya kembali normal.

d. Pemeriksaan serologi

1. Uji fiksasi komplemen (CF Test).

2. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI Test).

3. Uji netralisasi (NT Test).


26

4. IgG-IgM Elisa.

e. Foto thoraks

Mungkin dijumpai efusi pleura akibat kebocoran plasma.

6. USG

Mungkin dijumpai hepatomegali.

7. Rumpel Leede Test

Uji test turniket (+)

Menurut WHO (2005) hasil uji dikatakan positif jika tampak 20 atau lebih

peteki pada polar lengan bawah. Normal peteki pada bagian polar tangan

muncul dalam lingkaran berdiameter 5cm yang terletak 4cm dibawah

lipatan siku berjumlah <5 atau dalam diameter 2,8 inci terdapat petechie

<10.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

berlangsung aktual maupun resiko. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

pada kasus DHF menurut SDKI yaitu:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan

dengan: dispneu, takipneu, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping

hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat (D.0005).

2. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, proses penyakit (infeksi virus

dengue), dibuktikan dengan: suhu tubuh diatas normal, kulit merah, takikardi,

takipneu, kulit merah, kulit terasa hangat (D.0130).


27

3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, peningkatan

permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan, dibuktikan dengan: klien

mengeluh haus dan badan terasa lemah, tekanan darah menurun, frekuensi nadi

meningkat & lemah, suhu meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa

kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, status mental berubah

(D.0023).

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

dibuktikan dengan: klien mengeluh nyeri, tampak meringis, tekanan darah

meningkat, takikardi, takipneu, diaphoresis, gelisah, sulit tidur (D.0077).

5. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme,

dibuktikan dengan: klien mengeluh nafsu makan menurun, berat badan

menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif,

membrane mukosa pucat, sariawan, diare, serum albumin turun (D.0019).

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen, dibuktikan dengan: klien mengeluh lelah,

merasa lemah, sesak saat/setelah aktivitas, tekanan darah meningkat, frekuensi

nadi meningkat, sianosis, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah

aktivitas (D.0056).

7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi,

dibuktikan dengan: klien/keluarga menanyakan masalah yang dihadapi,

menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang

keliru terhadap masalah (D.0111).

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kurang terpapar informasi,

berhubungan dengan: klien merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat


28

dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, merasa tidak berdaya,

mengeluh pusing, dada berdebar, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur,

tekanan darah meningkat, takikardi, takipneu, diaphoresis, muka tampak pucat,

sering berkemih (D.0080).

9. Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan koagulasi trombositopenia

(D.0012).

10. Risiko syok dibuktikan dengan hipoksemia, hipoksia, hipotensi, kekurangan

volume cairan, sepsis, sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) (D.0039).

11. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif,

kekurangan intake cairan, status hipermetabolik (D.0034).

12. Risiko cedera dibuktikan dengan terpapar pathogen, ketidaknormalan profil

darah (trombositopenia), hipoksia jaringan, kejang (D.0136).

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI 2018) (SLKI 2019).

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif

Kriteria Hasil :

1) Kapasitas vital meningkat

2) Dispneu menurun

3) Penggunaan otot bantu nafas menurun


29

4) Pernafasan cuping hidung menurun

5) Frekuensi napas membaik

6) Kedalaman nafas membaik

Intervensi:

Observasi

1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, upaya napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing, ronkhi kering)

3) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

4) Auskultasi bunyi nafas

5) Monitor saturasi oksigen

Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas

2) Posisikan semi fowler atau fowler

3) Berikan minum hangat

4) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, proses penyakit (infeksi virus

dengue)

Tujuan: Diharapkan suhu tubuh berada dalam rentang normal

Kriteria hasil:
30

1) Menggigil menurun

2) Kulit merah menurun

3) Takikardi menurun

4) Takipneu menurun

5) Tekanan darah membaik

6) Suhu tubuh membaik

Intervensi:

Observasi

1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,

terpapar lingkungan panas)

2) Monitor suhu tubuh

3) Monitor kadar elektrolit

4) Monitor haluaran urine

5) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

1) Sediakan lingkungan yang dingin

2) Longgarkan atau lepaskan pakaian

3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

4) Berikan cairan oral

5) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher,

dada, abdomen, aksila)

6) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

7) Berikan oksigen, jika perlu


31

Edukasi

1) Anjurkan tirah baring Kolaborasi

Kolaborasi

1) Pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,

kekurangan intake cairan

Tujuan: Status cairan membaik dan keseimbangan cairan meningkat

Kriteria hasil:

1) Asupan cairan dan output urin meningkat

2) Kelembaban membran mukosa meningkat

3) Dehidrasi menurun

4) Turgor kulit dan status mental membaik

5) Suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi nadi, dan nafas membaik

6) Keluhan haus menurun

7) Intake cairan membaik

8) Kadar Hb dan Ht membaik

Intervensi:

Observasi

1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi

terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit

menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit

meningkat, haus lemah)

2) Monitor status oksigenasi (oksimetri, BGA)


32

3) Monitor status cairan (turgor kulit, CRT, intake dan output cairan)

4) Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil

Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas

2) Hitung kebutuhan cairan

3) Berikan asupan cairan oral

4) Beri posisi syok modified trendelenburg

5) Pasang jalur IV besar (nomor 14, 16)

6) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan DL dan elektrolit

7) Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin

8) Pasang selang NGT untuk dekompresi lambung

Edukasi

1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

Kolaborasi

1) Pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)

2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)

3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)

4) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Tujuan: Diharapkan klien dapat mengontrol nyeri

Kriteris hasil:

1) Meningkatkan kemampuan mengontrol nyeri

2) Meningkatkan kemampuan mengenali penyebab nyeri


33

3) Meningkatkan kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis

4) Keluhan nyeri menurun

5) Frekuensi nadi, pola nafas, dan tekanan darah membaik

6) Dukungan orang terdekat meningkat

Intervensi:

Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respons nyeri non verbal

4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (terapi

musik, pijat, kompres hangat/dingin, teknik imajinasi terbimbing, terapi

bermain)

2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

3) Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2) Jelaskan strategi meredakan nyeri

3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi: pemberian analgetik, jika perlu


34

5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan: Tingkat ansietas menurun

Kriteria hasil:

1) Verbalisasi kebingungan menurun

2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

3) Perilaku gelisah dan tegang menurun

4) Keluhan pusing, gemetar, dada berdebar menurun

5) Frekuensi nadi, nafas, tekanan darah menurun

6) Konsentrasi, orientasi, dan pola tidur membaik

Intervensi:

Observasi

1) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

2) Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman

Terapeutik

1) Pahami situasi yang membuat ansietas

2) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

4) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

5) Beri waktu untuk mengungkapkan perasaan

6) Dengarkan dengan penuh perhatian

Edukasi

1) Beri informasi mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis

2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi


35

4) Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

6. Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia)

Tujuan: Tidak terjadi perdarahan

Kriteria hasil:

1) Kelembapan kulit dan membran mukosa meningkat

2) Hemoptysis, hematemesis, dan hematuria menurun

3) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh membaik

4) Hb dan Ht membaik

Intervensi:

Observasi

1) Monitor tanda dan gejala perdarahan

2) Monitor nilai Ht atau Hb sebelum dan setelah kehilangan darah

3) Monitor tanda-tanda vital

4) Monitor koagulasi (trombosit, PT, PTT, fibrinogen)

Terapeutik

1) Pertahankan bed rest selama perdarahan

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari

konstipasi

3) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan


36

4) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

5) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

7. Risiko cedera dibuktikan dengan kejang

Tujuan: Tidak terjadi cedera

Kriteria hasil:

1) Resiko jatuh menurun

2) Kemampuan mengidentifikasi dan mencegah faktor resiko/pemicu

kejang meningkat

3) Frekuensi kejang menurun

4) Kepatuhan minum obat meningkat

5) Pola tidur meningkat

Intervensi:

Observasi

1) Monitor terjadinya kejang berulang

2) Monitor karakteristik kejang (aktivitas motoric, progress kejang)

3) Monitor status neurologis

4) Monitor TTV

5) Identifikasi faktor resiko jatuh

6) Identifikasi resiko tinggi jatuh tiap 8 jam atau resiko rendah tiap 24 jam

7) Hitung skala resiko jatuh Humpty Dumpty, jika perlu


37

Terapeutik

1) Baringkan pasien agar tidak terjatuh

2) Pertahankan kepatenan jalan nafas

3) Longgarkan pakaian terutama bagian leher

4) Kunci roda tempat tidur

5) Pasang side-rail tempat tidur

6) Damping selama periode kejang

7) Catat durasi kejang dan dokumentasikan periode terjadinya kejang

8) Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam

9) Pasang akses IV, jika perlu

10) Berikan oksigen, jika perlu

11) Pasang gelang/stiker penanda resiko tinggi jatuh

12) Beri tanda segitiga kuning pada tempat tidur pasien

13) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga

Edukasi

1) Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun kedalam mulut

pasien saat periode kejang

2) Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan

gerakan pasien

3) Beri penjelasan pada orangtua tentang pencegahan jatuh

4) Anjurkan keluarga segera melapor jika terjadi kejang

5) Ajarkan pasien dan keluarga tentang upaya pencegahan infeksi

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu


38

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan

yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu

klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons

yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan, serta membantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ali 2016).

Implementasi adalah tindakan yang harus dilakukan atau penatalaksanaan

dari sebuah intervensi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan diagnosa

keperawatan. Penatalaksanaan dilaksanakan dengan tindakan secara mandiri,

melakukan observasi, melakukan edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga medis

lainnya (Hidayat 2017).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tindakan penilaian untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan dan pelaksanaan berhasil dicapai. Dilaksanakan suatu penilaian terhadap

asuhan keperawatan yang telah diberikan atau pada tujuan yang ingin dicapai. Pada

evaluasi tentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga

tercapai sebagian atau bahkan timbul masalah baru (Hidayat 2017).

Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana

tercapainya suatu intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap pemberian

asuhan keperawatan yang diberikan (Nursalam 2020).


39

Dalam evaluasi keperawatan terdapat beberapa langkah untuk mengevaluasi

tindakan keperatan yang sudah dilakukan, yakni:

1. Mengumpulakan data-data dalam pemberian asuhan keperawatan.

2. Membandingkan data dari hari ke hari, sebelum pemberian asuhan

keperawatan hingga sesudah pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan

rencana tindakan yang sudah ditetapkan.

3. Melihat perkembangan pasien setelah diberikan asuhan keperawatan

4. Mengukur dan membandingkan hasil perkembangan pasien dengan standar

normal yang sudah ada.


BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN

Dilaksanakan pada hari Selasa, 12 April 2022 Pukul 10.00 WIB di Ruang Nakula

Sadewa RSUD. Dr. Soetomo Surabaya

3.1.1 Biodata

Identitas Pasien

Nama : An. A No. RM : 12.92.7x.xx

Umur : 12 tahun 10 bulan 16 hari BB: 42 kg TB: 157 cm

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Nyamplungan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMP

Tanggal MRS : Selasa, 12 April 2022 Pukul 07.06 WIB

Diagnosa Medis: Dengue Fever with warning sign

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn.A / Ny.M

Umur : 45 tahun / 38 tahun

Alamat : Nyamplungan

Pendidikan : SMA

Hubungan dengan pasien: Orangtua pasien/wali

40
41

3.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan RSUD. Dr. M. Sowandhie datang ke IGD RSUD. Dr.

Soetomo dengan keluhan demam sejak Rabu malam, demam sepanjang

hari, turun dengan pemberian obat Paracetamol. Suhu tertinggi 39,30C.

Pasien sempat dibawa berobat ke PKM Sukolilo Bangkalan 2x, dilakukan

pemeriksaan lab dan diberi obat penurun demam. Hasil pemeriksaan lab

menunjukkan kadar trombosit 40.000/uL, demam tetap naik-turun sehingga

PKM menyarankan untuk dibawa ke RS agar mendapat penanganan lebih

tepat. Keluarga lalu membawa pasien ke IGD RSUD. Dr. M. Sowandhie,

karena kamar rawat inap anak full sehingga pasien dirujuk ke IGD RSUD.

Dr. Soetomo.

Senin 11 April 2022 pukul 17.00, keluarga membawa pasien ke IGD

RSUD. Dr. Soetomo. Sesampainya di IGD, anak nampak lemah,

TD:88/57mmHg, S:380C, N:122x/menit, RR:22x/menit, SPO2:98%, mual

muntah 1x, BAB cair 1x ada ampas, tidak ada lendir dan darah. Nyeri perut

ulu hati. Hasil rumpleede positif, ditemukan 20 atau lebih ptechie pada polar

lengan bawah. Anak mendapat loading cairan RLD5 7-5-3/kgBB/jam. TTV

setelah loading, TD:100/60mmHg, S:36,70C, N: 104x/menit,

RR:20x/menit. Kemudian pada hari Selasa 12 April 2022 pukul 07.06 WIB

anak MRS di Ruang Nakula Sadewa.

3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu An.A mengatakan bahwa An.A pernah sakit disentri saat usia 1

tahun, kejang demam saat usia 3 tahun, dan maag saat usia 10 tahun.
42

3.1.4 Riwayat Tumbuh Kembang

Ibu An.A mengatakan bahwa An.A lahir normal cukup bulan,

ditolong bidan, tidak ada penyulit, langsung menangis, BBL 2,8 kg, PBL 49

cm. Riwayat kuning sebelum usia 1 minggu, namun menghilang sendiri

setelah berjemur dibawah sinar matahari. Tidak ada riwayat biru. Mendapat

ASI eksklusif selama 6 bulan lanjut sampai usia 2 tahun dan mulai makan

makanan halus sejak anak usia 8 bulan. Anak bisa duduk saat usia 7 bulan,

bisa berjalan dan berbicara saat usia 18 bulan. Tumbuh kembang anak

normal sesuai usianya dan tidak ada keterlambatan tumbuh kembang.

3.1.5 Riwayat Imunisasi

Ibu An.A mengatakan bahwa An.A mendapat imunisasi dasar

lengkap. Sudah vaksin covid hingga booster 1.

3.1.6 Riwayat Alergi

Ibu An.A mengatakan bahwa An.A tidak mempunyai alergi

terhadap makanan, minuman, maupun obat-obatan.

3.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga

An.A merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Sepupu An.A

menderita demam berdarah 1 minggu yang lalu dan tempat tinggal mereka

berada di satu area/ satu RT

3.1.8 Riwayat Kesehatan Lingkungan


43

An.A tinggal bersama kedua orangtuanya dan adik perempuannya

di perkampungan yang padat penduduk. Jarak antar rumah warga saling

berdekatan. Keluarga mengatakan bahwa rumahnya bersih, nyaman, dan

tertata rapi. Menggunakan air PDAM untuk segala aktivitas mandi maupun

mencuci pakaian. Minum menggunakan air mineral yang direbus dulu

sampai mendidih. Tetapi area di sekitar rumah mereka kurang terjaga

kebersihannya. Dan 1 minggu yang lalu ada yang terkena DHF.

3.1.9 Riwayat Gizi

Saat ini BB An.A: 42 kg, TB: 157 cm, BBI:91,98%. An.A dalam

kondisi gizi baik. Nafsu makan baik, tidak mual muntah, frekuensi makan

teratur, 1 porsi habis, dan tidak alergi terhadap makanan maupun minuman.

3.1.10 Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath: Sistem Respirasi)

Fungsi penciuman baik, tidak terpasang alat bantu nafas, tidak ada

pernafasan cuping hidung, pola pernafasan teratur, lubang hidung kanan-

kiri simetris, keadaan hidung bersih, tidak ada penumpukan secret, tidak ada

mimisan, bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi

otot dinding dada, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada odem, irama

nafas teratur, tidak ada dispneu, RR:20 x/menit, SPO2 98%, suara perkusi

paru sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.

B2 (Blood: Sistem Kardiovaskuler)


44

Tidak ada pembesaran vena jugularis, arteri karotis, kelenjar tiroid.

Konjungtiva anemis, CRT 1 detik, frekuensi nadi 104 x/menit, irama regular

dan kuat. S:380C , TD: 100/60mmHg, irama jantung teratur, bunyi jantung

normal, s1s2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada nyeri

dada, tidak ada lesi, tidak ada odem, tidak ada sianosis.

B3 (Brain: Sistem Persyarafan)

Keadaan umum cukup baik, tingkat kesadaran composmentis, GCS

4-5-6, pupil isokor, sclera putih, ada refleks pupil terhadap cahaya, fungsi

penglihatan dan pendengaran baik, tidak ada kejang, tidak ada kaku kuduk,

tidak ada parese/paralisis.

B4 (Bladder: Sistem Perkemihan)

Genetalia bersih, tidak terpasang kateter urin, tidak ada distensi

kandung kemih, tidak ada nyeri tekan abdomen, frekuensi BAK 5-6 kali

sehari, pola teratur, warna kuning jernih, konsistensi cair, jumlah urine 2500

ml/24 jam.

B5 (Bowel: Sistem Pencernaan)

Mukosa bibir lembab, keadaan rongga mulut bersih, tidak ada

stomatitis, tidak ada gusi berdarah, tidak ada caries gigi, tidak ada faringitis,

tidak ada 44plenomegal. Nafsu makan cukup baik, porsi makan habis ¾

porsi, tidak ada nyeri telan, tidak ada mual-muntah. Pasien mengeluh nyeri

perut ulu hati, seperti diremas-remas, skala nyeri 3 dari 10 (nyeri ringan),
45

nyeri hilang timbul sewaktu-waktu, dan menghilang dengan istirahat. Ada

nyeri tekan abdomen region epigastrik. Tidak ada diare, frekuensi BAB 1

kali, konsistensi berampas, warna kuning tenggili.

B6 (Bone: Sistem Muskuloskeletal dan Integumen)

Pasien mengatakan pegal seluruh tubuh, badan terasa agak lemas,

nyeri otot dan sendi. Mobilisasi dibantu sebagian, pergerakan sendi bebas,

kekuatan otot normal, tonus otot 4. Keadaan kulit bersih, warna kuning

langsat, keadaan kuku bersih, warna merah muda, turgor kulit baik, tidak

ada lesi, tidak ada sianosis. Terdapat ptechie di polar lengan bawah kiri.

Terpasang infus RLD5 2000 ml/24 jam 28 tpm di tangan kiri, infus menetes

lancar.

3.1.11 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan radiologi (foto thoraks AP/PA lateral kanan-kiri) pada

11 April 2022 Pukul 19.42 yaitu tidak ditemukan adanya kelainan pada

COR dan Pulmo.

Pemeriksaan Laboratorium

No.RM : 12.92.7x.xx Tanggal: 11 April 2022, 19.15 WIB


Nama : An.A
Umur : 12th 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nyamplungan
Dokter pngirim : dr. A

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
46

Hb 15,1 g/dL 11,0-14,7


RBC 5,17 10^6/UL 3,69-5,46
HCT 44 % 35,2-46,7
WBC 3,83 10^3/UL 3,37-10,0
PLT L 24 10^3/UL 150-450

Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,1 10^3/UL -
Neutrofil 1,27 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,8 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 17,2 % 4,3-10,10
Monosit# 0,66 10^3/UL 0,16-1
MCV L 85,1 fL 86,7-102,3
MCH 29,2 pg 27,1-32,4
MCHC 34,3 g/L 29,7-33,1

Kimia Darah
Natrium L 135 mmol/L 136-145
Kalium L 3,6 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 99 mmol/L 98-107
Kalsium 8,88 mg/dL 8,5-10,1

BUN 7 mg/dL 7-18


Kreatinin 0,87 mg/dL 0,6-1,3
Albumin 4,04 g/dL 3,4-5,0
SGPT 27 U/L 0-35
SGOT H 66 U/L 0-35
GDA 228 mg/dL 100-126

Rapid Test
Antigen Negatif - negatif
47

Pemeriksaan Laboratorium

No.RM : 12.92.7x.xx Tanggal: 12 April 2022, 06.26 WIB


Nama : An.A
Umur : 12th 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nyamplungan
Dokter pngirim : dr. A

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hb 14,1 g/dL 11,0-14,7
RBC 4,94 10^6/UL 3,69-5,46
HCT 41 % 35,2-46,7
WBC 4,1 10^3/UL 3,37-10,0
PLT L 32 10^3/UL 150-450

Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,02 10^3/UL -
Neutrofil L 0,75 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 2,7 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 15,1 % 4,3-10,10
Monosit# 0,62 10^3/UL 0,16-1
MCV L 83 fL 86,7-102,3
MCH 28,5 pg 27,1-32,4
MCHC H 34,4 g/L 29,7-33,1
48

Pemeriksaan Laboratorium

No.RM : 12.92.7x.xx Tanggal: 13 April 2022, 06.26 WIB


Nama : An.A
Umur : 12th 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nyamplungan
Dokter pngirim : dr. A

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hb 13,8 g/dL 11,0-14,7
RBC 4,83 10^6/UL 3,69-5,46
HCT 41,9 % 35,2-46,7
WBC 5,22 10^3/UL 3,37-10,0
PLT L 27 10^3/UL 150-450

Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,04 10^3/UL -
Neutrofil L 1,3 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 3,28 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 11,3 % 4,3-10,10
Monosit# 0,59 10^3/UL 0,16-1
MCV 86,7 fL 86,7-102,3
MCH 28,6 pg 27,1-32,4
MCHC H 32,9 g/L 29,7-33,1
49

Pemeriksaan Laboratorium

No.RM : 12.92.7x.xx Tanggal: 14 April 2022, 07.44 WIB


Nama : An.A
Umur : 12th 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nyamplungan
Dokter pngirim : dr. A

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hb 11,6 g/dL 11,0-14,7
RBC 4,06 10^6/UL 3,69-5,46
HCT L 34,7 % 35,2-46,7
WBC L 2,38 10^3/UL 3,37-10,0
PLT L7 10^3/UL 150-450

Hitung Jenis
Eosinofil 0,02 10^3/UL -
Basofil 0,01 10^3/UL -
Neutrofil L 0,64 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,56 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit 6,3 % 4,3-10,10
Monosit# L 0,15 10^3/UL 0,16-1
MCV L 85,5 fL 86,7-102,3
MCH 28,6 pg 27,1-32,4
MCHC H 33,4 g/L 29,7-33,1

SGPT 24 U/L 0-35


SGOT H 63 U/L 0-35
50

Pemeriksaan Laboratorium

No.RM : 12.92.7x.xx Tanggal: 15 April 2022, 09.50 WIB


Nama : An.A Dokter pngirim : dr. A
Umur : 12th 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nyamplungan

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hb 12,5 g/dL 11,0-14,7
RBC 4,29 10^6/UL 3,69-5,46
HCT 36,3 % 35,2-46,7
WBC 3,89 10^3/UL 3,37-10,0
PLT L 95 10^3/UL 150-450

Hitung Jenis
Eosinofil 0,03 10^3/UL -
Basofil 0,01 10^3/UL -
Neutrofil L 1,47 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,8 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 14,9 % 4,3-10,10
Monosit# 0,58 10^3/UL 0,16-1
MCV L 84,6 fL 86,7-102,3
MCH 29,1 pg 27,1-32,4
MCHC H 34,4 g/L 29,7-33,1

Kimia Darah
Natrium 143 mmol/L 136-145
Kalium 3,8 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 104 mmol/L 98-107
Kalsium L 8,2 mg/dL 8,5-10,1
BUN L3 mg/dL 7-18
Kreatinin L 0,52 mg/dL 0,6-1,3
Albumin 3,52 g/dL 3,4-5,0
SGPT 29 U/L 0-35
SGOT H 48 U/L 0-35
GDA L 93 mg/dL 100-126

Ig G anti-dengue - - -
Ig M anti-dengue - - -

3.1.12 Terapi Medis

1. Infus RLD5 2000 ml/24 jam

2. Drip Paracetamol 500 mg bila suhu >380C


51

ANALISA DATA

No Pengelompokan Data Etiologi Problem


1 DS: An.A mengatakan Proses infeksi virus Hipertermia
badannya panas, panas dengue
naik-turun sejak hari Rabu
DO: Viremia
- Panas hari ke-7
- Akral terasa hangat Aktivasi kompleks
- TTV: Antigen-Antibodi
TD= 108/57 mmHg.
N= 104 x/menit. Pelepasan zat pirogen
o
S= 38 C
RR= 22 x/menit Mengacaukan set point
hipotalamus

Termoregulasi tak
stabil

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

2 DS: An.A mengatakan Proses infeksi virus Nyeri akut


nyeri ulu hati, seperti dengue
diremas-remas, skala nyeri
3/10 (nyeri ringan), nyeri Viremia
hilang timbul dan
menghilang dengan Kontak dengan
istirahat Antibodi
DO:
- Ekspresi wajah Reaksi virus Ag-Ab
menahan sakit
- Nyeri tekan abdomen Aktivasi komplemen
regio epigastrik C3-C5
- TTV:
TD= 108/57 mmHg. Pelepasan
N= 104 x/menit. neurotransmitter
S= 38oC (histamin, bradikinin,
RR= 22 x/menit prostaglandin)

Berikatan dengan
reseptor nyeri

Impuls nyeri masuk ke


thalamus

Nyeri akut
52

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi virus dengue),

dibuktikan dengan:

- An.A mengeluh badannya panas, panas naik-turun sejak hari Rabu.

- Panas hari ke-8

- Akral terasa hangat

- TTV: TD=108/57mmHg, N=104x/menit, S=380C, RR=22x/menit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (proses infeksi virus

dengue), dibuktikan dengan:

- An.A mengeluh nyeri ulu hati, seperti diremas-remas, skala nyeri 2/10

(nyeri ringan), nyeri hilang timbul dan menghilang dengan istirahat.

- Ekspresi wajah menahan nyeri

- Nyeri tekan abdomen region epigastric

- TTV: TD=108/57mmHg, N=104x/menit, S=380C, RR=22x/menit

3.2.1 Prioritas Masalah

Tanggal
No Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1 Hipertermia 12-4-2022 12-4-2022

2 Nyeri akut 12-4-2022 14-4-2022


53

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Hipertermia Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab
tindakan keperawatan hipertermia
selama 1x2 jam, 2. Beri kompres air biasa di
diharapkan suhu tubuh area lipatan tubuh (dahi,
dalam rentang normal. leher, ketiak)
3. Anjurkan klien untuk
Kriteria hasil: banyak minum
1. TTV dalam batas 4. Anjurkan klien tidak
normal memakai selimut atau
2. Akral HKM pakaian tebal
5. Tingkatkan sirkulasi
udara
6. Observasi TTV terutama
suhu tubuh
7. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
intravena

2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi karakteristik


tindakan keperawatan nyeri
selama 3x24 jam, 2. Identifikasi faktor yang
diharapkan klien dapat memperberat dan
mengontrol nyeri. memperingan nyeri
3. Ajarkan teknik non-
Kriteria hasil: farmakologis (relaksasi
1. Tidak ada keluhan nafas dalam)
nyeri 4. Monitor tanda-tanda vital
2. Skala nyeri 0
3. TTV dalam batas
normal
4. Klien dapat
meningkatkan
kemampuan
menggunakan teknik
non-farmakologis
dalam mengontrol
nyeri
54

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. No Waktu Implementasi Paraf


Dx
1 1 12-4-2022
10.00 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia Erna
Respon: An.A mengatakan badannya panas naik-turun
sejak hari Rabu

10.05 2. Memberi kompres air biasa di area lipatan tubuh (dahi


dan ketiak)
Respon: An.A dan orangtua kooperatif

10.10 3. Menganjurkan klien untuk banyak minum


Respon: ibu An.A mengatakan bahwa anaknya minum
1,5-2 liter per hari

10.15 4. Menganjurkan klien untuk tidak memakai selimut dan


pakaian tebal
Respon: An.A mematuhi anjuran perawat untuk
menggunakan selimut dan pakaian tipis

10.20 5. Meningkatkan sirkulasi udara


Respon: keluarga menyalakan kipas angin dekat pasien

11.00 6. Melakukan observasi suhu tubuh


Respon: suhu An.A=37,2x/menit

12.00 7. Melakukan kolaborasi dalam pemberian cairan


intravena
Respon: memberikan Infus RLD5 2000 ml/24 jam

2 2 13-4-2022
08.30 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri. Erna
Respon: An.A mengatakan nyeri perut bagian ulu
hati, nyeri seperti diremas-remas, skala nyeri 3/10
(nyeri ringan), nyeri yang dirasa hilang-timbul.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat dan


08.45 memperingan nyeri.
Respon: An.A mengatakan bahwa nyeri bertambah
berat jika banyak beraktivitas, nyeri bekurang jika
istirahat. Ibu An.A mengatakan bahwa An.A
mempunyai penyakit maag sejak usia 10 tahun,
kambuh bila An.A kecapekan dan berkurang bila
minum obat Antasida Doen.
55

No. No Waktu Implementasi Paraf


Dx
09.00 3. Mengajarkan teknik non-farmakologis (latihan nafas
dalam).
Respon: An.A mampu melakukan latihan nafas dalam
dengan baik dan benar. An.A mampu mempraktikkan
ketika nyeri tiba-tiba dirasa, sehingga nyeri sedikit
berkurang.

13.00 4. Memonitor tanda-tanda vital


Respon: An.A bersedia diukur tanda-tanda vitalnya
TD: 108/57mmHg, S:37x/menit, N:104x/menit,
RR:22x/menit, SPO2:99%

3 2 13-4-2022
10.00 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri. Erna
Respon: An.A mengatakan nyeri perut bagian ulu hati
sedikit berkurang, nyeri terkadang seperti diremas-
remas, skala nyeri 2/10 (nyeri ringan), nyeri yang
dirasa hilang-timbul.

12.00 2. Memonitor tanda-tanda vital.


Respon: An.A bersedia diukur tanda-tanda vitalnya
TD: 100/60mmHg, S:36,8x/menit, N:112x/menit,
RR:22x/menit, SPO2:98%

4 2 14-4-2022 Erna
10.00 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri.
Respon: An.A mengatakan sudah tidak nyeri ulu hati
lagi, skala nyeri 0.

12.00 2. Memonitor tanda-tanda vital.


Respon: An.A bersedia diukur tanda-tanda vitalnya
TD: 100/60mmHg, S:36,2x/menit, N:92x/menit,
RR:20x/menit, SPO2:99%
56

3.5 EVALUASI

No. No Waktu Evaluasi Paraf


Dx
1 1 Selasa S: An.A mengatakan bahwa badannya sudah tidak Erna
12-4-2022 panas lagi.
14.00 O: Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, gcs
456, akral HKM, nafas spontan, infus menetes lancar,
TD: 108/57mmHg, S:37x/menit, N:104x/menit,
RR:22x/menit, SPO2:99%, akral HKM.
A: Masalah keperawatan hipertermia telah teratasi
P: Intervensi keperawatan hipertermia dihentikan

2 2 Selasa S: An.A mengatakan bahwa perutnya sedikit Erna


12-4-2022 berkurang dan dapat beristirahat.
14.00 O: Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, gcs
456, akral HKM, nafas spontan, infus menetes lancar,
TD: 108/57mmHg, S:37x/menit, N:104x/menit,
RR:22x/menit, SPO2:99%, skala nyeri 3, ada nyeri
tekan epigastrik, klien dapat beristirahat.
A: Masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan nomor 1 dan 4

2 3 Rabu S: An.A mengatakan bahwa perutnya sedikit Erna


13-4-2022 berkurang dan dapat beristirahat.
14.00 O: Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, gcs
456, akral HKM, nafas spontan, infus menetes lancar,
TD: 100/60mmHg, S:36,8x/menit, N:112x/menit,
RR:22x/menit, SPO2:98%, skala nyeri 2, ada nyeri
tekan epigastrik, klien dapat beristirahat.
A: Masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan nomor 1 dan 4

2 4 Kamis S: An.A mengatakan bahwa perutnya sudah tidak sakit Erna


14-4-2022 lagi, skala nyeri 0 dan dapat beristirahat.
12.00 O: Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, gcs
456, akral HKM, nafas spontan, infus menetes lancar,
TD: 110/70mmHg, S:36,2x/menit, N:92x/menit,
RR:20x/menit, SPO2:99%, skala nyeri 0, tidak ada nyeri
tekan epigastrik, klien dapat beristirahat.
A: Masalah keperawatan nyeri akut telah teratasi.
P: Intervensi keperawatan dihentikan dan pasien KRS
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini akan membahas tentang adanya kesesuaian

maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan

kasus Dengue Fever with warning sign yang telah dilakukan sejak tanggal 12 April

2022 hingga 14 April 2022 di Ruang Nakula Sadewa RSUD. Dr. Soetomo

Surabaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik

saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah

sakit (Widyorini et al, 2017).

Berdasarkan hasil pengkajian pada Selasa 12-4-2022, ibu An.A mengatakan

bahwa anaknya demam sejak hari Rabu minggu lalu, demam naik-turun, suhu

tertinggi 39,30C dan sekarang sudah tidak demam namun mengeluh nyeri perut ulu

hati. Menurut Rampengan (2018) demam bifasik terjadi secara mendadak selama

2-7 hari (38-40°C) dengan sebab yang tidak jelas kemudian turun menuju suhu

normal lalu naik kembali dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik.

Nasronudin (2021) menjelaskan bahwa salah satu petanda penting yang perlu

dikenali pada penyakit DHF adalah gejala demam. Gejala demam bersifat khas

yaitu demam tinggi, berlangsung 2-7 hari, tipe demam menyerupai punggung

pelana kuda.

58
59

Soegijanto (2018) menjelaskan bahwa didalam tubuh manusia, virus dengue

akan bereaksi dengan antibodi membentuk kompleks virus-antibodi, virus

berkembang-biak dan menyebar melalui sirkulasi darah (viremia), kemudian virus

akan melepas zat anafilatoksin dan mengacaukan termoregulasi sehingga pasien

akan mengalami keluhan demam dan nyeri perut. Berdasarkan hal tersebut, dapat

diambil kesimpulan bahwa keluhan utama yang ditemukan pada An.A tidak

berbeda dengan tinjauan pustaka dimana pasien mengeluh demam sejak 7 hari yang

lalu dengan tipe demam naik-turun, dan bebas demam setelah hari ke-7 sehingga

tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan realita yang ditemukan pada keluhan

utama.

Pada tinjauan pustaka, alasan yang menyebabkan pasien harus menjalani

rawat inap di rumah sakit karena data laboratorium menunjukkan bahwa pasien

positif menderita DHF dan mengalami kekurangan cairan. Hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukkan bahwa An.A mengalami trombositopenia hingga kadar

7000/uL, namun tidak mengalami lekopenia dan hemokonsentrasi. Selain itu An.A

juga sempat mengalami kejang karena trombositopenia. Kejang 1 kali dengan

durasi 5 menit. Kaku seluruh tubuh saat kejang, mata melirik keatas, tidak sadar

sesaat setelah kejang, lalu kembali sadar penuh kurang dari 5 menit.

Menurut Nasronudin (2021) trombositopenia, leukopenia dan

hemokonsentrasi merupakan keadaan yang hampir selalu muncul pada infeksi virus

dengue. Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi

yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler. Sedangkan

trombositopenia terjadi akibat penurunan produksi trombosit oleh sumsum tulang,


60

peningkatan destruksi trombosit, agregasi trombosit oleh endotel vaskuler yang

rusak, dan pemakaian trombosit berlebih.

Temuan kasus ini ternyata berbeda dengan tinjauan pustaka dimana data

laboratorium menunjukkan bahwa pasien positif menderita DHF yang ditandai

dengan adanya trombositopenia namun kadar hematokrit dan leukosit masih dalam

batas normal. Berdasarkan hal tersebut ternyata terdapat kesenjangan antara teori

dengan realita. Hal ini mungkin disebabkan karena An.A mendapatkan penanganan

yang tepat dan segera.

Pada tinjauan pustaka riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga

yang lain sangat menentukan karena penyakit DHF adalah penyakit yang dapat

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. Menurut Soegijanto

(2021) DHF dapat menyerang semua orang tanpa terkecuali. Pada tinjauan kasus,

ibu pasien mengatakan bahwa didalam keluarga ada yang menderita demam

berdarah 1 minggu yang lalu yaitu sepupu An.A dan sering bermain dirumah

pasien. Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut, temuan kasus ini ternyata

tidak berbeda dengan tinjauan pustaka dimana dalam teori disebutkan bahwa DHF

dapat menyerang semua orang tanpa terkecuali, sehingga didalam riwayat

kesehatan keluarga tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan realita.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Pada tinjauan pustaka terdapat 12 diagnosa keperawatan, sementara pada

tinjauan kasus ditemukan 2 diagnosa keperawatan yaitu hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit (infeksi virus dengue) dan nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis (proses infeksi virus dengue). Berdasarkan temuan


61

diagnosa keperawatan di lapangan ternyata tidak terdapat kesenjangan antara

tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, hanya saja prioritas diagnosa keperawatan

berbeda karena disesuaikan dengan kondisi pasien pada saat pengkajian.

4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan disusun pada setiap diagnosa yang muncul sesuai

dengan masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien. Rencana keperawatan

tersebut memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai penilaian atau evaluasi terhadap

pencapaian keberhasilan dari suatu tindakan dalam meningkatkan derajat

kesehatan. Intervensi keperawatan yang disusun pada tinjauan kasus menyesuaikan

kondisi tempat penelitian serta kondisi pasien yang sebenarnya.

4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi perencanaan yang telah disusun. Pelaksanaan

pada tinjauan pustaka belum dapat direalisasikan karena hanya membahas

mengenai teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada tinjauan kasus, pelaksanaan

telah disusun dan direalisasikan pada klien disertai adanya pendokumentasian.

Pelaksanaan keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi. Dalam

pelaksanaan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena mendapat

bimbingan dari perawat maupun tim kesehatan lainnya. Selain itu klien dan

keluarga bersikap kooperatif terhadap perawat maupun tim kesehatan lainnya

sehingga pelaksanaan keperawatan dapat dilakukan berdasarkan intervensi yang

telah dibuat, namun tidak semua pelaksanaan dari rencana keperawatan pada

tinjauan pustaka dapat dilaksanakan secara optimal pada tinjauan kasus.


62

Berdasarkan hal tersebut ternyata terdapat perbedaan antara pelaksanaan

tindakan keperawatan pada tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, karena dalam

tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan keperawatan pada pasien

sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi sesungguhnya yang

telah disesuaikan dengan kondisi pasien dan masalah yang ditemukan secara realita.

4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dalam tinjauan kasus dilakukan berdasarkan tujuan &

kriteri hasil yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan kondisi pasien serta

masalah yang telah ditemukan. Hasil akhir evaluasi keperawatan pada masing-

masing pasien dalam tinjauan kasus menyebutkan bahwa masalah dapat teratasi,

hanya saja waktu pencapaiannya berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi

dan masalah yang telah ditemukan.

Berdasarkan hal tersebut ternyata terdapat perbedaan antara evaluasi

keperawatan yang terdapat pada tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, karena

dalam tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan keperawatan pada

pasien sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi sesungguhnya

yang telah disesuaikan dengan kondisi dan respon pasien serta masalah yang

ditemukan secara realita.


BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan kasus di lapangan ternyata tidak terdapat kesenjangan yang

signifikan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Hal ini karena disesuaikan dengan

kondisi dan respon pasien serta masalah yang ditemukan secara realita. Adapun

perbedaan karena dalam tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan

keperawatan pada pasien sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi

sesungguhnya.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang

pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Dengue Haemorrhagic

Fever (DHF). Sedangkan bagi peneliti lain bisa bermanfaat menambah

wawasan serta menjadi acuan atau bahan pertimbangan untuk melakukan

penelitian berikutnya.

5.2.2 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit khususnya dalam pelayanan keperawatan agar dapat

meningkatkan kinerja dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) secara professional dan

komprehensif di Ruang Nakula Sadewa RSUD. Dr. Soetomo Surabaya.

63
64

5.2.3 Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

5.2.4 Bagi Klien dan Keluarga

Diharapkan dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga

mengenai penyakit DHF sehingga klien dan keluarga dapat segera mendeteksi

dan melakukan tindakan penanganan secara tepat.


65

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–77.

Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever : Epidemiology , Pathogenesis ,


and Its Transmission Risk Factors.” 2(2): 110–19.

Hidayat, A.A. 2017. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Dalam Dripa Sjahbana
(Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2019.
Laporan Nasional Dinas Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2016.
Info Datin. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Anak Indonesia. Jakarta: Pemberdayaan,


Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. 2016. Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko
Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Mubin, A.H. 2020. Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam, Diagnosis &
Terapi. Jakarta: EGC.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Nasronudin. 2021. Penyakit Infeksi di Indonesia dan Solusi Kini Mendatang.


Surabaya: Airlangga University Press.

Ngastiyah. 2022. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.”


15(5).

Pare, Guillaume et al. 2020. “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and
Dengue Fever in Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584.
https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.
66

Rampengan. 2021. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC.

Rampengan. 2018. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever. SDKI DPP PPNI.


2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. SIKI DPP PPNI. 2018.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Soedarto. 2020. Virologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto.

Soedarto. 2018. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Soegijanto, S. 2018. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University


Press.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

Suriadi & Yuliani, R. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto.

Tedi Mulyadi. 2015. Komponen Sistem Peredaran Darah. Jakarta.

Wang, Wen-hung et al. 2019. “International Journal of Infectious Diseases A


Clinical and Epidemiological Survey of the Largest Dengue Outbreak in
Southern Taiwan in 2015.” International Journal of Infectious Diseases
88: 88–99. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.09.007.

WHO. 2020. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic


Fever.
Widyorini, Prasti, Kintan Arifa Shafrin, Nur Endah Wahyuningsih, and Retno
Murwani. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) Incidence Is
Relatedto Air Temperature , Rainfall and Humidity of the Climate in
Semarang City, Central Java , Indonesia.” (July 2018): 8–13.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.
Wowor, Mariana S, Mario E Katuuk, and Vandri D Kallo. 2017.
“Efektivitas Kompres Air Suhu Hangat Dengan Kompres Plester
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di
Ruang Anak Rs Bethesda Gmim Tomohon.” e-Journel Kperawatan
(eKp) 5(2): 8.

Wijaya, A.S. & Putri, Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Dewasa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
67

World Health Organization. 2020. Panduan Lengkap Pencegahan & Pengendalian


Dengue & Demam Berdarah. Terjemahan oleh Palupi Widyastuti. Dalam
Salmiyatun (Ed.). Jakarta: EGC.

Yuliastati Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai