Studi Kasus ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan
Masa Orientasi CPNS 2022 Pemerintah Provinsi Jawa Timur di
RSUD. Dr. Soetomo Surabaya
i
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sampai saat ini penyakit DHF (Dengue Haemoragic Fever) masih menjadi
dengue terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya pada kasus
anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Penyakit DHF (Dengue Haemorragic
Fever) jika tidak mendapat perawatan yang memadai dapat mengalami perdarahan
yang hebat, syok dan dapat menyebabkan kematian. Angka kematian penyakit
tersebut masih sangat tinggi, terutama pada penderita yang datang terlambat dengan
didaerah tropis. Wilayah yang melaporkan kasus DHF di Indonesia juga mengalami
meningkat. Tahun 2016 hanya 200 kabupaten/kota saja, sedangkan tahun 2018
menjadi 350 kabupaten/kota dan pada tahun 2020 mencapai 464 kabupaten/kota
(Soedarto 2020).
bahwa terdapat 49.486 penderita dan 403 orang meninggal dunia (CFR 0,81%).
1
2
penderita DHF pada Januari 2021 sebanyak 71 orang tapi pada bulan berikutnya
meningkat menjadi 115 orang. Hasil penelitian yang dilakukan di Irna Anak RSDS
pada Maret dan April 2019 diperoleh data 135 penderita DHF anak dan 38
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty betina. Penyakit ini dapat
virus dengue tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
penderita, antara lain dari faktor manusia, lingkungan, dan penyebab penyakit
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoksia jaringan bahkan kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya
pengobatan dan perawatan bagi penderita yang tidak mampu sesuai program kartu
dan merekrut juru pemantau jentik atau jumantik (Wang et al. 2019).
Selain itu untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif untuk mencegah
Sementara itu upaya kuratif untuk semua kasus DHF harus segera
mendapatkan perawatan medis agar penderita tidak mengalami kondisi yang lebih
buruk yaitu dengan pemberian cairan melalui intravena maupun oral, mengatasi
meningkatkan daya tahan tubuh penderita dan memantau adanya perdarahan lebih
lanjut sehingga tanda-tanda renjatan dapat segera diatasi dan dapat dicegah. Pada
karena itu, kasus DHF sesuai dengan kriteria WHO harus mendapat perawatan di
dengan Diagnosa Medis Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa
Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo
Surabaya?
1.3 Tujuan
Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
1. Menganalisis hasil pengkajian pada An.A dengan diagnosa medis Dengue With
With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.4 Manfaat
5
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu
dengan Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
1. Bagi Peneliti.
Sedangkan bagi peneliti lain bisa bermanfaat menambah wawasan serta menjadi
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelayanan
dengan Dengue With Warning Sign di Ruang Nakula Sadewa RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty betina yang dapat
(Soedarto 2020).
yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF
bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia
(Artropod Born Virus) yang disebabkan oleh virus dengue akibat gigitan nyamuk
Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus dan dapat berakibat fatal dalam waktu
demam, nyeri otot dan nyeri sendi, serta perdarahan spontan yang disertai ruam
atau tanpa ruam bahkan pada keadaan yang serius bisa muncul perdarahan dan
6
7
2.1.2 Klasifikasi
Demam bifasik (saddle back fever) 2-7 hari, uji tourniquet (rumpel-leede)
positif, sefalgi hebat, nyeri retroorbital, nyeri otot (mialgia), nyeri tulang/sendi,
mual, muntah, penurunan nafsu makan, mungkin ada perdarahan spontan dengan
Gejala klinis pada derajat I disertai perdarahan spontan pada umumnya di kulit
Gejala klinis pada derajat II disertai syok dengan atau tanpa hepatomegali.
cepat dan lemah, sianosis, CRT >2detik. Perlu perawatan intensif di rumah sakit.
Ditemukan tanda-tanda syok berat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
2.1.3 Etiologi
maupun Aedes Albopictus. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang
2. Berwarna hitam-putih.
3. Menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
4. Hidup di tempat yang gelap dan lembab dalam rumah yaitu tempat
penampungan air jernih seperti bak mandi, ember, drum, tempayan, vas bunga,
burung, perangkap semut, tempat penampungan air hujan yang bersih seperti
2.1.4 Patofisiologi
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti betina sebagai vektor
yang menularkan penyakit DHF ke tubuh manusia melalui gigitan. Masa inkubasi
3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Jika nyamuk Aedes Aegypty betina menggigit orang
yang telah terinfeksi virus dengue, maka virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh
nyamuk bersamaan dengan darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus
sebagian besar berada di kelenjar liur nyamuk. Selanjutnya, saat nyamuk menggigit
orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan agar darah yang akan dihisap
tidak membeku, saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain (Murwani 2018).
sirkulasi darah (viremia). Virus akan melepas zat anafilaktosin sehingga pasien
akan mengalami keluhan dan gejala seperti demam dengan atau tanpa disertai ruam,
sakit kepala, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal seluruh badan, hiperemi
tenggorokan, nyeri telan, mual, muntah, tidak nafsu makan, dan kelainan yang
mungkin terjadi seperti pembesaran hati, ginjal, dan kelenjar getah bening. Adanya
ruam disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit (Soegijanto 2018).
dengan tipe virus yang berlainan, berdasarkan hal tersebut maka terjadilah infeksi
menyebabkan syok hipovolemik, jika tidak teratasi bisa terjadi anoksia jaringan,
demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat, volume plasma dapat menurun sampai kurang lebih 30% dan berlangsung
pleura, dan perikardium melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
bahkan bisa mengalami syok dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
2.1.5 Pathway
1. Demam
Demam bifasik terjadi secara mendadak selama 2-7 hari (38-40°C) dengan sebab
yang tidak jelas kemudian turun menuju suhu normal lalu naik kembali dan hampir
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit. Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniket positif, petekie, purpura,
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3-7 bahkan hari ke-10 sejak sakitnya
cepat dan lemah, akral dingin dan lembab, sianosis disekitar mulut, ujung hidung,
jari tangan dan kaki, CRT >2 detik, disertai penurunan kesadaran (letargi/gelisah).
Ditemukan tanda-tanda syok berat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
terukur, akral dingin, hemokonsentrasi, hipoksia, dispneu). Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk (Soegijanto 2018).
5. Trombositopenia
6. Leukopenia
7. Hemokonsentrasi
8. Timbulnya beberapa gejala klinis yang menyertai, seperti: malaise, mual, muntah,
penurunan nafsu makan, konstipasi, diare, nyeri abdomen bagian epigastrik (nyeri
ulu hati), nyeri kepala retroorbital, nyeri otot (myalgia) dan nyeri sendi (arthralgia),
1. Darah Lengkap
mmq/l).
8) Kimia darah :
2. Urine
3. Sumsum tulang
4. Pemeriksaan serologi
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
pada manifestasi reaksi Ag-Ab yang didapatkan saat MRS (akut) dan KRS
(konvalesen). Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan
ditandai oleh evolusi lambat antibodi HI, dengan kadar rendah atau tak
terdeteksi pada serum fase akut yang diambil sebelum hari kelima. Respon
sekunder ditandai oleh evolusi cepat antibodi HI. Pada tes positif terdapat
peningkatan titer empat kali lipat atau lebih dengan titer puncak >1:1280 pada
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi. Setelah infeksi primer,
dengue. Titer antibodi penetralisasi yang paling tinggi pada serum konvalesen
Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di
dalam serum penderita. Sampel sera dikumpulkan pada interval hari 1-2 fase
akut atau pada hari 2-3 penurunan suhu tubuh. Pada infeksi primer
Menurut WHO (2020) hasil uji dikatakan positif jika tampak 20 atau lebih peteki
pada polar lengan bawah. Normal peteki pada bagian polar tangan muncul dalam
lingkaran berdiameter 5cm yang terletak 4cm dibawah lipatan siku berjumlah <5
2.1.8 Komplikasi
2. Overhidrasi.
abdomen, hipertensi, takkikardi, CRT >2detik, ronkhi pada kedua lapang paru.
Menyebabkan edema paru akut, efusi pleura, gagal jantung kongestif, gagal
4. Penurunan kesadaran.
Karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor maka tubuh kekurangan darah
7. DHF/DSS dengan manifestasi yang tak lazim seperti adanya infeksi penyerta,
saluran kemih.
2.1.9 Pencegahan
Vaksin pencegahan DHF hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan
2. Gerakan 3M Plus
biaknya nyamuk.
3. Pemberantasan vektor:
2) Fogging (pengasapan).
3) Abatisasi
abate dengan dosis (1 sendok makan peres atau 1 gram/10 liter air).
2.1.10 Penatalaksanaan
plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017).
1. Medis
1) Tirah baring.
Jenis minnuman: air putih, susu, teh manis, sirup, jus buah, oralit.
7) Observasi intake-output
1) Pasang infus cairan kristaloid dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah
renjatan diatasi.
2) Jika tidak ada perbaikan maka berikan cairan koloid plasma dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi, evaluasi tiap jam.
4) Observasi Hb, HCT, PCV berkala minimal tiap 24 jam untuk derajat I dan
2. Keperawatan
19
3) Kolaborasi pemberian O2
atau kondisi klinis memburuk, ganti dengan cairan koloid dan evaluasi
5) Bila dengan cairan kristaloid dan koloid syok belum teratasi, kadar HCT
10) Observasi TTV tiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi.
Semua tahapan tersebut berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan, saling
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
1. Identitas
1) Identitas Pasien
diagnosa medis. Semua orang dapat terserang DHF baik dewasa maupun
2) Identitas Penanggung-jawab
2. Riwayat Kesehatan
tidak mau makan, anak nampak lemah, pusing, tidak nafsu makan, mual-
muntah, nyeri retroorbital, nyeri abdomen, nyeri telan, terdapat bintik merah
pada kulit, dan data laboratorium menunjukkan bahwa pasien positif DHF.
Bila kondisi pasien menunjukkan prognosis yang sangat buruk maka kadang
dan lemah, akral dingin dan lembab, sianosis disekitar mulut, ujung hidung,
dirasakan pasien sampai pada saat pengkajian. Pada pasien DHF biasanya
terjadi demam mendadak (38-40°C) selama 2-7 hari kemudian turun menuju
suhu normal antara hari ke 3-7 lalu naik kembali. Demam kadang disertai
keluhan nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri abdomen kuadran
epigastrik (nyeri ulu hati), nyeri telan, mual, muntah, penurunan nafsu
kasus berat dapat disertai adanya syok seperti hipotensi, nadi cepat dan
tanda-tanda syok berat seperti nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
terukur.
22
ulang virus dengue dengan serotipe virus yang lain sehingga terjadi infeksi
virus dengue. Riwayat adanya anggota keluarga lain yang menderita DHF
sangat menentukan. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang terserang
6) Riwayat Alergi
7) Riwayat Imunisasi
8) Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
Sering terjadi pada lingkungan yang kurang bersih, padat penduduk, kurang
pencahayaan dan sinar matahari yang baik, banyak genangan air, gantungan
3. Pemeriksaan Fisik
Data Subjektif
terdekat yang berhubungan dengan klien, data subjektif yang sering ditemukan
pada klien DHF yaitu: lemah, lesu, letih, demam, nyeri kepala, nyeri telan
tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Nyeri perut bagian kanan atas (nyeri ulu hati).
Data Objektif
Sementara DHF derajat III dan IV pada inspeksi terlihat adanya sianosis
pada ujung jari, bibir, mukosa mulut, pernapasan dangkal dan tidak teratur,
dispneu, epistaksis. Pada perkusi terdengar pekak bila ada efusi pleura. Pada
Pasien mengeluh demam dan nyeri kepala retroorbital. Pada DHF derajat I
dapat terjadi kegagalan sirkulasi dini yaitu akral dingin dan lembab, nadi
24
cepat dan lemah, hipotensi, sianosis pada ujung jari, bibir, dan mukosa
mulut. Pada DHF derajat IV terjadi syok berat yaitu akral dingin dan
lembab, nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur, CRT >2 detik.
Pada DHF derajat I dan II tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
persyarafan. Sementara pada DHF derajat III dan IV pasien nampak gelisah
Produksi urine menurun. Pada DHF derajat III dan IV dapat dijumpai
Pada inspeksi terlihat mukosa bibir kering, lidah kotor, nafsu makan
menurun, porsi makan tidak habis, mual, muntah, nyeri telan, ataupun
perdarahan gusi. Untuk DHF derajat III dan IV mungkin dapat dijumpai
Kondisi pasien lemah, nyeri otot dan sendi, uji tourniquet positif, ada
perdarahan spontan dengan atau tanpa ruam di kulit seperti peteki. Pada
DHF derajat III dan IV turgor kulit menurun, akral dingin, sianosis, pucat
dan berkeringat.
4. Pemeriksaan Penunjang
25
a. Darah Lengkap
8) Kimia darah :
b. Urine
c. Sumsum tulang
d. Pemeriksaan serologi
4. IgG-IgM Elisa.
e. Foto thoraks
6. USG
Menurut WHO (2005) hasil uji dikatakan positif jika tampak 20 atau lebih
peteki pada polar lengan bawah. Normal peteki pada bagian polar tangan
lipatan siku berjumlah <5 atau dalam diameter 2,8 inci terdapat petechie
<10.
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan
dengue), dibuktikan dengan: suhu tubuh diatas normal, kulit merah, takikardi,
mengeluh haus dan badan terasa lemah, tekanan darah menurun, frekuensi nadi
meningkat & lemah, suhu meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa
(D.0023).
antara suplai dan kebutuhan oksigen, dibuktikan dengan: klien mengeluh lelah,
aktivitas (D.0056).
mengeluh pusing, dada berdebar, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur,
(D.0012).
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
Kriteria Hasil :
2) Dispneu menurun
Intervensi:
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
dengue)
Kriteria hasil:
30
1) Menggigil menurun
3) Takikardi menurun
4) Takipneu menurun
Intervensi:
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kriteria hasil:
3) Dehidrasi menurun
Intervensi:
Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
3) Monitor status cairan (turgor kulit, CRT, intake dan output cairan)
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kriteris hasil:
Intervensi:
Observasi
intensitas nyeri
Terapeutik
bermain)
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
Kriteria hasil:
Intervensi:
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kriteria hasil:
4) Hb dan Ht membaik
Intervensi:
Observasi
Terapeutik
Edukasi
konstipasi
Kolaborasi
Kriteria hasil:
kejang meningkat
Intervensi:
Observasi
4) Monitor TTV
6) Identifikasi resiko tinggi jatuh tiap 8 jam atau resiko rendah tiap 24 jam
Terapeutik
Edukasi
gerakan pasien
Kolaborasi
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan, serta membantu klien
asuhan keperawatan yang telah diberikan atau pada tujuan yang ingin dicapai. Pada
evaluasi tentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga
Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana
tercapainya suatu intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap pemberian
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
Dilaksanakan pada hari Selasa, 12 April 2022 Pukul 10.00 WIB di Ruang Nakula
3.1.1 Biodata
Identitas Pasien
Alamat : Nyamplungan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Alamat : Nyamplungan
Pendidikan : SMA
40
41
pemeriksaan lab dan diberi obat penurun demam. Hasil pemeriksaan lab
karena kamar rawat inap anak full sehingga pasien dirujuk ke IGD RSUD.
Dr. Soetomo.
muntah 1x, BAB cair 1x ada ampas, tidak ada lendir dan darah. Nyeri perut
ulu hati. Hasil rumpleede positif, ditemukan 20 atau lebih ptechie pada polar
RR:20x/menit. Kemudian pada hari Selasa 12 April 2022 pukul 07.06 WIB
Ibu An.A mengatakan bahwa An.A pernah sakit disentri saat usia 1
tahun, kejang demam saat usia 3 tahun, dan maag saat usia 10 tahun.
42
ditolong bidan, tidak ada penyulit, langsung menangis, BBL 2,8 kg, PBL 49
setelah berjemur dibawah sinar matahari. Tidak ada riwayat biru. Mendapat
ASI eksklusif selama 6 bulan lanjut sampai usia 2 tahun dan mulai makan
makanan halus sejak anak usia 8 bulan. Anak bisa duduk saat usia 7 bulan,
bisa berjalan dan berbicara saat usia 18 bulan. Tumbuh kembang anak
menderita demam berdarah 1 minggu yang lalu dan tempat tinggal mereka
tertata rapi. Menggunakan air PDAM untuk segala aktivitas mandi maupun
Saat ini BB An.A: 42 kg, TB: 157 cm, BBI:91,98%. An.A dalam
kondisi gizi baik. Nafsu makan baik, tidak mual muntah, frekuensi makan
teratur, 1 porsi habis, dan tidak alergi terhadap makanan maupun minuman.
Fungsi penciuman baik, tidak terpasang alat bantu nafas, tidak ada
kiri simetris, keadaan hidung bersih, tidak ada penumpukan secret, tidak ada
mimisan, bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi
otot dinding dada, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada odem, irama
nafas teratur, tidak ada dispneu, RR:20 x/menit, SPO2 98%, suara perkusi
paru sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
Konjungtiva anemis, CRT 1 detik, frekuensi nadi 104 x/menit, irama regular
dan kuat. S:380C , TD: 100/60mmHg, irama jantung teratur, bunyi jantung
normal, s1s2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada nyeri
dada, tidak ada lesi, tidak ada odem, tidak ada sianosis.
4-5-6, pupil isokor, sclera putih, ada refleks pupil terhadap cahaya, fungsi
penglihatan dan pendengaran baik, tidak ada kejang, tidak ada kaku kuduk,
kandung kemih, tidak ada nyeri tekan abdomen, frekuensi BAK 5-6 kali
sehari, pola teratur, warna kuning jernih, konsistensi cair, jumlah urine 2500
ml/24 jam.
stomatitis, tidak ada gusi berdarah, tidak ada caries gigi, tidak ada faringitis,
tidak ada 44plenomegal. Nafsu makan cukup baik, porsi makan habis ¾
porsi, tidak ada nyeri telan, tidak ada mual-muntah. Pasien mengeluh nyeri
perut ulu hati, seperti diremas-remas, skala nyeri 3 dari 10 (nyeri ringan),
45
nyeri tekan abdomen region epigastrik. Tidak ada diare, frekuensi BAB 1
nyeri otot dan sendi. Mobilisasi dibantu sebagian, pergerakan sendi bebas,
kekuatan otot normal, tonus otot 4. Keadaan kulit bersih, warna kuning
langsat, keadaan kuku bersih, warna merah muda, turgor kulit baik, tidak
ada lesi, tidak ada sianosis. Terdapat ptechie di polar lengan bawah kiri.
Terpasang infus RLD5 2000 ml/24 jam 28 tpm di tangan kiri, infus menetes
lancar.
11 April 2022 Pukul 19.42 yaitu tidak ditemukan adanya kelainan pada
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,1 10^3/UL -
Neutrofil 1,27 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,8 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 17,2 % 4,3-10,10
Monosit# 0,66 10^3/UL 0,16-1
MCV L 85,1 fL 86,7-102,3
MCH 29,2 pg 27,1-32,4
MCHC 34,3 g/L 29,7-33,1
Kimia Darah
Natrium L 135 mmol/L 136-145
Kalium L 3,6 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 99 mmol/L 98-107
Kalsium 8,88 mg/dL 8,5-10,1
Rapid Test
Antigen Negatif - negatif
47
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,02 10^3/UL -
Neutrofil L 0,75 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 2,7 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 15,1 % 4,3-10,10
Monosit# 0,62 10^3/UL 0,16-1
MCV L 83 fL 86,7-102,3
MCH 28,5 pg 27,1-32,4
MCHC H 34,4 g/L 29,7-33,1
48
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Eosinofil 0,01 10^3/UL -
Basofil 0,04 10^3/UL -
Neutrofil L 1,3 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 3,28 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 11,3 % 4,3-10,10
Monosit# 0,59 10^3/UL 0,16-1
MCV 86,7 fL 86,7-102,3
MCH 28,6 pg 27,1-32,4
MCHC H 32,9 g/L 29,7-33,1
49
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Eosinofil 0,02 10^3/UL -
Basofil 0,01 10^3/UL -
Neutrofil L 0,64 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,56 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit 6,3 % 4,3-10,10
Monosit# L 0,15 10^3/UL 0,16-1
MCV L 85,5 fL 86,7-102,3
MCH 28,6 pg 27,1-32,4
MCHC H 33,4 g/L 29,7-33,1
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Eosinofil 0,03 10^3/UL -
Basofil 0,01 10^3/UL -
Neutrofil L 1,47 10^3/UL 1,5-7
Limfosit# 1,8 10^3/UL 0,6-3,4
Monosit H 14,9 % 4,3-10,10
Monosit# 0,58 10^3/UL 0,16-1
MCV L 84,6 fL 86,7-102,3
MCH 29,1 pg 27,1-32,4
MCHC H 34,4 g/L 29,7-33,1
Kimia Darah
Natrium 143 mmol/L 136-145
Kalium 3,8 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 104 mmol/L 98-107
Kalsium L 8,2 mg/dL 8,5-10,1
BUN L3 mg/dL 7-18
Kreatinin L 0,52 mg/dL 0,6-1,3
Albumin 3,52 g/dL 3,4-5,0
SGPT 29 U/L 0-35
SGOT H 48 U/L 0-35
GDA L 93 mg/dL 100-126
Ig G anti-dengue - - -
Ig M anti-dengue - - -
ANALISA DATA
Termoregulasi tak
stabil
Hipertermia
Berikatan dengan
reseptor nyeri
Nyeri akut
52
dibuktikan dengan:
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (proses infeksi virus
- An.A mengeluh nyeri ulu hati, seperti diremas-remas, skala nyeri 2/10
Tanggal
No Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1 Hipertermia 12-4-2022 12-4-2022
2 2 13-4-2022
08.30 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri. Erna
Respon: An.A mengatakan nyeri perut bagian ulu
hati, nyeri seperti diremas-remas, skala nyeri 3/10
(nyeri ringan), nyeri yang dirasa hilang-timbul.
3 2 13-4-2022
10.00 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri. Erna
Respon: An.A mengatakan nyeri perut bagian ulu hati
sedikit berkurang, nyeri terkadang seperti diremas-
remas, skala nyeri 2/10 (nyeri ringan), nyeri yang
dirasa hilang-timbul.
4 2 14-4-2022 Erna
10.00 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri.
Respon: An.A mengatakan sudah tidak nyeri ulu hati
lagi, skala nyeri 0.
3.5 EVALUASI
PEMBAHASAN
maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus Dengue Fever with warning sign yang telah dilakukan sejak tanggal 12 April
2022 hingga 14 April 2022 di Ruang Nakula Sadewa RSUD. Dr. Soetomo
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik
saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah
bahwa anaknya demam sejak hari Rabu minggu lalu, demam naik-turun, suhu
tertinggi 39,30C dan sekarang sudah tidak demam namun mengeluh nyeri perut ulu
hati. Menurut Rampengan (2018) demam bifasik terjadi secara mendadak selama
2-7 hari (38-40°C) dengan sebab yang tidak jelas kemudian turun menuju suhu
normal lalu naik kembali dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik.
Nasronudin (2021) menjelaskan bahwa salah satu petanda penting yang perlu
dikenali pada penyakit DHF adalah gejala demam. Gejala demam bersifat khas
yaitu demam tinggi, berlangsung 2-7 hari, tipe demam menyerupai punggung
pelana kuda.
58
59
akan mengalami keluhan demam dan nyeri perut. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diambil kesimpulan bahwa keluhan utama yang ditemukan pada An.A tidak
berbeda dengan tinjauan pustaka dimana pasien mengeluh demam sejak 7 hari yang
lalu dengan tipe demam naik-turun, dan bebas demam setelah hari ke-7 sehingga
tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan realita yang ditemukan pada keluhan
utama.
rawat inap di rumah sakit karena data laboratorium menunjukkan bahwa pasien
7000/uL, namun tidak mengalami lekopenia dan hemokonsentrasi. Selain itu An.A
durasi 5 menit. Kaku seluruh tubuh saat kejang, mata melirik keatas, tidak sadar
sesaat setelah kejang, lalu kembali sadar penuh kurang dari 5 menit.
hemokonsentrasi merupakan keadaan yang hampir selalu muncul pada infeksi virus
Temuan kasus ini ternyata berbeda dengan tinjauan pustaka dimana data
dengan adanya trombositopenia namun kadar hematokrit dan leukosit masih dalam
batas normal. Berdasarkan hal tersebut ternyata terdapat kesenjangan antara teori
dengan realita. Hal ini mungkin disebabkan karena An.A mendapatkan penanganan
Pada tinjauan pustaka riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga
yang lain sangat menentukan karena penyakit DHF adalah penyakit yang dapat
(2021) DHF dapat menyerang semua orang tanpa terkecuali. Pada tinjauan kasus,
ibu pasien mengatakan bahwa didalam keluarga ada yang menderita demam
berdarah 1 minggu yang lalu yaitu sepupu An.A dan sering bermain dirumah
pasien. Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut, temuan kasus ini ternyata
tidak berbeda dengan tinjauan pustaka dimana dalam teori disebutkan bahwa DHF
dengan proses penyakit (infeksi virus dengue) dan nyeri akut berhubungan dengan
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, hanya saja prioritas diagnosa keperawatan
tersebut memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai penilaian atau evaluasi terhadap
bimbingan dari perawat maupun tim kesehatan lainnya. Selain itu klien dan
telah dibuat, namun tidak semua pelaksanaan dari rencana keperawatan pada
tindakan keperawatan pada tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, karena dalam
tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan keperawatan pada pasien
sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi sesungguhnya yang
telah disesuaikan dengan kondisi pasien dan masalah yang ditemukan secara realita.
kriteri hasil yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan kondisi pasien serta
masalah yang telah ditemukan. Hasil akhir evaluasi keperawatan pada masing-
masing pasien dalam tinjauan kasus menyebutkan bahwa masalah dapat teratasi,
keperawatan yang terdapat pada tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, karena
dalam tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan keperawatan pada
pasien sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi sesungguhnya
yang telah disesuaikan dengan kondisi dan respon pasien serta masalah yang
5.1 Simpulan
signifikan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Hal ini karena disesuaikan dengan
kondisi dan respon pasien serta masalah yang ditemukan secara realita. Adapun
perbedaan karena dalam tinjauan pustaka hanya membahas mengenai teori asuhan
keperawatan pada pasien sementara dalam tinjauan kasus membahas kasus yang terjadi
sesungguhnya.
5.2 Saran
penelitian berikutnya.
63
64
mengenai penyakit DHF sehingga klien dan keluarga dapat segera mendeteksi
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.
Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–77.
Hidayat, A.A. 2017. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Dalam Dripa Sjahbana
(Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2019.
Laporan Nasional Dinas Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2016.
Info Datin. Jakarta.
Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. 2016. Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko
Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.
Mubin, A.H. 2020. Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam, Diagnosis &
Terapi. Jakarta: EGC.
Pare, Guillaume et al. 2020. “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and
Dengue Fever in Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584.
https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.
66
Suriadi & Yuliani, R. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto.
Wijaya, A.S. & Putri, Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Dewasa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
67