Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun oleh :
KELOMPOK VII
Muh. Ikhsan Fadli Nanlohy, S.Kep 14420211009
Esra Lasganda Sitorus, S.Kep 14420211017
Siti Patma Yunaningsi, S.Kep 14420211016
Tri Dian Maisyarah, S.Kep 14420211008
Erlin Evo Mualia, S.Kep 14420211019
Nurmala, S.Kep 14420211020
Fasrianti, S.Kep 14420211021
Anita Suwandi, S.Kep 14420211034
Niska Umaternate, S.Kep 14420211078
Muh. Dasrifal Tamim, S.Kep 14420211006

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021/2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Dengue Hemorrhagic Fever ........................................................... 3
2. Etiologi ........................................................................................... 3
3. Patofisiologi ................................................................................... 4
4. Patoflow Diagram .......................................................................... 6
5. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala............................................. 7
6. Komplikasi ..................................................................................... 7
7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 7
8. Penatalaksanaan/Terapi Pengobatan .............................................. 8
9. Prognosis ........................................................................................ 8
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian ...................................................................................... 9
2. Diagnosis Keperawatan.................................................................. 13
3. Intervesi Keperawatan.................................................................... 13
4. Implementasi Keperawatan ............................................................ 23
5. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 19 (sembilan belas) tahun
dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Menurut WHO definisi anak adalah dihitung
sejak seseorang di dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut
Undang - Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 1
tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk juga yang masih di dalam kandungan (Yuliastati, 2018).

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses berkembang
anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial.
Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian
pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan
konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan
mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga
sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar. Perilaku sosial
anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi seperti anak mau
diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap penyakit bervariasi
tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada
bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya akan menangis,
berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi yaitu diam (Alridh, 2019).

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,


mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses
kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan
dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik.
Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi

1
tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan.
Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa
sudah matang sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian
pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak
cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka
akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa cenderung
sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan matang (Al-Hamza, 2019).

Dalam laporan pendahuluan ini masalah yang diangkat oleh penulis


adalah kasus dengue hemorrhagic fever (DHF), atau yang yang biasa disebut
demam berdarah dengue yang disingkat DBD pada anak. Tentunya
penatalaksanaan asuhan keperawatan akan jauh berbeda dengan pasien dewasa
pada umumnya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu
berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang
diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan dan
perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan berdampak tidak baik
secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Oleh karena itu dengan
latar belakang tersebut, maka penulis membuat laporan pendahuluan ini sebagai
acuan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada kasus dengue hemorrhagic
fever (DHF) warning sign pada anak.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk


mengetahui konsep medis, dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus dengue hemorrhagic fever (DHF) warning sign.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis

1. Dengue Hemorrhagic Fever

Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD)


adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga flaviviridae yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk (arthropod borne viruses = arbovirus)
yaitu Aedes aegypti dan Aedes albofictus dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot/sendi disertai lekopenia, ruam, limfodenopati trombositopenia
(Tuti Sandra, 2019).

Warning sign (tanda bahaya) pada DBD merupakan prediktor derajat


beratnya demam berdarah dengue yang mengawali manifestasi syok dan
muncul menjelang akhir fase demam, antara hari ke-3 sampai 7 pada
penderita DBD. Warning sign pada penyakit DBD meliputi nyeri abdomen
berat, muntah yang persisten, perdarahan mukosa, dan pembesaran hepar >2
cm. Nyeri abdomen berat dan muntah yang persisten merupakan indikasi
awal dari kebocoran plasma dan menjadi semakin buruk ketika pasien
berkembang ke keadaan syok (Zein, 2019).

Perdarahan mukosa spontan merupakan manifestasi penting hemoragik.


Kelainan hepar adalah hal yang sering dijumpai pada semua bentuk infeksi
dengue. Ukuran pembesaran hepar tidak selalu berkorelasi dengan beratnya
penyakit (Garna, 2018).

2. Etiologi

Faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit berdasarkan segitiga


epidemiologi di pengaruhi oleh faktor manusia sebagai host, termasuk
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD. Lingkungan secara
signifikan mempengaruhi kesakitan bagi setiap individu termasuk sosial,
ekonomi dan lebih utamanya perilaku masyarakat, meningkatnya mobilitas

3
penduduk, kepadatan hunian, semakin baiknya sarana transportasi dan
masih terdapat tempat perindukan nyamuk penular DBD (Pujiyanti, 2018).

3. Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan


membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya
nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan
bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya
volume plasma dan meningginya nilai hematokrit (Candra, 2019).

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam


berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian
besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang
mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi
dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6
bulan sampai 5 tahun (Depkes, 2020).

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons
antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi
IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya
akan mengaktivasi sistem komplemen (Lestari, 2019).

Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan


meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan

4
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan
berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian (Depkes, 2020).

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran


pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis
yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan
(Candra, 2019).

Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai
normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun
termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan
menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh
aktifasi sistem koagulasi (Depkes, 2020).

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial


dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan
pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki
renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital
dan berakhir dengan kematian (Depkes, 2020).

5
4. Pathway/Penyimpangan KDM

Nyamuk
mengandung virus
Dengue

Menggigit
manusia

Virus
masuk
aliran Masuk ke pembuluh
Mekanisme tubuh darah otak melalui aliran
untuk melawan Viremia darah sehingga
virus mempengaruhi
hipotalamus

Komplemen
Peningkatan asam antigen antibodi ↑
lambung Suhu tubuh
meningkat
Pembebasan
histamin
Mual, muntah
Hipertermi
Peningkatan
Nausea permeabilitas
dinding pembuluh
darah

Kebocoran
plasma
Plasma banyak
mengumpul
Perdarahan
Hb turun pada jaringan
ekstraseluler
interstitial
tubuh
Nutrisi dan O2 Mual, muntah
Tubuh lemas ke jaringann
menurun Edema

Kekurangan
Intoleransi volume
aktivitas cairan Menekan
syaraf Nyeri

6
5. Manifestasi Klinik/Tanda Dan Gejala

Gejala DBD ditandai dengan manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,


perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah (circulatory failure). Selain itu terdapat kriteria laboratoris
yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (hematokrit menigkat). Dilihat
dari derajatnya DBD mempunyai 4 derajat spektrum klinis yaitu Derajat I
apabila Demam dengan uji bendung positif (Nisa, 2018).

Derajat II yaitu apabila terdapat tanda derajat I disertai perdarahan


spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III apabila ditemui kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg) atau
hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien menjadi gelisah. Derajat IV
yaitu syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur (Djunaedi, 2019).

Derajat IV / stadium syok atau Dengue Syok Syndrom (DSS) ini terjadi
pada hari ke 3,4 dan 5 serangan panas pada infeksi virus dengue. Pada masa
ini merupakan masa kritis yang sering kali orang tua penderita atau penderita
sendiri kurang menyadarinya (Nisa, 2018).

6. Komplikasi

Sekitar 30% - 50% penderita demam berdarah dengue mengalami syok


dan berakhir dengan kematian bila penangannya tidak adekuat. Komplikasi
dapat terjadi pada penderita DBD yaitu Dengue Syok Sindrom (DSS)
dimana keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia dan
overhidrasi dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan/ atau edema
paru yang dapat berujung kematian (Tansil, 2021).

7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DBD dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan laboratorium.


Demam berdarah dengue ditandai dengan gejala klinis demam 2-7 hari
disertai dengan manifestasi perdarahan. Parameter laboratorium untuk

7
menegakkan diagnosis DBD diantaranya adalah trombositopenia (jumlah
trombosit < 100.000/μL) dan/atau hasil pemeriksaan serologi pada penderita
tersangka DBD menunjukkan hasil positif (NurulArifa, 2018).

Pemeriksaan serologi seperti uji imunoglobulin M (IgM) anti dengue


dan imunoglobulin G (IgG) anti dengue merupakan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis DBD. Dua jenis antibodi tersebut muncul
sebagai respon tubuh terhadap virus yang masuk kedalam tubuh penderita.
Pemeriksaan ini diperlukan agar dapat membedakan antara infeksi virus
dengue primer dan sekunder. Hal ini penting untuk prognosis pasien DBD
karena pada infeksi sekunder keadaan dapat menjadi lebih berat
(NurulArifa, 2018).

8. Penatalaksanaan/Terapi Pengobatan

Sampai saat ini pengobatan untuk penyakit demam berdarah dengue


belum ada obat yang spesifik. Pemeliharaan volume cairan tubuh pasien
sangat penting dan diberikan sesuai fase penyakit, dan sesuai dengan
panduan nilai hematokrit. Jika sudah sampai ke demam berdarah parah maka
perawatan medis harus ditangani oleh dokter dan perawat yang
berpengalaman dengan penyakit ini, dengan adanya perawatan dari tenaga
kesehatan yang berkompeten maka dapat menyelamatkan nyawa hingga
menurunkan angka kematian dari 20% menjadi kurang dari 1% (Cogan,
2020).

9. Prognosis

Angka kematian pada Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang


tidak segera mendapat perawatan mencapai 50%, akan tetapi angka
kematian tersebut dapat diminimalkan mencapai 5% bahkan bisa mencapai
3% atau lebih rendah lagi dengan tindakan atau pengobatan cepat. Hingga
saat ini diagnosis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan
atas gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium darah untuk mengetahui
gejala syok (Nisa, 2018).

8
B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a) Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b) Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematesis.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
g) Riwayat gizi Status gizi
anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan

9
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
anak akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
h) Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di
kamar).
i) Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi
melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
j) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.

10
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII),
nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik
menurun sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas
37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa
nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV.
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak
ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan
hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
9) Dada / torak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan
IV.

11
10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
11) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24
tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah.
12) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
13) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak
k) Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
2) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
3) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
4) Ig. D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat.

12
2. Diagnosis Keperawatan (NANDA, 2018)

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme


regulasi
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit DHF
c. Nausea berhubungan dengan adanya iritasi gastrointestinal
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan mengeluh lelah

3. Intervesi Keperawatan

Rencana Keperawatan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Fluid
Setelah diberikan NIC Label:
Management
tindakan Fluid
1. Untuk
keperawatan Management
mengetahui
selama ... di 1. Memasang
jumlah urine
harapkan cairan kateter urine
yang dapat
tubuh pasien pada pasien
dihasilkan oleh
terpenuhi dan sesuai indikasi
pasien dan
hematokrit menuju 2. Memonitor
Kekurangan terpenuhinya
rentang normal status hydrasi
volume cairan keseimbangan
dengan kriteria pasien seperti
berhubungan cairan (intake
hasil : NOC Label: keadaan
dengan cairan = output
Fluid Balance membrane
penurunan cairan)
1. Tekanan darah mukosa.
1. mekanisme 2. Mukosa yang
pasien dalam 3. Memonitor
regulasi kering
rentan normal tekanan darah
ditandai terutama
yaitu 120/80 pasien.
dengan mukosa bibir
mmHg. 4. Memonitor
peningkatan dapat menjadi
2. Turgor kulit hasil lab
hematokrit. indikasi pasien
pasien normal. terutama
kekurangan
3. Hematocrit adanya
cairan.
pasien dalam penurunan dari
3. Memastikan
keadaan normal hematocrit
tekanan darah
yaitu 40 – 48%. pasien dari
pasien tidak
Hydration 55,3% dapat
terlalu rendah
1. Intake cairan turun sampai
di bawah
pasien terpenuhi batas normal
normal.

13
(intake cairan = yaitu 40 – 4. Hematocrit
output cairan) 48%. pasien
2. Pasien mampu 5. Memberikan dehidrasi akan
menghasilkan terapi cairan mengalami
urine. intravena pada peningkatan,
3. Bagian pasien sesuai maka perlu
membrane kebutuhan. mengetahui
mukosa tubuh 6. Memberikan jumlah
tidak kering cairan melalui hematocrit.
(seperti mulut) oral sesuai 5. Pasien yang
4. Pasien tidak kebutuhan. kekurangan
merasa 7. Memberikan cairan harus
kehausan makanan atau mendapatkan
minuman yang cairan baik oral
mengandung maupun
banyak air intravena.
seperti buah, 6. Menambah
juice dan cairan tubuh
minuman pasien
berasa. 7. Makanan atau
8. Memonitor minuman yang
pasien yang mengandung
mendapatkan banyak air
terapi membantu
elektrolit. dalam
penambahan
cairan pada
tubuh pasien
8. Agar dapat
menentukkan
tindakan yang
perlu dilakukan
Setelah diberikan Fever Treatment
NIC:
tindakan 1. Agar
Fever Treatment
keperawatan mengetahui
1. Memonitor
Hipertermi selama ... di perubahan
temperatur
berhubungan harapkan suhu suhu yang
pasien paling
dengan tubuh pasien dialami pasien
sedikit setiap 2
penyakit DHF menuju normal dan jika tidak
2. jam.
ditandai Dengan kriteria ada perubahan
2. Monitor
dengan kulit hasil : atau ke arah
frekuensi
panas ketika NOC: yang lebih
pernafasan,
disentuh Thermoregulatio buruk dapat
nadi dan
1. Terjadi diberikan
tekanan darah
penurunan pada medikasi yang
pasien agar
suhu kulit sesuai.

14
pasien yaitu saat tetap dalam 2. Untuk
disentuh tidak rentang normal mengetahui
terasa panas 3. Monitor intake perubahan
2. Warna kulit dan output yang terjadi
pasien kembali pasien sesuai pada
ke warna dengan pernafasan,
aslinya kebutuhan nadi dan
3. Pasien tidak 4. Berikan cairan tekanan darah
mengalami melalui IV pasien dan
dehidrasi dengan jumlah dapat diberikan
selama sesuai anjuran medikasi yang
hipertermi 5. Berikan obat sesuai
Vital signs anti piretik 3. Agar terjadi
1. Suhu tubuh dengan dosis keseimbangan
stabil stabil dan sesuai anjuran antara intake
menuju rentang dokter dan output
normal yaitu 6. Berikan serta
36,50C - kompres menghindari
37,50C. 2. hangat pada dehidrasi yang
Frekuensi lipat paha dan mungkin
pernafasan (16- aksila pasien terjadi pada
20x/menit), 7. Monitor pasien
tekanan darah komplikasi 4. Mempertahank
(120/80mmHg) terkait demam an kebutuhan
dan nadi (60- (kejang, cairan pasien
100x/menit) penurunan sehingga
pasien dalam kesadaran, mencegah
rentang normal status terjadinya
ketidakabnorm dehidrasi
alan elektrolit, 5. Untuk
ketidakseimba menurunkan
ngan asam demam pasien
basa) 6. Dengan
8. Fasilitasi kompres
konsumsi hangat
cairan sesuai pembuluh
anjuran dan darah melebar
kebutuhan sehingga pori-
pasien pori kulit
terbukan dan
membuat panas
yang
terperangkap
dalam tubuh
bisa mnguap
keluar selain

15
itu saat
kompres
hangat
membuat
hipotalamus
menangkap
pesan bahwa
suhu tubuh
tinggi sehingga
panas tubuh
harus
diturunkan
7. Untuk
mengetahui
komplikasi
yang dapat
terjadi dan
menentukkan
tindakan yang
harus
dilakukan
8. Konsumsi
cairan dapat
mencegah
dehidrasi pada
pasien
NIC :
Setelah diberikan NIC:
Nausea
tindakan Nausea
management
keperawatan Management
1. Lakukan
selama ... di 1. Mengidentifika
pengkajian
harapkan mual si secara
mual secara
muntah pasien lengkap
lengkap
Nausea berkurang Dengan frekuensi ,
termasuk
berhubungan kriteria hasil : tingkat, durasi
frekuensi,
dengan NOC : dan faktor
durasi, tingkat
3. adanya iritasi Nausea & penyebab mual
mual, dan
gastrointestin Vomiting Control 2. Memenuhi
faktor
al ditandai 1. Pasien dapat kebutuhan
penyebab
dengan mual mengetahui dan nutrisi pasien
mual.
menghindari dan mencegah
2. Evaluasi efek
penyebab mual mual
mual terhadap
2. Meggunakan 3. Mengidentifika
nafsu makan,
obat antiemetic si pengaruh
aktivitas
Nausea & mual terhadap
sehari-hari dan
Vomiting Severity kualitas hidup
tidur pasien

16
1. Frekuensi mual 3. Berikan pasien dan
pasien istirahat dan tidur pasien.
berkurang tidur yang 4. Mengurangi
2. Intensitas mual adekuat untuk mual dengan
pasien mengurangi aksi sentralnya
berkurang mual pada
3. Frekuensi 4. Kolaborasi hipotalamus
muntah pasien pemberian obat 5. Untuk
berkurang antiemetik: menghindari
4. Intensitas Metoclopramid terjadinya mual
muntah pasien e 0,5 mg/berat namun nutrisi
berkurang badan tetap terpenuhi
5. Tidak ada sebanyak 6. Untuk
peningkatan 3xsehari menghindari
sekresi air liur
5. Anjurkan dehidrasi
Nutritional Status: makan sedikit Vomiting
Food & Fluin tapi sering dan Management
Intake dalam keadaan 1. Mengidentifika
hangat si muntah dari
1. Pemasukan 6. Anjurkan warna,
makanan dan pasien rutin konsistensi,
minuman secara minum air darah dan
oral kedalam putih sesuai kekuatan
tubuh terpenuhi anjuran muntah
sesuai dengan Vomiting 2. Mengidentifika
indikasi Management si volume
2. Terpenuhinya muntah
pemasukan 1. Lakukan 3. Untuk
nutrisi lewat pengkajian mengurangi
parenteral jika muntah dari bau tidak sedap
tidak dapat warna, dimulut, dan
lewat oral konsistensi, memudahkan
ada tidaknya pasien untuk
darah, waktu makan
dan kekuatan 4. Menghilangka
muntahnya. n bau tidak
2. Mengukur sedap yang
volume bisa
muntah pasien menyebabkan
3. Mempertahank muntah
an kebersihan berulang
mulut pasien 5. Untuk
dengan tetap membantu
menggosok pasien lebih
gigi selama rileks
sakit dan

17
berkumur 6. Untuk
setelah muntah mengurangi
4. Membersikan mual muntah
setelah pasien pada pasien
muntah untuk Nutritonal
menghilangkan Monitoring
bau dari 1. Menjaga agar
muntahan tidak terjadi
dengan turgor kulit dan
berkumur melakukan
5. Ajari mobilitas
menggunakan secara mandiri
tehnik non 2. Mengurangi
farmakologi mual muntah
seperti pasien
relaksasi dan 3. Memenuhi
mendengarkan kebutuhan
musik untuk asupan kalori
pengalih dan makanan
perhatian pasien
terhadap mual 4. Mencegah
muntah pasien perubahan
6. Menganjurkan selera makan
menghirup dan aktivitas
wangi pasien
aromateraphy 5. Memenuhi
untuk kebutuhan
menangani makan sesuai
muntah. faktor penentu
Nutritional pola makan
Monitoring 6. Menjaga uji
lab pasien
1. Memantau dalam keadaan
turgor kulit dan normal
mobilitas
pasien
2. Memantau
mual dan
muntah setiap
hari
3. Memantau
asupan kalori
dan makanan
pasien sesuai
dengan anjuran

18
4. Mengidentifika
si perubahan
selera makan
dan aktivitas
pasien
5. Memantau
faktor penentu
pola makanan
seperti
makanan yang
disuka,
makanan dan
yang tidak
disuka namun
tidak
bertentangan
dengan
penyakitnya
(seperti
makanan
pedas,
makanan
berlemak
6. Melakukan
pemantauan uji
lab seperti
hematokrit,
hemoglobin,
leukosit,
trombosit dan
LED
Setelah diberikan Pain Management
NIC:
tindakan 1. Penanganan
Nyeri akut Pain Management
keperawatan nyeri tidak
berhubungan 1. Lakukan
selama ... di dapat
dengan agen pengkajian
harapkan nyeri disamakan
cedera nyeri secara
yang dirasakan pada masing -
biologis komprehensif
pasien berkurang masing
ditandai termasuk
4. Dengan kriteria individu dan
dengan pasien lokasi,
hasil : kelompok
menyatakan karakteristik,
NOC: umur karena
nyeri pada durasi,
Pain Control penanganan
punggung frekuensi,
1. Pasien dapat nyeri yang baik
dan tulang kualitas dan
menggunakan memerlukan
hilang timbul faktor
teknik non perhatian
presipitasi.
farmakologi khusus

19
untuk 2. Kaji tipe dan terhadap
menurunkan sumber nyeri fisiologi,
rasa nyeri untuk anatomi, dan
2. Menggunakan menentukan karakteristik
obat non- intervensi yang farmakologi.
analgesik sesuai tepat. 2. Penanganan
anjuran 3. Observasi nyeri akan
Pain Level reaksi lebih tepat
1. Pasien dapat nonverbal dari sasaran apabila
menyampaikan ketidaknyaman sumber dari
nyeri yang an. nyeri telah
dirasakan. 4. Gunakan terindentifikasi
2. Durasi nyeri teknik dengan jelas.
yang dirasakan komunikasi 3. Untuk
pasien dapat terapeutik mengetahui
berkurang. untuk tingkat
3. Skala nyeri mengetahui ketidaknyaman
yang dirasakan pengalaman an yang
pasien nyeri klien. dirasakan oleh
berkurang 5. Evaluasi pasien
4. Pasien dapat bersama klien 4. Komunikasi
mengekpresikan dan tim terapeutik yang
rasa nyerinya. kesehatan lain terstrukur akan
tingkat memperjelas
pengontrolan hal yang dikaji,
nyeri yang dilakukan dan
dilakukan dievaluasi.
6. Bantu klien 5. Untuk
untuk mengetahui
memaksimalka apakah terjadi
n dukungan penurunan rasa
dari sumber- nyeri yang
sumber yang dirasakan
klien miliki pasien atau
seperti sebaliknya
keluarga, 6. Dengan adanya
teman dan dukungan dari
orang-orang orang-orang
disekitar klien. terdekat
7. Kontrol diharapkan
lingkungan dapat sedikit
yang dapat tidaknya
mempengaruhi menurunkan
nyeri seperti rasa nyeri yang
suhu ruangan, dirasakan
pencahayaan, pasien

20
kebisingan, 7. Lingkungan
dsb. yang tidak
8. Kurangi faktor nyaman akan
presipitasi memperparah
nyeri klien rasa nyeri yang
(seperti dirasakan.
ketakutan yang 8. Agar rasa nyeri
dirasakan pasien dapat
pasien berkurang
mengenai 9. Untuk
penyakitnya) mengurangi
9. Pilih dan rasa nyeri yang
lakukan dirasakan
penanganan pasien
nyeri baik 10. Agar pasien
secara dapat
farmakologi mengaplikasik
(analgesik) dan an teknik
non nonfarmakolog
farmakologi. i dalam
10. Ajarkan klien menangani
tentang nyeri yang
pengendalian dirasakan
nyeri dengan
cara non
farmakologi
seperti teknik
relaksasi,
distraksi, dsb.
NOC : NIC : 1. Membantu
Self Care : ADLs 1. Observasi mengetahui
Toleransi aktivitas adanya pembatasan
Konservasi eneergi pembatasan klien dalam
Intoleransi Setelah dilakukan klien dalam melakukan
aktivitas tinfakan melakukan aktivitas
berhubungan keperawatan aktivitas 2. Sebagai data
dengan selama …. Pasien 2. Monitor rujukan untuk
5 kelemahan tidak mengalami pasien akan intervensi yang
fisik ditandai intoleransi adanya akan diberikan
dengan aktivitas, dengan kelelahan 3. Agar
mengeluh kriteria hasil: fisik dan mencegah
lelah 1. Berpartisipasi emosi secara perburukan
dalam berlebihan respon
aktivitas fisik 3. Monitor kardiovaskuler
tanpa disertai respon 4. Membantu
peningkatan kardivaskuler mengetahui

21
tekanan darah, terhadap penyebab
nadi dan RR aktivitas terjadinya
2. Mampu (takikardi, kelemahan
melakukan disritmia, 5. Membantu
aktivitas sesak nafas, proses
sehari hari diaporesis, penyembuhan
(ADLs) secara pucat, 6. Mengetahui
mandiri perubahan aktivitas yang
3. Keseimbangan hemodinamiL mampu
aktivitas dan ) dilakukan
istirahat 4. Monitor pola untuk
tidur dan selanjutkan
lamanya diberikan
tidur/istirahat intervensi
pasien 7. Mengetahui
5. Kolaborasika aktivitas yang
n dengan disukai pasien
Tenaga
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanaka
n progran
terapi yang
tepat.
6. Bantu klien
untuk
mengidentifik
asi aktivitas
yang mampu
dilakukan
7. Bantu untuk
mengidentifik
asi aktivitas
yang disukai

22
4. Implementasi

Implementasi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien yang


mengalami DHF meliputi: monitor tanda-tanda vital untuk menetukan status
kesehatan dan menilai respon terhadap intervensi, pemberian cairan dengan
tepat, monitor status hidrasi untuk memantau kekurangan cairan seperti
membran mukosa kering dan turgor kulit lembab, pemberian terapi IV
sesuai resep dokter, mendukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makanan misalnya roti, minuman seperti jus dan susu, pemberian
terapi IV isotonik yang diresepkan (Tyas Ayu, 2019).

5. Evaluasi

Evaluasi tindakan asuhan keperawatan pada masalah kekurangan


volume cairan dapat dikatakan behasil jika memenuhi keriteria, seperti:
tidak mengalami demam atau suhu tubuh dalam batas normal, tidak mual
dan muntah, membran mukosa lembab, akral hangat, pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil trombosit dalam rentang 100.000/ul
(Raudhatul Jannah, 2019).

23
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamza. (2019). Effectiveness of an Educational Program on Nurse’s


Knowledge about Managing of Respiratory Distress Syndrome on Pediatric
Units at Al-Diwaniyah City Hospital. International Journal of Scientific and
Research.

Alridh, M. S. (2019). Nurse's of knowledge toward respiratory distress syndrome


to have children Maysan Hospital for Child and Childbirth. Indian Journal
of Forensic Medicine & Toxicology.

Bulechek. (2018). Nursing Intervention classification (NIC). Singapore: Elsevier


Icn.

Candra. (2019). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor


Risiko Penularan. ejurnal litbang depkes.

Cogan. (2020). Dengue and Severe Dengue. World Health Organisation.

Depkes. (2020). Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah


Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI .

Djunaedi. (2019). Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Garna. (2018). Buku ajar divisi infeksi dan penyakit tropis. Jakarta: Sagung Seto.

Lestari. (2019). Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di


Indonesia. Farmaka.

Moorhead. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier


Icn.

NANDA. (2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Nisa, W. D. (2018). Karakteristik Demam Berdarah Dengue pada Anak di Rumah


Sakit Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah .

24
NurulArifa, I. (2018). PERBEDAAN JUMLAH TROMBOSIT PASIEN DEMAM
BERDARAH DENGUE PRIMER DAN SEKUNDER PADA ANAK.
Homeostasis, 32.

Price, A. S. (2018). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6.


Jakarta: EGC.

Pujiyanti. (2018). Pengendalian vektor demam berdarah dengue pada komunitas


sekolah dasar di kecamatan tembalang, kota Semarang. Vektora.

Tansil, M. G. (2021). Faktor Risiko Terjadinya Kejadian Demam Berdarah Dengue


Pada Anak. Jurnal Biomedik.

Tuti Sandra, M. A. (2019). FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP


KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK USIA 6-12
TAHUN. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9
No 1, 28.

Yuliastati, S. N. (2018). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Anak. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Zein, D. A. (2019). GAMBARAN KARAKTERISTIK WARNING SIGN WHO


2009 PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )
ANAK DAN DEWASA. MEDIA MEDIKA MUDA, 610.

Renira, Tyas Ayu Widia. 2019. Pengelolaan Kekurangan Volume Cairan Pada An.
U Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Ruang Melati RSUD Ungaran.
http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/104 (diakses tanggal 07 November
2021)

25

Anda mungkin juga menyukai