Anda di halaman 1dari 17

ENTOMOLOGI

“Sosialisasi Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Melalui Edukasi Dan


Pelatihan Pembuatan Ovitrap”

OLEH

HARDIN

J1A118179

KESLING

KESEHATAN LINGKUNGAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

kendari , Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1. LATAR BELAKANG...........................................................................1

2. RUMUSAN MASALAH.......................................................................2

3. TUJUAN................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

BAB III PENUTUP...............................................................................................11

1. KESIMPULAN....................................................................................11

2. SARAN................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

iii
DAFTAR GAMBAR

Table 1 kegiatan sosialisai tentang pengenalan, pencegahan...............................10


Table 2 Pelatihan Pembuatan Ovitrap....................................................................10

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Angka insiden penyakit demam berdarah cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini membuat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) harus
menjadi perhatian serius. Pada data Depkes RI pada awal 2007 sebanyak 16.803
orang dan 267 orang diantaranya meniggal karena DBD. Jumlah orang meninggal
ini lebih serius dan lebih banyak dibandingkan kasus kematian karena Avian
Influenza. (Ismah, 2021)

Demam berdarah di Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1968 di


Jakarta dan Surabaya. Pada saat itu kasus demam berdarah dengan Case Fatality
Rate (CFR) mencapai setengah dari kasus. Pada tahun 2010 kasus DBD ini masih
banyak terjadi yaitu sebesar 140.000 kasus (Depkes RI, 2012). Jumlah
kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit demam berdarah dari tahun 2005-
2007 mengalami kenaikan, kamudian menurun tahun 2008. Akan tetapi
kabupaten/kota terjangkit DBD kembali menaik dari tahun 2009 yaitu 384
kab/kota atau 80,6% menjadi 400 kab/kota atau 84,4% di tahun 2010. (Ismah,
2021)

Menurut Profil kesehatan Indonesia Tahun 2011 Demam Berdarah adalah


penyakit 10 penyakit besar terbanyak rawat inap dirumah sakit dengan CFR
0,55%. Insiden Rate (IR) di Sumatera Selatan tahun 2009 sendiri adalah 26,57 per
100.000 sedikit dibawah angka nasional yaitu 27,56 per 100.000 penduduk. Akan
tetapi CFR Demam Berdarah di Sumatera Selatan tahun 2011 sebesar 1,59% jauh
diatas angka nasional yaitu 0,91%. Perkembangan. (Ismah, 2021)

Indonesia memiliki iklim yang sesuai (tropis) maka kejadian demam


berdarah umumnya cukup tersebar di wilayah Indonesia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu

1
diantaranya : pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis. dan Peningkatan sarana transportasi (Ismah, 2021)

Berbagai program mengenai penanggulangan DBD telah banyak dibuat


oleh pemerintah, akan tetapi metode dengan melibatkan masyarakat adalah hal
yang paling ampuh dalam menurunkan kasus demam berdarah. Program tersebut
diantaranya kegiatan pengendalian vektor yang dilakukan dengan melibatkan
masyarakat seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan kader jumantik.
Pengendalian vektor dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti,
sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Ismah, 2021)

2. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui pengertian DBD ?
2. Mengetahui distribusi penyakit DBD ?
3. Mengetahui siklus hidup vektor ?
4. Mengetahui pola penularan penyakit DBD ?
5. Mengetahui epidemiologi DBD ?
6. Mengetahui manifestasi klinis DBD ?
7. Mengetahui metode sosialisali ?

3. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan pengertian DBD
2. Untuk Mengetahui distribusi penyakit DBD
3. Untuk Mengetahui siklus hidup vektor
4. Untuk Mengetahui pola penularan penyakit DBD
5. Untuk Mengetahui epidemiologi DBD
6. Untuk Mengetahui manifestasi klinis DBD
7. Untuk Mengetahui metode sosialisali

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4. Pengertian DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue
Haemorrahagic Fever (DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit menular
yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Infeksi
penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan moral berupa
biaya rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan produktivitas kerja bagi
penderita, kehilangan wisatawan akibat pemberitaan buruk terhadap daerah
kejadian dan yang paling fatal adalah kehilangan nyawa (Roziqin, 2020).

Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama species Ae.aegypti.
(Yulianti, 2020), Nyamuk ini yang paling cepat berkembangbiak di dunia dan
menyebabkan sebanyak 390 juta orang terinfeksi setiap tahun. DBD memiliki
gejala antara lain nyeri pada hari secara terus menerus, perdarahan pada mulut,
gusi, hidung, atau memar pada kulit (Hestiningsih, 2020)

5. Distribusi DBD
1. Orang

Person adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan


yang mereka dapatkan dan susceptibilitasnya terhadap penyakit. Person yang
kaarkteristiknya mudah terpapar dan peka terhadap suatu penyakit akan mudah jatuh
sakit. Karakteristik dari person bisa berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaaan, dan status sosial-ekonomi.(Ismah, 2021)

Umur biasanya adalah faktor keterpapaaran yang menyebabkan perbedaan


dalam kemungkinan mendapatkan paparan. Dari segi umur, juga dapat menunjukkan
peningkatan kecenderungan terjadinya penyakit dengan bertambahnya usia. Angka-
angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan

3
hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah
dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur.(Ismah, 2021)

Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan
angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan
seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal
ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan
maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.(Ismah, 2021)

2. Tempat

Perbedaan distribusi penyakit menurut tempat ini memberikan petunjuk pola


perbedaan penyakit yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain
yang belum diketahui.(Ismah, 2021)

Tempat adalah variabel karakteristik lokal di mana orang tinggal, bekerja, dan
kunjungi. Tempat dapat didefinisikan secara absolut (misalnya jalan, kota negara
bagian, wilayah negara,) atau klasifikasi geografis yang luas (misalnya desa / kota,
domestik / asing, kelembagaan / non-institusional). Selisih kejadian dengan tempat
mungkin karena perbedaan dalam susunan penduduk atau lingkungan di mana mereka
tinggal.(Ismah, 2021)

3. Waktu

Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun.
Informasi waktu bisa menjadi pedoman tentang kejadian yang timbul dalam
masyarakat.(Ismah, 2021)

6. Siklus hidup vektor


Diketahui bahwa Ae.aegypti memiliki sifat menyukai air bersihsebagai
tempat peletakan telur dan tempatperkembang biakannya. Beberapa faktor
yangmempengaruhi nyamuk betina memilih tempat untuk bertelur adalah,
temperatur, pH, kadar ammonia, nitrat, sulfat serta kelembapan danbiasanya

4
nyamuk memilih tempat yang letaknya tidak terpapar matahari secara langsung.
(Yulianti, 2020)

Nyamuk Ae.aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan untuk


berkembang biak pada air tergenang dan jernih, serta tandon air, bak mandi, ban
bekas dan barang-barang bekas yang tergenang air hujan, Keberadaan vektor
nyamuk Ae.aegypti dari fase telur sampai dengan imago dapat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan biotik ataupun abiotiknya. Pertumbuhan nyamuk dari telur
hingga nyamuk dewasa dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti curah hujan
temperatur dan evaporasi. Demikian pula faktor biotik seperti predator,
kompetitor dan makanan di tempat perindukan, baik bahan organik, mikroba dan
serangga air berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pradewasa nyamuk
(Yulianti, 2020)

7. Penularan

Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penyakit


dapat ditularkan apabila penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saatviremia,
yaitu saat menjelang demam hingga demam berakhir yaitu 3-5 hari. Nyamuk akan
menjadi infektif selama 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita sehingga
nyamuk telah terinfeksi virus dengue dan tetap infektif selama hidupnya dan
potensial menularkan virus dengue kepada manusia lain (Ginanjar, Demam
Berdarah, 2004). Pada suhu 30C didalam tubuh nyamuk memerlukan 8-10 hari
untuk inkubasi extrinsik dari lambung sampai kelenjar ludah nyamuk. (Ismah,
2021)

5
8. Epidemiologi DBD
1. Tempat

Penyakit Demam berdarah pertama kali dikenali di Filipina pata tahun


1953. Virus DEN-2 dan DEN-4 berhasil diisolasi di Filipina pada tahun 1956.
Selang dua tahun keempat virus berhasil diisolasi di Thailand. Kemudian tiga
dekade selanjutnya DBD ditemukan di Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia,
Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka, Vietnam, dan bebrapa wilayah di
kepulauan Pasifik. (Ismah, 2021)

Pada 1981 wabah DBD terjadi di Kuba. Kejadian ini menandai dimulainya
epidemi di Amerika. Epidemi kedua terjadi di wilayah Venuzeula dari Oktober
1989 sampai 1990. Epidemi muncul kembali dipertengahan tahun 1990 sampai
1993. Dari wabah ni keempat virus juga berhasil diisolasi. Sejak tahun 1981
negara Amerika terus melaporkan kasus DBD dengan negara yang terjangkit
meliputi Aruba, Barbados, Brasil, Kolombia, Republik Dominika, El Savador,
Frens Guinia, Guadelopue, Guatemala, Hounduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua,
Panama, Puerto Riko, Saint Lusia,Suriname, dan Venezuella. (Ismah, 2021)

sebelum 1970 Hanay Sembilan adalah negara yang mengalami epidemi.


Pada 1995,Demam berdarah mengalami peningkatan empat kali lipat. Penyakit ini
menjadi maslaah kesehatan masyarakat di banyak negara tropis Asia Tenggara
dan wilayah Pasifik Barat (Ginanjar, Demam Berdarah, 2004). Sekitar 1,8 miliar
(lebih dari 70%) terdapat populasi yang berisiko untuk demam berdarah di seluruh
dunia tinggal di negara anggota WHO Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat
Wilayah, yang menanggung hampir 75% dari beban penyakit global akibat DBD.
(Ismah, 2021)

Di Indonesia DBD pertama kali mencul di Surabaya pada tahun 1970. Di


jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian kab/kota berturut-
turut melaporkan adalah Bandung dan Jogyakarta pada 1972. Di luar Jawa pada
tahun 1972 pertama kali dilaporkan di Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat melaporkan kasus pada tahun 1974.

6
Penyakit ini masuk kedaerah perdesaan pada tahun 1975, Secara historis, demam
berdarah telah dilaporkan terutamadi kalangan perkotaan dan pinggiran kota
dimana populasi kepadatan penduduk yang tinggi dapat memfasilitasi transmisi.
Namun, dari wabah baru-baru ini, di Kamboja pada tahun 2007, menunjukkan
bahwa demam berdarah sekarang terjadi di daerah pedesaan. (Ismah, 2021)

2. Orang

Beberapa penelitian menunjukkan anak-anak cenderung lebih rentan


dibandingkan orang dewasa. Hal ini dikarenakan imunitas anak-anak yang lebih
rendah dibandingkan orang dewasa meski DBD menyerang semua usia. Indonesia
sendiri penyakit DBD banyak menyerang pada usia 5-11 tahun dan mengenai
semua jenis kelamin. (Ismah, 2021)

Akan tetapi terjadi pergerseran peningkatan proporsi penderita pada


kelompok umur 15-44 tahun sehingga penderita DBD tertinggi sekarang adalah
kelompok umur <15 tahun (95%) , sedangkan proporsi penderita DBD pada
kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur
berkisar 3,64% Hal ini sama dengan penelitian Candra, 2010 Kasus DBD
perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993
sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur
<15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung
pada kelompok umur >=15 tahun. (Ismah, 2021)

3. Waktu

dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-
32 C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. (Ismah, 2021)

Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan.


Sedangkan banyaknya hari hujan akan mempengaruhi kelembaban udara di

7
daerah pantai dan mempengaruhi suhu di daerah pegunungan (Depkes RI, 2007).
Resiko terjadinya tingkat endemik berat terjadi pada kota padat penduduk, hujan
tahunannya relatif besar (lebih dari 1000 mm) tetapi memiliki bulan dengan curah
hujan kurang dari 60 mm. (Ismah, 2021)

Demam berdarah di Indonesia setiap tahun terjadi pada bulan September


s/d Februari dengan puncak yang bertepatan dengan musim hujan pada bulan
Desember atau Januari. Akan tetapi hal ini akan berbeda pada kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Yogjakarta dan Surabaya musim penularan pad bulan Maret s/d
Agustus dengan puncak bulan Juni atau juli. (Ismah, 2021)

9. Manifestasi klinis
Tanda maupun gejala penderita DBD sifatnya tidak khas, artinya bahwa
tanda dan gejala yang ditimbulkan dapat bervariasi tergantung pada penderita
berdasarkan derajat yang dialaminya. Pada umumnya tanda – tanda atau gejala
yang ditimbulkan oleh penderita DBD adalah sebagai berikut:

1. Mengalami demam tinggi


2. Mengalami perdarahan atau bintik merah pada kulit
3. Mengalami keluhan pada saluran pernafasan
4. Mengalami keluhan pada saluran pencernaan
5. Biasanya merasakan sakit saat menelan
6. Mengalami keluhan pada bagian tubuh yang lain, seperti nyeri otot, tulang,
sendi, dan ulu hati, serta pegal – pegal di seluruh tubuh.
7. Mengalami pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening, yang akan
kembali normal pada masa penyembuhan.

Pada kondisi parah, penderita akan mengalami keadaan renjatan (shock),


yang dikenal dengan Dengue Shock Syndrome (DSS), dengan tanda – tanda
sebagai berikut:

1. Kulit terasa lembab dan dingin.


2. Tekanan darah menurun.
3. Denyut nadi cepat dan lemah.

8
4. Mengalami nyeri perut yang hebat.
5. Mengalami pendarahan, baik dari mulut, hidung, maupun anus.
6. Lemah dan mengalami penurunan tingkat kesadaran.
7. Mengalami kegelisahan.
8. Mulut, hidung, dan ujung jari penderita tampak kebiru – biruan.
9. Tidak buang air kecil selama 4-6 jam. (Tawakal, 2020)

10. Metode
Edukasi kesehatan adalah salah satu jenis layanan yang merupakan bagian
dari bimbingan. Edukasi kesehatan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik
antara dua orang individu ataulebih, dimana edukator berusaha membantu yang
lain untuk mencapai pengertian tentang dirinyasendiri dalam hubungan dengan
masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang. (Purnama, 2020)

Kepadatan manusia dapat mempengaruhi frekuensi nyamuk menggigit


manusia, sehingga diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat
penghuninya, akan lebih tinggi frekuensimenggigitnya terhadap manusia
dibandingkan yang kurang padat. Namun anggota keluarga tidakselalu memiliki
kebiasaan dan kondisi kerja yang sama. Ada anggota keluarga yang lebih
seringberada di rumah setiap harinya dan ada yang lebih sering berada di luar
rumah atau bekerja di luaratau bersekolah. Dengan demikian resiko tertular DBD
dapat berbeda-beda. (Purnama, 2020)

Bentuk penyuluhan dan pembuatan ovitrap(perangkap telur nyanuk) dalam


rangkapenanggulangan / memutus mata rantaipenularan penyakit Demam
Berdarah. Metodeyang dilakukan kepada sasaran berupa penyuluhan atau
sosialisasi tentang bionomikvektor, etiologi penyakit dan teknik
pengendalianvektor. Penyuluhan diberikan denganmenggunakan alat bantu LCD,
preparat awetannyamuk, preparat segar larva, dan ovitrap. Dalampenyuluhan
peserta diberikan leafletpengendalian vektor DBD. (Hestiningsih, 2020)

9
Table 1 kegiatan sosialisai tentang pengenalan, pencegahan

Table 2 Pelatihan Pembuatan Ovitrap

10
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Penyakit Demam berdarah pertama kali dikenali di Filipina pata tahun
1953. Virus DEN-2 dan DEN-4 berhasil diisolasi di Filipina pada tahun 1956.
Selang dua tahun keempat virus berhasil diisolasi di Thailand. Kemudian tiga
dekade selanjutnya DBD ditemukan di Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia,
Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka, Vietnam, dan bebrapa wilayah di
kepulauan Pasifik.

Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama species Ae.aegypti,
Nyamuk ini yang paling cepat berkembangbiak di dunia dan menyebabkan
sebanyak 390 juta orang terinfeksi setiap tahun.

Bentuk penyuluhan dan pembuatan ovitrap (perangkap telur nyanuk)


dalam rangka penanggulangan / memutus mata rantai penularan penyakit Demam
Berdarah. Metodeyang dilakukan kepada sasaran berupa penyuluhan atau
sosialisasi tentang bionomikvektor, etiologi penyakit dan teknik pengendalian
vektor. Penyuluhan diberikan dengan menggunakan alat bantu LCD.

2. SARAN
Sebaiknya setiap pemerintah daerah harus sering mengadakan kegiatan
sosialisasi mengenai penyakit DBD, agar masyarakat selalu waspada dan dapat
memproteksi diri.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hestiningsih, R. (2020). Pelatihan Pembuatan Ovitrap untuk Kader Kesehatan


Dalam Upaya Penanggulangan Penyakit DBD di Desa Ketangirejo
Kecamatan Godong, 136-140.

Hestiningsih, R. (2020). Pelatihan Pembuatan Ovitrap untuk Kader Kesehatan


Dalam Upaya Penanggulangan Penyakit DBD di Desa Ketangirejo
Kecamatan Godong, 136-140.

Ismah, Z. (2021). EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH KOTA PALEMBANG.

Purnama, R. (2020). SOSIALISASI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


PENYAKIT DBD (DEMAMBERDARAH DENGUE) DI DESA MARIANA
BANYUASIN I, 57-60 .

Roziqin, A. (2020). Sosialisasi Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)


Melalui Pelatihan Pembuatan Ovitrap Pada Masa Pandemi di SMP
Muhammadiyah 1 Malang, 210-216.

Tawakal, F. (2020). Diagnosa Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


menggunakan Metode Learning Vector Quantization (LVQ), 193-201.

Yulianti, E. (2020). PERILAKU BERTELUR DAN SIKLUS HIDUP NYAMUK


AEDES AEGYPTI PADA BERBAGAI MEDIA AIR (STUDI LITERATUR),
227-239.

12

Anda mungkin juga menyukai