Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Sistem Jaminan Mutu dimulai sejak adanya usaha-usaha

manuasia untuk memproduksi barang (dimulai kira-kira sejak 5.000 tahun yang
lalu). Beberapa bukti sejarah memperlihatkan bahwa :
- Pada jaman pemerintahan Nebukadnezar di Babilonia (tahun 605-502 SM),
telah ada spesifikasi untuk bangunan, pangan dan lain-lain.
- Di Cina (tahun 1644 SM) telah ada spesifikasi mutu untuk keramik

Pada masa tersebut belum ada ukuran standar untuk mutu yang disepakati.
Karakteristik mutu pada awalnya diekspresikan secara kualitatif (dengan kata-
kata). Selain itu belum dikenal adanya merek sebagai penanda mutu dan penanda
produsen penghasil barang (Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Sampai akhir abad 19, konsep Sistem Jaminan Mutu tidak banyak berubah.
Prinsip-prinsip pengendalian mutu yang dipakai adalah : (1) Pemeriksaan mutu
dilakukan oleh konsumen (bila cocok ditentukan harganya) dan (2) Adanya
Konsep Ketrampilan (pembeli percaya pada mutu produk setelah beberapa kali
melakukan pembelian). Perkembangan Sistem Manajemen Mutu di atas dikenal
sebagai konsep mutu kuno. Masa berikutnya dalam perkembangan Sistem
Jaminan Mutu disebut sebagai konsep mutu modern, dan dapat dilihat pada
Gambar 1 (Jones, 1991 dalam Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Evolusi Sistem
Mutu

TQM

Quality
Assurance

Statistic

Inspector

Foreman

Operator

Tahun

1900 1918 1937 1960 1980


Operator Quality Control
Sistem Pengendalian Mutu Operator terjadi pada abad ke 19 menggunakan
konsep bahwa operator atau pekerja bertanggung jawab untuk membuat dan
memeriksa sendiri hasil pekerjaannya. Belum ada sistem yang terkendali untuk
menjaga mutu. Pemilik yang merupakan pengelola (bahkan kadang-kadang juga
merupakan karyawan yang menghasilkan barang) mempercayai karyawan dalam
hal mutu produk karena karyawan merupakan orang yang terlatih dan mempunyai
ketrampilan teknis yang tinggi. Masa ini dicirikan dengan (Muhandri dan
Kadarisman, 2006) :
1. Jumlah produksi yang masih sedikit, kadang-kadang hanya melayani
pesanan.
2. Seorang atau sekelompok kecil orang membuat barang secara utuh.
3. Karyawan mengendalikan sendiri seluruh pekerjaannya (membeli,
memotong, menghaluskan, mengukur dan sebagainya).
4. Produsen sering disebut sebagai pengrajin.

Foreman Quality Control


Pada awal abad 20 terjadi perubahan yang mendasar pada konsep produksi.
Permintaan terhadap barang industri yang meningkat sudah tidak memungkinkan
lagi untuk dilayani dengan sistem “pengrajin”. Sistem produksi sudah mulai
dilakukan dengan konsep spesialisasi. Karyawan-karyawan dibawahi oleh seorang
mandor (foreman) yang bertugas mengawasi pekerjaan dan mutu produk yang
dihasilkan. Masa ini dicirikan dengan (Muhandri dan Kadarisman, 2006) :
1. Jumlah produksi yang mulai meningkat (tidak hanya untuk memenuhi
pesanan), tapi dijual secara massal.
2. Karyawan dikelompokkan menurut jenis pekerjaan dan diawasi oleh seorang
mandor yang tidak terlibat dalam pekerjaan menghasilkan barang.

Inspection Quality Control


Selama Perang Dunia I sistem pabrikasi semakin rumit karena perusahaan
dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan kelengkapan produk untuk
mengejar kebutuhan konsumen.
Pada masa ini mulai ada bagian yang bekerja penuh (full time) khusus untuk
mengawasi mutu produk selama proses produksi (dengan melakukan pemeriksaan
secara penuh). Organisasi perusahaan pun membesar seiring dengan adanya
bagian-bagian khusus di atas. Masa ini dicirikan dengan (Muhandri dan
Kadarisman, 2006) :
1. Sistem pabrikasi yang makin kompleks.
2. Skala produksi yang makin membesar.
3. Mutu produk mulai banyak mengalami “gangguan“
4. Adanya “full time inspector“
5. Organisasi inspeksi (pemeriksaan) dipisahkan dari produksi.

Statistic Quality Control


Perang Dunia II memberikan dampak yang cukup penting dalam sejarah
perkembangan Sistem Manajemen Mutu dengan munculnya konsep Pengendalian
Mutu Statistik (Statistic Quality Control). Meskipun teknik Pengendalian Mutu
Statistik sudah dimulai sejak tahun 1929 (diperkenalkan oleh Walter A. Shewart),
namun perkembangan penerimaan masyarakat industri terhadap teknik ini
berjalan sangat lambat. Perkembangan yang pesat baru terjadi ketika masa Perang
Dunia II.
Pada masa itu negara-negara yang terlibat perang berusaha memproduksi
senjata secara besar-besaran . Produksi yang bersifat massal tersebut tidak
memungkinkan lagi untuk dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada tiap
produk Setelah proses diatur secara baku, maka produk diambil secara sampling
(contoh saja yang dianggap mewakili produk keseluruhan) dan diperiksa. Sistem
ini yang dikenal dengan Pengendalian Mutu Statistik. Masa ini dicirikan dengan
(Muhandri dan Kadarisman, 2006) :
1. Produksi yang bersifat massal.
2. Pemeriksaan 100 % produk tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.
3. Penggunaan teknik Sampling dan Control Chart.
Quality Assurance
Pergeseran dari konsep Pengendalian Mutu (Quality Control) ke Jaminan
Mutu (Quality Assurance) terjadi sekitar tahun 1960. Dengan konsep Jaminan
Mutu tidak hanya dilakukan pemeriksaan yang baik pada proses produksi, tetapi
meliputi perencanaan, perancangan produksi, pengadaan bahan baku, transportasi,
penyimpanan, dan sebagainya.
Konsep Jaminan Mutu merupakan cikal bakal (konsep awal) dari konsep yang
lebih komprehensif lagi yaitu Total Quality Control (TQC), yang akhirnya lebih
tepat disebut dengan Total Quality Management (TQM). Masa ini dicirikan
dengan (Muhandri dan Kadarisman, 2006) :
1. Pengendalian dilakukan mulai dari pengadaan bahan sampai dengan bahan
dikirim ke konsumen.
2. Pengendalian mutu dengan Teknik Statistik tetap dilakukan.
3. Tanggung jawab mutu masih ada di bagian Pengawasan Mutu (Quality
Control).
4. Unsur-unsur seperti perencanaan, pengarahan, koordinasi, pengendalian,
monitoring dan evaluasi mulai diperhatikan untuk menjamin mutu.

Total Quality Management

Gagasan konsep Pengendaliam Mutu Terpadu pertama kali dicetuskan


oleh Armand V. Feigenbaum (Presiden Direktur General System Company Inc.,
AS) pada tahun 1950-an (Hardjomidjojo, 2002). Pengendalian Mutu Terpadu
pada awalnya menitikberatkan perhatian pada pendekatan mutu dari berbagai
aspek- aspek seperti perancangan, produksi, pemasaran dan produktivitas, sehingga
seluruh departemen dalam perusahaan terlibat dalam kegiatan mutu. Tujuan
kegiatan mutu dalam TQM awal ini adalah memadukan usaha pengembangan,
pemeliharaan dan penyempurnaan mutu oleh berbagai kelompok dalam
perusahaan sehingga pemasaran, perekayasaan, produksi dan pelayanan terlaksana
pada kondisi yang paling ekonomis dalam memberikan kepuasan penuh pada
konsumen. Perkembangan TQM lebih lanjut adalah munculnya berbagai macam
standar sistem manajemen mutu yang baru antara lain : ISO 9000, Six Sigma,
Malcolm Baldrige Framework, EFQM (The European Foundation for Quality
Management), dan BSC (Balanced Scorecard).

Anda mungkin juga menyukai