Anda di halaman 1dari 26

PERAN ORANGTUA DALAM MENYIAPKAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA

TODDLER DI WILAYAH POSYANDU KOJATADA DUSUN KOJATADA


KECAMATAN NITA

Disusun dalam rangka menyelesaikan Ujian Akhir Program Jenjang Pendidikan Tinggi
Diploma III Keperawatan

OLEH :

NAMA : AGNES YULIANA ASRI DEWI

NIM : 225202000422

YAYASAN ST.LUKAS KEUSKUPAN MAUMERE

AKADEMI KEPERAWATAN ST.ELISABETH LELA

MAUMERE
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul ‘’ Peran Orangtua
Dalam Menyiapkan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Wilayah Posyandu Kojatada
Dusun Kojatada Kecamatan Nita’’. Proposal ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan pada program studi Diploma III Keperawatan St. Elisabeth Lela.

Dalam penyusunan proposal ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan,


pengarahan dan bantuan dari semua pihak sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal
tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Maria Kornelia Ringgi Kuwa, S.ST.,M.Kes, selaku Direktur Akademi


Keperawatan St. Elisabeth Lela yang telah memberikan kesempatan dan
masukan serta saran kepada peneliti.
2. Maria Kornelia Ringgi Kuwa, S. ST.,M.Kes, Selaku Pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing dan memberikan
saran kepada peneliti dalam penyusunan proposal ini.
3. Kepada Orangtua yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam
banyak hal sehungga proposal ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
4. Teman – teman seperjuangan Diploma III keperawatan St. Elisabeth Lela
atas perjuangan dan kerja samanya dalam menempuh pendidikan.

Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


proposal ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis dalam
menyempurnakan proposal ini.

Maumere, Januari 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak menurut WHO adalah usia sejak berada di dalam kandungan sampai
usia 19 tahun. Undang – undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,
mengatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Salah satu tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak yang sangat penting dikenal dengan periode kanak – kanak
(toddler) atau yang dikenal dengan istilah masa masa keemasan, yakni periode usia 12
sampai 36 bulan. Periode ini merupakan masa saat anak melakukan eksplorasi
lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua
tarjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum.
Usia toddler merupakan periode 12 sampai 36 bulan. Masa ini adalah masa
eksplorasi lingkungan dimana anak berusaha mencari tahu semua yang terjadi dan
bagaiman mengontrol orang lain melalui perilaku tempramen, negativisme dan keras
kepala ( Musfiroh & Wisudaningtyas, 2014. Hal 159). Pada usia tersebut, fase
kehidupan yang unik, berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan,
pekembangan, pematangan dan penyempurnaan, baik pada aspek jasmani maupun
rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap dan berkesinambungan
(Mulyasa, 2012, hal. 16). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam Undang –
Undang Republik Indonesia, Nomor 20 tahun 2003, Bab 1, Pasal 1, butir 14
menyatakan bahwa, PAUD merupakan pendidikan yang paling mendasar dan
menempati kedudukan sebagai golden age dan sangat strategis dalam pengembangan
sumber daya manusia.
Pada anak usia toddler mengalami 3 fase yaitu : fase autonomi (anak dapat
mengambil inisiatif sendiri dan mampu melakukan semuanya sendiri, namun lebih
pada menunjukan keinginannya sendiri menolak sesuatu yang tidak dikehendaki dan
mencoba sesuatu yang diinginkan), fase anal (anak memasuki masa toilet training),
dan fase praoperasional (anak mulai mampu membuat penilaian sederhana terhadap
objek dari kejadian disekitarnya (Musfiroh & Wisudaningtyas, 2014, hal. 159). Salah
satu hal yang menjadi perhatian orangtua adalah kemandirian anak dalam ber-toilet,
sehingga diperlukan toilet training oleh orang tua.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi proses percepatan dan
perlambatan perkembangan motorik anak usia toddler adalah faktor herediter, dan
lingkungan. Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak. Sedangkan, Faktor lingkungan merupakan
faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya
potensi yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan dapat meliputi lingkungan postnatal
(lingkungan setelah bayi lahir).
Di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan jumlah balita mencapai 30%
dari 250 juta jiwa. Menurut Survey Kesehatan Runah Tangga (SKRT) Nasional
Tahun 2011 jumlah balita diperkirakan yang susah mengontrol buang air besar dan
buang air kecil (mengompol) mencapai 75 jutaan anak. Jumlah anak usia toddler saat
ini adalah 19% atau 1,14 milyar dari penduduk dunia. Penduduk dunia saat ini sekitar
6 milyar jiwa. Data BPS Indonesia tahun 2010 jumlah balita di Indonesia adalah 26,7
juta jiwa. Jumlah anak usia toddler di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 17.091.762
jiwa dari 87,9 juta anak Indonesia. Jumlah anak usia toddler tahun 2013 di Indonesia
adalah 23.009.874, 40% dari seluruh jumlah anak di Indonesia (Depkes, 2013).
Tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua perestiwa yang sifatnya
berbeda, tapi saling bekaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang
lebih maju yang bersifat psikis. Adapun makna lain dari pertumbuhan (growth) adalah
tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya.
Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan dapat
diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat badan,
ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi.
Proses tumbuh kembang merupakan proses utama pada anak. Proses
tumbuh kembang berlangsung pada saat pembuahan, yaitu bersatunya sel telur ibu
dengan spermatozoa ayah, sampai akhir masa remaja dengan melewati masa – masa
prenatal, bayi, prasekolah, sekolah dasar dan remaja. Tahun – tahun pertama
merupakan waku yang penting bagi tumbuh kembang fisik, perkembangan
kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial, emosi, sehingga dapat dikatakan bahwa
keberhasilan tahun – tahun pertama sebagian besar menentukan masa depan anak
tersebut.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan adalah suatu perubahan
fungsional yang bersiat kualitatif, baik dari fungsi – fungsi fisik maupun mental
sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan dapat juga
dikatakan sebagai suatu urutan – urutan perubahan yang bersifat sistematis, dalam arti
saling ketergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek – aspek fisik dan
psikis.Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa toddler. Karena
pada masa ini adalah pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Pada masa toddler, anak mulai mengembangkan
kemandiriannya dengan lebih memahirkan ketrampilan yang telah dipelajarinya,
keseimbangan tubuh sudah mulai berkembang terutama dalam berjalan yang sangat
diperlukan untuk menguatkan rasa otonomi untuk mengendalikan kemauannya
sendiri. Tumbuh kembang yang nyata pada tahap ini adalah kemampuan untuk
mengekplorasi dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada orang lain, dan
pada masa ini toddler mulai belajar mengendalikan buang air besar dan kecil
menjelang usia tiga tahun. Sehingga pada masa ini sangat baik bagi anak usia toddler
untuk mengembangkan ketrampilan motorik penerapan toilet training dengan benar.
Toilet training pada anak usia toddler merupakan suatu usaha untuk melatih
anak agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet
training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai
memasuki fase kemandirian pada anak (Keen, 2007, hal. 292; Wald, 2009, hal. 295).
Kemandirian harus dilatih dan dikembangkan pada anak sedini mungkin agar tidak
menghambat tugas – tugas perkembangan anak selanjutnya (Yamin & Sanin, 2010,
hal. 94). Erikson mengatakan bahwa masa kritis bagi perkembangan kemandirian
berlangsung pada usia dua sampai tiga tahun (usia toddle). Pada usia ini tugas
perkembangan anak adalah untuk mengembangksn kemandirian. Kebutuhan untuk
mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia sekitar dua sampai tiga
tahun akan menimbulkan terhambatnya perkembangan kemandirian yang maksimal
(Dhamayanti & Yuniarti, 2006, hal. 18).
Beberapa ahli berpendapat toilet training efektif bisa diajarkan pada anak
usia mulai dari 24 bulan sampai dngan 3 tahun. Karena anak usia 24 bulan memiliki
kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi. Dalam melakukan latihan
buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis maupun secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak
mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar secara mandiri(Yektiningsih
& infanteri, 2016, hal. 47). Pada toilet training selain melatih anak dalam mengontrol
buang air kecil dan besar juga dapat bermanfaat. Sebab saat anak melakukan kegiatan
tersebut anak akan mempelajari anatomi tubuh dan fungsinya. Dalam proses toilet
training diharapakan terjadi pengaturan impuls atau ransangan dan insting anak dalam
melakukan buang air kecil dan air besar. Suksesnya toilet training tergantung pada
kesiapan diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik, dimana anak secara fisik sudah
kuat dan mampu dalam hal ini dapat menunjukan anak mampu duduk dan berdiri
sehingga mudah dilatih dalam buang air kecil dan besar. Untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dalam toilet training khususnya mengenai kemandirian anak,
setidaknya ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mempengaruhi
kemandirian anak yaitu lingkungan, pola asuh dari orang tua (Santrock, 2003,
gal.145-146). Adapun dampak jika orangtua terlambat memulai toilet training pada
anak, shingga anak – anak sering mengompol (pipis dicelana) dan yang paling rawan
mengalami infeksi kandung kemih.
Faktor penentu bagi perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah
peran orang tua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan
utama bagi anak – anak yang dilahirkan sampai dewasa.
Peran merupakan suatu rangkain perilaku yang diharapkan kepada
seseorang sesuai posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal.
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk kepada beberapa
rangkain perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan
diharapkan secara normative dari seseorang okupan peran (role occupan) dalam
situasi sosial tertentu.
Peran orang tua dirumah sangat menentukan kemandirian anak dalam
melakukan aktivitasnya ditoilet (Anggraeni, 2017, hal. 45; Rahayu & Firdaus, 2015,
hal. 68; Salahudin, Pebrianti & Maulana, 2018, hal. 59). Pengetahuan orang tua untuk
mengajarkan toilet training pada anaknya akan berdampak besar pada kemandirian
anak (Bukhari, Rahmatika, Hartaty, & Iskandar, 2017, hal. 86). Maka dari itu orang
tua dan guru dapat bekerja sama untuk membantu anak dalam mengembangkan
kepribadian dan kemandirian anak (Dhamayanti & Yuniarti, 2006, hal. 19).
Posyandu Kojatada adalah Posyandu yang terletak diwilayah Dusun
Kojatada Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Berdasarkan hasil pengamatan banyak
anak yang belum bisa mengontrol BAB dan BAK serta masih ada memakai pempers.
Pada kondisi inilah Peran Orangtua yang diutamakan dalam Menyiapkan Toilet
Training. Untuk itu peneliti merespon dan mengajarkan pada orangtua Peran dalam
Menyiapkan Toilet Training. Masih ada beberapa orangtua yang pemahaman tentang
toilet training kurang sehinnga Peran dalam menyiapkan toilet training belum
terlaksana. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penenlitian dengan judul
“PERAN ORANGTUA DALAM MENYIAPKAN TOILET TRAINING PADA
ANAK USIA TODDLER”

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut ‘’Bagaimana peran orang tua dalam
menyiapkan toilet training pada anak usia toddler di wilayah Posyandu Kojatada
Dusun Kojatada Kecamatan Nita?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi peran orang tua tentang penerapan toilet training pada anak usia
toddler (1-3 tahun).
2. Tujuan khusus
a. Mampu mengidentifikasi karakteristik orang tua
1) Nama
2) Umur
3) Hubungan dengan anak
4) Jenis kelamin
5) Pendidikan
6) Pekerjaan
b. Mampu mengidentifikasi tahap kesiapan anak untukmelakukan toilet training
1) Kesiapan Fisik
2) Kesiapan Mental
3) Kesiapan Psikologis
c. Mengidentifikasi tanda – tanda kesiapan anak

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Postyandu Kojatada
Memberikan masukan untuk lebih meningkatkan betapa pentingnya Peran
Orangtua dalam menyiapkan Toilet Training Pada Anak usia toddler.
2. Bagi Orangtua yang mempunyai Anak
Sebagai masukan untuk memberikan pengetahuan secara umum dalam
menyiapkan Toilet training pada anak usia toddler.
3. Bagi Institusi Pendidikan Akper St. Elisabeth Lela
Memberi informasi tambahan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu
pendidikan agar dapat menghasilkan lulusan terbaik.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan dalam bidang penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tumbuh Kembang


1. Pengertian Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran, jumlah dan jaringan
intraseluler yang menyebabkan bertambahnya sebagian atau seluruh ukuran
fisik dan struktur tubuh yang dapat diukur dengan satuan panjang atau berat
(Kemenkes RI, 2016).
Pertumbuhan yang terjadi pada balita tidak hanya bertamabh besar
secara fisik tetapi juga ukuran dan struktur organ tubuh dan otak, jadi
pertumbuhan terjadi secara fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat
diukur dengan panjang (cm, meter), berat (gram, kilogram) umur tulang dan
tanda – tanda seks sekunder. Pertumbuhan menjadi hal penting untuk anak
balita sehingga pemantauan pertumbuhan secara berkala sangat penting
dilakukan untuk menentukan pertumbuhan anak berjalan normal atau tidak.
Anak yang sehat akan memiliki lingkungan yang seimbang akan tumbuh
dengan optimal (Soetjiningsih, 2016).

b. Perkembangan
Perkembangan anak adalah segala bentuk perubahan yang terjadi
pada anak meliputi perubahan fisik, motorik, kemampuan bahasa, sosial
dan kemandirian (Ashadi, 2014). Perkembangan juga dapat diartikan
bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh sebagai hasil dari
proses pematangan. Perkembangan yang terjadi meliputi perkembangan
emosi, intelektual dan tingkah laku yang merupakan hasil dari interkasi
dengan lingkungan.

2. Ciri – Ciri Tumbuh Kembang Anak


Menurut Kemenkes (2012), tumbuh kembang anak memiliki ciri –
ciri sebagai berikut :
a. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada awal, akan
menentukan perkembangan selanjutnya. Anak akan melewati tahap
perkembangan sebelum ketahapan selanjutnya. Seorang anak tidak
akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lainnya
terhambat. Perkembangan awal akan menentukan perkembangan
selanjutnya.
b. Perkembangan menyebabkan perubahan yang terjadi secara
bersamaan dengan pertumbuhan. Pertumbuhan disertai dengan
perubahan fungsi seperti perkembangan intelegen seorang anak
akan disertai dengan pertumbuhan otak dan serabut saraf.
c. Pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ setiap anak
memiliki kecepatan yang berbeda.
d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan, jika pertumbuhan
berlangsung secara cepat maka perkembangan (peningkatan
mental, memori, daya nalar dan sosial) juga cepat. Anak yang
sehat seiring dengan bertambahnya umur, berat badan dan tinggi
badan maka bertambah juga kepandaiannya.
e. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan, seorang anak akan
mengikuti pola yang teratur dan berurutan dan tidak bisa dibalik.

3. Aspek pertumbuhan dan perkembangan


Aspek – aspek perkembangan yang dapat dipantau menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) :
a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot – otot besar, seperti duduk, berdiri dan sebagiannya.
b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian
tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot – otot kecil, tetapi melakukan
koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menulis dan
sebagiannya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa adala aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagiannya.
d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengna
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi den
berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagiannya.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang


Secara umum terdapat 2 faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak, yaitu :
a. Faktor Genetik/Herediter
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak disamping faktor – faktor lain. Faktor herediter
meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan jenis kelamin laki – laki setelah lahir akan
cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan
bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki – laki maupun anak
perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas. Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada
suku bangsa tertentu yang memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi,
seperti orang Asia cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan dengan
orang Eropa.
b. Faktor Lingkungan
Merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan
tercapai dan tidaknya potensi yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan ini
dapat meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal (lingkungan
setelah bayi lahir).

5. Tumbuh Kembang Anak Masa Usia Toddler (1-3 tahun).


Pada masa ini, anak belajar tanpa dibantu sampai berlari. Masa ini
berkisar dari usia 12 bulan sampai 36 bulan. Anak akan semakin mandiri dan
disertai kemampuan mobilisasi dan kognitig yang meningkat. Anak semakin
menyadari kemampuan untuk melakukan kondali dan puas dengan hasil yang
dicapai lewat keterampilan baru tersebut. Keberhasilan ini menyebabkan mereka
mengulangi usaha untuk mengendalikan lingkungan mereka. Usaha yang gagal
menyebabkan timbulnya tingkah laku negative dan temperamen yang tinggi.
Tingkah ini timbul saat orang tua merasa bahwa tingkah laku ini sangat
menimbulkan masalah.
a. Tumbuh Kembang Fisik
Ukuran peningkatan dalam setiap tahap seperti pola linear, yang
merupakan refleksi dari pertumbuhan yang cepat dan karakteristik
pertumbuhan yang lambat dari toddler.
1) Tinggi Badan
Rata – rata 7,7 cm pertahun. Tinggi Badan pada usia 2 tahun 86,6 cm
atau setengah dari tinggi badan dewasa. (Maryunani Anik, 2010 Hal.
66).
2) Menurut Joice Anggel (1995) menjelaskan pada usia 18 bulan sampai 3
tahun, pertambahan rata – rata berat badan anak tiap tahun adalah 2 – 3
kiogram. Dan pada usia 2 tahun mencapai berat badan sekitar 4 kali
berat badan bayi baru lahir (Maryunani Anik, 200 Hal. 61).
3) Lingkar kepala
Usia 1-2 tahun lingkar kepala sama dengan lingkar dada. Lingkar
kepala meningkat secara perlahan – lahan rata – rata 0,5 inchi tiap
tahun sampai 5 tahun kemudian (Maryunani Anik, 2010 Hal.69).
b. Perkembangan Psikososial (Ericson)
Perkembangan psikososial pada masa toddler yang dikenal dengan
“otonomi vs rasa ragu dan malu” merupakan perkembangan anak dan aspek
psikososial, perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial
dan untuk mencapai kematangan kepribadian anak sudah mulai mencoba
mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik, bahasa, anak
sudah mulai jalan sendiri, berbicara dan pada tahap ini pula anak akan
merasakan malu apabila orang tua terlalu melindungi atau tidak memberi
kemandirian atau kebebsan anak dan menuntut tinggi harapan anak (Abdul
Aziz A. H, 2005. Hal 29 – 30).
Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk
mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin melakukan hal– hal yang
ingin dilakukannya sendiri dengan menggunakan kemampuan yang sudah
mereka miliki, seperti berjalan, berjinjit, memanjat, dan memilih mainan
yang diinginkanny. Pada fase ini anak akan meniru perilaku orang lain
disekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar. Sebaliknya perasaan
malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya kerdil atau saat
mereka dipaksa oleh orangtuanya atau orang dewasa lain untuk memilih
atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka (Supartini Yupi, 2004 hal
61).

c. Perkembangan Motorik
1) Motorik Kasar
a) Usia 12-13 bulan dapat berdiri dan dapat berjalan 1 sampai 2
langkah, memanjat tangga.
b) 13-15 bulan dapat berjalan dengan lebar, langkah tidak sama
besar dan tangan setinggi pundak untuk proteksi bila jatuh.
Dapat berhenti dan mengambil objek, kemudian berdiri lagi dan
berjalan.
c) 15 bulan dapat berjalan dengan sempit, berjalan dan berhenti
tiba – tiba, lengan makin lama makin turun.
d) 18 bulan dapat mempertahanakn posisi berjongkok waktu
bermain.
e) 24 bulan dapar berlari dan menoleh kebelakang dan berputar.
f) 30 bulan dapat melompat dengan kedua kaki (Soetoemengolo
Taslim S, 1999. Hal. 131).
2) Motorik Halus
a) 12 – 15 bulan telah meraik objek dengan gerakan terkoordinasi
dan halus dengan timbulnya orientasi, telah memegang dua
benda sekaligus, memegang kotak dengan satu tangan sambil
memasukan benda dengan tangan lain. Dapat membalik botol
dan mengeluarkan isinya, dapat membangun menara 2 sampai 3
kubus, mencoret kertas dan juga ia senang melihat buku
gambar.
b) 18 bulan sudah ada konsep geometri, ia belajar dimana adanya
benda dan dimana benda tersebut seharusnya berada. Membalik
halaman buku dengan baik dan menunjukan beberapa benda
atas perintah verbal, konsep beberapa dan banyak sudah mulai
ada. Ia dapat memegang beberapa kubus sekaligus, dan dapat
membuat 3 sampai 4 kubus.
c) 18 bulan sampai 2 tahun dapat menyusun puzzle 2-3 keping.
Bisa memakai celana, sepatu dan membuka pintu.
d) 2 ¼ tahun dapat memegang pensil dengan baik dan mulai
menggambar, dapat menuangkan cairan dari satu tempat ke
tempat yang lain (Soetoemengolo Taslim S, 1999. Hal 132).
3) Bahasa
Kemampuan berbahasa pada anak sudah mulai ditunjukan
dengan anak mampu memiliki sepuluh pembendaharaan kata,
kemampuan meniru dan mengenal serta responsive terhadap orang lain
sangat tinggi, mampu menunjukan dua gambar, mampu mengombinasi
kata – kata, mulai mampu menunjukan lambaian anggota bada (Abdul
Aziz A. H, 2005.Hal. 25). Dalam perkembangan fonologis produksi
suara, kosakata dan menggunakan kata untuk mengekspresikan
perasaan dan mencari informasi baru (Soetoemengolo Taslim S, 1999.
Hal. 131).
d. Perkembangan Psikoseksual
Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak
usia toddler yakni pada fase anal, 1 sampai 3 tahun, kehidupan anak
berpusat pada kesenangan anak, yakni selama perkembangan otot sfingter.
Anak senang menahan fese, bahkan bermain – main dengan fesesnya sesuai
dengan keinginannya. Dengan demikian toilet training adalah waktu yang
tepat dilakukan pada periode ini (Supartini Yupi, 2004. Hal. 59). Pada fase
anal juga terdapat perkembangan sebagai berikut, kepuasan pada fase ini
adalah pengeluaran tinja, anak akan menunjukan keakuannya dan sikapnya
yang egoistic, mulai mempelajari strutur tubuhnya.

Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anaka adalah


latihan kebersihan. Masalah yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah
bersifat obsesif atau gangguan pikiran, pandangan sempit, intrivent dan
dapat bersikap ekstrovel yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang
pengendalian diri (Abdul Azizi A. H, 2005, Hal. 29).

B. KONSEP DASAR TOILET TRAINING


1. Pengertian
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training
ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 2 tahun.
Dalam melakukan persiapan baik secara fisik, psikologis maupun intelektual,
melalui persiapan tersebut diharapakan anak mampu mengontrol buang air kcil
dan besar secara sendiri (Abdul Aziz A. H, 2005. Hal. 62).
Toilet training adalah latihan untuk berkemih dan defekasi adalah tugas
perkembangan anak usia toddler. Seperti dijelaskan pada kegiatan belajar
sebelumnya, pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan
sfingter uretra untuk mengontrol rasa inginberkemih dan sfingter ani untuk
mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini Yupi, 2004. Hal
161).
2. Tahap kesiapan anak untuk melakukan toilet training (Wong, 1997)
a. Kesiapan fisik
1) Usia telah mencapai 18 sampai 24 bulan
2) Dapat duduk atau jongkok selama 2 jam
3) Ada gerakan usus yang regular
4) Kemampuan motorik kasar (duduk, berjalan)
5) Kemampuan motorik halus (membuka baju dan celana)
b. Kesiapan mental
1) Mengenal rasa yang datang tiba – tiba untuk berkemih dan defekasi
2) Komunikasi secara verbal dan non verbal jika merasa ingin berkemih
dan defekasi
3) Ketrampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku
orang lain

c. Kesiapan psikologis
1) Dapat duduk atau jongkok dotoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri
dulu
2) Mempunyai rasa penasaran atau rasa ingintahu terhadap kebiasaan
orang dewasa dalam buang air
3) Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat
dicelana dan ingin diganti segera
d. Kesiapan orang tua
1) Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi
2) Ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk
latihan berkemih dan defekasi pada anaknya
3) Tidak mengalami konflik atau stress keluarga yang berarti
(perceraian)
e. Kesiapan kognitif
1) Bisa mengikuti dan menuruti instruksi
2) Memiliki bahasa sendiri tentang “dunia toilet”
3) Sudah mengerti tentang reaksi tubuhnya jika ingin buang air kecil dan
buang air besar dapat memberitahu (Supartini Yupi, 2004. Hal 162).

3. Tanda – tanda kesiapan anak untuk memulai melakukan toilet training


a. Anak tidak mengompol minimal 2 jam saat tidur siang
b. Buang air besar jadi teratur dan dapat diprediksi
c. Ekspresi wajah, postur tubuh dan kata – kata yang menunjukan keinginan
untuk buang air kecil atau besar
d. Anak sudah mengikuti perintah – perintah sederhana
e. Anak dapat berjalan dari dan ke kamar mandi serta melepaskan pakian
f. Anak nampak tidak nyaman dengan popok yang kotor.

4. Cara Mengajarkan toilet training pada anak


Latihan buang air kecil dan besar pada anak atau dikenal dengan toilet
training merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh orangtua anak,
mengingat dengan latihan itu diharapakan anak mempunyai kemampuan sendiri
dalam melaksanakan buang air kecil atau besar tanpa merasa ketakutan atau
kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
sesuai dengan tumbuh kembang anak.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk
membuang air besar dan air kecil diantaranya :

a. Teknik Lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
instruksi pada anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air
kecil dan besar. Cara ini kadang – kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan orang tua akan tetapi bila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk
buang air kecil atau besar dimana dengan lisan ini persiapan psikologis
pada anak akan semakin matang dan akhitnya anak mampu dengan baik
dalam melaksanakan buang air kecil dan air besar.
b. Teknik Modeling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air
besar dan buang air kecil dengan cara meniru atau memberikan contoh.
Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh – contoh buang
air kecil dan buang air besar atau membiasakan diri membuang air kecil dan
buang air besar dengan benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah
apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperhatikan pada
anak akhirnya juga mempunyai kebiasaan yang salah (Abdul Aziz
A.H.2005).

5. Tahapan toilet training


a. Ajarkan anak untuk memberitahu bila ingin membuang air besar dan air
kecil. Anak seringkali memberitahu pada saat dia sudah mengompol atau
buang air besar. Ini merupakan tanda bahwa ia mulai mengenal fungsi
tubuhnya, ajarkan anak agar lain kali memberitahu sebelum buang air kecil
dan air besar.
b. Tumbuhkan rasa tertarik dengan aktivitas kamar mandi. Sesekali biarkan
dia memperhatikn orang tuanya ke kamar mandi sehingga dia memiliki
keinginan yang sama.
c. Tunjukan cara cebok (membasuh) yang benar untuk anak perempuan
sebaiknya membersihkan dari depan kebelkang untuk mencegah kuman
dari rectum ke vagina.
d. Ketika anak sudah siap orang tua sebaiknya memilih pot yang lebih mudah
digunakan untuk anak, yang pendek sehingga anak tidak merasa sulit.
e. Ketika anak ingin ingin buang air besar atau kecil, anak bisa pergi ke pot,
biarkan anak duduk di pot beberapa menit, jelaskan prosesnya dan beritahu
anak untuk memberitahu kalau sudah selesai buang air.
f. Latih anak menggunakan pot secara rutin, misalnya menjadi kegiatan
pertama di pagi hari dan siang hari.
g. Anak akan menunjukan jika ia sudah siap menggunakan pot yang
sesungguhnya.

C. KONSEP PERAN ORANGTUA


1. Pengertian Peran Orangtua
Orangtua adalah seseorang yang melahirkan kita yang mempunyai
tugas dalam mendidik, mengasihi, menyanyangi dan memelihara anak dengan
penuh tanggung jawab atas perkembangna dan pertumbuhan anak dengan
penuh kasih sayang. Orangtua terdiri dari Ayah dan Ibu. Orangtua pada
dasarnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu orangtua kandung, orangtua asuh
dan orangtua tiri (Mansur, 2005 : 318).
Menurut Maulani (2010) Peran orang tua adalah seperengkat tingkah
laku dua orang (Ayah dan Ibu) dalam bekerja sama dan bertanggung jawab
berdasarkan keturunannya sebagai tokoh panutan anak semenjak terbentuknya
pembuahan atau zigot secara konsisten terhadap stimulus tertentu baik berupa
bentuk dan maupun sikap, moral dan spiritual serta emosional anak yang
mandiri.

2. Peran Orangtua
Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan peran, yaitu : Peranan berasal dari kata “Peran” yang berarti
pemain sandiwara. Kemudian dari kata peran mendapat akhiran “an” menjadi
peranan yang berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan
yang utama (dalam suatu hal perestiwa).
Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Para ahli menyatakan bahwa peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau
status. Seseorang melakukan hak dan kewajiban, berarti telah menjalankan
suatu peran. Secara Etimologi dalam Kamus Modern “Peran” berarti : sesuatu
yang menjadi kegiatan atau memegang pimpinana yang utama, peran,
memerankan, memainkan sesuatu, bagian utama.
Didalam BKKBN di jelaskan bahwa peran orang tua terdiri dari :
a. Peran sebagai Pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak – anak arti penting dari
pendidikan dan ilmu penegtahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.
Selain itu nilai – nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu
ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagai bekal dan benteng untuk
menghadapi perubahan – perubahan terjadi.
b. Peran sebagai Pendorong
Sebagai anak yang sedang dalam masa peralihan, anak membutuhkan
dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri
dalam menghadapi masalah.
c. Peran sebagai Panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam
berkata jujur dalam menjalankan kehidupan sehari – hari dan
bermasyarakat.
d. Peran sebagai Teman
Orang tua ketika menghadapi anak yang sedang menghadapi masa
perahlian harus lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua
menjadi sumber informasi, teman biacara, teman bertukar pikiran tentang
kesulitan yang dialami atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman
dan terlindungi.
e. Peran sebagai pengawas
Kewajiban orang tua yaitu melihat dan mengawasi sikap dan perilaku anak
agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan
keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
f. Peran sebagai konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan yang positif dan
negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan terbaik. Interaksi
antara anak dan orang tua, terutama peranan ibu sangat bermanfaat bagi
proses perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dapat
segera mengenali kelainan proses perkembangan anak sedini mungkin dan
memebrikan stimulus tumbuh kembang adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk memebri pengalaman pada anak melalui berbagai aktivitas
yang merangsang terbentuknya kemampuan perkembangan dasar agar
tumbuh kembang anak menjadi optimal. Kurangnya stimulus dapat
menyebabkan penyimpanan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap.

3. Karakteristik Orang tua


Orang tua adalah ayah dan atau ibuseorang anak baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Umumnya orang tua mempunyai peranan sangat
penting dalam membesarkan anak. Secara umum karakteristik adalah karakter
atau watak yang mempengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan
tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.
a. Umur
Menurut Noto Atmodjo (2014), usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup
umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berpikir dan bekerja. Dalam segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya.
b. Tingkat pendidikan
Merupakan suatu proses jangka panjang yang menggunakan
prosedur sistematis dan terorganisir. Menurut Noto Atmodjo (2014),
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan
serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang maka makin mudah untuk menerima informasi.
Menurut Wardani dalam Nilawati (2013), pendidikan arang tua
akan memberikan pengaruh terhadap pola berpikir dan orientasi
pendidikan yang diberikan kepada anaknya. Semakin tinggi pendidikan
yng dimiliki orang tua maka akan semakin meperluas dan melengkapi
pola berpikirnya dalam mendidik anaknya.
c. Pekerjaan
Merupakan kegiatan yang wajib dilakukan seseorang demi
kelangsungan hidupnya. Menurut Noto Atmodjo (2014), pekerjaan
adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetpi lebih banyak cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya
merupakan kegiatan menyita waktu.

D. Kerangka Konsep

Peran Orangtua Dalam


menyiapkan toilet training.

1. Peran Orangtua
Dalam menyiapkan
toilet training.
2. Tanda – tanda
kesiapan anak
untuk melakukan
toilet training
Peran Orangtua

1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Karakteristik Orangtua

1. Nama
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Hubungan dengan
anak
5. Pendidikan
6. Pekerjaan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian keperawatan yang mengambil lokasi di
Wilayah Posyandu Kojatada Dususn Kojatada. Penelitian ini dilakukan pada
bulan.......menggunakan instrumen kusioner kepada Orangtua anak usia toddler.
B. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan subjek atau objek.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti. Populasi
dalam setiap penelitian harus disebutkan secara jelas yaitu berkenaan dengan
besarnya anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup. Populasi dalam
penelitian ini adalah Orangtua Anak usia Toddler di wilayah Posyandu Kojatada
sebanyak .....
2. Sampel
Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Teknik pengambilan samplingdalam penelitian ini adalah total sampling. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi. Alasan mengambil total sampling adalah jumlah populasi menjadi
anggota yang akan diamati sebagai sampel. Dalam penelitian ini sampel yang
diteliti adalah Orangtua anak usia toddler diwilayah Posyandu Kojatada.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep tertentu. Variabel
dalam penelitian ini adalah variabel mandiri tanpa membandingkan dengan variabel
lainnya. Adapun variabel penelitian ini adalah karakteristik Orangtua berdasarkan
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, hubungan dengan anak.
E. Defenisi Operasional Variabel
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel – variabel diamati
ata diteliti, perlu variabel tersebut diberi batasan atau “Defenisi Operasional”.
Defenisi Operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran
atau pengamatan terhadap variabel – variabel yang bersangkutan serta pengembangan
instrumen atau alat dijelaskan sebagai berikut.

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur
1. Peran Orangtua Peran Orangtua Kuisioner
dalam dalam
menyiapkan menyiapkan toilet
toilet trainng. training :
a. Tahap
kesiapan
anak
untuk
melakuka
n toilet
training
b. Tanda –
tanda
kesiapan
anak
untuk
memulai
toilet
training

2. Umur orangtua Umur adalah kusioner


individu yang
terhitung mulai
saat dilahirkan
sampai saat
berulang tahun.
Semakin cukup
umur tingkat
kematangan dan
kekuatan
seseorang akan
lebih matang
dalam berpikir
dan bekerja.
3. Jenis kelamin Jenis kelamin Kusioner
adalah perbedaan
antara perempuan
dan laki – laki
secara biologis
sejak seseorang
lahir.

F.

Anda mungkin juga menyukai