Disusun dalam rangka menyelesaikan Ujian Akhir Program Jenjang Pendidikan Tinggi
Diploma III Keperawatan
OLEH :
NIM : 225202000422
MAUMERE
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul ‘’ Peran Orangtua
Dalam Menyiapkan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Wilayah Posyandu Kojatada
Dusun Kojatada Kecamatan Nita’’. Proposal ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan pada program studi Diploma III Keperawatan St. Elisabeth Lela.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak menurut WHO adalah usia sejak berada di dalam kandungan sampai
usia 19 tahun. Undang – undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,
mengatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Salah satu tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak yang sangat penting dikenal dengan periode kanak – kanak
(toddler) atau yang dikenal dengan istilah masa masa keemasan, yakni periode usia 12
sampai 36 bulan. Periode ini merupakan masa saat anak melakukan eksplorasi
lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua
tarjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum.
Usia toddler merupakan periode 12 sampai 36 bulan. Masa ini adalah masa
eksplorasi lingkungan dimana anak berusaha mencari tahu semua yang terjadi dan
bagaiman mengontrol orang lain melalui perilaku tempramen, negativisme dan keras
kepala ( Musfiroh & Wisudaningtyas, 2014. Hal 159). Pada usia tersebut, fase
kehidupan yang unik, berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan,
pekembangan, pematangan dan penyempurnaan, baik pada aspek jasmani maupun
rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap dan berkesinambungan
(Mulyasa, 2012, hal. 16). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam Undang –
Undang Republik Indonesia, Nomor 20 tahun 2003, Bab 1, Pasal 1, butir 14
menyatakan bahwa, PAUD merupakan pendidikan yang paling mendasar dan
menempati kedudukan sebagai golden age dan sangat strategis dalam pengembangan
sumber daya manusia.
Pada anak usia toddler mengalami 3 fase yaitu : fase autonomi (anak dapat
mengambil inisiatif sendiri dan mampu melakukan semuanya sendiri, namun lebih
pada menunjukan keinginannya sendiri menolak sesuatu yang tidak dikehendaki dan
mencoba sesuatu yang diinginkan), fase anal (anak memasuki masa toilet training),
dan fase praoperasional (anak mulai mampu membuat penilaian sederhana terhadap
objek dari kejadian disekitarnya (Musfiroh & Wisudaningtyas, 2014, hal. 159). Salah
satu hal yang menjadi perhatian orangtua adalah kemandirian anak dalam ber-toilet,
sehingga diperlukan toilet training oleh orang tua.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi proses percepatan dan
perlambatan perkembangan motorik anak usia toddler adalah faktor herediter, dan
lingkungan. Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak. Sedangkan, Faktor lingkungan merupakan
faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya
potensi yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan dapat meliputi lingkungan postnatal
(lingkungan setelah bayi lahir).
Di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan jumlah balita mencapai 30%
dari 250 juta jiwa. Menurut Survey Kesehatan Runah Tangga (SKRT) Nasional
Tahun 2011 jumlah balita diperkirakan yang susah mengontrol buang air besar dan
buang air kecil (mengompol) mencapai 75 jutaan anak. Jumlah anak usia toddler saat
ini adalah 19% atau 1,14 milyar dari penduduk dunia. Penduduk dunia saat ini sekitar
6 milyar jiwa. Data BPS Indonesia tahun 2010 jumlah balita di Indonesia adalah 26,7
juta jiwa. Jumlah anak usia toddler di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 17.091.762
jiwa dari 87,9 juta anak Indonesia. Jumlah anak usia toddler tahun 2013 di Indonesia
adalah 23.009.874, 40% dari seluruh jumlah anak di Indonesia (Depkes, 2013).
Tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua perestiwa yang sifatnya
berbeda, tapi saling bekaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang
lebih maju yang bersifat psikis. Adapun makna lain dari pertumbuhan (growth) adalah
tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya.
Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan dapat
diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat badan,
ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi.
Proses tumbuh kembang merupakan proses utama pada anak. Proses
tumbuh kembang berlangsung pada saat pembuahan, yaitu bersatunya sel telur ibu
dengan spermatozoa ayah, sampai akhir masa remaja dengan melewati masa – masa
prenatal, bayi, prasekolah, sekolah dasar dan remaja. Tahun – tahun pertama
merupakan waku yang penting bagi tumbuh kembang fisik, perkembangan
kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial, emosi, sehingga dapat dikatakan bahwa
keberhasilan tahun – tahun pertama sebagian besar menentukan masa depan anak
tersebut.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan adalah suatu perubahan
fungsional yang bersiat kualitatif, baik dari fungsi – fungsi fisik maupun mental
sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan dapat juga
dikatakan sebagai suatu urutan – urutan perubahan yang bersifat sistematis, dalam arti
saling ketergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek – aspek fisik dan
psikis.Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa toddler. Karena
pada masa ini adalah pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Pada masa toddler, anak mulai mengembangkan
kemandiriannya dengan lebih memahirkan ketrampilan yang telah dipelajarinya,
keseimbangan tubuh sudah mulai berkembang terutama dalam berjalan yang sangat
diperlukan untuk menguatkan rasa otonomi untuk mengendalikan kemauannya
sendiri. Tumbuh kembang yang nyata pada tahap ini adalah kemampuan untuk
mengekplorasi dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada orang lain, dan
pada masa ini toddler mulai belajar mengendalikan buang air besar dan kecil
menjelang usia tiga tahun. Sehingga pada masa ini sangat baik bagi anak usia toddler
untuk mengembangkan ketrampilan motorik penerapan toilet training dengan benar.
Toilet training pada anak usia toddler merupakan suatu usaha untuk melatih
anak agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet
training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai
memasuki fase kemandirian pada anak (Keen, 2007, hal. 292; Wald, 2009, hal. 295).
Kemandirian harus dilatih dan dikembangkan pada anak sedini mungkin agar tidak
menghambat tugas – tugas perkembangan anak selanjutnya (Yamin & Sanin, 2010,
hal. 94). Erikson mengatakan bahwa masa kritis bagi perkembangan kemandirian
berlangsung pada usia dua sampai tiga tahun (usia toddle). Pada usia ini tugas
perkembangan anak adalah untuk mengembangksn kemandirian. Kebutuhan untuk
mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia sekitar dua sampai tiga
tahun akan menimbulkan terhambatnya perkembangan kemandirian yang maksimal
(Dhamayanti & Yuniarti, 2006, hal. 18).
Beberapa ahli berpendapat toilet training efektif bisa diajarkan pada anak
usia mulai dari 24 bulan sampai dngan 3 tahun. Karena anak usia 24 bulan memiliki
kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi. Dalam melakukan latihan
buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis maupun secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak
mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar secara mandiri(Yektiningsih
& infanteri, 2016, hal. 47). Pada toilet training selain melatih anak dalam mengontrol
buang air kecil dan besar juga dapat bermanfaat. Sebab saat anak melakukan kegiatan
tersebut anak akan mempelajari anatomi tubuh dan fungsinya. Dalam proses toilet
training diharapakan terjadi pengaturan impuls atau ransangan dan insting anak dalam
melakukan buang air kecil dan air besar. Suksesnya toilet training tergantung pada
kesiapan diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik, dimana anak secara fisik sudah
kuat dan mampu dalam hal ini dapat menunjukan anak mampu duduk dan berdiri
sehingga mudah dilatih dalam buang air kecil dan besar. Untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dalam toilet training khususnya mengenai kemandirian anak,
setidaknya ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mempengaruhi
kemandirian anak yaitu lingkungan, pola asuh dari orang tua (Santrock, 2003,
gal.145-146). Adapun dampak jika orangtua terlambat memulai toilet training pada
anak, shingga anak – anak sering mengompol (pipis dicelana) dan yang paling rawan
mengalami infeksi kandung kemih.
Faktor penentu bagi perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah
peran orang tua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan
utama bagi anak – anak yang dilahirkan sampai dewasa.
Peran merupakan suatu rangkain perilaku yang diharapkan kepada
seseorang sesuai posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal.
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk kepada beberapa
rangkain perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan
diharapkan secara normative dari seseorang okupan peran (role occupan) dalam
situasi sosial tertentu.
Peran orang tua dirumah sangat menentukan kemandirian anak dalam
melakukan aktivitasnya ditoilet (Anggraeni, 2017, hal. 45; Rahayu & Firdaus, 2015,
hal. 68; Salahudin, Pebrianti & Maulana, 2018, hal. 59). Pengetahuan orang tua untuk
mengajarkan toilet training pada anaknya akan berdampak besar pada kemandirian
anak (Bukhari, Rahmatika, Hartaty, & Iskandar, 2017, hal. 86). Maka dari itu orang
tua dan guru dapat bekerja sama untuk membantu anak dalam mengembangkan
kepribadian dan kemandirian anak (Dhamayanti & Yuniarti, 2006, hal. 19).
Posyandu Kojatada adalah Posyandu yang terletak diwilayah Dusun
Kojatada Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Berdasarkan hasil pengamatan banyak
anak yang belum bisa mengontrol BAB dan BAK serta masih ada memakai pempers.
Pada kondisi inilah Peran Orangtua yang diutamakan dalam Menyiapkan Toilet
Training. Untuk itu peneliti merespon dan mengajarkan pada orangtua Peran dalam
Menyiapkan Toilet Training. Masih ada beberapa orangtua yang pemahaman tentang
toilet training kurang sehinnga Peran dalam menyiapkan toilet training belum
terlaksana. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penenlitian dengan judul
“PERAN ORANGTUA DALAM MENYIAPKAN TOILET TRAINING PADA
ANAK USIA TODDLER”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut ‘’Bagaimana peran orang tua dalam
menyiapkan toilet training pada anak usia toddler di wilayah Posyandu Kojatada
Dusun Kojatada Kecamatan Nita?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi peran orang tua tentang penerapan toilet training pada anak usia
toddler (1-3 tahun).
2. Tujuan khusus
a. Mampu mengidentifikasi karakteristik orang tua
1) Nama
2) Umur
3) Hubungan dengan anak
4) Jenis kelamin
5) Pendidikan
6) Pekerjaan
b. Mampu mengidentifikasi tahap kesiapan anak untukmelakukan toilet training
1) Kesiapan Fisik
2) Kesiapan Mental
3) Kesiapan Psikologis
c. Mengidentifikasi tanda – tanda kesiapan anak
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Postyandu Kojatada
Memberikan masukan untuk lebih meningkatkan betapa pentingnya Peran
Orangtua dalam menyiapkan Toilet Training Pada Anak usia toddler.
2. Bagi Orangtua yang mempunyai Anak
Sebagai masukan untuk memberikan pengetahuan secara umum dalam
menyiapkan Toilet training pada anak usia toddler.
3. Bagi Institusi Pendidikan Akper St. Elisabeth Lela
Memberi informasi tambahan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu
pendidikan agar dapat menghasilkan lulusan terbaik.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan dalam bidang penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Perkembangan
Perkembangan anak adalah segala bentuk perubahan yang terjadi
pada anak meliputi perubahan fisik, motorik, kemampuan bahasa, sosial
dan kemandirian (Ashadi, 2014). Perkembangan juga dapat diartikan
bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh sebagai hasil dari
proses pematangan. Perkembangan yang terjadi meliputi perkembangan
emosi, intelektual dan tingkah laku yang merupakan hasil dari interkasi
dengan lingkungan.
c. Perkembangan Motorik
1) Motorik Kasar
a) Usia 12-13 bulan dapat berdiri dan dapat berjalan 1 sampai 2
langkah, memanjat tangga.
b) 13-15 bulan dapat berjalan dengan lebar, langkah tidak sama
besar dan tangan setinggi pundak untuk proteksi bila jatuh.
Dapat berhenti dan mengambil objek, kemudian berdiri lagi dan
berjalan.
c) 15 bulan dapat berjalan dengan sempit, berjalan dan berhenti
tiba – tiba, lengan makin lama makin turun.
d) 18 bulan dapat mempertahanakn posisi berjongkok waktu
bermain.
e) 24 bulan dapar berlari dan menoleh kebelakang dan berputar.
f) 30 bulan dapat melompat dengan kedua kaki (Soetoemengolo
Taslim S, 1999. Hal. 131).
2) Motorik Halus
a) 12 – 15 bulan telah meraik objek dengan gerakan terkoordinasi
dan halus dengan timbulnya orientasi, telah memegang dua
benda sekaligus, memegang kotak dengan satu tangan sambil
memasukan benda dengan tangan lain. Dapat membalik botol
dan mengeluarkan isinya, dapat membangun menara 2 sampai 3
kubus, mencoret kertas dan juga ia senang melihat buku
gambar.
b) 18 bulan sudah ada konsep geometri, ia belajar dimana adanya
benda dan dimana benda tersebut seharusnya berada. Membalik
halaman buku dengan baik dan menunjukan beberapa benda
atas perintah verbal, konsep beberapa dan banyak sudah mulai
ada. Ia dapat memegang beberapa kubus sekaligus, dan dapat
membuat 3 sampai 4 kubus.
c) 18 bulan sampai 2 tahun dapat menyusun puzzle 2-3 keping.
Bisa memakai celana, sepatu dan membuka pintu.
d) 2 ¼ tahun dapat memegang pensil dengan baik dan mulai
menggambar, dapat menuangkan cairan dari satu tempat ke
tempat yang lain (Soetoemengolo Taslim S, 1999. Hal 132).
3) Bahasa
Kemampuan berbahasa pada anak sudah mulai ditunjukan
dengan anak mampu memiliki sepuluh pembendaharaan kata,
kemampuan meniru dan mengenal serta responsive terhadap orang lain
sangat tinggi, mampu menunjukan dua gambar, mampu mengombinasi
kata – kata, mulai mampu menunjukan lambaian anggota bada (Abdul
Aziz A. H, 2005.Hal. 25). Dalam perkembangan fonologis produksi
suara, kosakata dan menggunakan kata untuk mengekspresikan
perasaan dan mencari informasi baru (Soetoemengolo Taslim S, 1999.
Hal. 131).
d. Perkembangan Psikoseksual
Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak
usia toddler yakni pada fase anal, 1 sampai 3 tahun, kehidupan anak
berpusat pada kesenangan anak, yakni selama perkembangan otot sfingter.
Anak senang menahan fese, bahkan bermain – main dengan fesesnya sesuai
dengan keinginannya. Dengan demikian toilet training adalah waktu yang
tepat dilakukan pada periode ini (Supartini Yupi, 2004. Hal. 59). Pada fase
anal juga terdapat perkembangan sebagai berikut, kepuasan pada fase ini
adalah pengeluaran tinja, anak akan menunjukan keakuannya dan sikapnya
yang egoistic, mulai mempelajari strutur tubuhnya.
c. Kesiapan psikologis
1) Dapat duduk atau jongkok dotoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri
dulu
2) Mempunyai rasa penasaran atau rasa ingintahu terhadap kebiasaan
orang dewasa dalam buang air
3) Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat
dicelana dan ingin diganti segera
d. Kesiapan orang tua
1) Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi
2) Ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk
latihan berkemih dan defekasi pada anaknya
3) Tidak mengalami konflik atau stress keluarga yang berarti
(perceraian)
e. Kesiapan kognitif
1) Bisa mengikuti dan menuruti instruksi
2) Memiliki bahasa sendiri tentang “dunia toilet”
3) Sudah mengerti tentang reaksi tubuhnya jika ingin buang air kecil dan
buang air besar dapat memberitahu (Supartini Yupi, 2004. Hal 162).
a. Teknik Lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
instruksi pada anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air
kecil dan besar. Cara ini kadang – kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan orang tua akan tetapi bila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk
buang air kecil atau besar dimana dengan lisan ini persiapan psikologis
pada anak akan semakin matang dan akhitnya anak mampu dengan baik
dalam melaksanakan buang air kecil dan air besar.
b. Teknik Modeling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air
besar dan buang air kecil dengan cara meniru atau memberikan contoh.
Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh – contoh buang
air kecil dan buang air besar atau membiasakan diri membuang air kecil dan
buang air besar dengan benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah
apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperhatikan pada
anak akhirnya juga mempunyai kebiasaan yang salah (Abdul Aziz
A.H.2005).
2. Peran Orangtua
Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan peran, yaitu : Peranan berasal dari kata “Peran” yang berarti
pemain sandiwara. Kemudian dari kata peran mendapat akhiran “an” menjadi
peranan yang berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan
yang utama (dalam suatu hal perestiwa).
Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Para ahli menyatakan bahwa peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau
status. Seseorang melakukan hak dan kewajiban, berarti telah menjalankan
suatu peran. Secara Etimologi dalam Kamus Modern “Peran” berarti : sesuatu
yang menjadi kegiatan atau memegang pimpinana yang utama, peran,
memerankan, memainkan sesuatu, bagian utama.
Didalam BKKBN di jelaskan bahwa peran orang tua terdiri dari :
a. Peran sebagai Pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak – anak arti penting dari
pendidikan dan ilmu penegtahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.
Selain itu nilai – nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu
ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagai bekal dan benteng untuk
menghadapi perubahan – perubahan terjadi.
b. Peran sebagai Pendorong
Sebagai anak yang sedang dalam masa peralihan, anak membutuhkan
dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri
dalam menghadapi masalah.
c. Peran sebagai Panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam
berkata jujur dalam menjalankan kehidupan sehari – hari dan
bermasyarakat.
d. Peran sebagai Teman
Orang tua ketika menghadapi anak yang sedang menghadapi masa
perahlian harus lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua
menjadi sumber informasi, teman biacara, teman bertukar pikiran tentang
kesulitan yang dialami atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman
dan terlindungi.
e. Peran sebagai pengawas
Kewajiban orang tua yaitu melihat dan mengawasi sikap dan perilaku anak
agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh lingkungan
keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
f. Peran sebagai konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan yang positif dan
negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan terbaik. Interaksi
antara anak dan orang tua, terutama peranan ibu sangat bermanfaat bagi
proses perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dapat
segera mengenali kelainan proses perkembangan anak sedini mungkin dan
memebrikan stimulus tumbuh kembang adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk memebri pengalaman pada anak melalui berbagai aktivitas
yang merangsang terbentuknya kemampuan perkembangan dasar agar
tumbuh kembang anak menjadi optimal. Kurangnya stimulus dapat
menyebabkan penyimpanan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap.
D. Kerangka Konsep
1. Peran Orangtua
Dalam menyiapkan
toilet training.
2. Tanda – tanda
kesiapan anak
untuk melakukan
toilet training
Peran Orangtua
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Karakteristik Orangtua
1. Nama
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Hubungan dengan
anak
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
BAB III
METODE PENELITIAN
F.