Dosen Pengampu :
Putu Widiarini,S.pd,M.Sc
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
SINGARAJA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul “Konsep Perkembangan Anak Selama Masa SMP
dan SMA (formal/oprasional umur 11 keatas)“ sebagai tugas kelompok dari Dr.A.A.
Istri Agung Rai Sudiatmika, M.pd dan Putu Widiarini,s.pd,M.Sc. selaku Dosen
pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya sampaikan terimakasih dan saya berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
Kelompok VIII
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah suatu masa perkembangan yang ditandai adanya proses
perubahan dan kondisi “entropy” ke kondisi “negentropy”. Entropy adalah suatu
keadaan dimana kesadaran (pengetahuan, perasaan) manusia belum tersusun rapih
sehingga belum berfungsi maksimal. Sedangkan negentropy adalah suatu keadaan
dimana kesadaran tersusun urut.
Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan
masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi
matang dan berakhir saat mencapai usia matang tersebut. Masa remaja ini terjadi
beberapa perubahan atau perkembangan yang terjadi antara lain perkembangan fisik,
perkembangan emosional dan perkembangan seksual.
PEMBAHASAN
2.1 Implikasi Perkembangan Anak Selama Masa SMP dan SMA Dalam Praktik
Pendidikan
2.1.1 Implikasi Perkembangan Fisik Anak Selama Masa SMP dan SMA Dalam
Praktik Pendidikan
Pertumbuhan fisik remaja membawa berbagai implikasi dalam dunia
pendidikan. Implikasi tersebut antara lain:
Guna lebih memahami implikasi ini secara lebih mendalam, maka diberikan
penjelasan sebagai berikut: Sarana dan Prasarana Faktor sarana dan prasarana tidak
boleh dikesampingkan dalam pendidikan.Dengan kata lain, jangan sampai
menimbulkan gangguan kesehatan pada peserta didik.
Sebagai contoh: tempat duduk yang kurang sesuai serta ruangan yang relatif
gelap, terlalu sempit akan menimbulkan gangguan kesehatan. Penyelenggaraan
pendidikan yang baik mengkehendaki agar tempat duduk anak dan meja dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Artinya antara anak SMP dan SMA pastilah
diatur dengan komposisi berbeda. Dalam realitanya, secara fisik anak SMA
memerlukan ruang (untuk duduk) lebih besar jika dibandingkan dengan anak SMP.
Apalagi jika dibandingkan dengan peserta duduk di jenjang SD. Dalam hal
ini, ruangan kelas yang bersih, terang, dan cukup luas, serta kedisiplinan yang tidak
kaku juga merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan. Kedisiplinan yang tidak kaku
artinya dapat memberikan keleluasaan bagi para peserta didik. Waktu istirahat Dalam
kegiatan belajar, para peserta didik pastilah mengalami rasa lelah. Guna
menghilangkan rasa lelah tersebut (mengumpulkan tenaga baru), istirahat sangat
diperlukan. Belajar terus-menerus tanpa memperhatikan waktu untuk istirahat akan
berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Pada hakikatnya, dalam kegiatan
pembelajaran perlu memperhatikan pengaturan waktu yang tepat bagi peserta didik.
Hal ini berlandaskan pada suatu istilah dalam belajar, yaitu: “biorama” (Ali dan
Asrori, 2009: 23).
2.1.2 Implikasi Perkembangan Kognitif Anak Selama Masa SMP dan SMA
Dalam Praktik Pendidikan
Menurut teori Piaget, periode operasi fomal merupakan tingkat puncak
perkembangan struktur kognitif. Karakteristiknya adalah anak remaja mampu
berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat
menggunakan penalaran ilmiah serta dapat menerima pandangan orang
lain.Perkembangan kognitif remaja membawa implikasi pada penyelenggaraan
pendidikan terutama pada proses belajar mengajar, yang Sekolah dapat harus
mengembangkan model-model pembelajaran dan memupuk berkembangnya potensi
yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, sesuai dengan perbedaan masing-
masing (Suma, 2006: 41). Penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan kemampuan kognitif anak yang didalamnya menyangkut keamanan
psikologis dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting. Ali dan
Asrori (2004) menguraikan bahwa sejumlah kondisi psikologis merupakan kondisi
yang perlu dikembangkan agar peserta didik aman secara psikologis dan mampu
mengembangkan kemampuan kognitifnya.
Kondisi psikologis tersebut antara lain:
Pendidik dapat menerima peserta didik secara positif, sebagaimana
adanya tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannnya. Serta
memberi kepercayaan pada peserta didik bahwa ia baik dan mampu.
Pendidik wajib menciptakan suasana dengan kondisi peserta didik
tidak merasa terlalu dinilai oleh orang lain.
Pendidik memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran,
perasaan, dan perilaku peserta didik. Serta dapat menempatkan diri
dalam situasi peserta didik (melihat dari sudut pandang peserta didik).
Memberikan suasana pedagogis yang aman bagi peserta didik untuk
mengemukakan pikiran-pikirannya sehingga ia terbiasa berani untuk
mengembangkan pemikirannya.
Pendidik berusaha mengemukakan keterbukaan, kehangatan, dan
kekonkretan. Piaget mengemukakan bahwa aktivitas merupakan unsur pokok dalam
pengembangan kognitif. Artinya pengalaman belajar yang aktif akan berkontribusi
maksimal (besar) pada perkembangan kognitif anak. Sementara itu, pengalaman
belajar yang pasif akan berkontribusi minimal (kecil) pada perkembangan kognitif
anak. Model Pendidikan yang aktif merupakan sebuah model yang tidak menunggu
sampai peserta didik siap sendiri. Akan tetapi, pihak sekolahlahyang mengatur
lingkungan belajar peserta didik. Sedemikan rupa sehingga dapat memberi
kesempatan maksimal kepada peserta didik untuk berinteraksi dan mengeksplorasi
segala kemampuan yang ia miliki (Arifin, 2008: 1).
Dengan adanya lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar, maka
proses pembelajaran yang aktif akan terjadi. Hal ini akan menstimulus peserta didik
untuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik hendaknya menyadari
bahwa perkembangan intelektual anak berada ditangannya. Adapun beberapa cara
yang dapat dilakukan oleh pendidik antara lain:
Menciptakan interaksi yang baik (hubungan akrab) dengan peserta
didik.
Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog
(sharing) dengan beberapa orang yang ahli dan berpengalaman dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hal ini akan sangat menunjang
perkembangan intelektual/kognitif anak.
Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik baik
melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup. Hal
ini berperan penting dalam perkembangan berpikir peserta didik.
Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik baik melalui
media massa (mass media), maupun media cetak. Dapat diterapkan
dengan cara menyediakan situasi yang memungkinkan peserta didik
berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
Beberapa contohnya adalah melibatkan peserta didik dalam kegiatan karya
tulis, jurnalistik, dan kegiatan sejenis lainnya. Hal ini juga besar pengaruhnya bagi
perkembangan intelektual/kognitif peserta didik. Setiap pendidik hendaknya
mengetahui dan memahami isi dari setiap tingkat perkembangan kognitif peserta
didiknya, sehingga dapat mengambil tindakan dan keputusan pedagogis yang tepat
(Suma, 2006: 42). Artinya pendidik wajib menyesuaikan program-program
pendidikannya dengan kebutuhan peserta didik, sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didiktersebut. Semua ini bertujuan agar peserta didik memahami pengalaman
belajar yang diterimanya. Jika ditinjau dari konsep Piaget, maka akan didapat
penjelasan sebagai berikut: sesungguhnya, teori Piaget berfokus membahas kognitif
atau intelektual.
Dimana perkembangan intelektual erat kaitannya dengan belajar, sehingga
perkembangan intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya
pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar
didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Adaptasi tersebut
terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi. Selanjutnya,
asimilasi itu merupakan suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang
mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yang ada atau
tingkah laku yang ada. Sementara itu, akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan
skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-
sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu
tindakan yang menyangkut pikiran. Dengan kata lain, tindakan kognitif menyangkut
tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk
dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut
dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada
dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki
ketrampilan sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri &
orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau
menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan
aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja
pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan
aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini
remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan status
atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan
dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak
diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan
sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.
Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu
kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya
sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya
dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan
untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan
lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan
jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang
mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja
cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara
biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.
Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan
hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu
mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa
menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja
yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri
mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya
menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
2.4 Empat Status Identitas Anak Selama Masa SMP dan SMA Menurut Erikson
Ciri orang yang memiliki identitas ini mampu membuat pilihan dan komitmen
yang kuat, pilihan dibuat sebagai hasil proses periode krisis dan pencurahan banyak
pikiran serta perjuangan emosi, orang tua mendorongnya untuk membuat
keputusannya sendiri, orang tua mendengarkan ide-idenya dan memberi opini tanpa
tekanan, flexible strength, banyak berpikir, tetapi tidak terlalu mawas diri,
mempunyai rasa humor, dapat bertahan dengan baik dibawah tekanan, mampu
menjalin hubungan yang intim, dapat bertahan meskipun membuka diri pada ide
baru, lebih matang dan lebih kompeten dalam berhubungan daripada mereka dari tiga
kategori status identitas lainnya.
Identitas foreclosure adalah identitas yang ditandai dengan tidak adanya suatu
krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Sehingga individu seringkali
berangan-angan tentang apa yang ingin dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali
tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya. Akibatnya, ketika individu
dihadapkan pada masalah realitas, tidak mampu menghadapi dengan baik. Bahkan
kadang-kadang melakukan mekanisme pertahanan diri seperti rasionalisasi, regresi
pembentukan reaksi dan sebagainya.
Dan Orang yang memang tidak menyadari tugasnya, namun juga tidak
memiliki komitmen. Ada kemungkinan, faktor sosial, terutama dari orang tua kurang
memberikan rangsangan yang mengarahkan individu untuk menyadari akan tugas dan
tanggung jawabnya
Ciri seseorang yang memiliki identitas ini adalah tidak mempunyai pilihan-
pilihan yang dipertimbangkan secara serius, tidak mempunyai komitmen, tidak yakin
pada dirinya sendiri, cenderung menyendiri, orang tua tidak mendiskusikan mengenai
masa depan dengannya, mereka sering bicara semua terserah mereka, beberapa dari
mereka tidak mempunyai tujuan hidup, cenderung tidak bahagia, sering menyendiri
karena kurangnya pergaulan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan
masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi
matang dan berakhir saat mencapai usia matang tersebut. Masa remaja ini terjadi
beberapa perubahan atau perkembangan yang terjadi antara lain perkembangan fisik,
perkembangan emosional dan perkembangan seksual.
1.2 Saran
Peran serta dari orang-orang dewasa atau orang tua sangat dibutuhkan dalam
perkembangan remaja. Sifat remaja yang masih labil dan cenderung berperilaku
menyimpang perlu adanya bimbingan dan arahan dari orang-orang dewasa,
khususnya orang sekitarnya. Untuk itu bagi para orang tua hendaknya selalu
memperhatikan prilaku anak-anaknya agar pada nantinya anak tersebut tidak
terjerumus kedalam pergaulan bebas. Karena keberhasilan orang tua dalam mendidik
anak-anaknya akan menjadi anak-anak tersebut berguna baik it bagi orang tuanya
sendiri maupu untuk Negara sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA