Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
IKIP SILIWANGI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantanya
adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas pendidikan untuk
anak usia 0-8 tahun. PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat
perhatian luar biasa terutama di negara-negara maju.
Terdapat banyak prinsip pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Tetapi
setidaknya dari sekian banyak prinsip yang ada tersebut di petakan menjadi dua
kategori, yakni prinsip secara teoritis dan peinsip secara praktis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Teoritis dalam
Pembelajaran/Kegiatan PAUD.
2. Untuk mengetahu apa saja prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan
PAUD.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan menjadi wahana transformasi
pengetahuan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, mahasiswa dengan
masyarakat, serta orang-orang yang berminat membacanya.
2. Bagi mahasiswa
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
bacaaan ataupun referesi untuk mahasiswa khususnya tentang prinsip-prinsip
pendidikan anak usia dini.
3. Bagi masyarakat
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
bacaan ataupun referensi tentang prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
Hasil pemikiran para filsuf tentang pendidikan anaka usia dini, oleh Tina
Bruce (1987) dirangku dalam sepuluh prinsip khusus pendidikan anak usia dini
sebagai berikut:
1. Kategori anak sebagai peserta didik aktif. Berdasarkan teori Piaget dalam
perkembangan kognitif, anak membangun pengetahuan sendiri secara konstruktif.
Beberapa prinsip yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
3. Kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Prinsip pada kategori ini
menekankan bahwa pendidikan harus mengikutsertakan anak dalam kegiatan yang
bermakna secara konkret atau langsung berkaitan dengan kehidupan di luar
sekolah. Hal ini, menuntut adanya sejumlah prinsip, di antaranya sebagai berikut:
Tetapi bagi anak-anak kebutuhan tersebut berhenti pada tingkat ketiga, yakni
kasih sayang. Menurut Maslow, kebutuhan mendasar bagi anak adala kebutuhan
fisik (makan, minum, pakaian, dan lain-lain). Artinya anak-anak dapat beraktivitas
dengan baik ketika kebutuhan dasar ini terpenuhi. Kebutuhan berikutnya adalah
keamanan (aman, nyaman, terlindungi, dan bebas dari bahaya). Artinya anak akan
semakin mudah terkondisikan ketika kedua kebutuhannya tersebut terpenuhi.
Selanjutnya, kebutuhan anak berikutnya adalah kasih sayang (dimengerti,
dihargai, dikasihi, dan lain-lain). Dengan kondisi yang demikian anak akan
merasa separuh dari kebutuhan hidupnya telah terpenuhi.
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, mulai dari
yang konkret ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang
bergerak ke verbal, dan dari diri sendiri ke lingkungan sosial. Agar konsep dapat
dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang
berulang-ulang, tetapi jangan sampai membosankan. Anak-anak mempunyai
ketertarikan terhadap sesuatu yang baru dan ketika ia mampu melakukannya, ia
cenderung akan mengulang-ulangnya. Meskipun demikian, anak-anak juga
mempunyai titik jenuh sehingga satu kegiatan tertrntu tidak boleh diulang secara
berlebihan.
Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan belajar, begitu
juga ketika anak beinteraksi dengan orang dewasa (guru, orang tua). Inilah
sebabnya, mengapa anak “tanpa belajar” bahasa, pada usia 4-5 tahun ia telah
mempunyai kosakata leih dari 14.000 kata. Kekayaan kosa kata ini diperoleh
anak-anak ketika berinteraksi dengan orang dewasa, khusunya ibunya.
Kegiatan anak usia diniharus bersifat terpadu atau holistik. Anak tidak boleh
hanya dekembangkan kecerdasan tertentu saja, seperti IPA, Matematika, bahasa,
secara terpisah, tetapi terintegrasi ke dalam satu kegiatan. Dengan demikian,
setiap permainan dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya.
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau
bahan-bahan yang sengaja disiapkan (termasuk bahan-bahn belkas yang berasl
dari lingkungan sekitar) oleh pendidik/guru, termasuk dalam hal ini adalah bahan-
bahan untuk membuat permainan edukatif sendiri.
Keuntungan mengolah bahan tak terpakai (bahan bekas) secara kreatif untuk
dibuat permainan edukatif secara inovatif, antara lain: (1) karena anak mudah
bosan dengan satu permainan, permainan yang akan dibuat bisa dirancang hanya
untuk beberapa kali digunakan. Setelah selesai digunakan anak sudah bosan,
seiring dengan permainan tersebut telah rusak. (2) guru atau orang tua dapat
membuat permainan bersama anak atau calon pengguna, sehingga bentuk
permainan lebih sesuai dengan selera anak. (3) memanfaatkan lingkungan sebgai
permaian dapat menghemat biaya pendidikan anak usia dini.[5]
Dengan demikian, pendidikan akan dapat dimaknai dan berguna bagi anak ketika
beradaptasi dengan lingkungannya. Alam sebagai sarana pembelajaran. Hal ini
didasarkan pada beberapa teori pembelajaran yang menjadikan alam sebagai
sarana yang tak terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan beinteraksi dengan alam
dalam membangun pengetahuannya.
Vaquette (1983: 67) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek penting dalam
alam yaitu:
Anak belajar melalui sensori dan panca indera menurut pandangan dasar
Montessori yang meyakini bahwa panca indera adalah pintu gerbang masuknya
berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak). Karena perannya yang
sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk
berkembang sesuai fungsinya.
Dalam konsep ini anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang
nyata agar anak tidak menerawang atau bingnung. Terciptanya pengalaman
melalui benda nyata diharapkan anak lebih mengerti maksud dari materi-materi
yang diajarkan oleh guru.
Anak usia dini dapat menyerap pengalaman dengan mudah melalui benda-benda
yang bersifat konkret (nyata). Oleh karena itu sebaiknya menggunakan media
yang nyata untuk memberikan pembelajaran pada anak.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Douglas H. Clements (dalam Hass dan Parkay, 1993: 339) membagi
prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini ke dalam empat kategori, yaitu: kategori
anak sebagai peserta didik aktif, anak sebagi pembelajar sosial-emosional, anak
sebagai peserta didik independen (penanggung jawab atas kegiatan yang
dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Dan
prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini menurut kategori-kategori diatas adalah
sebagai berikut:
Suyadi dan Ulfah, Maulidya, 2013, Konsep Dasar PAUD, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurani Sujiono, Yuliani, 2009, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,
Jakarta: Indeks.