Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantanya adalah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun.
PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat perhatian luar biasa terutama di negara-
negara maju.

Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi.
Pembelajaran disusun sehingga menyenangkan, menggembirakan, dan demokratis agar menarik
anak untuk lebih terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Terdapat banyak prinsip pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Tetapi setidaknya dari
sekian banyak prinsip yang ada tersebut di petakan menjadi dua kategori, yakni prinsip secara
teoritis dan peinsip secara praktis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD?

2. Apa saja prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD.

2. Untuk mengetahu apa saja prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini bermanfaat

1. Bagi penulis

Makalah yang telah ditulis ini diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara
mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, mahasiswa dengan masyarakat, serta orang-orang yang
berminat membacanya.

2. Bagi mahasiswa
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bacaaan ataupun
referesi untuk mahasiswa khususnya tentang prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.

3. Bagi masyarakat

Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bacaan ataupun
referensi tentang prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PRINSIP-PRINSIP TEORITIS DALAM PEMBELAJARAN/KEGIATAN PAUD

Hasil pemikiran para filsuf tentang pendidikan anaka usia dini, oleh Tina Bruce (1987) dirangku
dalam sepuluh prinsip khusus pendidikan anak usia dini sebagai berikut:

1. Masa anak-anak adalah sebagian dari kehidupannya secara keseluruhan. Masa ini bukan
dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang, melainkan sebatas
optimalisasi potensi secara optimal.

2. Fisik, mental, dan kesehatan sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis
(spiritual) lainnya. Oleh karena itu, keseluruhan (holistik) aspek perkembangan anak merupakan
pertimbangan yang sama pentingnya.

3. Pembelajaran anak usia dini melaui berbagai kegiatan saling terkait satu dengan yang
lainnya sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu
aspek perkembangan saja.

4. Membangkitkan motivasi intristik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan
inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai daripada motivasi ekstrensik.

5. Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin
karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.

6. Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu, perlu
diobservasi lebih detail.
7. Tolok ukur pembelajaran PAUD hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang
telah mampu dikerjakan anak, bukan mengajarkan hal-hal baru kepada anak, meskipun
tujuannya baik karena baik menurut guru dan orang tua belum tentu baik menurut anak.

8. Suatu kondisi terbaikatau kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife), khususnya pada
kondisi yang menunjang.

9. Orang-orang disekitar (anak dan orang dewasa) dalam interaksi merupakan sentral penting
karena mereka secara otomatis menjadi guru bagi anak.

10. Pada hakikatnya, PAUD merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang dewasa, dan
pengetahuan.[1]

Dari prinsip-prinsip diatas, prinsip PAUD dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:

1. Anak adalah peserta didik aktif.

2. Menyediakan fasilitas agar anak belajar melaui bermain, dan bermain sambil belajar.

3. Memberi kesempatan anak untuk berpartisipasi aktif.

4. Mendorong anak untuk membangun dan mengembangkan idenya sendiri.

5. Memotivasi anak untuk mengembangkan potensi diri tanpa takut berbuat salah.[2]

Apabila dikatkan dengan program pendidikan prasekolah, khusunya Taman Kanak-kanak maka
ada beberapa prinsip pelaksanaan pendidikan di taman kanak-kanak, yaitu:

1. Tanam Kanak-kanak perlu menciptakan situasi pendidikaan yang memberikan rasa aman
dan menyenangkan bagi anak didik.

2. Setiap anak didik merupakan anak yang unik, maka sebaiknya diberikan kegiatan yang
bervariasi dan perhatian yang bersifat individual.

3. Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan kematangan anak untuk memperoleh


kemampuan baru.

4. Bermain merupakan cara yang sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan anak.

5. Tidak ada unsur paksaan dalam proses pendidikan.[3]


Berbeda dengan prinsip-prinsip yang dikemukanan Tina Bruce (1987), Douglas H. Clements
(dalam Hass dan Parkay, 1993: 339) membagi prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini ke
dalam empat kategori, yaitu: kategori anak sebagai peserta didik aktif, anak sebagi pembelajar
sosial-emosional, anak sebagai peserta didik independen (penanggung jawab atas kegiatan yang
dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Berikut penjelasan
keempat kategori tersebut.

1. Kategori anak sebagai peserta didik aktif. Berdasarkan teori Piaget dalam perkembangan
kognitif, anak membangun pengetahuan sendiri secara konstruktif. Beberapa prinsip yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman terhadap anak dilakukan secara partisipasi aktif dan mengikuti pola
perkembangan anak.

b. Memotivasi atau menstimulasi anak untuk membangun ide-idenya sendiri dan “menguji”
ide tersebut melaui aktivitas fisik dan mental.

c. Menyediakan berbagai kesempatan bagi anak untuk belajar melalui bermain, dan
mengekspresikan idenya dengan bebas-kreatif, serta mengembangkan minat estetik,
keterampilan motorik, dan nilai-nilai moral keagamaan.

d. Menyediakan kerangka konseptual dan memperbanyak pada aspek pengertian daripada


pengetahuan.

e. Menekankan aspek berpikir, alasan (reasoning), dan pengambilan keputusan secara


mandiri.

2. Kategori anak sebagai pembelajar sosial-emosional. Perkembangan sosial-emosional


penting bagi diri anak. Interaksi sosial antara anak dan orang dewasa adalah masalah krisis untuk
dipelajari, khususnya mempelajari cara-cara berpikir baru. Di dalam pembelajaran sosial-
emosional ini, terdapat dua prinsip utama, yakni:

a. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi secara sosial untuk menumbuhkan
self image yang positif dalam diri anak.

b. Menyediakan berbagai kesempatan untuk belajar tanpa tuntutan dari orang tua maupun
guru.

3. Kategori anak sebagai peserta didik independen. Kategori ketiga ini berdasarkan asumsi
bahwa anak harus belajar bertanggung jawab. Hal ini menuntut adanya sejumlah prinsip sebagai
berikut:

a. Menyediakan lingkungan (walaupun terbatas) yang dapat mendorong otonomi atau


kebebasan anak untuk bermain secara eksploratif.
b. Menstimulasi, mendorong dan memotivasi anak untuk mencari relasi atau pergaulan
(relationship) dengan orang lain, melaui pergaulan dalam bermacam problem.

c. Memotivasi anak untuk memperkaya pengalaman dengan berbagai solusi dan alternatif-
alternatif pemecahan masalah.

d. Memberi peluang kepada anak untuk memiliki tujuan-tujuan realistik dan dalam
memprediksikan atau mengkonfirmasikan suatu peristiwa.

e. Melatih anak untuk dapat menggunakan beragam teknik mempermudah belajar dari materi
yang kompleks.

4. Kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Prinsip pada kategori ini menekankan
bahwa pendidikan harus mengikutsertakan anak dalam kegiatan yang bermakna secara konkret
atau langsung berkaitan dengan kehidupan di luar sekolah. Hal ini, menuntut adanya sejumlah
prinsip, di antaranya sebagai berikut:

a. Menyediakan ruang bagi anak atau memberi kesempatan kepada anak untuk
mengeksplorasi problem-prolem riil, situasi yang bermakna dan material konkret. Aktivitas
bermakna mempunyai tujuan dan berkaitan erat dengan pengalaman pribadi anak.

b. Menyediakan umpan balik yang memungkinkan adanya konsekuensi yang wajar dari setiap
aktivitas anak.

c. Menumbuhkan motivasi secara intrinstik bukan ekstrinsik.[4]

B. PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS DALAM PEMBELAJARAN/KEGIATAN PAUD

Prinsip-prinsip pelaksana pembelajaran anak usia dini dikemukakan menjadi beberapa prinsip,
antara lain:

1. Berorientsi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Menurut
Maslow, kebutuhan manusia ada tujuh tingkat yang tersusun secara hierarki, yakni: kebutuhan
fisik, keamanan, kasih sayang, harga diri, kognisi, estetika, dan aktualisasi diri.

Tetapi bagi anak-anak kebutuhan tersebut berhenti pada tingkat ketiga, yakni kasih sayang.
Menurut Maslow, kebutuhan mendasar bagi anak adala kebutuhan fisik (makan, minum,
pakaian, dan lain-lain). Artinya anak-anak dapat beraktivitas dengan baik ketika kebutuhan dasar
ini terpenuhi. Kebutuhan berikutnya adalah keamanan (aman, nyaman, terlindungi, dan bebas
dari bahaya). Artinya anak akan semakin mudah terkondisikan ketika kedua kebutuhannya
tersebut terpenuhi. Selanjutnya, kebutuhan anak berikutnya adalah kasih sayang (dimengerti,
dihargai, dikasihi, dan lain-lain). Dengan kondisi yang demikian anak akan merasa separuh dari
kebutuhan hidupnya telah terpenuhi.

2. Pembelajaran Anak sesuai dengan Perkembangan Anak

Pembelajaran untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik
usia maupun kebutuhan individual anak. Setiap anak berbeda perkembangannya dengan anak
yang lain, ada yang cepat ada yang lambat. Oleh karena itu, pembelajaran anak usia dini baik
lingkup maupun tingkat kesulitannya dengan kelompok usia anak.

3. Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Anak

Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan hafalan (termasuk
membaca, menulis, dan berhitung: calistung), tetapi mengembangkan kecerdasannya. Kunci
kecerdasan anak adalah kematangan emosi, bukan pada kemampuan kognisi karena serabut otak
kognisi pada anak belum terbentuk atau belum tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, ukuran
kecerdasan anak bukan pada kemampuan kognitif, melainkan pada kemampuan emosi. Dengan
demikian, anak yang kemampuan kognitifnya telah baik, belum tentu ia anak yang cerdas. Justru
sebaliknya, ada kemungkinan stimulasi yang berlebihan pada kemampuan kognitif membuat
pengembangan kecerdasan yang lain menjadi terabaikan. Dan anak tersebut dapat mengalami
distorsi kecerdasan secara besar-besaran. Oleh karena itu, kecerdasan bagi anak tidak semata-
mata kognitif saja.

4. Belajar Melaui Bermain

Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia
dini. Melaui bermain, anak diajak untuk berekplorasi (penjajakan), menemukan, dan
memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.

Montessori memandang permainan sebagai “kebutuhan batiniah” setiap anak (Britton, 1992: 19)
karena bermain mampu menyenangkan hati, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan
perkembangan anak. Konsep bermain inilah yang kemudian disebut sebagai belajar sambil
bermain.

Montessori menilai bahwa bermainnya anak bukan sekedar “main-main” tetapi mereka
“sungguh-sungguh bermain”. Ketika sebagian orang tua dan guru memandang bahawa bermain
adalah kegiatan sia-sia dan melelakan sehingga menghambat proses belajar, Montessori justru
menilai bermain adalah “kerja” anak-anak yang sesungguhnya atau lebih dari sekedar belajar
(Britton, 1992: 20).

5. Tahapan Pembelajaran Anak Usia Dini


Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang konkret
ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang bergerak ke verbal, dan dari
diri sendiri ke lingkungan sosial. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru
menyajikan kegiatan-kegiatan yang berulang-ulang, tetapi jangan sampai membosankan. Anak-
anak mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang baru dan ketika ia mampu melakukannya, ia
cenderung akan mengulang-ulangnya. Meskipun demikian, anak-anak juga mempunyai titik
jenuh sehingga satu kegiatan tertrntu tidak boleh diulang secara berlebihan.

6. Interaksi Sosial Anak

Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan belajar, begitu juga ketika
anak beinteraksi dengan orang dewasa (guru, orang tua). Inilah sebabnya, mengapa anak “tanpa
belajar” bahasa, pada usia 4-5 tahun ia telah mempunyai kosakata leih dari 14.000 kata.
Kekayaan kosa kata ini diperoleh anak-anak ketika berinteraksi dengan orang dewasa, khusunya
ibunya.

Dalam sosio-kultur masyarakat pada umumnya, anak yang mempunyai kemampuan bahasa
lancar akan dipersepsikan sebagai anak cerdas. Sebaliknya, jika anak lambat dalam
perkembangan bahasanya, akan dipersepsikan sebagai anak yang kurang cerdas. Karena
kemampuan bahasa mencerminkan kecerdasan linguistik yang tinggi.

7. Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melaui
bermain.

8. Merangsang Kreativitas dan Inovasi

Kegiatan pembelajaran di PAUD harus merangsang daya kreativitas dengan tingkat inovasi
tinggi. Jika kegiatan bermain di lembaga PAUD hanya “itu-itu saja” tentu tidak akan mampu
merangsang hasrat rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, inovasi di bidang permainan, khususnya
permainan sains, harus digalakkan, dan inovasi-temasuk inovasi permainan-selalu membutuhkan
kreativitas tinggi.

Proses kreativitas dan inovatif dappat dilakukan melaui kegiatan-kegiatan yang menarik,
membangkitkan rasa ingi tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-
hal baru.

9. Mengembangkan Kecakapan Hidup

Pembelajaran di PAUD harus mampu mengembangkan kecakapan hidup anak dari berbagai
aspek secara menyeluruh. Berbagai kecakapan dilatihkan agar anak kelak menjadi manusia
seutuhnya. Tujuannya adalah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh dan
memiliki kepribadian atau akhlak mulia, cerdas dan terampil, mampu bekeja sama dengan orang
lain, mampu hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Mengembangkan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan, agar
anak belajar untuk mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan
dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.

10. Pembelajaran sesuai dengan Kondisi Sosial Budaya

Pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan kondis sosial budaya dimana anak tersebut
berada. Apa yang dipelajari anak adalah persoalan nyata sesuai dengan kondisi di mana anak
dilahirkan. Berbagai objek yang ada di sekitar anak, kejadian, dan isu-isu yang menarik dapat
diangkat sebagai tema persoalan belajar.

11. Stimulasi Secara Holistik

Kegiatan anak usia diniharus bersifat terpadu atau holistik. Anak tidak boleh hanya
dekembangkan kecerdasan tertentu saja, seperti IPA, Matematika, bahasa, secara terpisah, tetapi
terintegrasi ke dalam satu kegiatan. Dengan demikian, setiap permainan dapat mengembangkan
seluruh aspek kecerdasannya.

12. Anak sebagai Pembelajar Aktif

Anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya dan guru hanya sebagi fasilitator atau
mengawasi dari jauh. Dalam kegiatan belajar sambil bermain, hendaknya guru tidak banyak
campur tangan karena hal itu justru akan mengganggu kegiatana anak.

13. Memanfaatkan Potensi Lingkungan

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan
yang sengaja disiapkan (termasuk bahan-bahn belkas yang berasl dari lingkungan sekitar) oleh
pendidik/guru, termasuk dalam hal ini adalah bahan-bahan untuk membuat permainan edukatif
sendiri.

Keuntungan mengolah bahan tak terpakai (bahan bekas) secara kreatif untuk dibuat permainan
edukatif secara inovatif, antara lain: (1) karena anak mudah bosan dengan satu permainan,
permainan yang akan dibuat bisa dirancang hanya untuk beberapa kali digunakan. Setelah selesai
digunakan anak sudah bosan, seiring dengan permainan tersebut telah rusak. (2) guru atau orang
tua dapat membuat permainan bersama anak atau calon pengguna, sehingga bentuk permainan
lebih sesuai dengan selera anak. (3) memanfaatkan lingkungan sebgai permaian dapat
menghemat biaya pendidikan anak usia dini.[5]

Dengan demikian, pendidikan akan dapat dimaknai dan berguna bagi anak ketika beradaptasi
dengan lingkungannya. Alam sebagai sarana pembelajaran. Hal ini didasarkan pada beberapa
teori pembelajaran yang menjadikan alam sebagai sarana yang tak terbatas bagi anak untuk
berekplorasi dan beinteraksi dengan alam dalam membangun pengetahuannya.

Vaquette (1983: 67) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek penting dalam alam yaitu:

a. Alam merupakan ruang lingkup untuk menemukan kembali jati diri secara kolektif dan
menyusun kembali kehidupan sosial.

b. Alam merupakan runag lingkup yang dapat diekplorasi.

c. Peranan pendidik di lokasi kegiatan.

14. Anak Belajar melaui Sensori dan Panca Indera

Anak memperoleh pengetuan melaui sensorinya, anak dapat melihat melalui bayangan yang
ditangkap oleh mata, anak dapat mendengarkan bunyi melalui telinganya, anak dapat merasakan
panas dan dingin lewat perabaannya, anak dapat membedakan bau melaui hidung dan anak dapat
mengetahui aneka rasa mealalui lidahnya.oleh karena itu, pembelajaran pada anak hendaknya
mengarahkan anak pada berbagai kemampuan yang dapat dilakukan oleh seluruh inderanya.

Anak belajar melalui sensori dan panca indera menurut pandangan dasar Montessori yang
meyakini bahwa panca indera adalah pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam
otak manusia (anak). Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus
memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai fungsinya.

15. Anak membangun Pengetahuan Sendiri

Sejak lahir anak diberi kemampuan. Dalam konsep ini anak diiarkan belajar melaui pengalaman-
pengalaman dan pengetahuan yang dialaminya sejak anak lahir dan pengetahuan yang telah anak
dapatkan selama hidup. Konsep ini diberikan agar anak dirangsang untuk menambah
pengetahuan yang telah diberikan melaui materi-materi yang disampaian oleh guru dengan
caranya sendiri. Anak diberi fasilitas yang dapat menunjang untuk membangun pengetahuannya
sendiri.

16. Anak berpikir melalui Benda Konkret

Dalam konsep ini anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang nyata agar anak
tidak menerawang atau bingnung. Terciptanya pengalaman melalui benda nyata diharapkan anak
lebih mengerti maksud dari materi-materi yang diajarkan oleh guru.

Anak usia dini dapat menyerap pengalaman dengan mudah melalui benda-benda yang bersifat
konkret (nyata). Oleh karena itu sebaiknya menggunakan media yang nyata untuk memberikan
pembelajaran pada anak.[6]
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

A. Prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD

Menurut Tina Bruce (1987) prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Masa anak-anak adalah sebagian dari kehidupannya secara keseluruhan.

2. Fisik, mental, dan kesehatan sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis
(spiritual) lainnya.

3. Pembelajaran anak usia dini melaui berbagai kegiatan saling terkait satu dengan yang
lainnya sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu
aspek perkembangan saja.

4. Membangkitkan motivasi intristik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan
inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai daripada motivasi ekstrensik.

5. Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin
karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.

6. Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu, perlu
diobservasi lebih detail.

7. Tolok ukur pembelajaran PAUD hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang
telah mampu dikerjakan anak, bukan mengajarkan hal-hal baru kepada anak, meskipun
tujuannya baik karena baik menurut guru dan orang tua belum tentu baik menurut anak.

8. Suatu kondisi terbaikatau kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife), khususnya pada
kondisi yang menunjang.

9. Orang-orang disekitar (anak dan orang dewasa) dalam interaksi merupakan sentral penting
karena mereka secara otomatis menjadi guru bagi anak.
10. Pada hakikatnya, PAUD merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang dewasa, dan
pengetahuan

Menurut Douglas H. Clements (dalam Hass dan Parkay, 1993: 339) membagi prinsip-prinsip
pendidikan anak usia dini ke dalam empat kategori, yaitu: kategori anak sebagai peserta didik
aktif, anak sebagi pembelajar sosial-emosional, anak sebagai peserta didik independen
(penanggung jawab atas kegiatan yang dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai
pembelajar di dunia nyata. Dan prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini menurut kategori-
kategori diatas adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap anak dilakukan secara partisipasi aktif dan mengikuti pola
perkembangan anak.

2. Memotivasi atau menstimulasi anak untuk membangun ide-idenya sendiri dan “menguji”
ide tersebut melaui aktivitas fisik dan mental.

3. Menyediakan berbagai kesempatan bagi anak untuk belajar melalui bermain, dan
mengekspresikan idenya dengan bebas-kreatif, serta mengembangkan minat estetik,
keterampilan motorik, dan nilai-nilai moral keagamaan.

4. Menyediakan kerangka konseptual dan memperbanyak pada aspek pengertian daripada


pengetahuan.

5. Menekankan aspek berpikir, alasan (reasoning), dan pengambilan keputusan secara


mandiri.

6. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi secara sosial untuk menumbuhkan
self image yang positif dalam diri anak.

7. Menyediakan berbagai kesempatan untuk belajar tanpa tuntutan dari orang tua maupun
guru.

8. Menyediakan lingkungan (walaupun terbatas) yang dapat mendorong otonomi atau


kebebasan anak untuk bermain secara eksploratif.

9. Menstimulasi, mendorong dan memotivasi anak untuk mencari relasi atau pergaulan
(relationship) dengan orang lain, melaui pergaulan dalam bermacam problem.

10. Memotivasi anak untuk memperkaya pengalaman dengan berbagai solusi dan alternatif-
alternatif pemecahan masalah.

11. Memberi peluang kepada anak untuk memiliki tujuan-tujuan realistik dan dalam
memprediksikan atau mengkonfirmasikan suatu peristiwa.
12. Melatih anak untuk dapat menggunakan beragam teknik mempermudah belajar dari materi
yang kompleks.

13. Menyediakan ruang bagi anak atau memberi kesempatan kepada anak untuk
mengeksplorasi problem-prolem riil, situasi yang bermakna dan material konkret.

14. Menyediakan umpan balik yang memungkinkan adanya konsekuensi yang wajar dari setiap
aktivitas anak.

15. Menumbuhkan motivasi secara intrinstik bukan ekstrinsik.

B. Prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD

1. Berorientsi pada Kebutuhan Anak

2. Pembelajaran Anak sesuai dengan Perkembangan Anak

3. Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Anak

4. Belajar Melaui Bermain

5. Tahapan Pembelajaran Anak Usia Dini

6. Interaksi Sosial Anak

7. Lingkungan yang Kondusif

8. Merangsang Kreativitas dan Inovasi

9. Mengembangkan Kecakapan Hidup

10. Pembelajaran sesuai dengan Kondisi Sosial Budaya

11. Stimulasi Secara Holistik

12. Anak sebagai Pembelajar Aktif

13. Memanfaatkan Potensi Lingkungan

14. Anak Belajar melaui Sensori dan Panca Indera

15. Anak membangun Pengetahuan Sendiri

16. Anak berpikir melalui Benda Konkret


DAFTAR PUSTAKA

Suyadi dan Ulfah, Maulidya, 2013, Konsep Dasar PAUD, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

S. Rahman, Hibana, 2002, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,

Yogyakarta: PGTK Press.

Nurani Sujiono, Yuliani, 2009, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,

Jakarta: Indeks.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prinsip pembelajaran pada anak usia dini merupakan hal yang perlu diterapkan ketika
seorang pendidik akan memulai pembelajaran. Mengapa pembelajaran tidak efektif karena
disebabkan oleh seorang pendidik yang tidak memahami prinsip pembelajaran pada anak.

Pembelajaran akan efektif dan kondusif ketika seorang pendidik bisa menguasai atau mengontrol
situasi pembelajaran, salah satunya dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan
pembelajaran.

Dalam menerapkan prinsip-prinsip ini seorang pendidik harus memahami karakter dari
setiap individu agar pembelajaran terlaksana dengan efektif.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja pendekatan pada anak siua dini

2. Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran pada AUD?

3. Bagaimana implikasi prinsip-prinsip pembelajaran pada Pendidik?

C. Tujuan

1. Memahami pendekatan-pendekatan yang diterapkan pada anak usia dini.

2. Memahami prinsip-prinsip pembelajaran pada anak usia dini

3. Memahami implikasi prinsip-prinsip pembelajaran pada pendidik

D. Manfaat

Memahami beberapa pendekatan yang akan diterapkan pada anak usia dini, juga memahami
prinsip pembelajaran dalam proses belajar mengajar pada anak dan implikasi nya terhadap
pembelajaran pada pendidik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral, spiritual
maupun emosional. Anak usia dini merupakan sosok individu yang membutuhkan stimulus
untuk membantu aspek-aspek perkembangannya. Merujuk pada peraturan pemerintahan No.19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan , pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggrakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasin aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikollogis peserta didik. Beberapa pendekatan terhadap anak usia dini
(Sujiono,200;84-90) :

1. Berorientasi pada kebutuhan anak

Artinya penerapan metode harus berpusat pada anak berdasarkan kebutuhan dan kondisi anak.
Bukan berdasarkan keinginan dan kemampuan pendidik. Artinya seorang pendidik harus bisa
menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak bukan anak yang harus menyesuaikan keinginan
dari seorang pendidik. Merajuk pada karakteristik anak didik bahwa anak didik harus dipandang
sebagai subjek yaitu pribadi yang memiliki kedirisendirian, dan kebebasan dalam mewujudkan
dirinya sendiri. Dengan demikian anak harus diberikan kesempatan untuk terlihat secara aktif
baik fisik maupun mentalnya.

2. Berorientasi pada perkembangan anak

Proses perkembangan manusia secara utuh telah dimulai sejak dalam janin dalam kandungan
sampai usia 6 tahun. Pada masa ini sering kita kenal dengan The Golden Age (Usia emas)
merupakan masa peka anak karena pada maa ini perkembangan kecerdasan anak sedang
mengalami peningkatan. Perkembangan merupakan suatu proses yang kumulatif artinya
perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Banyak yang
meyakini bahwa anak memiliki lebih dari satu bakat maka dari itu dibutuhkan stimulus-stimulus
untuk membantu mengembangan bakat yang dimiliki oleh anak dengan pembelajaran sesuai
dengan perkembangannya.

3. Anak usia dini belajar melalui bermain

Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi setiap individu karena dengan
bermain merupakan kegiatan yang akan memberikan kesenangan. Bagi setiap anak tidak akan
terlepas dengan kegiatan bermain karena bermain merupakan kebuhan bagi anak. Karena dengan
bermain anak dapat mempelajari banyak hal, tanpa disadari dan tanpa terbebani. Melalui bermain
banyak manfaat yang diberikan kepada anak seperti bersosialisasi, mengontrol emosi, toleransi,
kerjasama, sosialisasi, kecerdasan mental, bahasa, dan motorik.

Dalam setiap aktivitas anak usia dini selalu ada unsur bermain, bagi setiap anak usia dini
bermain jauh lebih menyenangkan serta memudahkan mencapai tujuan pembelajaran oleh karena
itu sebagai seorang pendidik kita dituntut untuk menjadi pendidik yang kreatif dan inovatif
dalam memberikan bahan pembelajaran melalui proses bermain. Sebagai seorang pendidi pun
harus mampu memilih jenis permainan yang tepat untuk diberikan kepada anak. Bermain sebagai
pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan usia anak.

B. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Prinsip-prinsip pembelajaran adalah bagian terpenting yang wajib diketahui para pengajar
sehingga mereka bisa memahami lebih dalam prinsip tersebut dan seorang pengajar bisa
membuat acuan yang tepat dalam pembelajarannya. Dengan begitu pembelajaran yang dilakukan
akan jauh lebih efektif serta bisa mencapai target tujuan.

Adapun pengertian selajutnya mengenai prinsip belajar adalah konsep-konsep


yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar . Seorang guru akan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-
prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengotrol sendiri apakah tugas-tugas
mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu
memahami prinisp-prinsip belajar itu.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran pada anak usia dini adalah konsep pengelolaan
yang harus diterapkan pada proses pembelajaran agar pembelajaran yang dilakukan akan jauh
lebih efektif dan kondusif

Berikut beberapa prinsip pembelajaran pada anak usia dini :

1. Sebagai Pembelajaran Aktif


Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang
aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya
sendiri. Belajar tidak bisa di paksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa di limpahkan kepada
orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey
mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk
dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri, guru hanya sekedar pembimbing
dan pengarah

Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak
mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah di perolehnya.
Dalam proses belajar-mengajar anak mampu megidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Pendidikan yang
dirancang secara kreatif akan menghasilkan pembelajar yang aktif. Proses pendidikan seperti ini
merupakan wujud pembelajaran yang bertumpu pada aktivitas belajar anak secara aktif atau yang
dikenal dengan istilah cara belajar siswa aktif ( CBSA = student active learning)

Dalam proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Metode yang diberikan kepada
anak berbentuk pemecahan masalah dan penyampaian penemuan mereka. Pendidik hanya
berfungsi sebagai pengawas dan mediator. Dengan demikian, anak dituntut untuk aktif dan
bekerja produktif untuk menemukan pengetahuan.

Contoh : ketika bermain balok, biarkan anak membangun bangunan sesuai dengan imajinasi nya
sendiri, guru hanya sebatas mengawasi dan bertanya pada saat anak selesai bermain tentang
bangunan yang telah dibuatnya.

2. Anak Belajar melalui sensori dan panca indera

Anak memperoleh pengetahuan melalui sensorinya. Anak dapat melihat melalui matanya,
anak dapat mendengarkan bunyi melalui pendengarannya, anak dapat membedakan bau memalui
hidung nya, dan anak dapat mengetahui aneka rasa melalui lidahnya. Oleh karenanya,
pembelajran pada anak hendaknya mengarahkan anak pada berbagai kemampuan yang dapat
dilakukan oleh seluruh inderanya.

Menurut pandangan montesorri dalam (Sujiono, 2013) meyakini bahwa panca indera
adalah pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak), maka
seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai fungsinya,
pendidik harus menyiapkan alat-alat permainan yang sederhana untuk mengembangkan panca
indera anak.

Dalam konsep ini pula anak mengeksploitasikan semua inderanya baik penciuman,
perasa, peraba, penglihatan dan pendengaran. Anak dapat belajar mengenai apa yang dilihat,
didengar.
3. Anak membangun pengetahuan sendiri,

Menurut Pestalozzi dalam (Sujiono, 2013) pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan pada
anak agar anak mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi berpandangan bahwa pengamatan
anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian, bahkan pengertian yang tanpa pengamatan
merupakan sesuatu pengertian yang kosong.

Sejak lahir anak anak diberi kemampuan yang berbeda. Sebagai seorang pendidik dan orantua
harus memberikan rangsangan kepada anak untuk menambah dan mengembangkan
pengetahuannya dengan caranya sendiri, anak diberikan fasilitas yang dapat menunjang untuk
membangun pengetahuannya sendiri.

Anak diajak untuk berfikir, percaya diri dan kreatif dalam mencari dan mendapatkan
pengetahuannya. Pendidik dan orangtua hanya berfungsi sebagai fasilitator. Dan setiap anak
diharapkan dapat menambah dan membangun pengetahuannya sendiri melalui media lain seperti
media cetak atau elektronik.

4. Anak berfikir melalui benda konkret

Dalam konsep ini anak harus diberikan benda-benda yang nyata agar anak tidak menerawang
atau kebingungan. Maksudnya anak dirangsang agar berpikir dengan metode pembelajaran yang
menggunakan benda nyata sebagai contoh materi pembelajaran.

Anak lebih mengingat suatu benda yang dapat dilihat, dipegang lebih membekas dan dapat
diterima oleh otak. Pada kegiatan ini anak dapat berpikir melalui media (benda konkret) atau
yang terdekat dengan cara langsung. Anak usia dini dapat menyerap pengalaman dengan mudah
melalui benda-benda konkret. Maka dari itu dianjurkan untuk menggunakan media yang nyata
dalam pembelajaran.

Sebagai contoh, apabila menjelaskan tentang benda-benda yang ada di alam lebih baik dibawa
langsung ke lokasi agar anak dapat melihat, mengamati dan menikmati keadaan alam tersebut

5. Anak belajar dari lingkungan

“Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan dengan sengaja dan terencana untuk membantu
anak mengembangakan otensi secara optimal sehingga anak mampu beradaptasi dengan
lingkungannya”. Dari pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan akhir dari
pendidikan adalah kemampuan anak beradaptasi dengan ligkungan dalam arti yang luas. Dengan
demikian seharusnya tujuan pendidikan menjadi dasar untuk mengarahkan berbagai proses
pendidikan (pembelajaran) agar mendekatkan anak dengan lingkungan.
Alam sebagai sarana pembelajaran hal ini didasarkan pada beberapa teori pembelajran yang yang
menjadikan alam sebagai sarana yang tak terbatas bagi anak untuk bereksplorasi dan berinteraksi
dengan alam dalam membangun pengetahuannya.

Out bound learning merupakan salah satu model pembelajaran di mana hampir 90% kegiatan
dilakukan dengan berinteraksi dengan alam.

Vaquette dalam (Sujiono, 2013) mengemukakan terdapat tiga aspek penting dalam alam yaitu :

· Alam merupakan ruang lingkup untuk menemukan kembali jati diri

· Alam meruapakan ruang lingkup yang dapat dieksplorasi

· Peranan pendidik di lokasi kegiatan

Seorang pedagog harus sekaligus menjadi pengajar, pendidik, seta pembimbing kegiatan.
Sebagai pengajar yang baik harus dapat memberikan pengetahuan yang dpat diterapkan oleh para
muridnya.

6. Perbedaan individual

Setiap siswa memiliki karakteristi sendiri-sendiri yang berbeda satu


dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri
dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar.

Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada
semua keunikan yang melekat pada setiap siswa. Dengan kata lain, guru tidak mengasumsikan
bahwa siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang memiliki karakteristik
yang sama. Konsekuensi logis dalam hal ini, guru harus mampu melayani setiap siswa sesuai
karakteristik orang per orang.

C. Prinsip-Prinsip Implikasi Belajar Bagi Guru

Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi


oleh adanya prinsip-prinsip belajar. Implikasi prinsip belajar bagi guru tertampak pada rencana
pembelajaran maupun pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Implikasi ini bagi guru terwujud
dalam perilaku fisik dan psikis mereka.

1. Guru menggunakan metode secara bervariasi.

2. Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan.

3. Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton.


4. Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question).

5. Memilih bahan ajar sesuai minat siswa.

6. Menggunakan metode dan tehnik mengajar yang disukai siswa.

7. Mengoreksi sesegara mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberi tahukan
hasilnya.

8. Memberikan tugas secara individual dan berkelompok.

9. Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen.

10. Mengadakan tanya jawab dan diskusi.

11. Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan engan demonstrasi.

12. Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa.

13. Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa
sesuai karakteristiknya.

14. Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.

15. Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran
yang tepat bagi siswa yang bersangkutan.
     BAB I
PENDAHULUAN

A.    LARAT BELAKANG

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan wilayah pembahasan yang sangat luas dan
semakin menarik. Karena usia dini merupakan awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pendidikan anak usia dini memegang peranan yang sangat penting dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya, sebab pendidikan anak usia dini merupakan fondasi bagi dasar
kepribadian anak.
Ditinjau dari perkembangan otak manusia, tahap perkembangan otak anak usia dini
menempati posisi yang paling vital, yakni meliputi 80% perkembangan otak. Perkembangan otak
manusia 50% dicapai pada usia 4 tahun, 80 % dicapai hingga usia 8 tahun dan selebihnya
diproses hingga usia 18 tahun. Dengan demikian usia 0-8 tahun memegang peranan yang sangat
besar karena perkembangan otak mengalami lompatan dan berjalan demikian pesat. Oleh karena
itu usia dini disebut juga “golden age” atau usia emas, karena perkembangannya yang luar biasa.
Masyarakat makin menyadari betapa pentingnya pendidikan anak usia dini. Hal ini
nampak dengan berkembangnya tempat pendidikan anak usia dini formal, informal dan non-
formal, dalam bentuk tempat penitipan, kelompok bermain, taman bermain dan taman kanak-
kanak. Dengan beegitu pendidikan anak usia dini dapat dijadikan bekal untuk keberhasilan anak
dimasa mendatang.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip Teoritis dalam pembelajaran PAUD?
2.      Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip Praktis dalam pembelajaran PAUD?

C.    TUJUAN

1.      Mengetahui prinsip-prinsip Teoritis dalam pembelajaran PAUD.


2.      Mengetahui prinsip-prinsip Praktis dalam pembelajaran PAUD.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Prinsip-Prinsip Teoritis Dalam Pembelajaran PAUD


Para pakar pendidikan anak usia dini terutama Wilhem (1782-1852), Maria Montessori
(1869-1952) dan Steiner (1861-1925) mengembangkan teori dan praktisinya di zamannya
masing-masing,yang kemudian oleh Tina Bruce (1987)[1] dirangkum dalam sepuluh prinsip
pendidikan anak usia dini sebagai berikut:
1.      Usia anak adalah sebagian dari kehidupan secara keseluruhan, merupakan masa persiapan untuk
menghadapi kehidupan yang akan datang.
2.      Fisik, mental dan kesehatan sama pentingnya dengan berfikir maupun aspek psikis (spiritual).
Oleh karena itu keseluruhan (holistis) aspek perkembangan anak merupakan pertimbangan yang
sama pentingnya.
3.      Pembelajaran pada usia dini saling terkait, tidak dapat dipisahkan.
4.      Motivasi intrinsik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan inisiatif sendiri (self
directed activity) yang sangat bernilai.
5.      Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin
karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.
6.      Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu, perlu
diobservasi lebih detail.
7.      Tolak ukur pembelajaran hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang telah mampu
dikerjakan anak, bukan apa yang tidak dapat dikerjakan anak.
8.      Suatu kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife) khususnya pada kondisi yang menunjang.
9.      Orang-orang sekitar dalam berinteraksi pada anak merupakan hal yang penting karena mereka
secara otomatis menjadi guru yang terbaik.
10.  Pada hakikatnya, pendidikan anak usia dini merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang
dewasa dan pengetahuan.

B.     Prinsip-Prinsip Dalam Praktis Pembelajaran PAUD


Salah satu pilar konsep dasar PAUD adalah prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran.
Terdapat tigabelas prinsip pelaksanaan pembelajaran PAUD:
1.      Berorientasi Pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran anak harus berorientasi pada kebutuhan anak. Menurut Maslow,
kebutuhan manusia terdapat tujuh tingkatan yang tersusun secara hierarki, yakni: kebutuhan
fisik, keamanan, kasih sayang, harga diri, kognisi, estetika dan aktualisasi diri. Kebutuhan
mendasar bagi anak adalah kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian dan lain-lain). Kebutuhan
berikutnya adalah keamanan (aman, nyaman, terlindung dan bebas dari bahaya). Berikutnya
adalah kasih sayang (dimengerti, dikasihi dan dihargai ).
Orientsi belajar anak usia dini bukan untuk mengejar prestasi, seperti kemampuan membaca,
menulis, berhitung dan pengetahuan lain yang sifatnya akademis. Namun orientasi belajar yang
sesungguhnya adalah mengembangkan sikap dan minat belajar serta berbagai potensi dan
kemampuan dasar anak.[2]
2.      Pembelajaran Anak Sesuai Dengan Perkembangan Anak
Pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan dengan perkembangan anak, baik usia maupun
kebutuhan individual anak. Setiap anak berbeda perkembangannya dengan anak lain, ada yang
cepat ada yang lambat. Oleh karena itu, guru harus memahami kebutuhan khusus atau kebutuhan
individu anak. Akan tetapi didasari pula pada faktor-faktor yang sulit atau tidak dapat diubah
dalam diri anak yaitu faktor genetis. Oleh karena itu, PAUD diarahkan untuk memfasilitasi
setiap anak dengan lingkungan dan bimbingan belajar yang tepat agar anak dapat berkembang
sesuai kapasitas genetisnya.[3]
3.      Mengembangkan Kecerdasan Majemuk
Ukuran kecerdasan anak bukan pada kemampuan kognitif (calistung), melainkan pada
kematangan emosi. Dengan demikian meskipun anak telah mampu membaca, menulis dan
berhitung dengan baik, belum tentu anak tersebut cerdas. Justru sebaliknya, ada kemungkinan
stimulasi yang berlebihan untuk pengembangan kognitif, sehingga pengembangan kecerdasan
yang lain (linguistic, kinestetik, interpersonal dan seterusnya) menjadi terabaikan.
4.      Belajar Melalui Bermain
Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia
dini. Dengan menggunakan setrategi, metode, bahan dan media yang menarik, permainan dapat
diikuti anak secara menyenangkan. Melalui permainan anak dapat diajak bereksplorasi,
menemukan dan memanfaatkan benda-benda disekitarnya.
5.      Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Pembelajaran anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang konkret ke
yang abstrak, dari sederhana ke yang kompleks dan dari diri sendiri ke lingkungan sosial.

6.      Anak Adalah Peserta Didik Aktif


Pembelajaran ditujukan untuk membangkitkan anak untuk turut berpartisipasi secara aktif dalam
proses belajar. Anak adalah subjek dan pelaku utama dalam proses pendidikan, bukan objek.
Tugas guru menciptakan situasi dan kondisi belajar sehingga anak termotifasi dan muncul
inisiatif untuk berperan secara aktif. Anak bukan hanya pendengar dan pengamat, melainkan
pelaku utama, sedangkan guru adalah pelayan dan pendamping utama.[4]
7.      Interaksi Sosial Anak
Anak sangat membutuhkan interaksi, ketika anak berinteraksi dengan orang dewasa, orang tua,
guru dan teman sebayanya maka anak tersebut akan belajar. Tanpa belajar bahasa, pada usia 4-5
tahun ia telah mempunyai kosakata lebih dari 14.000 kosa kata.
8.      Lingkungan Yang Kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memperhatikan keamanan dan kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui
bermain. Artinya lingkungan belajar harus bebas dari benda-benda tajam yang dapat mengancam
keselamatan anak termasuk bahan mainan dan cat pewarna yang tidak menimbulkan iritasi pada
kulit saat digunakan.setting ruangan yang aman juga diperlukan untuk melakukan gerakan
atraktif, termasuk memenjat meja dan kursi guna mengambil permainan.
9.      Merangsang Kreatifitas Dan Inovasi
Kegiatan pembelajaran di PAUD harus merangang daya kreatifitas dengan tingkat inovasi tinggi.
Proses kreatifitas dan inofasi dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik,
membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-
hal yang baru.

10.  Mengembangkan Kecakapan Hidup


Berbagai kecakapan dilatih agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh dan
memiliki kepribadian atau akhlak mulia, cerda, terampil, mampu bekerja sama dengan orang
lain, mampu hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengembangkan kecakapan hidup
dapat dilatih dengan proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri, disiplin, mampu bersosialisasi dan memperoleh bekal ketrampilan dasar
yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
11.  Memanfaatkan Potensi Lingkungan
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan sekitar atau bahan-bahan yang
disiapkan pendidik, termasuk bahan-bahan untuk membuat permainan eduktif. Bahan bekas yang
berserakan dilingkungan sekitar dapat dikelola secara kreatif kemudian diolah secara inovatif
menjadi permainan yang edukatif yang dapat memicu rasa ingin tahu anak.
12.  Pembelajaran Sesuai Dengan Kondisi Sosial Budaya
Kegiatan atau pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan sosial budaya dimana anak
tersebut berada. Berbagai objek yang ada disekitar anak, kejadian dan isu-isu yang menarik dapat
diangkat sebagai tema persoalan belajar.
13.  Stimulasi Secara Holistik
Kegiatan pembelajaran anak usia dini harus bersifat terpadu dan holistik. Anak tidak boleh hanya
dikembangkan kecerdasan tertentu saja, seperti IPA, matematika, bahasa secara terpisah tetapi
berintegrasi pada satu kegiatan. Misalnya melalui bermain air, anak dapat belajar berhitung
berhitung (matematika), mengenal sifat-sifat air (IPA) menggambar (seni) dan seterusnya.
Dengan demikian setiap permainan dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya. 

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa didalam kegiatan belajar dan mengajar
tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus menggunakan prinsip-prinsip belajar
agar bisa bertindak secara tepat dan dapat mengembangkan sikap yang diperlukan untuk
menunjang belajar siswa. Pembelajaran sambil bermain yang didalamnya mengandung makna,
aktif, menyenangkan dan tanpa paksaan dapat mengembangkan potensi sesuai karakteristik anak.

B.     SARAN
Sebagai calon pendidik kita harus mengetahui dan memahami prinsip-prinsip
pembelajaran pada anak, karena dengan memahami prinsip tersebut, pendidik akan lebih mudah
menentukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai