Peserta didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara maksimal. Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. Menurut Sudarwan Danim (2010:1) “Peserta didik merupakan sumber utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal”. Peserta mampu belajar tanpa guru. Tapi guru tidak bisa mengajar tanpa peserta didik. Maka dari itu keberadaan peserta didik menjadi sumber penting dalam proses pendidikan formal antara guru dan peserta didik. Sudarwan Danim (2010:2) menambahkan bahwa terdapat hal-hal keberadaan mengenai hakikat peserta didik, yaitu : 1. Peserta didik merupakan manusia yang memiliki potensi dasar seperti intelektual, efektif, dan psikomotorik. 2. Peserta didik memiliki perbedaan periodisasi perkembangan dan pertumbuhan walaupun relatif sama. 3. Peserta didik memiliki imajinasi, persepsi, dan dunianya sendiri. 4. Peserta didik memiliki perbedaan kebutuhan yang harus dipenuhi baik jasmani maupun rahmani. 5. Peserta didik bertanggung jawab dalam proses pembelajaran dan harus menjadi pelajar sejati sesuai dengan wawasan pendidikan selama hidupnya. 6. Peserta didik beradaptasi di dalam kelompok sekaligus mengembangkan ruang individualitasnya sebagai insan yang unik. 7. Peserta didik memerlukan pembinaan dan pengembangan secara individu dan kelompok, serta mengharapkan perlakuan yang manusiawi dari orang dewasa termasuk gurunya. 8. Peserta didik merupakan insan yang visioner (orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan) dan proaktif (lebih aktif) dalam menghadap lingkungannya. 9. Peserta didik sejatinya berperilaku baik dan lingkungan yang paling dominan untuk membuatnya lebih baik lagi atau menjadi lebih buruk. 10. Peserta didik merupakan makhluk Tuhan yang memiliki aneka keunggulan dan bakat, namun tidak akan mungkin bisa berbuat atau di paksa melakukan sesuatu melebihi kapasitasnya (kemampuan).
Menurut Oemar Hamalik (2004: 9) menjelaskan “Peserta didik adalah salah
satu komponen (bagian) dalam pengajaran, di samping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran.” Sedangkan Menurut Samsul Nizar (2002: 47) menjelaskan bahwa “Peserta didik merupakan orang yang dikembangkan”. Abu Ahmadi (1991: 251) juga menjelaskan tentang pengertian peserta didik adalah “Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, warga negara, anggota masyarakat dan sebagai suatu individu atau pribadi”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan seseorang yang mengembangkan potensi (kemampuan,kekuatan yang bisa dikembangkan) dalam dirinya melalui proses pendidikan dan pembelajaran pada jenjang atau jenis pendidikan tertentu. Peserta didik bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan dari proses pendidikan dan pembelajaran, dan untuk mengembangkan potensi itu harus membutuhkan sosok pendidik/guru.
1. Masa Anak Sekolah
Masa sekolah ini berlangsung sejak usia 6 sampai 12 tahun, dimulai setelah Anak melewati masa keras kepala, yang pertama di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif sehingga ia disebut “matang” untuk mulai sekolah. Kematangan itu paling tidak harus dilihat dari 4 aspek, yaitu : a. Aspek fisik, fisik anak telah berkembang secara memadai sehingga anak memperlihatkan kesanggupannya untuk mencari secara jasmani tata tertib sekolah, misalnya dapat duduk tenang, dan tidak makan di dalam kelas. b. Aspek intelektual, anak telah sanggup menerima pelajaran secara sistematis, terus menerus, dan dapat menyimpan serta mereproduksikannya bila diperlukan. c. Aspek Moral, anak telah sanggup menerima didikan moral atau norma- norma dan dapat dipatuhi atau melaksanakannya. d. Aspek Sosial, anak telah sanggup untuk menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain terutama dengan teman-temannya di sekolah.
Perkembangan Pada Anak :
a. Perkembangan Aspek Fisik 1. Keadaan berat dan tinggi badan, anggota-anggota badan relatif masih pendek, kepala dan perut relatif masih besar. Selama masa akhir anak- anak, tinggi bertumbuh sekitar 5 hingga 6% dan berat bertambah sekitar 10% setiap tahun. Pada usia 6 tahun tinggi rata-rata anak 46 cm dengan berat 22,5 kg. Kemudian pada usia 12 tahun tinggi anak mencapai 60 cm dan berat badan 40,5 kg (Mussen, Conger dan Kagan, 1969). 2. Perkembangan Motorik, dengan terus bertambahnya berat kekuatan badan, maka selama masa pertengahan dan akhir anak-anak ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya, penguasaan badan, seperti membongkok, melakukan berbagai macam-macam latihan senam serta aktivitas olahraga berkembang pesat. b. Perkembangan Aspek Psikis 1. Pengamatan Menurut Ernest Meumann perkembangan pengamatan anak dapat dibagi dalam 3 masa, yaitu : a. Masa Sintesis Fantasi : umur 7-8 tahun Masa ini pengamatan anak masih global (umum), bagian-bagiannya belum tampak jelas karena bergabung dengan fantasinya. b. Masa Analisis : umur 8-12 tahun Mampu membeda-bedakan sifat dan mengenal bagian-bagiannya walaupun bagian itu belum tampak seluruhnya, karena fantasinya mulai berkurang, di ganti dengan pengamatan yang nyata. c. Masa Logis : 12 tahun ke atas Anak telah dapat berpikir logis. Pengertian dan kesadarannya semakin sempurna, sehingga dalam pengamatan sudah jelas dan hubungan antara bagian-bagian pun dapat terlihat olehnya. (Santrock, 1998 : 175) 2. Berpikir Watson mengambil hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Jean Piaget, dan mengatakan : “Piaget (1970) has identified three main developmental stages : sensorimotor, concrete operations, and propositional or formal operations”. (Watson/Lindgren, 1973 : 69)
Dari penjelasannya lebih jauh dapat diungkapkan bahwa:
a. Sensorimotor stage (tahap mengenai fungsi sensorik dan motorik) mulai sejak lahir s/d kurang lebih usia 2 tahun. b. Concrete Operations (tahap mampu berpikir rasional, seperti penalaran untuk menyelesaikan suatu masalah yang konkret/aktual), mulai kurang lebih 2-11 tahun c. Propositional/formal operations, mulai 12 tahun ke atas. 3. Daya Ingat Perkembangan daya ingatan pada anak usia 8-12 tahun mencapai intensitas yang paling besar dan paling kuat. Perkembangan daya ingatan dalam masa ini melalui 2 fase, yaitu : a. Fase Ingatan Motoris : mulai awal masa sekolah sampai usia 10 tahun, dalam fase ini anak lebih mudah mengingat hal-hal yang bersifat gerakan. b. Fase Ingatan Mekanis : mulai usia 10 tahun sampai akhir masa sekolah. 4. Perasaan Perasaan anak pada saat ini banyak tertuju kepada perasaan intelek, sehingga ia sering merasa mampu mengerjakan segala sesuatu walaupun sebenarnya dia belum mampu, tetapi hatinya menjadi puas bila sudah dicobanya meskipun salah atau gagal ia tetap gembira. Masa inipun dijuluki dengan masa intelektual, karena perkembangan perasaan inteleknya sangat menonjol. 5. Moral Anak Pada umur 10-12 tahun, anak dapat mengetahui dengan baik alasan- alasan atau prinsip yang mendasari suatu peraturan. Kemampuannya telah cukup berkembang untuk dapat membeda-bedakan macam-macam nilai moral serta dapat menghubungkan dengan situasi-situasi yang berbeda. Ia telah dapat menghubungkan konsep-konsep moral, mengenai kejuruan, hak milik, keadilan dan kehormatan. ( Singgih D. Gunarsa, 1978: 38). 6. Sosial Bila anak mulai bersekolah ia menyambut kenalan-kenalan baru itu dengan rasa gembira. Anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok dan lingkungannya. 7. Rasa Keagamaan Perkembangan perasaan keagamaan pada masa anak sekolah ini agak lamban karena anak terlalu sibuk, perhatiannya lebih banyak kepada realitas ( kenyataan ) yang ada di sekitarnya.