PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arus globalisasi yang semakin canggih saat ini sangat memberikan peluang yang besar
kepada setiap individu, termasuk di dalamnya siswa Sekolah Dasar, untuk mengakses
berbagai informasi dengan mudah. Melalui informasi tersebut, mereka dapat belajar banyak
tentang berbagai hal yang dibutuhkannya.
Fenomena ini tidak berarti akan menggeser posisi guru dalam proses pembelajaran,
justru peran guru akan semakin penting. Gurulah yang memiliki posisi strategis untuk
mengorganisasikan siswa, menyeleksi informasi yang penting, dan mengolah pesan sehingga
tercipta suasana yang dapat menimbulkan keinginan dalam diri siswa untuk melakukan
aktivitas belajar. Sehingga guru dituntut untuk menguasai berbagai pendekatan
pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran sendiri memiliki arti suatu sudut pandang tentang proses
pembelajaran yang masih dalam arti umum yang di dalamnya dapat mewadahi, menguatkan,
memberikan inspirasi. Penting untuk diperhatikan adalah mana yang cocok untuk diterapkan
pada proses pembelajaran. Adapun pendekatan yang dipilih merupakan hasil dari penelaahan
dan solusi yang tepat dengan kondisi yang tepat pula.
Sebagai calon guru yang akan mengelola Sekolah Dasar, hendaknya kita memahami
bagaimana anak seusia SD melakukan aktivitas belajar sehingga dapat menjadi fasilitator
yang tepat bagi berlangsungnya belajar siswa. Diperlukan pijakan yang jelas dan telah teruji
keandalannya. Di sini kita akan memahami mengenai berbagai pembelajaran di Sekolah
Dasar. Ada empat pendekatan pembelajaran yang akan dibahas, yakni: Holistik,
Kontruktivisme, Experiental Learning, dan Multiple Intelligence.
Pendekatan pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran kontemporer yang sedang
trend dan digunakan di Sekolah Dasar saat ini yang telah teruji secara empirik. Namun
demikian, pendekatan pembelajaran tersebut dalam penerapannya pada konteks Sekolah
Dasar di Indonesia perlu pengkajian kreasi dari para guru.
Akan lebih baik jika keunggulan dari masing-masing pendekatan itu bukan diterapkan
secara lugas melainkan dikreasikan kembali sehingga muncul pendekatan pembelajaran yang
sesuai dengan konteks Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan umum dalam makalah ini
adalah: “Bagaimana pendekatan pembelajaran di Sekolah Dasar?”.
Sub-sub masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan anak usia SD dan implikasinya terhadap pendidikan?
2. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia SD?
3. Apakah pedekatan pembelajaran Holistik?
4. Apakah pedekatan pembelajaran Kontruktivisme?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penulisan umum dalam makalah ini adalah:
“Memahami berbagai pendekatan pembelajaran di Sekolah Dasar”.
Sub-sub tujuan dari penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perkembangan anak usia SD beserta implikasinya terhadap pendidikan
2. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia SD
3. Memahami pendekatan pembelajaran Holistik.
4. Memahami pendekatan pembelajaran Kontruktivisme.
1
BAB II
PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
2
pengalaman kepada orang lain merupakan peran proses intelektual dalam
perkembangan anak.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran,
meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin, dkk., 2009:108)
berpandangan bahwa:
1) pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik;
2) materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik;
3) pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran;
4) urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama, karena
akan sulit dipahami oleh peserta didik jika urutannya loncat-loncat;
5) guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam
melakukan stimulasi pembelajaran; dan
6) pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah
dasar kelas awal.
Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar sudah cukup untuk
menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir
atau daya nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak sangat erat
kaitannya. Perkembangan intelektual peserta didik akan memfasilitasi kemampuan
belajarnya. Peserta didik sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti
membaca, menulis, dan berhitung. Dalam mengembangkan daya nalar, caranya dengan
melatih peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya
terhadap berbagai hal. Misalnya yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib
sekolah, dan sebagainya.
3
temannya. Akan tetapi, mungkin juga rambut pirang itu akan menjadi suatu kebanggaan
karena anak tersebut merasa unik.
Di sinilah kita melihat bahwa perkembangan fisik peserta didik memegang peranan
yang penting terhadap pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan
perkembangan fisik harus dihadapi dengan cara yang tepat oleh para pendidik.
Meskipun tidak sepesat pada masa usia dini, perkembangan biologis maupun
perseptual anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan
akhirnya membawa beberapa implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dasar. Implikasi-imlikasi dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan
pembelajaran secara umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan
jasmani dan kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku
sehat.
4
kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan guna mengembangkan potensi
peserta didik secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.
Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta didik, perlu
dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung pengembangan kreativitas
terhadap pendidikan. Namun dalam kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang
diajarkan kepada peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat
dimunculkan.
Oleh sebab itu, Treffinger (Depdikbud, 1999:105) mengemukakan sejumlah
pengalaman belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik agar mampu mendorong
kreativitas peserta didik, khususnya dalam proses pembelajaran. Hal tersebut antara
lain guru diharapkan dapat menyajikan materi pembelajaran, menyiapkan berbagai
media, menggunakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan posisi peserta
didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, serta mengadakan evaluasi yang
tepat sehingga mampu mendukung pengembangan kreativitas peserta didik.
5
kesenangan bagi anak melainkan dapat membantu mengembangkan banyak aspek
perkembangan anak. Ini mengimplikasikan perlunya aktivitas-aktivitas pendidikan yang
memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan
sesamanya.
6
hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur,
adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980:163) memaparkan bahwa usia
antara lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah
berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari
orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus
di sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu
buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi,
berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah
diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi
bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya.
Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan
yang ada di luar kelas.Dengan demikian, pembinaan perkembangan moral peserta didik
sangat penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi
orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina.
7
Dalam memfasilitasi perkembangan karier anak usia sekolah dasar, orang tua dan
guru hendaknya mengenalkan bidang-bidang karier yang ada, terutama yang dekat
dengan lingkungan anak. Jika stimulasi perkembangan karier dilakukan seperti ini,
maka yang perlu ditekankan adalah agar anak berpikir dan terdorong agar ingin
menjadi orang yang berkarier.
Guna menumbuhkan perasaan dan keyakinan mampu berkarya atau berprestasi,
sekolah perlu memberi peluang kepada peserta didik untuk meraih sukses dalam
pengalaman belajarnya, seperti memberikan alternatif pilihan kegiatan yang
memungkinkan anak untuk menunjukkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya
(Depdikbud, 1999:192).
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan peraturan
pemerintah nomor 25 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangkan menengah
nasional.
Rencana menunjang kegiatan kurikuler, kokulikuler, dan extrakurikuler dilakukan
sebagaimana dicantumkan dalam tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka
menengah antara lain :
1. Meningkatkan iman, taqwa dan ahlak mulia
2. Meningkatkan penguasaan iptek
3. Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis
4. Meningkatkan kualitas jasmani
5. Meningkatkan pemerataan kemerataan belajar pada semua jenis jenjang pendidikan
6. Memperluas akses pendidikan nonformal
8
suatu bagian baru akan bermakna jika berada dalam kaitan dengan keseluruhan. Produk
pembelajaran seharusnya tidak dilihat dari dampaknya terhadap salah satu aspek
individual siswa, melainkan harus dari keseluruhan aspek yang yang mencakup dimensi
fisik, sosial, kognitif, emosi, moral dan kepribadian secara utuh.
Aplikasi, teori Gestalt dalam pendekatan pembelajaran antara lain adalah dalam
hal-hal sebagai berikut (Moh.Surya, 1999):
9
pembelajaran mempunyai makna sebagai proses membentuk suatu pola Gestalt atau
keseluruhan atau konfigurasi yang mempunyai bentuk dan arti. Menurut teori ini,
transfer terjadi dengan jalan melepaskan pengertian atau objek dari suatu
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Sejalan dengan konsep Gestalt ini,
Judd mengembangkan teori generalisasi dalam pembelajaran. Judd menekankan
pentingnya penanganan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Menurut teori ini,
transfer akan terjadi apabila siswa menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
masalah, dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Dalam hubungan dengan pembelajaran di
kelas, hendaknya guru membantusiswa untuk menguasai prinsip-prinsip pokok
darimateri-materi yang diajarkannya kemudian dilatihkan untuk dapat diterapkan
dalam situasi-situasi lain yang mungkin berbeda sifatnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menampakkan keberadaan belajar
sebagai proses terpadu (Depdikbud, 1988), diantaranya:
1) Pembelajaran dapat berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan
individu seutuhnya.
2) Pembelajaran sebagai aktivitas membelajarkan siswa untuk pemerolehan
pengalaman menempatkan siswa sebagai pusat segala-galanya.
3) Pembelajaran dalam hal ini lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktivitas yang
memungkinkan adanya lebih banyak keterlibatan siswa secara aktif dan intensif.
4) Pembelajaran menempatkan individu pada posisi yang terhormat dalam suasana
kebersamaan di dalam penyelesaian persoalan yang dihadapinya.
5) Pembelajaran sebagai proses terpadu mendorong setiap siswa untuk terus-menerus
belajar.
6) Belajar sebagai proses terpadu memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya
kepada siswa untuk memilih tugasnya sendiri, mengembangkan kecepatan
belajarnya sendiri dan bekerja berdasarkan standar yang ditentukan sendiri.
7) Pembelajaran sebagai proses terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif
bila diciptakan lingkungan belajar secara total yang tidak hanya memberikan
dukungan fasilitas terhadap peningkatan pertumbuhan dan pengembangan salah
satu aspek saja, melainkan juga semua aspek.
8) Pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi
tidak harus secara terpisah melainkan dilaksanakan secara terpadu.
9) Pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan adanya hubungan antara
sekolah dan keluarga.
b. Pendekatan Kontruktivisme
Cikal bakal kontruktivisme bermula dari gagasan Giambatissta Vico, seorang
epistemolog Italia kemudian dimunculkan dalam tulisan Mark Baldwin yang kemudian
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.
Para penganut kontruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan itu adalah
merupakan kontruksi dari kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, tetapi merupakan konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah
sesuatu yang sudah ada di sana dan orang tinggal mengambilnya tetapi merupakan
suatu bentukan terus-menerus dari seseorang yang setiap kali mengadakan reorganisasi
karena munculnya pemahaman yang baru (Paul Suparno, 1977).
Kaum kontruktivis menyatakan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu dengan
inderanya. Dengan berinteraksi terhadap objek dan lingkungannya melalui proses
10
melihat, mendengar, menjamah, membau dan merasakan, orang dapat mengetahui
sesuatu.
Bagi kaum ini, pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah tertentu, tetapi
merupakan proses menjadi. Menurut Von Glaserfeld, tokoh filsafat kontruktivisme di
Amerika Serikat, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran orang yang belum
punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep,
ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterprestasikan dan
dikontruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka. Von Glaserfeld
menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan
pengetahuan itu, seperti:
1) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman;
2) Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan; dan
3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lain.
Proses dan hasil kontruksi pengetahuan kita yang lalu menjadi pembatas
kontruksi pengetahuan kita yang mendatang. Pengalaman akan fenomena yang baru
menjadi unsur yang penting dalam pembentukan dan pengembangan pengetahuan, dan
keterbatasan pengalaman akan membatasi pengetahuan kita pula. Von Glaserfeld
membedakan tiga level kontruktivisme dalam kaitan hubungan pengetahuan dan
kenyataan, yakni kontruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan kontruktivisme yang
biasa.
Von Glaserfeld membedakan tiga level pengetahuan dan kenyataan, yakni
hipotetik, dan kontruktivisme yang biasa. Kontruktivisme radikal mengesampingkan
hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum
radikal pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu objek yang
dibentuk oleh seseorang. Menurut aliran ini kita banyak tahu apa yang dikontruksi oleh
pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotetik
memandang pengetahuan sebagai suatu hipotesis dari struktur kenyataan dan sedang
berkembang menuju pengetahuan sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan
kontruktivisme yang biasa masih melihat pengetahuan sebagai suatu gambaran yang
dibentuk dari kenyataan suatu objek.
11
Dari segi subjek yang membentuk pengetahuan, dapat dibedakan amtara
kontruktivisme psikologis, personal dan sosio-kulturalisme, dan kontruktivisme
sosilogis. Personal dengan tokohnya Piaget menekankan bahwa pengetahuan dibentuk
oleh seseorang secara pribadi di dalam berinteraksi dengan pengalaman objek yang
dihadapinya. Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa
pengetahuan dibentuk baik secara pribadi tetapi juga oleh interaksi sosial dan kultural
dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan lingkungan yang mendukung.
Sedangkan kontruktivisme sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh
masyarakat sosial.
Pandangan kontruktivisme pengetahuan pada dasarnya dibangun oleh siswa
melalui interaksi dengan lingkungan. Asumsi ini mengisyaratkan bahwa proses yang
bermakna bagi siswa akan terjadi kalau ia berbuat atas lingkungannya, mengkreasi, atau
memanipulasi objek. Menurut Greenberg (1984) siswa akan terlibat dalam belajar
secara intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau meniru
yang diangun orang lain.
Pengetahuan baru itu dibangun anak melalui interaksi antara pengalaman
eksternal dan struktur mental internal. Pentingnya interaksi sosial bagi perkembangan
kognitif dan berfikir siswa juga ditegaskan oleh Vygotsky (Berk, 1994). Dengan alinea
mengacu kepada pandangan kontruktivisme., Bredekamp dan Rosegrant (1992)
akhirnya menyimpulkan bahwa anak akan belajar dengan baik dan bermakna apabila
dalam proses pembelajaran tersebut:
1) Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi,
2) Anak mengkontruksi pengetahuan,
3) Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya,
4) Anak belajar melalui bermain,
5) Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui dapat terpenuhi, dan
6) Unsur variasi individual anak diperhatikan.
12
6) Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif
dengan menggunakan tes tertulis (paper-pencil test), tetapi harus pula mencakup
semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat
penilaian,
7) Ide di atas akhirnya diimplikasikan perlunya guru menampilkan peran utama sebagai
guru dalam proses pembelajaran anak, dan bukannya sebagai transmitor
pengetahuan kepada anak.
1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak
mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan membiayainya
karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya ditanggung
pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban melindungi dengan
sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA, dan Universitas
yang berkualitas.
2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan sekolah
bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang memiliki uang gaji
berlebih seharusnya memberikan sebagian uangnya kepada anak miskin untuk
bersekolah.
3. Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan, pendidikan.
4. Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan
memberikan bantuan beasiswa.
5. Memberikan pendidikan nonformal.
6. Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau penanggulangan pekerja anak
bisa dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan anak.
Contoh – contoh lain pelanggaran hak anak di sekolah
- Guru membeda - bedakan siswanya di sekolah ( berdasarkan kepintaran, kekayaan,
atau perilakunya ).
- Guru memberi sanksi atau hukuman secara fisik ( di jewer, di pukul, di tendang, dan
di suruh berdiri di tengah lapangan ).
- Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
- Siswa memalak atau menganiayaya siswa lain
- Siswa melakukan tawuran dengan teman sekolahnya ataupun dengan sekolah lain.
Solusinya
- Memperketat pengawasan terhadap murid
- Memasang CCTV di sekolah
- Sekolah harus lebih sering mengadak acara sosialis
F. Perlindungan Anak Dalam Pendidikan
Herlina dkk 2003 penyelenggaraan perlindungan anak dalam pendidikan perlu dilakukan
dengan cara :
1. Wajib belajar 9 tahun
2. Anak yang menyandang cacat fisik ataupun mental diberi kesempatan yang sama
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran guru, orang tua , dan masyarakat memeang perlu dimaksimalkan. Guru dapa
menememukan perannya yang lebuh banyak sebagai fasilitator. Guru bukan lagi tampil
sebagai sosok yang tau segalanya, tetapi lebih untuk meingkatkan dan membantu anak
dalam proses belajar. Guru juga harus menciptakan suasana yang lebih konstruktif, yang
berkaitan dengan masyrakat lingkungan sekitar. Hubungan yang baik antara sekolah dan
orang tua merupakan hal yang bermakna.
B. Saran
Sebagai guru hendaknya kita memilih menggunakan pendekatan pembelajaran model
seperti apa, usahakan untuk mengetahui kebutuhan yang cocok untuk berbagai macam
karakteristik siswa, dan jangan memaksakan menggunakan pendekatan pembelajaran
namun bertentangan dengan realita siswa. Sehingga dapat dicapai hasil belajar siswa yang
memuaskan.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ilmukami.co.cc/2011/01/karakteristik-anak-usia-sd.html,diakses tanggal 23 Maret
2011)
15