Anda di halaman 1dari 23

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah


Pengembangan dan telaah Kurikulum

Di Susun Oleh:

Nama : Rahmawati Salmin


Nim : 150301072
Kelas : PAI D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBYAH DAN KEGURUAN
IAIN AMBON
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,


taufik serta hidayah- Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah Pengembanggan dan telaah kurikulum
Shalawat dan salam tak lupa kami Haturkan kepada Pemuda
padang pasir,Kanjeng Nabi besar Muhammad SAW yang sebagai mana
beliau sebagai seorang Anak yatim piatu akan tetapi beliau mampu
menjadi Revolusioner sejati, pendobrak kejumudan berfikir dan mampu
membawa perubahan bagi ummat manusia.
Penulisan makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Pengembanggan dan telaah kurikulum. Dalam Penulisan makalah ini
penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal
„Alamiin.

Penyusun,
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum........................................2


B. Landasan Filosofis.......................................................................................3
C. Landasan Psikologis ....................................................................................7
D. Landasan Sosial-Budaya............................................................................13
E. Landasan IPTEK........................................................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki
pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan
pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berakibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia. Pengembangan kurikulum adalah
proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum
(curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang
dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus
senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan empat
landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: filosofis,
psikologis, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum?
2. Apa itu Landasan Filosofis?
3. Apa itu Landasan Psikologis?
4. Apa itu Landasan Sosial-Budaya?
5. Apa itu Landasan IPTEK?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan pengembangan Kurikulum


Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat
penting, sehinga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan
gedung yang tidak mengunakan landasan atau fondasi yang kuat, maka ketika
diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah
roboh. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar
pijakan yang kuat, maka kurikulum akan mudah terombang-ambing dan yang
akan di pertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh
pendidikan itu sendiri. Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan
dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum
developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan
dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan
yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus senantiasa
dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.1
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner‟s Dictionary
ofCurrent English ” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut:
landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran,
sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Menurut Soedijarto, “Kurikulum
adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan
diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”. Dengan
demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu

1
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran (Cet.4;Jakarta: Rajawali
Pers.2015), hlm.16.

2
gagasan, asumsi atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum.
B. Landasan Filosofis
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari Yunani kuno, yaitu philosophia (philore =
cinta, senang, suka, dan Sophia = Kebaikan, kebijaksanaan atau Kebenaran).
Menurut asal katanya, filsafat berarti cinta akan kebenaran. Orang yang suka
berfilsafat adalah orang yang senang dengan kebenaran. Orang yang ahli
dalam berfilsafat disebut Philosopher (Inggris), Failasuf (Arab), dan Filsuf
(Indonesia). Dengan demikian, filsuf adalah orang yang cinta akan kebenaran,
berusaha untuk mendapatkanya, memusatkan perhatian padanya, dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Filsuf juga mencari hakikat sesuatu,
berusaha menghubungkan antara sebab dan akibat serta melakukan penafsiran
atas pengalaman-pengalaman manusia. Berfikir filsafat berarti berfikir secara
menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.2
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijaksanaan”.
Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti kebijakan dan
berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut
diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berpikkir secara sistematis, logis, dan
mendalam. Secara akademik, filsafat bererti upaya untuk menggambarkan dan
menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam
semesta dan kedudukan manusia di dalamnya.3
Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai
proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori dan pemikiran).
Dalam kaitanya dengan definisi filsafat sebagai proses, socrates
mengemukakan bahwa filsafat adalah cara berfikir secara radikal, menyeluruh,
dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.4

2
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Cet.4;Bandung :
Remaj Rosda Karya.2014), hlm.47.
3
Nana Syaodhi Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Cet.
18;Bandung:Remaja Rosda Karya.2015), hlm.39.
4
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran.hlm.17.
Menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar
pengertahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai
dibalik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti filsafat mengunakan berfikir
secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hhukum yang ada. Logis
berarti proses berfikir filsafat mengunakan logika dengan sedalam-dalamnya.
Radikal (radic = akar) berarti berfikir sampai keakar-akarnya.
Meskipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatif.
Artinya, kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan zaman dan peradaban manusia. Kebenaran itu dianggap benar
jika sesuai dengan ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh
masyarakat belum tentu benar oleh masyarakat lain meskipun dalam kurun
waktu yang sama. kebenaran filsafat adalaah kebenaran yang bergantung
sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Jawaban itu
merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Jawaban itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan
manusia, termasuk bidang pendidikan. Adapun filsafat yang khusus digunakan
atau diterapkan dalam bidang pendidikan disebut filsafat pendidikan.menurut
Jhon Dewey, pendidika adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik yang menyngkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional) menuju kearah tabiat manusia. 5Dengan demikian, objek
pendidikan yang paling utama dan pertama adalah manusia. Objek filsafat
juga adalah manusia. Persamaan objek ini menimbulkan pemikiran dan
disiplin ilmu baru yaitu filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan
aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia
dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Filsafat diartikan juga
sebagai teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tantang
pendidikan. Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luas, maka

5
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.48
filsafat pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya
pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Ada beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan
pendidikan yaitu:
a) Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di
dalam alam itu.
b) Efistimologi : yaitu membahas tentang sutu kebenaran.
c) Aksiolagi : yaitu filsafat yang membahas tentang nilai filsafat adalah
merupakan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan.
d) Humanologi Filsafat : membahas berbagai masalah yang dihadapi
oleh manusia termasuk juga tentang masalah-masalah pendidikan dan
filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosof
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.6

2. Manfaat Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-
pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan
demikian, filsafat memiliki manfaat dan memberikan konstribusi yang besar
terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan. Nasution mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan,
yaitu:
a) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa kemana anak-
anak melalui pendidikan sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang
didirikan untuk mendidik anak-anak kearah yang dicita-citakan oleh
masyarakat, bangasa dan negara.
b) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang
dianut, kita mendapat ganbaran yang jelas tentang hasil yang harus
dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui
usaha-usaha pendidikan itu?

6
Ibid.,49.
c) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat keepada
segala usaha pendidikan.
d) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik melalui usahanya,
hingga manakah tujuan itu tercapai.
e) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-kegiatan pendidikan.7

3. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan


Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Karena tujuan pndidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan yang
dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang
dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat
erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara disuatu negara dengan
filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh pada waktu bangsa Indonesia
dijajah oleh belanda, maka kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan poliltik Belanda. Demikian pula pada saat
negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulumnya disesuikan dengan
kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara maatahari terbit tersebut.
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaanya yang secara bulat dan utuh
mengunkan pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perumusan tujuan pendidikan,
penyusunan program pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan atau
strategi pendidikan, peranan yang harus dilakukan pendidik/peserta didik
senantiasa harus sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila.8
Dari pembahasan diatas, Menurut saya sangat tepat sekali bila
landasan Pengembangan di Indonesia harus diacu adalah Filsafat pendidikan

7
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.18.
8
Ibid.,hlm.21.
pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan arah sedangkan
pelaksanaanya melalui pendidikan juga karena filsafat pancasila merupakan
cara pandang orang-orang terdahulu tentang perumusan dasar negaradan juga
tujuan pencapaian pendidikan.

C. Landasan Psikologi
Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh kondisi psikologis
individu yang terlibat di dalamnya, karena apa yang ingin disampaikan
menuntut peserta didik untuk melakukan perbuatan belajar atau sering di
sebut proses belajar. Dalam proses pembelajaran juga terjadi interaksi yang
bersifat multiarah antara peserta didik dengan pendidik (guru). Untuk itu,
paling tidak dalam pengembangan kurikulum di perlukan dua landasan
psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Kedua
landasan ini dianggap penting terutama dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum, proses pembelajaran dan hasil belajar yang diinginkan.9
Pendidikan bekenaan dengan perilaku manusia sebab melalui
pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan, baik
fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial. Kurikulum sebagai program
pendidikan sudah pasti berkenaan pula dengan seleksi dan organisasi bahan
yang secara ampuh dapat mengubah prilaku manusia. Namun harus diingat
pula bahwa perubahan prilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai akibat
Intervensi dari program pendidikan tetapi juga sebagai akibat kematangan
dirinya dan faktor lingkungan yang membentuknya diluar program
pendidikan yang diberikan di sekolah.10
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah
prilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus
dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana
prilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain pentingnya landasan
9
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.56
10
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah (Cet. 3;
Bandung:Sinar Baru Algensindo.1996), hlm.14
psikologi dalam kurikulum terutama, dalam (a) bagaimana kurikulum harus di
susun, (b) bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan (c)
bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.11

1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi
kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman
bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau
tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa
psikologi perkembangan menjadi landasan dalam pendidikan, khususnya
kurikulum.12
Tujuan akhir pendidikan adalah agar peserta didik menjadi manusia-
manusia terdidik. Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing, dilatih,
dan dididik (educabel). Jika terjadi kegagalan berarti kegagalan guru, orang
tua, dan masyarakat, bukan kegagalan peserta didik karena tidak ada peserta
didik yang unteachable. Untuk menjadi manusia terdidik tentu peserta didik
tidak dapat hanya mengikuti pendidkan formal saja melainkan harus ditopang
dengan pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Tidak hanya
mempelajari pendidikan umum saja melainkan pendidikan agama, pendidikan
kejuruan, pendidikan teknologi, pendidikan bahasa dan seni, pendidikan
humaniora dan lain-lain sesuai dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
tujuan pendidikan nasional. Seseorang dapat menjadi manusia terdidik apabila
ia sudah mencapai kematangan. Kematangan hanya dapat dicapai melalui
kehidupan orang dewasa dan kedalaman pengalaman.13
Selanjutnya, Jean Piaget mengemukakan perkembangan kognitif anak
berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai dengan perkembangan
umurnya. Anak dapat mencapai kematangan dan mampu berfikir seperti
orang dewasa, proses berfikir anak membaginya menjadi empat tahapan,
yakni:
11
Ibid.
12
Ibid.,hlm.14-15
13
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.58.
a. Tahap Senso motorik (0,0 – 2,0) tahap ini disebut juga tahap
discriminating and labeling. Kemampuan anak terbatas pada gerakan-
gerakan refleks, bahasa awal, waktu sekarang, dan ruang yang dekat
saja. Pada tahap ini anak melakukan kegiatan intelektual yang
diterima secara langsung melalui indra. Ketika anak mencapai
kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka
mengaplikasikannya pada objek-objek yang nyata.
b. Tahap pra-operasional (2,0 – 7,0). Tahap ini disebut juga tahap
prakonseptual atau masa intuitif. Kemampuan anak menerima
perangsang masih terbatas, perkembangan bahasa sangat pesat,
pemikirannya masih statis, belum dapat berfikir abstrak. Keputusan
yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan berdasarkan analisis
rasional. Anak mengambil kesimpulan hanya berdasarkan sebagian
kecil yang diketahuinya dari suatu keseluruhan yang besar.
c. Tahap operasi konkret (7,0 – 11,0). Tahap ini disebut juga perfoming
operation. Anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir logis
dan sistematis dalam memecahkan masalah. Permasalahan yang
dihadapi adalah permasalahan yang konkret. Mereka menyukai soal-
soal yang tersedia jawabanya.
d. Tahap operasi formal (11,0 – 15,0). Tahap ini disebut juga
proporsional thinking. Anak mulai menggunkan pola pikir orang
dewasa, mampu berpikir tingkat tinggi, mampu berpikir deduktif-
induktif, berpikir analitis-sistesis, mampu berpikir abstrak dan
reflektif serta memecahkan berbagai masalah. Mereka dapat
megaplikasikan cara berpikir logis, baik masalahnya yang abstrak
maupun yang konkreat. Anak dapat mengemukakan ide atau gagasan,
berfikir tentang masa depan secara realistis.14

Dalam hubunganya dengan proses belajar mengajar (pendidikan),


Syamsu Yusuf, menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang

14
Ibid.,hlm.61-62.
digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu
pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang
mempunyai hubungan yang erat. Menurut Syamsu Yusuf tahap-tahap
perkembangan peserta didik menurut usia yaitu:

Tahap Perkembangan Usia


Masa usia Pra sekolah 0 tahun-6 tahun
Masa usia sekolah dasar 6tahun-12 tahun
Masa usia sekolah menengah 12 tahun-18 tahun

Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena


ada dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan
dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat
memahami karakteristik profil pada setiap tahapan perkembangannya
Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya
pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang
harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran15

2. Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar,
yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang
terjadi melalui pengalaman. Segala perubaha tingkah laku baik yang
berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik terjadi karena proses
pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena
kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk
belajar.

15
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.27.
Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang
dibahas dalam psikologi belajar, yaitu teori disiplin mental, teori
behaviourisme dan teori cognitif Gestald Field.16
1) Teori disiplin mental
Teori ini juga disebut sebagai teori Daya, Menurut teori ini bahwa dari
sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah memiliki daya,
seperti daya melihat, meraba, mengigat, dan berpikir. Daya-daya tersebut
dapat dilatih atau didisiplinkan sehingga dapat berfungsi atau digunakan
untuk berbagai bidang pengetahuan. Menurut teori ini belajar adalah
merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
Ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu;
a. Teori disiplin mental theistik
b. Teori disiplin mental humanistik
c. Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self-actualization
d. Apersepsi atau Herbartisme.17

2) Teori behaviorisme
Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki atau tidak membawa potensi apa-apa dari kelahirannya.
Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam, budaya,
religi, yang membentuknya. Menurut teori ini manusia aadalah organisme
yang pasif, sepenuhya adalah dipengaruhi oleh stimulus lingkungan. Teori ini
juga disebut teori S – R (stimulus respon) yang terdiri atas tiga teori yaitu:
a. Teori S – R Bond.
b. Teori Conditoning.
c. Teori Reinforcement.18

3) Teori kognitif Gestald field


16
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di sekolah,hlm.16
17
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. hlm.52-53.
18
Ibid.,hlm.54
Menurut teori ini, belajar adalah proses pengembangan insight atau
pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman tersebut
terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-
unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri.Gestalt
Field melihat bahwa belajar, merupakan perbuatan yang bertujuan,
eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra
dari perasaan tentang pola-pola atau hubungan.19
Teori Gesalt mengutamakan pentingnya keseluruhan dalam proses
belajar sehingga pemahaman merupakan hal yang sangat penting dalam
mencapai hasil belajar yang bermakna. Oleh sebab itu proses belajar harus
mengutamakan proses pemahaman pada diri anak, bukan sekedar melatih
hubungan stimulus-respon.20
Menurut saya, Mengenai Landasan Psikologi Intinya adalah, psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Kurikulum adalah
upaya menetukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia.
Sehingga bahwa psikologi sangat membantu para guru dalam merancang
sebuah kegiatan pembelajaran khusunya untuk pengembangan kurikulum,
Implikasinya adalah isi kurikulum harus ada mata pelajaran yang dapat
mengembangkan berbagai daya dalam jiwa manusia.

D. Landasan Sosial –Budaya


S. Nasution mengemukakan: “mendidik anak dengan baik hanya
mungkin jika kita memahami masyarakat tempat mereka hidup. Oleh karena
itu, setiap pembina kurikulum harus senantiasa mempelajari keadaan,
perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat.”21

19
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.57.
20
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di sekolah,hlm.16.
21
Tedjo Narsoyo Reksoatmodjo, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan (Cet.1;Bandung:Refika Aditama.2010), hlm.36
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta
didik hidup dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik
berasal dari masyarakat, dididik oleh masyarakat, dan harus kembali ke
masyarakat. Ketika peserta didik kembali kemasyarakat tentu ia harus di
bekali dengan sejumlah kompetensi, sehinga ia dapat berbakti dan berguna
bagi masyarakat. Kompetensi yang dimaksud adalah sejumlah pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang di peroleh peserta didik melalui
berbagai kegiatan dan pengalaman belajar di sekolah. Kegiatan dan
pengalaman belajar tersebut diorganisasi dalam pendekatan dan format
tertentu yang disebut dengan kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini,
maka sangat logis jika pengembangan kurikulum berlandaskan pada
kebutuhan masyarakat. Di samping itu, dasar pemikiran lain adalah
kurikulum merupakan bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan
bagian dari masyarakat. Dengan demikian, sangat wajar apabila
pengembangan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
harus ditunjang oleh masyarakat.
Dalam perfektif sosiologi, banyak ditemui pengertian pendidikan.
Talcott Parsons menjelaskan pendidikan adalah proses sosialisasi yang dalam
diri individu-individu memungkinkan berkembangnya rasa tanggung jawab
dan kecakapan-kecakapan yang diperlukan dalam melaksanakan peran-peran
sosial. Pengertian ini menunjukan bahwa pendidikan bukan hanya
mengembangkan aspek pengetahuan saja, tetapi juga kecakapan atau
keterampilan, sikap dan nilai-nilai serta tanggung jawab agar peserta didik
dalam menjalankan fungsi dan peran sosialnya. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka dalam kurikulum 1984 dan kurikulum 1994, dikembangkan
sebuah konsep yang disebut dengan muatan local kemudian disempurnakan
lagi dalam kurikulum 2004 yang disebut dengan kecakapan hidup (life style).
Hal ini menunjukan bahwa kurikulum di Indonesia berorientasi pada pola
kehidupan masyarakat.22

22
Arifin, Konsep dan Model Prngembngan Kurikulum,hlm.65-66.
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum
harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama,
berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Mengapa kurikulum harus berlandaskan kepada landasan sosiologis? Anak-
anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik informal, formal,
maupun nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu
terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan
budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak
dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut. Sosiologi dalam pembahasannya
mencakup secara garis besar akan perkembagan masyarakat dan budaya yang
ada pada setiap ragam masyarakat yang ada di Indonesia ini. Karena beraneka
ragamnya budaya masyarakat yang ada di negeri ini, sehingga kurikulum
dalam perumusannya juga harus menyesuaikan pada budaya masyarakat
yanga akan menjadi objek pendidikan dan penerima dari hasil pendidikan
tersebut.
Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi
insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks itulah anak didik
dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan
nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia
berbudaya. Kebudayaan adalah hasil, cipta, karsa dan rasa manusia yang
diwujudkan dalam tiga gejala;
a. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan dll
b. Kegiatan, yakni tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat
c. Benda hasil karya manusia.
Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan
mengembangkan cipta, karsa, dan rasanya dalam ketiga wujud di atas.
Proses pembudayaan tidak terjadi dalam keadaan vakum, tetapi dalam
keadaan selalu berinteraksi dengan lingkungan budaya yang oleh Linton
dapat dibagi menjadi tiga kategori, yakni: (a) budaya umum dan (b) budaya
khusus.
Budaya Umum mencakupi nilai-nilai, kepercayaan dan kebiasaan
yang dianut oleh orang-orang dewasa pada umumnya dari satu suku bangsa,
atau bangsa-bangsa di dunia yang mencakupi prilaku kehidupan sehari-hari
yang teramati, misalnya, bahasa, cara berpakaian, makanan, kesenian, cara
mendidik anak, agama yang dianut, kehidupan sosial, politikdan
perekonomian.
Sedangkan Budaya Khusus mencakupi unsur-unsur budaya yang
berkembang hanya dalam kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat,
yang sifatnya vokasional (kejuruan), unsur khusus dari setiap kebudayaan
umum akan terdapat didalamnya. Misalnya bahasa secara unvirsal setiap
manusia mempunyai bahasa, namun bahasa tersebut untuk setiap
23
masyarakat/negara berbeda satu sama lain.
Isi pendidikan (kurikulum) adalah kebudayaan manusia yang
senantiasa berkembang. Baik kebudayaan umum/universal maupun
kebudayaan khusus yang sesuai dengan masyarakat setempat. Kebudayaan
universal terutama bahasa, religi, dan sistem pengetahuan serta teknologi,
adalah unsur-unsur utama isi kurikulum secara umum, sedangkan unsur
kebudayaan khusus masuk sebagai isi kurikulum dalam bentuk kurikulum
muatan lokal.
Di sinilah pentingnya guru, para pembina dan pelaksanaan kurikulum
dituntut lebih peka mengantisiasi perkembangan masyarakat, agar apa yang
diberikan kepada siswa relevan dan bermanfaat bagi kehidupan siswa di

23
Tedjo Narsoyo Reksoatmodjo, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan,hlm.38.
masyarakat. Apa yang telah diprogramkan dalam kurikulum secara nasional,
tidak berarti barang mati, mengingat penerapan konsep-konsep yang ada di
dalamnya harus sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat. Kurikulum
tidak hanya dipandang sebagai isi, tetapi juga dapat digunakan sebagai media,
sumber belajar dan atau pendekatan belajar. Teori, prinsip, konsep, hukum
yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum,
penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat
setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai anak lebih bermakna dalam
hidupnya.24
Dengan demikian, Menurut saya dengan adanya Perealisasian
Kurikulum Muatan lokal saya pikir sangatla efektif dalam mengembangkan
kebudayaan dan potensi-potensi yang ada pada daerah tersebut, tetapi pada
pelasanaanya hanya sebagian kecil saja sekolah yang mewujudkan kurikulum
muatan lokal tesebut ini seharusnya menjadi acuan agar budaya dapat di
lestarikan shingga kurikulum di indonesia kaya akan budayanya.

E. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun


secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan
teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-
masalah dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan.
Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan.Tujuannya
adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien dan sinergis
terhadap pola perilaku manusia. Perkembangan yang begitu cepat pada
beberapa dekade terakhir adalah perkembangan teknologi transportasi,
komunikasi, dan informatika, serta media cetak.Perkembangan teknologi
terbesar dalam pertengahan abad ke-20 berkenaan dengan penjelajahan luar
angkasa.Temuan-temuan dibidang fisika, kimia, dan matematika
mengembangkan teknologi ruang angkasa dan kemiliteran.

24
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di sekolah,hlm.12-13.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak
dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia
seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu
bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan
timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju
memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau
tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber
daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.

Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-


alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan
lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan
program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi
komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan
serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program
pendidikan lainnya.Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan
siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin
pesat, termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung


berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup
pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media
pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung
menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar
memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan.25
Menurut saya, Dengan adanya landasan pengembangan IPTEK
Implikasinya adalah pengembangan kurikulum harus dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk lebih banyak menghasilkan
teknologi baru sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan
kurikulum harus difokuskan pada kemampuan peserta didik untuk mengenali
dan merevitalisasi produk teknologi yang telah lama dimanfaatkan
masyarakat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri.

25
Tim Pengembangan MKDP,Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.42.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi
yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada
kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan
pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi
yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam.
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana,
pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus
mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum
tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan
yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar
dalam setiap pengembangan kurikulum, yaitu: Landasan Filosofis, Landasan
psikologis, Landasan Sosial-Budaya dan Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).

B. Saran
Sebagai calon guru, mengingat salah satu fungsi dan peran guru
adalah sebagai pengembang kurikulum. Adapun modal dasar agar dapat
menghasilkan kurikulum yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
berkepentingan ( Stake holder), salah satu syaratnya bahwa kurikulum harus
dikembangkan dengan didasarkan padam sejumlah landasan yang tepat, kuat
dan kokoh.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Cet.IV; Bandung:


Remaja Rosda Karya, 2014.

Reksomadjo, Tedjo N. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan


Kejuruan. Cet.I; Bandung: Refika Aditama, 2010.

Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cet.III;


Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.

Sukmadinata, Nana S. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cet.XV;


Bandung: Remaja Rosda Karya, 2015.

Tim Pengembangan MKDP, Kurikulum dan Pengembangan. Cet.IV; Jakarta:


Rajawali Pers, 2015.

Anda mungkin juga menyukai