Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

Alat Pengembangan Ilmu

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen pengampu : Dr. E. Kus Eddy Sartono M.Si

Disusun oleh : Kelompok 4

Anggota : 1. Latifatun (20712250)

2. Ririn Novitasari (2071225014)

3. Hadi Widodo (20712250)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang telha
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya lah kita
berlindung. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing umatnya dengan suri tauladan yang baik.
Dan segala syukur kehadiran Allah SWT yang telah memerikan anugerah,
kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesakan makalah ini. Makalah ini
merupakan pengetahuan tentang alat pengembangan ilmu. Semua materi telah terangkum
dalam makalah ini, agar pemahaman terhadap materi lebih mudah serta lebih singkat.
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi
yang telah dan akan dibahas dalam makalah tersebut. Selanjutnya membaca akan masuk
dalam inti pembahasan dan diakhiri dengan kesimpulan dari makalah ini. Diharapkan
pembaca dapat memahami tentang alat pengembangan ilmu berdasarkan materi yang kami
sajikan. Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 12 Oktober 2020

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................................ iii
Bab 1. Pendahuluan .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 3
D. Manfaat ....................................................................................................... 3
Bab II. Pembahasan ..................................................................................................... 4
A. Alat Pengembangan Ilmu ......................................................................... 4
B. Bahasa sebagai Sarana Pengembangan Ilmu ......................................... 4
C. Matematika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu ................................. 6
D. Logika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu.......................................... 7
E. Statistika sebagai Alat Pengembangan Ilmu .......................................... 12
BAB III. Penutup ............................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang ingin tahu. Dengan rasa keingintahuan mereka
menyingkap misteri-misteri yang ada di dunia. Kemudian hasil dari pencarian mereka
dikumpulkan dan diajarkan kepada generasi penerus. Hasil-hasil pencarian manusia saat
ini dikenal dengan ilmu pengetahuan. Setelah sedikit demi sedikit terkumpul, maka hasil-
hasil pencarian manusia diklasifikasi. Hasil klasifikasi ini kemudian dinamakan cabang
ilmu pengetahuan. Adanya cabang-cabang ini dapat memudahkan manusia dalam
mempelajari ilmu pengetahuan.
Dengan akalnya manusia mempelajari dan mengembangkan ilmu. Perbedaan
manusia dan hewan yang paling fundamental adalah pada akal. Hewan tidak memiliki
akal sedangkan manusia berakal. Hewan hanya menggunakan instingnya dalam hidup.
Andaikan hewan memiliki akal mungkin mereka tidak lagi berburu, saat ini sudah bertani,
memiliki tempat tinggal yang layak, dan lain sebagainya. Sedangkan karena manusia
berakal maka ilmu pengetahuan dapat berkembang. Desain tempat tinggal berkembang,
alat transportasi makin memudahkan, ditemukan alat-alat baru, dan seterusnya.
Manusia melalui proses yang panjang dalam mencari mempelajari, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak ditemui hambatan dan kendala pada awal
pengembangan ilmu. Sebagai contoh, peradaban kuno Mesir yang sangat maju telah
berhasil mengembangkan ilmu dalam bidang arsitektur. Namun ilmu itu hilang begitu
saja saat peradaban Mesir kuno hancur. Tidak ada yang dapat meneruskan kemajuan
peradaban tersebut meski sudah mempelajarinya melalui tinggalan-tinggalan Mesir kuno.
Hal ini disebabkan bahasa yang dipakai pada tinggalan-tinggalan Mesir kuno tidak
dikenal oleh bangsa lain.
Di Yunani kuno saat matematika berkembang pesat, ilmu pengetahuan lain
mengikutinya. Sementara itu di tempat lain dimana matematika tidak berkembang dengan
baik maka ilmu pengetahuan cenderung tidak berkembang. Dengan demikian maka
matematika juga berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, manusia menggunakan alat bantu
atau sarana. Sarana-sarana ini dikembangkan agar memudahkan manusia dalam
mempelajari ilmu pengetahuan. Dengan sarana dimungkinkan perkembangan ilmu yang
lebih cepat dan tepat.

1
Makalah ini akan membahas seputar sarana-sarana pengembangan ilmu. Dengan
memahami sarana-sarana pengembangan ilmu diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran dalam upaya pengembangan ilmu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari alat pengembangan ilmu?
2. Apa peran bahasa sebagai sarana pengembangan ilmu?
3. Apa peran logika sebagai sarana pengembangan ilmu?
4. Apa peran matematika sebagai sarana pengembangan ilmu?
5. Apa peran statistika sebagai sarana pengembangan ilmu?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui jenis-jenis sarana pengembangan ilmu.
2. Mengetahui peran bahasa sebagai sarana pengembangan ilmu.
3. Mengetahui peran logika sebagai sarana pengembangan ilmu.
4. Mengetahui peran matematika sebagai sarana pengembangan ilmu.
5. Mengetahui peran statistika sebagai sarana pengembangan ilmu.

D. Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya dalam materi alat pengembangan
ilmu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Sebelum mengenal alat pengembangan ilmu ada baiknya terlebih dahulu didefiniskan
pengertian dari ilmu itu sendiri. Menurut The Liang Gie (dalam Surajiyo, 2010: 59) ilmu
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin
dimengerti manusia. Selanjutnya menurut Sumarna (dalam A. Susanto, 2011: 77), ilmu
dihasilkan dari pengetahuan ilmiah yang berangkat dari panduan proses berpikir deduktif dan
induktif. Jadi proses berpikir inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan.
Pengetahuan merupakan buah dari aktifitas berfikir. Pengetahuan perlu dikaji agar menjadi
sebuah ilmu. Maka dapat disimpulkan bahwa, dalam prosesnya agar pengetahuan dapat
menjadi sebuah ilmu maka diperlukan sebuah penelaahan untuk mencari penjelasan untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris dengan metode dan proses berpikir ilmiah.
Selain itu, ilmu memiliki beberapa ciri-ciri yang membedakannya dengan pengetahuan.
Nasution (5) memaparkan sifat ilmu yaitu: 1) universal, berlaku umum lintas ruang dan
waktu yang ada di bumi, 2) communicable, yaitu dapat dikomunikasikan sehingga
memberikan pengetahuan yang baru kepada orang lain, 3) progresif, adanya kemajuan dan
perkembangan atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern (Nasution, Ahmad Taufik,
2016: 5). Berdasarkan dari apa yang disampaikan Nasution tersebut dapat diketahui jika ilmu
senantiasa harus berkembang karena tuntuan jaman.
Untuk mengembangkan ilmu dibutuhkan sebuah alat. Alat yang baik memungkinkan
manusia memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir yang benar. Berpikir benar
memerlukan sarana atau alat berpikir. Sarana ini bersifat pasti, maka aktivitas keilmuan
tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut. Bagi seorang ilmuwan
penguasaan sarana berpikir merupakan suatu keharusan, karena tanpa penguasaan sarana
ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah yang baik (Tim Dosen Filsafat
Ilmu UGM, 2010: 97).

A. Alat Pengembangan Ilmu


Seorang ilmuwan harus menggunakan sarana berpikir ilmiah untuk
menghasilkan ilmu atau pengetahuan ilmiah. Tujuannya adalah untuk dapatnya
melakukan aktifitas telaah ilmiah sebaik-baikya. Sarana berpikir diperlukan untuk

3
melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Sarana ilmiah pada dasarnya adalah
alat yang membantu kegiatan ilmiah (Jauhari, Imam., dkk. 2020: 129). Oleh karena
itu, sebelum mempelajari sarana berpikir ilmiah diperlukan pemahaman langkah-
langkah dalam kegiatan ilmiah. Sejalan dengan pendapat Jauhari, dkk., Surisumantri
(2003:165) mengartikan sarana ilmiah sebagai alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
Berdasarkan kedua pendapat yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan jika
sarana berpikir ilmiah berbeda dengan metode ilmiah. Sarana ilmiah tidak
mempelajari tentang ilmu tetapi adalah kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Sarana ilmiah memiliki metode sendiri dalam
mendapatkan pengetahuan dimana berbeda dengan metode ilmiah. Tujuan
mempelajari sarana berpikir ilmiah yaitu agar dapat melakukan penelaahan ilmiah
dengan baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu adalah untuk mendapatkan
pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan sehari-hari
(Jauhari, Imam., dkk. 129).
Sarana berpikir ilmiah adalah alat bagi metode ilmiah sehingga dapat berfungsi
dengan baik. Berpikir ilmiah dalam kegiatan kegiatan ilmiah tersebut tentunya
diarahkan pada pengembangan ilmu. Jauhari, Imam., dkk. (2020: 130) membagi sarana
berpikir ilmiah berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa digunakan
untuk menyampaikan, membicarakan, dan berdiskusi tentang gagasan dan temuan-
temuan ilmu. Logika dipergunakan untuk memikirkan ilmu sehingga sampai kepada
penalaran yang logis. Penalaran deduktif dalam ilmu menggunakan matekatika sedangkan
penalaran deduktif menggunakan statistika. Pembahasan terperinci mengenai sarana-
sarana berpikir ilmiah akan dijelaskan lebih lanjut.

B. Bahasa sebagai Sarana Pengembangan Ilmu


Salah satu perbedaan manusia dan hewan adalah pada aspek bahasa. Hewan
memiliki bahasa yang dapat mereka pahami dalam spesiesnya saja. Selain itu bahasa
hewan sangat sedikit dan hanya dipakai dalam keperluan yang sangat mendesak.
Misalnya pada salah satu jenis monyet mengeluarkan suara tertentu untuk memberitahu
kawanannya akan kedatangan hewan lain dalam wilayahnya. Lalu mereka bersahut-
sahutan dengan bunyi yang mirip untuk menyebarkan berita itu.
Sedangkan manusia memiliki bahasa yang kompleks dan rumit. Bahasa dalam
kehidupan manusia memiliki berbagai fungsi. Bahasa umumnya dipergunakan manusia

4
untuk berkomunikasi. Lebih dari itu bahasa juga dapat dipergunakan sebagai alat
ekspresi dan media seni.
Setiap ras manusia memiliki bahasanya sendiri. Bahasa-bahasa manusia memiliki
keunikan dan ciri khas. Orang Jepang tidak dapat mengucapkan huruf “L”. Orang-orang
Eropa mengucapkan huruf “R” yang samar. Sedangkan kebanyakan orang Asia
mengucapkan huruf “R” dengan jelas. Tidak cukup itu, bahkan dalam satu jenis bahasa
terdapat beberapa dialek berbeda. Orang Jawa Timur dan Jawa Tengah berbahasa jawa
namun dialeknya berbeda dan terkadang terdapat beberapa kosa kata yang berbeda arti.
Kemampuan berbahasa juga tergantung dari kelengkapan organ tubuh yang
dimiliki manusia. Organ penting yang berperan dalam kemampuan berbahasa manusia
antara lain mulut, lidah, tenggorokan, dan telinga. Termasuk ke dalam mulut adalah gigi,
bibir, dan segala sesuatu di dalam mulut. Namun tidak hanya harus ada, organ-organ
tersebut juga harus berfungsi dengan baik. Tanpa adanya fungsi organ-organ itu maka
kemampuan berbahasa manusia akan terhambat. Namun begitu terdapat bahasa tertentu
yang dapat digunakan pada orang yang memiliki organ kurang sempurna. Contohnya
adalah bahasa isyarat untuk tuna rungu. Meskipun sangat terbatas namun kehadiran
bahasa khusus seperti ini akan lebih memudahkan hidup.
Kemampuan berbahasa seseorang akan menentukan baik tidaknya ia
mengkomunikasikan pengetahuaan dan ide-idenya. Seseorang mungkin memiliki ide
cemerlang dan pengetahuan yang mempuni. Ketika ia tidak mampu
mengkomunikasikannya maka ide itu akan terhenti pada satu orang dan tidak mengalami
perkembangan. Bahasa adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang juga berfungsi
mengembangkannya. Dengan bahasa, manusia mengkomunikasikan ilmu pengetahuan.
Dengan komunikasi itulah ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan baik. Sedangkan
diskusi, tukar pendapat, dan berbagi pemikiran adalah beberapa contoh kegiatan yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan ilmu. Manusia menggunakan bahasa untuk
melakukannya. Maka tanpa bahasa, mustahil ilmu pengetahuan dapat berkembang. Inilah
pentingnya bahasa jika ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Ilmu yang berkembang dalam masyarakat dengan bahasa tertentu kemungkinan
besar dapat berkembang pada masyarakat lain dengan bahasa yang berbeda. Sebagai
contoh ilmu Aritmatika yang berkembang pertama kali di Persia ternyata menemukan
kegemilangannya di daratan Eropa. Hal ini berarti bahwa ilmu harus dikomunikasikan
dalam berbagai bahasa agar dapat berkembang dengan baik. Namun begitu terdapat
kekurangan bahasa sebagai alat pengembangan ilmu. Bahasa mengandung ekspresi

5
emosi, sehingga ketika diaplikasikan dalam konteks pengembangan ilmu akan
mengalami kendala. Hal ini karena bahasa dalam ilmu pengetahuan harus terbebas dari
emosi. Seperti dijelaskan Suriasumantri (2001:184) bahwa dalam metode ilmiah hanya
menggunakan aspek simbolik dari bahasa.

C. Matematika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu


Menurut Suriasumantri (2003:191) matematika merupakan bahasa yang berusaha
untuk menghilangkan sifat kubur (pen: kabur), majemuk dan emosional dari bahasa
verbal. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif menggunakan bahasa artifisial,
yakni murni bahasa buatan manusia. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas dari aspek
emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya. Matematika lebih
mementingkan kelogisan pernyataan-pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas
(Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010:107). Ada simbol, lambang, aturan, makna di
dalam matematika serta dalam komunikasi matematis. Simbol matematika memiliki
makna kebahasaan. Lambang merupakan kesepakatan yang untuk menunju suatu makna
atau arti, misalnya pada struktur aljabar, teori grup dan seterusnya.
Sementara itu, matematika menggunakan bahasanya sendiri untuk menjelaskan
matematika (Marsigit, 2015). Sebagaimana dinyatakan Suneetha dalam Marsigit (2015:
266), matematika diberikan karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2)
semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan
sarana komunikasi yang kuat, singkat dan padat, (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian
dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang. Mengacu pada uraian di atas, matematika memiliki kedudukan
yang penting dalam aktifitas untuk berpikir ilmiah. Tidak hanya berfungsi untuk
mengembangkan ilmu matematika, namun matematika sebagai bahasa yang digunakan
dalam ilmu dan pengetahuan, dan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dipelajari
tentu karena fungsinya karena matematika 1) sebagai alat untuk memecahkan masalah,
2) mendasari studi sains dan teknologi, dan 3) alat pembuktian untuk memodelkan situasi
nyata.
Matematika memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang jelas. Untuk
membandingkan tinggi dua buah obyek yang berbeda, misal pohon jagung dan pohon
mangga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa pohon mangga lebih tinggi dari
pohon jagung, tetapi tidak tahu dengan jelas berapa perbedaan tinggi kedua pohon

6
tersebut. Dengan matematika maka perbedaan tinggi kedua pohon tersebut dapat
diketahui dengan jelas dan tepat. Misal, setelah diukur ternyata tinggi pohon jagung 3
meter dan tinggi pohon mangga 10 meter, maka dapat dikatakan bahwa pohon mangga
lebih 7 meter dari pohon jagung.
Matematika memberikan jawaban yang lebih eksak dan menjadikan manusia
dapat menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih tepat dan teliti. Matematika
sebagai sarana berpikir deduktif, memungkinkan manusia untuk mengembangkan
pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah ada. Misal, jumlah sudut sebuah
lingkaran adalah 3600. Dari pengetahuan ini dapat dikembangkan, seperti besar sudut
keliling lingkaran sama dengan setengah besar sudut pusat jika menghadap busur yang
sama.

D. Logika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu


Istilah "logika" berasal dari kata Yunani logo, yang kadang-kadang diterjemahkan
sebagai "kalimat", "wacana", "akal", "aturan", dan "rasio". Logika sebagai studi tentang
prinsip-prinsip penalaran yang benar. Logika merupakan kumpulan kaidah-kaidah
yang memberi jalan (system) berpikir tertib dan teratur sehingga kebenarannya dapat
diterima oleh orang lain. Logika akan memberi suatu ukuran (norma) yakni suatu
anggapan tentang benar dan salah terhadap suatu kebenaran. Ukuran kebenarannya
adalah logis (Sumarna, 2008:141). Logika adalah bidang pengetahuan yang
mempelajari tentang asas, aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan
istilah lain logika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang
benar (Susanto, 2011:143).
Dipandang dari aspek waktu dan kecanggihan, logika dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Logika tradisional atau logika naturalis, yaitu cara berpikir yang sederhana yang
berdasarkan kodrat atau naluri fitrah manusia yang sejak lahir sudah dilengkapi alat
berpikir. Logika tradisional/klasik adalah sistem ciptaan Aristoteles yang berfungsi
untuk menganalisa bahasa.
2. Logika modern atau logika artifisialis yang dipelopori oleh Aristoteles dalam
bukunya “Organeri” yang berarti instrumen atau alat untuk berpikir. Logika modern
berusaha menerapkan prinsip-prinsip matematik terhadap logika tradisional dengan
menggunakan lambang-lambang non-bahasa. Logika artifisialis dibedakan menjadi
dua macam yaitu Logika formal yaitu ilmu logika yang mempelajari cara-cara atau
pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil dari logika formal yang diuji dengan

7
kenyataan-kenyataan dalam praktik di lapangan. Logika material mempelajari
sumber-sumber pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya ilmu
pengetahuan, yang kemudian merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika merupakan argumentasi yang nalar ketika digunakan untuk memandang
sebuah fenomena. Setiap ilmu memiliki objek yang khas dibanding pengetahuan yang
tidak tergolong ilmu. Setiap ilmu selalu menggunakan logika tertentu untuk memperoleh
kebenaran. keterkaitan ilmu, logika, dan filsafat tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Semua ilmu memanfaatkan penalaran. Lewat filsafat ilmu orang dapat berpikir logis
tentang masalah yang dihadapi.
Dilihat dari asal/ cara pemerolehannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan
lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-
kecenderungan yang subjektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah
menjadi ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau paling
tidak dikurangi.
2. Logika kodratiah ada pada setiap manusia karena kodratnya sebagai makhluk
rasional. Sejauh manusia itu memiliki rasio maka ia dapat berpikir. Atau dengan akal
budi manusia dapat bekerja menurut hukum-hukum logika entah secara spontan atau
disengaja. Misalnya manusia dapat berpikir secara spontan atau disengaja. Misalnya
manusia dapat berpikir secara spontan bahwa si A berada dengan si B atau “makan”
tidak sama dengan “tidur”. Jadi tanpa belajar logika ilmiah pun orang dapat berpikir
logis dengan mendasarkan pikirannya pada akal sehat saja. Contoh yang lain
misalnya, seorang pedagang tidak perlu belajar logika ilmiah untuk maju
dibidangnya
3. Logika ilmiah adalah ilmu praktis normatif yang mempelajari hukum-hukum,
prinsip-prinsip, dan bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika dipatuhi akan
membimbing kita mencapai kesimpulan-kesimpulan yang lurus/sah. Logika ilmiah
membentangkan metode yang menjamin kita bernalar secara tepat/semestinya.
Bagaimana menghindari kekeliruan dan kesesatan dalam berpikir? Namun harus
disadari bahwa logika ilmiah adalah keterangan lebih lanjut atau penyempurnaan
atas logika kodratiah.

8
Dari tiga macam logika itu, selalu memiliki kegunaan untuk menemukan
kebenaran. Logika menawarkan pemikiran analitik dan sintetik untuk menyusun suatu
kebenaran. Ada perbedaan antara kebenaran bentuk dan kebenaran isi. Logika yang
membicarakan tentang kebenaran bentuk disebut logika bentuk/formal (formal logic)
sedangkan logika yang membahas tentang kebenaran isi disebut logika material (material
logic). Kedua logika berpikir ini saling melengkapi dalam hidup manusia. Selanjutnya
logika formal disebut juga logika minor dan logika material disebut juga logika mayor.
Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran bentuk, bila konklusinya kita tarik
secara logis dari premis atau titik pangkalnya dengan mengabaikan isi yang terkadang
dalam argumentasi tersebuut. Yang harus diperhatikan disitu ialah penyusunan
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi premis atau dasar penyimpulan.
Argumen ilmiah mementingkan struktur penalaran yang tepat atau sahih (valid)
sekaligus isi atau maknanya sesuai dengan kenyataan. Dengan kata lain, kebenaran suatu
argumen dari segi bentuk da nisi adalah prasyarat mutlak-conditio sine qua non dalam
ilmu pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara apriori
sebuah argument memiliki empat kemungkinan yakni:
1. Sahih dari segi bentuk tetapi tidak benar dari segi isi
Misalnya :“Manusia adalah binatang berkaki empat. Alibaba adalah manusia. Jadi,
Alibaba adalah binatang berkaki empat.”
2. Tidak sahih dari segi bentuk, tetapi benar dari segi isi
Misalnya :“Semua ayam mempunyai kaki. Dadang bukanlah ayam. Jadi, Dadang
mempunyai kaki.”
3. Sahih dari segi bentuk dan benar dari segi isi
Misalnya :“Kota yang terletak di sebelah utara Roma lebih sejuk daripada Roma.
London adalah kota yang terletak di sebelah utara Roma. Jadi, London lebih sejuk
daripada Roma.”
4. Tidak sahih dari segi bentuk dan tidak benar dari segi isi
Misalnya :“Semua yang lebih ringan daripada batu mengambang dalam air. Air
lebihringan daripada batu. Jadi, betul mengambang dalam air.”
Argumen (1) dan (2) masing-masing terdiri dari premis atau asumsi dan
kesimpulan. Jika asumsi argumen benar, kesimpulan argumen juga harus benar.
Argumen (1) adalah kasus dari bentuk argumen tertentu yang dikenal sebagai " Premis
Mayor ", (2) sebagai premis minor, dan (3) silogisme. Logika tidak hanya berkaitan
dengan validitas argumen. Logika juga mempelajari konsistensi, dan kebenaran logis,

9
dan sifat sistem logis seperti kelengkapan. Logika merupakan studi tentang inference
(kesimpulan-kesimpulan).
Logika berusaha menciptakan suatu kriteria guna memisahkan inferensi yang sahih
dari yang tidak sahih. Ini melibatkan penalaran dan penalaran terjadi dengan bahasa.
Artinya, analisis inferensi itu tergantung kepada analisis pernyataan-pernyataan yang
berbentuk premis dan konklusi. Logika sebagai sarana berpikir ilmiah, membuka
kenyataan tentang sahih dan tidaknya informasi sesuai dengan wujud pernyataan yang
mengandung premis dan konklusi. Seseorang belajar logika agar bisa lebih mengenal dan
membangun argumen yang baik (dalam filsafat atau disiplin lainnya). Belajar tentang
disiplin sistematis meningkatkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara
sistematis.
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh
kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah
diperhatikan kebenaran bentuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan
serta mengandaikan adanya jalan, cara, teknik, serta hukum-hukum yang perlu diikuti.
Semua hal ini diselidiki serta dirumuskan dalam logika. Dengan berpikir, manusia
mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Suatu pemikiran
disebut lurus dan tepat, apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum serta aturan-
aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dengan demikian kebenaran juga dapat
diperoleh dengan lebih mudah dan aman. Semua ini menunjukkan bahwa logika
merupakan suatu pegangan atau pedoman untuk pemikiran.
Menurut Susanto(2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami
logika, agar mempunyai pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu
bentuk pemikiran, yaitu pengertian, proposisi, dan penalaran. Pengertian
merupakan tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan
yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia mengenai realitas.
Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang dibentuk
oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat
diantara dua buah pernyataan. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang
menghasilkan pengetahuan.
Keberadaan ketiga aspek tersebut sangat penting dalam memahami logika.
Dimulai dari membentuk gambaran tentang obyek yang dipahami, kemudian
merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan
proses berpikir yang benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek dalam

10
logika tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi siapapun yang hendak
memahami dan melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga proses aspek
logika tersebut, manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan ilmiah
yang benar. Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua
cara itu adalah induktif dan deduktif.
Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika
deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional
menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (Sumarna,
2008:150). Kedua jenis logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang saling
berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika berpikir tersebut merupakan dua
buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika logika induktif sangat
dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan suatu masalah, dan pada
saat lain yang tidak dapat menggunakan logika induktif untuk memecahkan
masalah maka dapat digunakan logika deduktif. Seseorang yang sedang berpikir
tidak harus menggunakan kedua jenis logika berpikir tersebut, tetapi dapat
menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan kebutuhan obyek dan kemampuan
individunya. Pertimbangkan argumen di bawah ini.
1) Setiap manusia pasti mati. Bang Toyip adalah manusia. Maka, Bang Toyip pasti
mati.
2) Empat adalah bilangan yang habis dibagi 2. Bilangan yang habis dibagi 2 adalah
bilangan genap. Maka, 4 adalah bilangan genap.
Manfaat Logika antara lain, yaitu: 1) logika menyatakan, menjelaskan, dan
mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu
pengetahuan (bahkan seluruh lapangan kehidupan), 2) logika menambah daya berpikir
abstrak dan dengan demikian melatih dan mengembangkan daya pemikiran dan
menimbulkan disiplin intelektual, 3) logika mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu
kita peroleh berdasarkan autoritas, emosi, dan prasangka, 4) Logika – di masa yang
sekarang membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan tahu memberakan yang benar
dari yang palsu, dan 5) logika membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan
teratur karena dengan berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan
menghindari kesehatan.

11
E. Statistika sebagai Alat Pengembangan Ilmu
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai “ kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak
berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu
negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi
dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja).
Sedangkan menurut Adnan Syarif (2012), statistika adalah pengetahuan yang
berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengelolaan atau penganalisiannya
dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang
dilakukan.
Jadi statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan
untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan
ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan
datadata, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika sebagai sarana
berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat peluang bahwa
untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya
mungkin benar mungkin juga salah. Langkah yang ditempuh dalam logika induktif
menggunakan statistika adalah: a) observasi dan eksperimen, b) memunculkan hipotesis
ilmiah, c) verifikasi dan pengukuran, dan d) sebuah teori dan hukum ilmiah.
Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-
data, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat. Peluang merupakan dasar dari
teori statistika. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang
ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika sering digunakan dalam penelitian
ilmiah. Ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruiji kebenarannya.
Suatu pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dan konsekuensinya dapat diuji dengan
baik dengan jalan menggunakan panca indra, maupun dengan mempergunakan alat-alat
yang membantu panca indra tersebut. Pengujian mengharuskan peneliti untuk menarik
kesimpulan yang berisifat umum dari kasus yang bersifat individual/khusus.
Statistika juga memberikan kemampuan untuk mengetahui suatu hubungan
kausalita antara dua atau lebih faktor yang bersifat kebetulan atau memang benar-benar
terkait dalam hubungan yang bersifat empiris. Statistika merupakan sarana berpikir
ilmiah yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Statistika

12
membantu melakukan proses generalisasi dan menyimpulkan karakterisrtik suatu
kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan karena statistika mampu
memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik, makin
besar contoh atau sample yang diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian kesimpulan
tersebut. Dengan demikian statistika mampu memberikan tingkat ketelitian yang lebih
kuantitatif dan akurat.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan alat perkembangan ilmu di atas dapat disimpulkan
bahwa: Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dalam rangka mengembangka
dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan
statistika.
1. Sarana ilmiah adalah alat yang membantu kegiatan ilmiah.
2. Bahasa yaitu alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain.
3. Matematika, yaitu alat atau cara berfikir sebagai proses untuk pengambilan
kesimpulan yang didasarkan pada perhitungan yang kebenarannya telah ditentukan.
4. Logika adalah sarana berpikir ilmiah yang mengarahkan manusia untuk berpikir
dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan secara
induktif dan secara lebih seksama.

B. Saran
Ilmu terus berkembang. Oleh karenanya, untuk memperoleh ilmu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah harus melalui kegiatan ilmiah. Alat atau sarana
ilmiah perlu dikuasai cara pemakaian dan metode-metodenya untuk mempermudah
kegiatan ilmiah dalam tujuannya untuk mengembangkan suatu ilmu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Jauhari, Imam., dkk. 2020. Filsafat Ilmu. Yokyakarta: Budi Utomo


Marsigit. 2015. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Yogyakarta: Media Akademi
Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu: Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta:
Deepusblish.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bum Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. 2001. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Susanto A. (2011). Filsafat Ilmu Seuatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,
dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Syarif , Adnan. 2012. “Filsafat - Sarana Berfikir Ilmiah”, online: (http://filsafat-
saranaberfikir-ilmiah.html/, diakses 16 April 2013)
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty

15

Anda mungkin juga menyukai