Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I. W. Suastra, M. Pd.
NPA. Hervina, S. Pd., M. Pd
DISUSUN OLEH :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“TEORI BELAJAR KOGNITIF (PIAGET)” Makalah ini berisi deskripsi mengenai teori
belajar pemrosesan informasi menurut Piage. Penyusunan makalah ini merupakan upaya
memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah memberi
dukungan moral dan materiil dalam penyusunan makalah ini. Akhirnya, apapun yang
penulis sajikan dalam makalah sederhana ini, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis sendiri, umumnya bagi siapa saja yang berkepentingan.
Disadari bahwa makalah ini dilihat dari materi dan tampilannya masih jauh dari
sempurna. Untuk itulah masukan-masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Semoga Yang Maha Kuasa
senantiasa memberikan petunjuk yang terbaik bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut piaget perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi yaitu
1. Organisasi, yaitu kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau
proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
2. Adaptasi, yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya. Proses
terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru
dilakukan dengan dua cara.
Menurut peaget (dalam Hudoyono,1988:45) Manusia berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental).
Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu
perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan
cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan
terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan.
Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan
rangsangan yang datang, dan terus berkembang. Misalnya ketika seorang anak
diberitahu pengetahuan awal mengenai hewan contohnya seekor kucing,dimana
kucing itu memiliki kaki empat, berbulu dan berbunyi meong.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan
konsep awalnya, hanya menambah atau merinci ( Setelah mengetahui ciri-ciri dari
kucing,dan ketika anak itu bertemu dengan seekor kucing dia tau bahwa hewan itu
adalah kucing).Kecocokan skemata awal dengan apa yang dia jumpai itu disebut
asimilasi. Selanjutnya anak itu bertemu dengan hewan yang berkaki empat dan
berbulu, tetapi bunyinya “guk guk” tidak sama dengan bunyi kucing yang dia dengar
pertama kali,lalu dia merasa kebingungan. Disinilah terjadi disekuilibrasi yaitu
perbedaan antara skemata awal dengan sesuatu yang ditemui.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak
cocok lagi. Kemudian dia diberitahu bahwa hewan yang mirip dengan kucing,berkaki
empat ,berbulu dan berbunyi guk guk itu adalah seekor anjing. Setelah
dijelaskan,maka terjadi perubahan skemata anak yang disebut dengan akomodasi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang
dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi. Ketika anak bertemu lagi dengan hewan berkaki
empat, berbulu,dan bebunyi guk guk, dia tahu bahwa hewan tersebut adalah seekor
anjing bukan kucing. Inilah yang disebut dengan proses equilibrasi.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
PERKIRAAN
TAHAP CIRI KHUSUS
USIA
Sensori Motor 0 – 2 tahun Kecerdasan motorik (gerak) dunia (benda) yang ada
adalah yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal
Pre- 2 – 7 tahun Berpikir secara egosentris alasan-alasan didominasi
Ooperasional oleh persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran
logis belum cepat melakukan konsentrasi
Konkret 7 – 11 atau 12 Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan
Operasional tahun hubungan pengetahuan tentang angka berpikir terkait
dengan yang nyata
Formal 7 – 11 atau 12 Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang
Operasional tahun 14 tahun atau proporsional kemampuan untuk mengatasi hipotesis
15 tahun perkembangan idealisme yang kuat
Kekurangan
1. Kemampuan fungsi kognisi dari setiap siswa dianggap sama.
2. Siswa tidak dapat menemukan gaya belajarnya sendiri.
3. Kuantitas kognisi lebih ditekankan daripada kualitas.
2.7 Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
2.8 Penerapan Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget dalam Pembelajaran Fisika
Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan untuk
mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat zat
serta penerapannya (Wospakrik, 1994 : 1). Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan
bahwa fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam
dan interaksi yang ada di dalamnya. Ilmu fisika dapat membantu untuk menguak dan
memahami tabir misteri alam semesta ini (Surya, 1997: 1).
Ketika seorang siswa mempunyai pengetahuan awal bahwa sebuah benda bisa
ditimbang beratnya. Dan kemudian siswa itu membaca buku bahwa yang ditimbang dari
sebuah benda itu adalah massanya. Lalu dia merasa kebingungan terhadap kedua konsep
tersebut. Saat disekolah dia diajar oleh gurunya ,dimana yang ditimbang dari sebuah benda
yaitu bukan beratnya melainkan massanya. Sehingga dia menjadi mengerti bahwa yang
ditimbang dari sebuah benda adalah massanya. Disinilah terjadi proses belajar kognitif
menurut Piaget.
Dalam pembelajaran fisika, guru hadir sebagai fasilitator bagi siswa dalam
mengkonstruksi pemahaman pengetahuannya. Belajar fisika dapat menjadi daya tarik siswa
jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari mental maupun fisik dan bersifat
nyata (kontekstual).
Siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget
dalam pembelajaran yaitu siswa hendaknya diberi peluang untuk berbicara dan diskusi
dengan teman-temannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Piaget memperkenalkan sejumlah ide dan konsep untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan perubahan-perubahan dalam pemikiran logis yang diamatinya pada anak-anak
dan orang dewasa. Perkembangan kognitif dimulai dari proses-proses berpikir secara
konkrit sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis. Piaget
meyakini bahwa anak-anak secara alami memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara
aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia tersebut. Sebagai
seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang tingkat perkembangan
kemampuan kognitif manusia, Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan
kognitif manusia terdiri atas empat tahapan dimulai dari lahir hingga dewasa. Tahap dan
urutan berlaku untuk semua usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap
tertentu tidak sama untuk setiap orang.
3.2 Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara mendalam oleh
para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa
pengetahuan tentang kognitif siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam
membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses
pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh
siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan siswa melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, Psikologi
Perkembangan, Cet. I, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 212
George Boeree, General Psychology: Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi Emosi
dan Perilaku, (Terj. Helmi J. Fauzi), Cet. 1, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008, hal.
368
Paul Suparno, Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius, Cet I,
2006, hal.11 Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas
Tarbiyah IAIN SU, 2011.
Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan
:Perdana Publishing, 2011.
Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.