Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session

Demam Berdarah Dengue pada Anak

Oleh:
Astri Dwi Andini 2040312069

Preseptor:
dr. M. Luthfi Suhaimi, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.ADNAAN WD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
KOTA PAYAKUMBUH
2021

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah case report session yang berjudul Demam
Berdarah Dengue. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. M. Luthfi Suhaimi, SpA sebagai
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Padang, Juli 2021

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, infeksi virus dengue masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
dunia.1 Virus ini dapat menyebabkan penyakit demam dengue (DD), yang nantinya
dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue
(dengue shock syndrome atau DSS).2 Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang
memiliki empat jenis serotipe, yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4.3
Penyakit dengue dijumpai terutama di daerah-daerah beriklim tropis dan
subtropis, dan sekitar 2,5 milyar penduduk berisiko terkena. Setiap tahun, diperkirakan
50 juta orang terinfeksi virus dengue, dengan 500.000 orang di antaranya perlu dirawat
inap, dan hampir 90% adalah anak-anak.1,2 Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia,
termasuk bayi berusia kurang dari satu tahun.4 Di Indonesia, kasus DBD berfluktuasi
setiap tahun, namun angka kesakitan cenderung bertambah dan daerah sebarannya
semakin luas. Pada tahun 2016, angka kesakitannya 78,13 per 100.000 penduduk,
tetapi angka kematiannya 0,79 persen.5

Diperkirakan kasus infeksi dengue, termasuk DBD, akan terus meningkat dan
cakupan sebarannya semakin luas. Vektor utama dalam penularan penyakit ini,
nyamuk Aedes aegypti, tersebar luas di mana saja, termasuk permukiman penduduk.5
Penyebaran virus dengue tergantung pada faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
meliputi virus, vektor, dan host (inang), sedangkan faktor abiotik mencakup suhu dan
kelembaban. Terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan DD maupun
DBD, di antaranya distribusi air yang kurang memadai, perubahan demografi dan
sosial, dan kurangnya infrastruktur untuk mengendalikan vektor pembawa virus
dengue.2
Sampai sekarang, belum ada obat atau vaksin yang secara spesifik untuk infeksi
virus dengue. Akan tetapi, bila seseorang yang telah terinfeksi ditangani dengan cepat
dan tepat, biasanya masih dapat diselamatkan. Upaya pengendalian penyakit ini adalah
dengan cara mengendalikan nyamuk pembawa virus tersebut dan mengurangi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


kematian karena infeksi virus dengue. Agar upaya tersebut berjalan dengan baik,
diperlukan kerja sama yang baik dengan program dan sektor terkait, dan masyarakat
juga perlu dilibatkan dalam pencegahan maupun penanganan infeksi virus dengue.2,5

1.2 Batasan Penulisan


Makalah ini mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis, dan laporan kasus
tentang demam berdarah pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai demam berdarah pada anak.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini dibuat dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penyakit ini ditandai dengan demam 2-7 hari diikuti dengan gejala perdarahan,
penurunan trombosit, dan adanya hemokonsentrasi.1,2,5 Virus ini memiliki empat jenis
serotipe, yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
bisa terinfeksi lebih dari satu kali semasa hidupnya, baik oleh serotipe yang sama
maupun yang berbeda. Yang perlu diperhatikan, infeksi dengan salah satu serotipe
virus memicu terbentuknya antibodi terhadap serotipe tersebut, namun tidak pada
serotipe lainnya.3 Infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe lain atau infeksi berulang
dengan serotipe yang berbeda dapat memicu manifestasi klinis yang lebih serius, yakni
demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue (DSS).2
Infeksi virus dengue dapat menimbulkan tampilan klinis yang bervariasi, mulai
dari demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), hingga sindrom syok
dengue (DSS).6

2.2 Epidemiologi
Sejak 50 tahun terakhir, infeksi virus dengue sudah meningkat lebih dari 30 kali
lipat.7 Epidemi dari infeksi dengue pertama kali dijumpai di Asia, Afrika, dan Amerika
Utara pada 1980, namun etiologinya baru diketahui pada tahun 1940-an. Setelah
Perang Dunia II, virus dengue menyebar secara global hingga sekarang. Lebih dari 2,5
miliar penduduk di seluruh dunia berisiko terinfeksi dengue, dengan 50 juta kasus
infeksi dengue terjadi setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 500.000 pasien DBD
memerlukan rawat inap di rumah sakit setiap tahun, dimana sekitar 90% kasus terjadi
pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dan 2,5% di antaranya meninggal dunia.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Angka kematian akibat infeksi dengue pada kawasan yang terdampak adalah
sekitar 1%, namun untuk India, Indonesia, dan Myanmar, angka kematian (di luar area
perkotaan) yang dilaporkan berkisar antara 3 hingga 5 persen.7

Gambar 2.1 Jumlah kasus DD dan DBD yang dilaporkan


pada WHO.2

Gambar 2.2 Endemisitas dari DD dan DBD pada negara-negara di Asia.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Demam dengue maupun demam berdarah dengue endemik pada lebih dari 100
negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Dua
kawasan yang disebutkan terakhir merupakan kawasan yang paling terdampak infeksi
dengue. Ada delapan negara yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya infeksi
dengue dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.2.2

Di Indonesia, infeksi dengue pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya


pada 1968.5 Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 150.000 kasus infeksi dengue,
dengan 25.000 di antaranya dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.7 Penyakit dengue
sudah tersebar di seluruh provinsi pada tahun 2010. Jumlah kasus DBD terus
meningkat setiap tahun, namun angka kematiannya cenderung menunjukkan
penurunan. Angka insidensi (IR) DBD pada tahun 2014 telah melampaui target (≤51
per 100.000 penduduk), yaitu 39,76 per 100.000 penduduk. Walaupun demikian, masih
terdapat 8 provinsi dengan IR DBD lebih dari 51 per 100.000 penduduk, yaitu Bali,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.5

Namun, data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2016 menunjukkan bahwa


masih banyak provinsi yang memiliki IR dengue >49 tiap 100.000 penduduk. Pada
periode 2008-2013, dari enam rumah sakit provinsi di Indonesia, dilaporkan 13.940
kasus infeksi dengue, yang terbanyak adalah kelompok usia 5-14 tahun (61,4%). Pada
tahun 2016, yang terbanyak adalah kelompok usia 15-44 tahun (39,9%). Hal ini
memperlihatkan bahwa infeksi dengue di Indonesia meningkat pada remaja dan
dewasa muda, namun kematian masih lebih banyak terjadi pada usia muda. Pada
awalnya, infeksi dengue hanya ditemukan di daerah perkotaan, tetapi saat ini
penyebarannya sudah mencapai pedesaan.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Gambar 2.3 Angka insidensi DBD pada seluruh provinsi di Indonesia pada
tahun 2014.5

Gambar 2.4 Peta persebaran angka kesakitan (IR) infeksi dengue di Indonesia
per 100.000 penduduk pada tahun 2016. Keterangan: Merah: ≥49, Kuning: 25-
49, Hijau: <25.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.3 Etiologi dan Vector Dengue
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA
virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus
ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus.
Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai
RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi
oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC.3 Virus dengue
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Vektor utama dengue di
Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina.3
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka
virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu
virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk.
Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu
dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku 2. Bersama dengan air
liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.3

2.4 Klasifikasi
Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakkan
diagnosis.Pendapat para pakar mengatakan bahwa dengue merupakan suatu entitas
penyakit dengan presentasi klinis beragam dan perubahan klinis serta outcome yang
tidak dapat diprediksi. WHO dalam panduannya telah melakukan klasifikasi terhadap
infeksi dengue mulai dari WHO 1997, kemudian WHO 2009 dan yang terakhir yaitu
WHO 2011. Klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 dibagi menjadi undifferentiated
fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome terdiri dari isolated organopathy dan
unusual manifestation (Gambar 2.8). 2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Gambar 2.5 Klasifikasi Infeksi Dengue menurut WHO
20112

Tabel 2.1 Klasifikasi infeksi virus dengue menurut WHO dan tingkat keparahan
DHF2
DF/DHF Grade Tanda dan gejala Labor
DF Demam dengan dua tanda - Leukopenia
berikut : (leukosit
- Sakit kepala ≤5000 sel/mm3)
- Nyeri retro-orbital - Trombositopeni
a (trombosit
- Myalgia
<150.000
- Arthalgia/nyeri tulang sel/mm3)
- Ruam - Peningkatan
hematokrit (5-
- Manifestasi perdarahan
10%)
- Tidak ada bukti - Tidak ada
kebocoran plasma bukti
kehilangan
plasma

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


DHF I Demam dan manifestasi Trombositopeni
perdarahan (tourniquet test <100.000 sel/mm3 ;
positif) dan adanya bukti hematokrit meningkat
kebocoran plasma ≥20%

II Tanda dan gejala pada grade I Trombositopenia


ditambah dengan perdarahan <100.000
spontan sel/mm3;
hematokrit meningkat ≥
20%
III Tanda dan gejala pada grade I Trombositopenia
dan II ditambah dengan <100.000 sel/mm3;
kegagalan sirkulasi (nadi yang hematokrit meningkat ≥
lemah, tekanan nadi sempit 20%
(≤20mmHg), hipotensi, gelisah
IV Tanda dan gejala pada grade III Trombositopenia
ditambah dengan syok yang <100.000 sel/mm3;
mendalam dengan tekanan darah hematokrit meningkat ≥
dan nadi tidak dapat 20%
dideteksi.

2.5 Patogenesis Dengue


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan
oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang
menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang
khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan
karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala
dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC
(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis
antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.7
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.7
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS
yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga
virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian
terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.3,8
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa
jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan
penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai
virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-
antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2.6. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.3,8
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding
pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites).
Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting
guna mencegah kematian.3,8

Gambar 2.6 Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product )
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 3,8
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi
lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.3,8

Gambar 2.7 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


2.5.1 Perjalanan Penyakit Dengue
Setelah masa inkubasi, penyakit mulai tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase -
demam, kritis dan pemulihan (Gambar 2.8)7

Gambar 2.8 Perjalanan Penyakit Dengue7


2.5.1.1 Fase demam
Pasien biasanya mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fase demam
akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai kemerahan pada wajah,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala. Beberapa
pasien mungkin mengalami sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi
konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi. Sulit untuk
membedakan demam berdarah secara klinis dari penyakit demam non-dengue
pada fase awal demam. 7
Tes tourniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan demam
berdarah3,4. Selain itu, gambaran klinis ini tidak dapat dibedakan antara kasus
demam berdarah yang parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan tanda-
tanda peringatan dan parameter klinis lainnya sangat penting untuk mengenali
perkembangan kefase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan
perdarahan membran mukosa (misalnya hidung dan gusi) dapat terlihat3,5.
Perdarahan vagina masif (pada wanita usia subur) dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini tetapi tidak umum5. Hati sering
membesar dan nyeri tekan setelah beberapa hari demam. Kelainan paling awal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


dalam hitung darah lengkap adalah penurunan progresif jumlah sel darah putih
total, yang seharusnya mengingatkan dokter akan kemungkinan tinggi demam
berdarah. 7
2.5.1.2 Fase kritis
Pasien mengalami penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-38oC selama 3-
7 hari dan meningkatkan permeabilitas kapiler dengan meningkatnya hematokrit.
Ini merupakan awal dari kebocoran plasma yang terjadi setelah 24-48 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopenia progresif disertai penurunan
trombosit. Derajat dari kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan ascites
merupakan tanda adanya kebocoran plasma yang dapat dideteksi. Peningkatan
nilai hematokrit pada fase ini biasanya memperlihatkan keparahan dari adanya
kebocoran plasma. Syok terjadi disebabkan adanya kebocoran plasma yang
berkurangnya perfusi jaringan. Bila terjadi syok berkepanjangan dapat terjadi
hipoperfusi jaringan, asidosis metabolik, dan DIC. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya perdarahan yang berat sehingga nilai hematokrit aka turun saat terjadi
syok berat. 7
2.5.1.3 Fase penyembuhan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskular ke intravascular secara perlahan pada 48-78 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan membaik, hemodinamik stabil
dan diuresis membaik. Nilai hematokrit kembali stabil dikarenakan efek dari
adanya reabsorbsi cairan ekstravascular. Jumlah leukosit biasanya akan
menigkat disertrai dengan peningkatan jumlah trombosit.7

2.6 Diagnosis
2.6.1 Kriteria diagnosis klinis5
• Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih
gejala/tanda penyerta:
- Nyeri kepala

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
- Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
• Demam Berdarah Dengue (DBD)5
1) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus
b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau
melena; maupun berupa uji tourniquet positif.
c. Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda
berikut:
o Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai
baseline atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
o Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia
2) Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:
a. Demam
• Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
• Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-
hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3
sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.

• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk


membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak
yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan
tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva
atau hematuria.
c. Hepatomegali (pembesaran hati)
d. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)


• Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


• Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi

• Expanded Dengue Syndrom (EDS)5


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik
yang disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi
infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti
tanda dan gejala:
• Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Perdarahan hebat
• Gagal ginjal akut
• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
• Infeksi ganda

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


2.6.2 Kriteria Diagnosis Laboratoris5
Kriteria Diagnosis Laboratoris infeksi dengue baik demam dengue, demam
berdarah dengue maupun expanded dengue syndrom terdiri atas:

1. Probable; apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi


antidengue (deteksi antibodi) serum tunggal dan/atau penderita bertempat
tinggal/ pernah berkunjung ke daerah endemis DBD dalam kurun waktu
masa inkubasi.

2. Confirmed; apabila diagnosis klinis diperkuat dengan sekurang kurangnya


salah satu pemeriksaan berikut:
a. Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.
b. Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4
kali pada pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan
antibodi IgM spesifik untuk virus dengue
c. Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan,
serum atau cairan serebrospinal (LCS) dengan metode
immunohistochemistry, immunofluoressence atau serokonversi
pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada
pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
d. Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR) atau pemeriksaan NS1 dengue.

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium5


1) Hematologi
a. Leukosit
• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil.
• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma
biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari
sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
b. Trombosit

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari
ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam
sampai terbuktibahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan
indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya
efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan dinding
kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
Ultra Sonografi (USG).
3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita
terinfeksi virus dengue
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas
(gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah
(serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase
konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue
Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.

2.7 Tatalaksana5
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.

2.7.1 Pertolongan pertama penderita5


Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang
timbul mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati,
tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan
pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan
bila bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit DBD.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka
pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/ kali untuk
anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat
menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat

2.7.2 Tatalaksana Demam Dengue5


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
1. Tirah baring, selama masih demam.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3. Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parase-tamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat
terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan
kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak
jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD
terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi
pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati
bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal
tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah
sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak
perlu lagi diobservasi.

2.7.3 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)5


Tatalaksana DBD Tanpa Syok
Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase.
a. Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


b. Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium
yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
• Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital,
kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila:

1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat (10-20%) pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit; dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%,
1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
3. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi
sedang (6-7 ml/kgBB/jam). onitor tanda vital, diuresis setiap jam dan
hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.

c. Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat
terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada
saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan
distres pernafasan.

Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)5


Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume replacement)
adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume
plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera
dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah,
tekanan nadi menyempit (≤ 20mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari
kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi
cairan intravena.Pada penderita SRD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi ≤20
mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila
syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena
dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB
ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah
cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan
koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah
pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila
nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil
(10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar
hematokrit.
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik
dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang
terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit
telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/ jam atau
lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya,
cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.
Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi
reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar
hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan
hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit
pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi
disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis
cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.
c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian
cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


heparin tidak diperlukan.
d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen.
e) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata.
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID(Koagulasi Intravascular
Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan
menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :
1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinispasien stabil.
3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


sudah mencukupi.
4) Jumlah dan frekuensi diuresis Pada pengobatan renjatan/ syok, kita harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi
dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah
cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain
edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS rujukan.

2.8 Prognosis
Anak dengan sindrom syok dengue yang mengalami syok
berkepanjangan mempunyai prognosis meninggal 16 kali lebih besar atau 88%
lebih tinggi dibanding anak dengan sindrom syok dengue yang tidak mengalami
prolonged shock. Kondisi syok pada DBD berhubungan dengan angka kematian
yang tinggi (9%) dan meningkat menjadi 47% jika syok tidak tertangani dengan
baik dan menjadi profound shock. Syok berkepanjangan diikuti dengan asidosis
metabolik, hipoksemia dan dapat menimbulkan DIC sehingga menyebabkan
terjadinya perdarahan berat yang berakhir dengan kematian.9

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : MFH
Umur : 2th 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Minang
Seorang pasien anak laki-laki berumur 2 tahun 5 bulan dirujuk ke RSUD
Adnaan WD Payakumbuh, dengan :
Keluhan utama : Kejang seluruh tubuh sebanyak 3 kali sejak 6 jam sebelum masuk
rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
• 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, anak demam dengan suhu 40C, terus
menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat. 12 jam setelah demam anak kejang
seluruh tubuh dengan durasi ±2menit, frekuensi 1 kali, setelah kejang anak
sadar. Ini merupakan kali pertama pasien mengalami kejang. Anak dibawa ke
RS Sukma Bunda dan dirawat selama 3 hari.
• Batuk berdahak ada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berwarna
putih, terus menerus, tidak disertai pilek.
• Anak demam tinggi lagi dengan suhu 40C sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam terus menerus, tidak menggigil dan tidak berkeringat.
• 6 jam sebelum masuk rumah sakit, anak kejang lagi setelah demam, Kejang
seluruh tubuh, mata mendelik keatas frekuensi 2 kali dirumah dan 1 kali dr RS
Sukma Bunda, durasi masing masing ± 1 menit, anak sadar setelah kejang.
Kejang berhenti setelah pemberian obat anti kejang via dubur di RS Sukma
Bunda. Di RS Sukma Bunda, anak mendapat terapi luminal 2x60mg dan
dirujuk ke RSUD Adnan WD
• Mual muntah tidak ada. Riwayat muntah pada hari ketiga rawatan. Muntah
dengan frekuensi 2x, jumlah ¼ gelas, muntah berisikan sisa makanan yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


dimakan tidak disertai darah dan tidak menyemprot. Keluhan muntah
berkurang setelah diberikan domperidone syrup oleh dokter.
• Nyeri sendi ada sejak 3 hari rawatan, nyeri dirasakan di lutut.
• Bintik bintik merah ada, terutama di perut sejak masuk RSUD Adnaan WD
• Mimisan dan perdarahan gusi tidak ada
• Nafsu makan menurun
• BAK warna dan jumlah biasa
• BAB jumlah dan konsistensi biasa
• Nyeri perut tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Kejang demam simpleks 3 minggu yang lalu dan dirawat di RS Sukma bunda
selama 3 hari

Riwayat keluarga :
• Saudara kandung pasien dirawat di RS Sukma Bunda sejak 1 minggu yang lalu
dengan diagnosis DBD
• Riwayat kejang demam simpleks pada saudara kandung.

Riwayat kehamilan :
• Pemeriksaan kehamilan ke bidan, teratur. Lama hamil 37 minggu, persalinan
dibantu oleh dokter Sp.OG, lahir dengan section secarea dengan indikasi bekas
sectio secarea, langsung menangis kuat, berat badan lahir 3400 gr, Panjang
badan 49cm

Riwayat Makanan dan Minuman


• Bayi : ASI : 0-24 bulan Susu formula : 6 bulan-sekarang
Buah, Biskuit : 6 bulan s/d 2 th Bubur susu : 6 bulan s/d 2 th
Nasi tim : 6 bulan s/d 2 th
• Anak : Makanan utama : Nasi 3x /hari, menghabiskan 1 porsi
Daging : 5 x/minggu

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


Ayam : 5 x/minggu
Ikan : 5 x/minggu
Telur : 3 x/minggu
Sayur : 5-7 x/minggu
Buah : 3 x/minggu
Kesan : ASI eksklusif, Gizi kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
BCG 0 bulan
DPT : 1 2 bulan 18 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Polio : 0 0 bulan 18 bulan
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Hepatitis B : 1 1 bulan 18 bulan
2 2 bulan
3 3 bulan
4 4 bulan
Haemofilus influenza B :
1. 2 bulan 18 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Umur Riwayat gangguan Umur
pertumbuhan & perkembangan
perkembangan mental
Ketawa 3 bulan Isap jempol -
Miring 3 bulan Gigit Kuku -
Tengkurap 4 bulan Sering mimpi -
Duduk 8 bulan Mengompol -
Merangkak 10 bulan Aktif sekali -
Berdiri 11 bulan Apatik -
Berjalan 13 bulan Membangkak -
Gigi pertama 6 bulan Ketakutan -
Bicara 18 bulan Pergaulan jelek -
Membaca - Kesukaran belajar -
Prestasi di Sekolah -

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

Riwayat keluarga :
Ayah Ibu
Nama : Masperi Suci Ariny Heqi
Umur : 46 tahun 37 tahun
Pendidikan : S1 S2
Pekerjaan : Wirausaha PNS
Penghasilan : Rp. 10.000.000 Rp. 10.000.000
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak Ada Tidak Ada

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
1. Laki laki 11 tahun sehat
2. Perempuan 8 tahun sehat
2. Perempuan 8 tahun sehat
3. Laki laki 2 tahun (pasien)

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


Rumah Tempat Tinggal : Rumah Permanen
Sumber Air Minum : Galon
Buang Air Besar : Toilet Dalam Rumah
Pekarangan : cukup luas
Sampah : Setiap Hari Dijemput Petugas Pengumpul Sampah
Kesan : Higiene dan sanitasi baik

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 91/50 mmHg
Nadi : 110 x/ menit
Nafas : 22 x/ menit
Suhu : 38.4oC
Tinggi Badan : 89 cm Berat Badan : 13 kg
BB/U : 13/13.5 = 96%
TB/ U : 89/90 = 98%
BB/TB : 13/13.5 = 96%
Gizi : Baik
Kulit : pucat (-), sianosis (-), ptekie (+)
Kepala : normocephal, simetris
Rambut : hitam, tidak mudah di cabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-) , sklera tidak ikterik (-/-)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut kering, tonsil T1-T1
Dada :
Inspeksi : normochest,simetris saat dinamis dan statis, retraksi (-)
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linae mid clavicula
sinistra
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada, ptekie (+)
Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas :
Atas : akral hangat, perfusi baik
Bawah : akral hangat, perfusi baik
Pemeriksaan Laboratorium :
• Darah :
Hb : 15.8 g/dL
Leukosit : 7800/mm3
Trombosit :49.000/mm3
Ht :45 %
Kesan : Trombositopenia, Hemotokrit meningkat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Diagnosa kerja :
- DHF grade II
- Kejang Demam Kompleks

Tatalaksana :
• Makanan lunak 1100 kkal
• IVFD Ringer Laktat 15tpm makro
• Ceftriakson inj 2x500mg
• Paracetamol 3x150mg
• Sibital 2x30mg
• Stesolid supp 10mg

Edukasi :
• Tirah baring
• Minum air putih cukup, boleh ditambah dengan minuman lain seperti jus buah,
susu dll.
• Melakukan 3M+ (Menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air,
mengubur sampah, memakai kelambu/obat nyamuk).

Rencana Pemeriksaan
• Cek Hb, Ht

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


`BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 2 tahun dirujuk ke RSUD Adnaan WD pada


tanggal 25 Juni 2021 dengan keluhan Kejang seluruh tubuh sebanyak 3 kali sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya dibawa ke RS Sukma Bunda,
diberikan stesolid suppositoria 10mg dan terapi luminal 2x60mg dan dirujuk ke RSUD
Adnan WD.
Dari alloanamnesis dengan orang tua pasien di dapatkan riwayat demam sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam didefinisikan sebagai peningkatan
temperatur tubuh lebih dari 37,5 C akibat peningkatan pusat pengatur suhu
dihipotalamus yang disebabkan oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari dalam
tubuh sendiri maupun eksogen, seperti bakteri, virus, jamur.
Pola demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada pasien ini
didapatkan demam tinggi tiba-tiba, terus menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat.
Dari alloanamnesis juga didapatkan bahwa saudara kandung dirawat di RS Sukma
Bunda sejak 1 minggu yang lalu dengan diagnosis DBD. Dari keterangan ini
kemungkinan demam yang dialami pasien adalah akibat infeksi virus dengue. Nyamuk
yang merupakan vektor dari virus dengue memiliki jarak terbang sejauh kurang lebih
20m. Hal ini dapat menyebabkan penularan infeksi dengue melalui gigitan nyamuk
terhada orang- orang yang berada disekitar lingkungan pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini ditegakkan
diagnosis demam dengue dengan diagnosis banding demam berdarah dengue derajat
II. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan laboratorium. Didapatkan hasil Hb
15.8g/Dl, leukosit (7800/mm3), trombosit (49.000/mm3), Ht 45%. Dari hasil
laboratorim didapatkan adanya trombositopenia dan hematokrit yang meningkat.
Berbeda dengan demam dengue, pada demam berdarah dengue dapat terjadi
hemokonsentrasi akibat penurunan volume plasma dan juga trommbositopenia.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya perdarahan. Virus dengue dapat menyebabkan peningkatan destruksi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


trombosit yang menyebabkan pendeknya masa hidup trombosit dan meyebabkan
peningkatan megakariosit muda dalam sumsum tulang, lebih lanjut fungsi trombosit
pada DBD terbukti menurun yang disebankan oleh proses imunologis yaitu adanya
kompleks imun dalam darah.
Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD Ringer laktat dan paracatemol 3x150mg.
Disamping tatalaksana medikamentosa, yang juga penting adalah bagaimana
mengedukasi pasien dan keluarga. Infeksi dengue merupakan suatu penyakit tropis
yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Hal ini dikarenakan lingkungan
yang tidak bersih dan banyak genangan air merupakan tempat yang sangat baik untuk
perkembangan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penularan infeksi dengue. Oleh
karena itu sangat perlu dilakukan usaha pencegahan infeksi dengue dengan cara
membersihkan lingkungan sekitar. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah
melakukan 3M+ yaitu menguras bak mandi, menutup penampungan air, mengubur
barang-barang bekas, menggunakann obat nyamuk dan kelambu saat tidur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SRS, Moedjito I, Chairulfatah A (penyunting). Pedoman diagnosis


dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. Jakarta: UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis IDAI; 2014
2. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for prevention
and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India, 2011.
3. Hadinegoro SRS. Dengue virus. Dalam: Buku ajar infeksi & penyakit tropis.
Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2014. p.189-205
4. Mariko R, Hadinegoro SRS. Profil klinis, laboratorium, dan serologi infeksi
virus dengue pada bayi. Sari Pediatri. 2015;16(6): 441-6
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pencegahan dan pengendalian demam
berdarah dengue di Indonesia. Jakarta, 2017.
6. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI (penyunting). Infeksi virus
dengue. Dalam: Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Jakarta: IDAI, 2008. p.155-
182
7. World Health Organization (WHO). Dengue: Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New edition. France, 2009.
8. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
9. Pangaribuan A, Prawirohartono A, Laksanawati I, Faktor Prognosis Kematian
Sindrom Syok Dengue Sari Pediatri, 2014 ;15: 332- 40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38

Anda mungkin juga menyukai