Anda di halaman 1dari 24

Case report

Efusi Pleura Pada Neonatus

Oleh
Muhamad Gerry Fadilla 2040312145

Pembimbing

dr. Eny Yantri, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT


dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report session dengan judul “Efusi Pleura
Pada Neonatus” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Dalam usaha penyelesaian tugas case report session ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Eny Yantri, Sp.A(K) selaku pembimbing
dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan tugas case report session ini. Akhir kata, semoga case
report session ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 26 April 2022

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah akumulasi cairan di ruang pleura, yang ada antara pleura parietal
dinding dada dan pleura visceral paru-paru. Kedua lapisan menyaring ke dalam cairan ruang yang
telah diserap kembali dari limfatik. Setiap perubahan tekanan hidrostatik vena pulmonal, tekanan
limfatik, tekanan onkotik darah, dan trauma atau inflamasi jaringan lokal akan menyebabkan efusi
pleura.1 Tidak mengherankan bahwa begitu banyak kelainan yang menyebabkan pembentukan
efusi pleura neonatus. Dalam literatur, penyebab, seperti efusi parapneumonik, empiema,
chylothorax, hidrotoraks, hemotoraks, kebocoran cairan saluran pusat, atau nutrisi parenteral, telah
dilaporkan.2
Insidennya jarang, berkisar antara 5,5 per 10.000 hingga 2,2%.2 , 3 Efusi pleura dapat terjadi
setiap saat selama periode neonatal, saat lahir, atau antenatal, didiagnosis dengan USG. Ini
mungkin asimtomatik atau mengakibatkan gangguan pernapasan. Radiografi dada dan USG sangat
membantu dalam pengenalan cairan pleura. Diagnosis yang tepat dari etiologi penting untuk
manajemen selanjutnya. Oleh karena itu, thoracentesis atau thoracostomy untuk analisis cairan
pleura adalah wajib.3
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari, memahami, dan
menelaah kasus yang berhubungan dengan definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, tatalaksana, dan prognosis dari efusi pleura pada neonatus.

1.2 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur seperti textbook dan jurnal.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan case report ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
efusi pleura pada neonatus.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura pediatrik adalah kelainan yang sering berkembang dari pengumpulan cairan di
rongga pleura yang biasanya disebabkan oleh fenomena primer atau sekunder dari berbagai
kelainan seperti infeksi. Akumulasi cairan ini dapat berasal dari filtrasi yang berlebihan atau
penyerapan yang tidak sempurna.4

2.2 Epidemiologi
Efusi pleura pediatrik lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan
juga pada anak-anak yang lebih muda dibandingkan dengan yang lebih tua. Insiden efusi pleura
pada anak-anak secara langsung tergantung pada jenis penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura
masif menyebabkan empiema dapat muncul pada sekitar 0,6-2% anak dengan pneumonia bakteri
. Efusi pleura tuberkulosis umumnya terjadi pada remaja dan jarang terjadi pada anak usia
prasekolah. Distribusi efusi pleura menurut studi populasi sekarang meningkat di sebagian besar
negara industri.5 Seperti, di Amerika Serikat, tingkat rawat inap terkait empiema telah meningkat
dari 2,2 per 100.000 pada tahun 1997 menjadi 3,7 per 100.000 anak pada tahun 2006. Dalam
sebuah penelitian pada populasi Spanyol, kejadian efusi pleura menular pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun meningkat dari 1,7 per 100.000 pada tahun 1999 menjadi 8,5 per 100.000 pada tahun
2004. Di Perancis, kejadian empiema meningkat dari 0,5 per 100.000 pada tahun 1995 menjadi 13
per 100.000 pada tahun 2003.6

2.3 Etiologi
Mekanisme etiologi efusi pleura sangat berbeda pada masa kanak-kanak dan dewasa bahwa
efusi sekunder akibat infeksi pleura adalah penyebab paling umum dari kelainan ini pada anak-
anak, sedangkan penyebab paling umum pada orang dewasa telah terbukti gagal jantung kongestif
dan keganasan. Beberapa berbasis populasi penelitian menunjukkan bahwa sekitar setengah dari
efusi pleura pediatri dapat disebabkan oleh pneumonia, diikuti oleh keganasan, gangguan ginjal,
trauma, dan gagal jantung. Pada efusi pleura menular, infeksi bakteri adalah sumber paling umum
yang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti empiema; namun efusi dapat lebih jarang
terjadi oleh infeksi virus yang biasanya tanpa gejala. Di antara bakteri penyebab efusi pleura,
Streptococcus pneumoniae adalah kuman yang paling umum untuk kelainan ini. Dalam konteks
ini, di antara serotipe yang berbeda dari patogen ini, serotipe 1 dominan pada anak dengan
empiema.7
Meskipun Streptococcus pneumoniae adalah etiologi paling menular untuk efusi pleura
pediatrik, tetapi penyebab lain yang kurang umum untuk ini termasuk Staphylococcus aureus
resisten methicillin yang didapat dari komunitas, Haemophilus influenzae tipe B, staphylococcus
koagulase-negatif, dan spesies streptokokus lainnya seperti streptokokus viridans, Grup Sebuah
streptokokus, streptokokus alfa-hemolitik. Penyebab lain efusi pleura pada anak-anak adalah
tuberkulosis paru yang dilaporkan secara luas pada 2 hingga 38%. Infeksi ini sering unilateral yang
dapat terjadi terutama dari invasi hematogen langsung ke rongga pleura atau sekunder dari
penyakit reaktivasi seperti penyakit parenkim paru. Mycobacterium bovis yang disebarluaskan
juga dilaporkan dengan pneumonia yang rumit.8

2.4 Manifestasi Klinis


Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Pada anak masalah
pernapasan adalah hal yang paling sering dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya
berupa pneumonia maka gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak nafas, menggigil.
Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak ditemukan sampai
efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.4
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk,
banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.4
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).5
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. 4

2.5 Patofisiologi
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar
kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi
pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis
hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh
keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar
proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.5
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura
parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parientalis sebesar 9 cm H 2O dan tekanan koloid
osmotic pleura viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat
terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan
pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena
rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), tekanan
hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).
2.Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata, gangguan kontraksi saluran
limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya
saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai dengan 20 kali jumlah cairan
yang terbentuk.

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis


Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan pernafasan menurun
pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah kontralateral.
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang dullness, garis Elolis damoisseaux
4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum. 4
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-
8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau
kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).4
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.9
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara
pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:

- Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.9

Gambar 2.1 Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan11

- CT- Scan
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.

Gambar 2.2 CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan11

- USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

Gambar 2.3 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel12

- Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan
melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).6
pada anak-anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama.
Efusi parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul minimal tidak
seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.5
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage) dianjurkan pada pasien
anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas, organism tertentu (misalnya S.aereus atau
pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan
pernafasan yang membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera dilakukan apabila dari
hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar
LDH lebih dari 1000 U/mL.9

- Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. 5
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa dijelaskan. Teknik ini memiliki
peran yang terbatas pada anak-anak namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan
TB atau keganasan. Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan. 6

- Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

2.7 Penatalaksanaan
Pada sebagian besar kasus yang terkena efusi pleura, menghilangkan etiologi yang
mendasari dan juga menerapkan perawatan suportif sudah cukup untuk menyembuhkan efusi.
Juga, sterilisasi cairan pleura, re-ekspansi paru, dan pemulihan fungsi paru normal dianggap
sebagai tujuan pengobatan utama pada pasien ini, terutama pada pasien dengan komplikasi
empiema. Dalam beberapa kasus dengan efusi berbasis infeksi dengan atau tanpa komplikasi
empiema, mempertimbangkan terapi antibiotik dalam kombinasi dengan torakosentesis, drainase
selang dada dengan atau tanpa pemberian agen fibrinolitik adalah pendekatan pilihan. Namun,
dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, intervensi bedah dapat diindikasikan.10
Pada pasien yang menderita efusi parapneumonik, pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan usia pasien dan organisme yang diketahui sensitif terhadap antibiotik. Dalam hal ini,
antibiotik lini pertama yang digunakan adalah penisilin, sefalosporin, aztreonam, klindamisin, dan
ciprofloxacin.9 Terapi antibiotik harus diberikan secara oral atau intravena (pada pasien rawat
inap) setidaknya 48 jam setelah pasien tidak demam dan drainase dada diangkat. Setelah itu,
antibiotik oral dapat dilanjutkan selama 2-4 minggu. Meskipun perkembangan baru-baru ini dalam
mengelola terapi antibiotik yang tepat untuk meminimalkan resistensi bakteri terhadap obat-
obatan ini, tetapi peningkatan resistensi terhadap antibiotik telah terungkap pada penyakit
pneumokokus dan dengan demikian tingkat rawat inap karena empiema juga meningkat. Efusi
pleura setelah infeksi virus biasanya tidak menunjukkan gejala dan sembuh sendiri dan tidak
memerlukan pengobatan. Drainase selang dada mungkin diindikasikan pada pasien dengan efusi
yang membesar. Dalam berbagai penelitian, indikasi utama untuk memperoleh penempatan selang
dada telah ditunjukkan sebagai nanah nyata pada thoracentesis, pewarnaan Gram cairan pleura
positif dan temuan kultur, tingkat pH cairan pleura kurang dari 7, konsentrasi glukosa kurang dari
40 mg / dL, atau tingkat LDH lebih dari 1000 IU.6 VATS harus dipertimbangkan bagi anak-anak
yang telah dipilih dengan efusi parapneumonik atau empyema yang gejala klinisnya tidak
mengalami perbaikan, terperangkapnya paru berat, atau empyema yang disebabkan oleh infeksi
bakteri selain dari S.aereus. USG atau CT-Scan yang menunjukkan lokus multiple atau perlekatan
pleura yang luas dan terperangkapnya paru menyarankan agar penggunaan V A TS lebih cepat.
Secara umum, pembedahan seharusnya tidak dilakukan pada anak-anak selain daripada alasan
sepsis pleura yang menetap karena perbaikan klinis, fungsi system pernafasan dan radiografi yang
10
tidak normal terutama pada populasi anak-anak.
Mempertimbangkan terapi bedah pada pasien dengan efusi pleura dengan manajemen
medis yang gagal tetap kontroversial. Beberapa penulis percaya bahwa anak-anak yang terkena
empiema dan efusi parapneumonik yang gagal membaik dengan terapi antibiotik dapat berhasil
diobati dengan pembedahan. Juga, sepsis persisten, empiema kompleks dengan patologi paru yang
signifikan, dan fistula bronkopleural dengan pyopneumotoraks merupakan indikasi lain untuk
perawatan bedah dengan hasil yang sukses dan hasil yang baik.6

2.8 Prognosis
Prognosis efusi pleura pada anak-anak secara langsung tergantung pada ciri-ciri kelainan
yang mendasari serta pendekatan pengobatan yang dipertimbangkan. Dalam hal ini, efusi berbasis
infeksi dapat berhasil diselesaikan dengan menggunakan agen anti-infeksi yang tepat, sementara
itu, sebagian besar efusi pleura virus dan mikoplasma biasanya sembuh secara spontan. Umumnya,
dalam kasus efusi pleura yang tidak diobati, komplikasi serius dari empiema diharapkan terutama
pada anak-anak. Di sisi lain, dengan drainase efusi dini, tingkat mortalitas dan morbiditas dapat
dikurangi secara signifikan. Selain itu, jenis regimen pengobatan yang digunakan juga dapat
mempengaruhi prognosis efusi pleura pada anak sehingga angka kematian anak yang diobati
dengan antibiotik dan chest tube lebih tinggi dibandingkan dengan yang diobati dengan terapi
fibrinolitik, video-assisted thoracoscopic surgery (VATS), atau torakotomi telah dilaporkan.13
.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS
Nama (inisial) :By. SE
MR :01.13.58.44
Jenis Kelamin :Perempuan
Umur :1 hari
Tanggal Lahir :25-04-2022
Nama Ibu :Ny. SE
Suku :Minang
Alamat :Seberang Padang Selatan 3 no.479, Padang
Tanggal Masuk :25-04-2022

Ayah Ibu
Nama Yozi Ilham Susana Eria
Umur 32 33
Pekerjaan Pegawai Swasta IRT
Penghasilan 2.000.000 -
Pendidikan SMA SMA
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah - Tumor Payudara,
diderita Keputihan

3.2. ANAMNESIS

Telah dirawat seorang bayi perempuan berusia 0 hari, di Ruang Rawat Inap Perinatologi Anak
RSUP Prof. Dr. M Djamil Padang dengan :

A. Keluhan Utama
Napas tidak adekuat sejak lahir

B. Riwayat Penyakit Sekarang


• Bayi lahir SC atas indikasi janin hidrotoraks dengan BB 2930 gr, PB 45 cm, lahir pada 25
April 2022, pukul 10.00 WIB, lahir dari ibu G5P2A2H2 gravid 37-38 minggu +
polihidramnion + fluor albus + janin hidrotoraks, ketuban jernih.
• Bayi langsung menangis, tangisan lemah dan nafas tidak adekuat, pasien mengalami
desaturasi yang tidak membaik dengan pemberian oksigen. Saat resusitasi dilakukan
intubasi endotrakea dan pungsi pleuran kanan, cairan serous kekuningan bercampur
darah dengan volume 100cc, setelah itu saturasi O2 naik hingga 98%.
• Urin sudah keluar, mekonium belum keluar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


• Bayi diketahui memiiki hidrotoraks dari USG antenatal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


• Ibu pasien mengalami keputihan yang gatal saat kehamilan, sudah diobati
• Tidak ada riwayat demam ataupun nyeri selama kehamilan ataupun menjelang persalinan
• Riwayat penyakit infeksi menular seksual disangkal

E. Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang


GPAH : G5P2A2H2
Presentasi Bayi : Kepala
Penyakit Selama Hamil : Fluor Albus, Tumor payudara
Pemeriksaan Kehamilan : Ke bidan 2x, ke dokter spesialis kandungan 2x
Tindakan selama kehamilan : tidak ada
Kebiasaan ibu saat hamil : Kualitas dan kuantitas makan cukup, konsumsi vitamin saat hamil,
merokok (-), konsumsi jamu jamuan (-)
Lama hamil : 37-38 minggu

F. Pemeriksaan Waktu Hamil


Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,4C
Hb : 11 gr/dL
Leukosit : 12.380/mm3
Gula Darah : 125
Gol. Darah : A+
G. Riwayat Persalinan
BB Ibu : 75kg
Persalinan di : RSUP M Djamil Padang
Jenis Persalinan : Sectio Caesarea
Ketuban
• Lama ketuban pecah :
• Kondisi : Jernih
• Jumlah :
Dipimpin oleh : Dokter
Indikasi : fluor albus dan hidrotoraks

H. Keadaan Bayi Saat Lahir


Lahir Tanggal : 25/04/2022
Jenis Kelamin : Perempuan
Jam : 10.00 WIB

Total : 6/8
[ ] Penilaian setelah 1 menit lahir lengkap
( ) Penilaian setelah 5 menit lahir lengkap

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Kesan Umum
-Keadaan umum : sakit berat
-Kesadaran : kurang aktif
-Frekuensi nadi : 164x/i
-Frekuensi napas : 68x/i
-Suhu : 36.5 C
-Berat badan : 2930gr
-Panjang badan : 45cm
-Sianosis : (+)
-Ikterik : (-)
-Anemis : (-)
-Kepala :
• Bentuk : bentuk bulat, simetris
• Ubun-ubun besar : 1.5 x 1.5 cm
• Ubun-ubun kecil : 0.5 x 0.5 cm
• Jejas persalinan : tidak ada

-Rambut : Hitam
-Mata : Kelopak mata tidak edema, konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik
-Telinga : Telinga elastis
-Hidung : Nafas cuping hidung (+), tidak ada deformitas
-Mulut : Mukosa mulut lembab, palatum tidak tinggi, sianosis
perioral (+)
-Leher : Tidak tampak kelainan
-Thoraks
• Bentuk : normochest
• Jantung
Palpasi : IC teraba di RIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Irama jantung regular, murmur(-)

-Paru
Inspeksi : Retraksi epigastrium (+), gerakan dada kanan
tertinggal

Palpasi : Fremitus kiri = kanan


Perkusi : redup
Auskultasi : Air entry kiri = kanan

-Abdomen
Permukaan : datar
Kondisi : supel
Hati : teraba 1⁄4 - 1⁄4
Limpa : tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Tali pusat : tampak putih segar
Umbilikus : tampak putih segar
-Genitalia : Tidak tampak kelainan, Labia minor tertutup labia
mayor
-Ekstremitas : Sianosis (-), deformitas (-), CRT < 2 dtk
-Kulit : teraba hangat, kutis marmorata (-)
-Anus : Anus (+), labia minor tertutup labia mayor
-Tulang-tulang : tidak tampak kelainan
-Refleks :
Moro (+)
Rooting (+)
Isap (+)
Pegang (+)
-Ukuran
Lingkar kepala : 32 cm
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar Perut : 28 cm
Simfisis-kaki : 18 cm
Panjang lengan : 15 cm
Panjang kaki : 18 cm
Kepala-simfisis : 27 cm

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Analisis cairan tubuh (25 April 2022), sampel cairan pleura
Volume : 3ml
Kekeruhan : Positif
Warna : Kemerahan
Jumlah sel : 3750/mm3
Sel PMN : 2.0
Sel MN : 98.0
Protein : 2.5 g/dL
Glukosa : 66.3 mg/dL
LDH : 127.0 u/l
Albumin : 1.8 g/dL
Rivalta : positif
Kesan : Eksudat

3.5 Resume

- NBBLC 2930 gr, PB 45 cm, jenis kelamin : perempuan, lahir 25 April 2022, pukul 10.00 WIB,
dari ibu G5P2A2H2 gravid aterm 37-38 minggu, bekas SC (-), polihidramnion, janin
hidrotoraks, ibu dengan fluor albus, ketuban jernih, leukosit ibu 12.380/mm3

- Bayi langsung menangis, tangisan lemah dan nafas tidak adekuat, pasien mengalami desaturasi
yang tidak membaik dengan pemberian oksigen. Saat resusitasi dilakukan intubasi endotrakea
dan pungsi pleuran kanan, cairan serous kekuningan bercampur darah dengan volume 100cc,
setelah itu saturasi O2 naik hingga 98%.

- Urin sudah ada, mekonium belum keluar

3.6 Diagnosis Kerja

NBBLC 2930gr, aterm, SMK


Gagal napas ec efusi pleura dextra post insersi chest tube
3.7 Tatalaksana
1. Tatalaksana Kegawatdaruratan
• CPAP PEEP 7mmHg dengan FiO2 40%
2. Tatalaksana nutrisi/diatetik
ASI 12 x 1 cc per OGT (nilai toleransi)
3. Tatalaksana Medikamentosa
o • Ampicillin sulbactam 2 x 150 mg (IV)
o • Gentamicin 1 x 15 mg IV
4. Edukasi
o • Pantau klinis dan TTV bayi, jaga bayi tetap hangat
3.8 Rencana Pemeriksaan
• Analisis cairan pleura
• Kultur cairan pleura
• Rontgen Thoraks AP

Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax


Interpretasi :
Neonatus dengan BB lahir cukup 2930 gr, aterm, SMK
16+14 = 25, 36 weeks

Selasa S/ Anak terpasang ventilator dengan mode PCSIMV, PEEP 6, PIP 17, FiO2 21%,
26/04/2022 Ti 0,5
Tidak ada demam dan kejang
Tidak ada desaturasi

O/ KU HR. RR. SpO2


sakit berat. 140x/mnt. 45x/menit. 100%

Mata : CA -/- SI -/-


Dada : retraksi epigastrium (-)
Abdomen : supel, tidak ada distensi
Ekstremitas : hangat, CRT <2s

A/ Efusi Pleura Dekstra post chest tube


NBBLC 2930gr, aterm, SMK

o P/ Ampicillin sulbactam 2 x 150 mg (IV)


o • Gentamicin 1 x 15 mg IV
o Followup ro thoraks

Rabu S/ Anak terpasang ventilator dengan mode PCSIMV, PEEP 5, PIP 18, FiO2 21%,
27/04/2022 Ti 0,5
Ada sesak namun tidak bertambah
Tidak ada demam dan kejang
Tidak ada desaturasi

O/ KU HR. RR. SpO2


sakit berat. 156x/mnt. 56x/menit. 100%

Mata : CA -/- SI -/-


Dada : retraksi epigastrium (+)
Abdomen : supel, tidak ada distensi
Ekstremitas : hangat, CRT <2s

A/ Efusi Pleura Dekstra post chest tube


NBBLC 2930gr, aterm, SMK

o P/ Ampicillin sulbactam 2 x 150 mg (IV)


o • Gentamicin 1 x 15 mg IV
Diskusi

Seorang bayi perempuan usia 0 hari dirawat di ruang NICU RSUP Dr M. Djamil dengan
keluhan nafas tidak adekuat. Nafas tidak adekuat merupakan salah satu gejala adanya respiratory
distress atau gangguan pernafasan pada bayi baru lahir. Gangguan pernafasan pada bayi baru lahir
biasanya disebabkan oleh Transient Tachypnea of The Newborn (TTN), Hyaline Membrane
Disease (HMD), Meconium Aspiration Sindrome (MAS) dan juga efusi pleura.2 Gejala yang
ditimbulkan pada beberapa penyakit tersebut hampir sama yaitu adanya gejala merintih, retraksi
14,23
dinding dada, nafas cuping hidung. Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya masing-
masing penyakit seperti usia gestasi saat lahir, berat badan lahir bayi, jenis kelamin bayi, penyakit
pada ibu sewaktu hamil, proses persalinan, ketuban pecah dini, serta ada atau tidaknya riwayat
infeksi pada ibu.14

Pasien lahir dengan berat badan lahir 2930 gr, usia gestasi 37-38 minggu, berasal dari ibu
G5P2A2H2. Pasien lahir secara Sectio Caesarea atas indikasi fluor albus dan hidrotoraks.
Hidrotoraks pada janin sudah nampak saat ibu melakukan ANC ke dokter. Ketuban berwarna
jernih dengan leukosit ibu 12.380/mm3. Faktor risiko yang terdapat pada bayi ini adalah
hidrotoraks pada saat ANC dan ibu yang terdapat fluor ablus. Kehamilan juga disertai dengan
poilihidramnion. Adanya beberapa faktor tersebut menimbulkan kecurigaan pasien mengalami
gangguan pernafasan akibat efusi pleura. Riwayat keputihan yang terasa gatal dan berbau sejak
masa kehamilan, meningkatkan resiko gangguan pernapasan pada bayi baru lahir. Selama hamil,
ibu pasien melakukan pengobatan terkait keluhannya dan ibu melakukan kontrol kehamilan ke
bidan dan dokter spesialis. Kecurigaan ini diperkuat dengan temuan leukosit ibu sejumlah
12.380/mm3

Efusi pleura pediatrik adalah kelainan yang sering berkembang dari pengumpulan cairan
di rongga pleura yang biasanya disebabkan oleh fenomena primer atau sekunder dari berbagai
kelainan. Akumulasi cairan ini dapat berasal dari filtrasi yang berlebihan atau penyerapan yang
tidak sempurna. Kasus ini memang lumayan jarang terjadi pada bayi baru lahir, tetapi pada kasus
ini sudah ditemukan hidrotoraks saat dalam kandungan.4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya keadaan umum sakit berat, bayi merintih,
kesadaran kurang aktif, frekuensi nadi 164x/menit, frekuensi napas 68x/menit, suhu 36.5’C, serta
penilaian APGAR score dengan nilai 6/8. Hal ini menandakan adanya asfiksia derajat ringan-
sedang pada pasien.15 Penilaian ballard score pada pasien dengan total skor 30, yang artinya berada
pada usia kehamilan 36 minggu. bayi lahir dengan berat badan 2930 gram yang artinya bayi lahir
dengan berat badan lahir cukup, dan sesuai masa kehamilan.

Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan analisis cairan pleura dan


pemeriksaan rontgen thoraks. Pada pemeriksaan analisis cairan pleura didapatkan hasil pasien
terdapat cairan eksudat. Hasil pemeriksaan kultur darah pada pasien belum didapatkan, sehingga
bukti temuan adanya jenis infeksi bakteri pada pasien masih bisa belum dipastikan. Pada
pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan hasil berupa tampak gambaran opasitas dan penumpulan
sudut kostofrenikus di paru kanan, sehingga hal ini mendukung penegakkan diagnosis efusi pleura.

Pemberian terapi pada efusi pleura akan memberikan hasil akhir yang lebih baik dan
menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen, penggunaan chest tube,
meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik tube. Pada
pasien telah diberikan tatalaksana yang sesuai yaitu pasien terpasang CPAP PEEP 7mmHg dengan
FiO2 40%, kini sudah diganti dengan ventilator dengan mode PCSIMV, PEEP 5, PIP 18, FiO2
21%, Ti 0,5.

Pada terapi medikamentosa diberikan penggunaan ampicillin 100mg/kg. Pengobatan lini


pertama dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin
seperti amikasin atau tobramycin. Pada kasus ini pasien telah diberikan terapi medikamentosa
berupa ampicillin sulbactam 2 x 150 mg serta Gentamicin 1 x 15 mg secara IV.
Daftar Pustaka

1. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev


2002;23:417-425.
2. Agostoni E, Zocchi L. Mechanical coupling and liquid exchanges in the pleural space.
Clin Chest Med. Jun 1998;19(2):241-60. [Medline].
3. Alkrinawi S, Chernick V. Pleural infection in children. Semin Respir Infect. Sep
1996;11(3):148-54. [Medline].
4. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion. Arch Pathol Lab Med 2006;130:e22-
e23.
5. Soto-Martinez M, Massie J. Chylothorax: diagnosis and management in children.
Paediatr Respir Rev. Dec 2009;10(4):199-207.
6. Mocelin HT, Fischer GB. Epidemiology, presentation and treatment of pleural effusion.
Paediatr Respir Rev. Dec 2002;3(4):292-7.
7. Quintero DR, Fan LL. Approach to pleural effusions and empyemas. Paediatr Respir
Rev. 2004;5 Suppl A:S151-2.
8. Buckingham SC, King MD, Miller ML. Incidence and etiologies of complicated
parapneumonic effusions in children, 1996 to 2001. Pediatr Infect Dis J. Jun
2003;22(6):499-504.
9. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion with
intrapleural streptokinase in children. Chest 2004;125:566- 571.
10. Hood Alsagaff ,H. Abdul Mukty.Dasar-dasar ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press.2010: 786)
11. Calder A, Owens CM. Imaging of parapneumonic pleural effusions and empyema in
children. Pediatr Radiol. Jun 2009;39(6):527-37.
12. Fred A. Mettler, Jr, Essentials of radiology in Pleural Effusion. 2nd ed. John F. Kennedy
: Philadelphia;2005
13. Robert M, Richard E, Hal B, Bonita F. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.
Philadelphia : Elsevier Saunders,2007
14. Reuter S, Moser C, Baack M. Respiratory distress in the newborn. Pediatr

Rev. 2014;35(10):417-429. doi:10.1542/pir.35-10-417

15. Simon LV, Hashmi MF, Bragg BN. APGAR Score. [Updated 2021 Feb 11].

In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021

Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470569/

Anda mungkin juga menyukai