LAPORAN KASUS
SEORANG PEREMPUAN BERUSIA 56 TAHUN
DENGAN EFUSI PLEURA DEKSTRA, CKD
Disusun Oleh :
Bernadina Cynthia
Pembimbing :
Dr. Luluk Adi P, Sp.P
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
SEORANG PEREMPUAN 56 TAHUN DENGAN EFUSI PLEURA
DEKSTRA, CKD
Pelapor
Mengetahui
Bernadina Cynthia
2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................3
DAFTAR BAGAN.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................4
1.1.
DEFINISI...................................................................................................................4
1.2. EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................4
1.3. ETIOLOGI EFUSI PLEURA....................................................................................5
1.4.
KLASIFIKASI...........................................................................................................5
1.5. PATOGENESIS.......................................................................................................11
1.6. MANIFESTASI KLINIS.........................................................................................12
1.7.
DIAGNOSA............................................................................................................17
1.9.
KOMPLIKASI.........................................................................................................21
1.10. PENATALAKSANAAN.........................................................................................21
1.11. PROGNOSIS...........................................................................................................23
LAPORAN KASUS.................................................................................................................24
A. IDENTITAS PASIEN...................................................................................................24
B. RIWAYAT PENYAKIT................................................................................................24
C. PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................................26
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................29
E. DAFTAR MASALAH.................................................................................................31
F. CATATAN KEMAJUAN.............................................................................................34
PEMBAHASAN......................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................42
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Etiologi efusi pleura transudatif....................................................................................6
Tabel 2 Etiologi efusi pleura eksudatif.......................................................................................6
Tabel 3 Kriteria Light's.............................................................................................................21
Tabel 4 Diagnosis Banding......................................................................................................20
3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
DAFTAR GAMBA
4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
TINJAUAN PUSTAKA
EFUSI PLEURA
1.1.
DEFINISI
Rongga pleura terletak di antara paru-paru dan dinding dada, mengandung lapisan yang
sangat tipis dan diantaranya terdapat cairan. 1 Efusi pleura terjadi bila ada kelebihan
kuantitas cairan dalam rongga pleura (normal 25 ml)2, sebagai akibat dari peningkatan
pembentukan cairan dan / atau berkurangnya proses resorpsi cairan.
1.2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi efusi pleura diperkirakan sekitar 320 kasus per 100.000 orang di negaranegara industri, dengan distribusinya terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasari. Di Amerika Serikat diperkirakan sedikitnya 1,5 juta kasus per tahun.
Secara umum, tidak ada perbedaan jenis kelamin dengan kejadian efusi pleura.
Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan gender. Sekitar dua pertiga dari
efusi pleura ganas terjadi pada wanita, di antaranya mereka berhubungan dengan
payudara dan ginekologi keganasan.
Efusi pleura berhubungan dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Di Amerika Serikat, kejadian efusi pleura pada
mesothelioma ganas lebih tinggi pada laki-laki, mungkin karena lebih tinggi pajanan
mereka asbes. Efusi pleura berhubungan dengan pankreatitis kronis lebih sering terjadi
pada laki-laki, karena mayoritas kasus laki-laki memiliki riwayat alkoholisme tinggi.
5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Efusi arthritis juga terjadi lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Efusi pleura
biasanya terjadi pada orang dewasa. Namun, mereka tampaknya meningkat pada anakanak, sering dalam pengaturan pneumonia yang mendasari.3
1.3. ETIOLOGI EFUSI PLEURA
Cairan pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura melebihi penyerapannya.
Biasanya, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler pada pleura parietal dan dihapus
melalui limfatik pada pleura parietal. Cairan juga dapat memasukkan rongga pleura dari
ruang interstitial paru-paru melalui pleura visceral atau dari rongga peritoneum melalui
lubang-lubang kecil di diafragma. Jaringan limfatik dapat menyerap 20 kali cairan lebih
dari yang biasa terbentuk. Dengan demikian, efusi pleura dapat berkembang ketika ada
pembentukan cairan pleura yang berlebihan (dari ruang interstitial paru-paru, pleura
parietalis, atau rongga peritoneum) atau penghapusan cairan bila ada penurunan oleh
limfatik.1
1.4. KLASIFIKASI
1.4.1. Berdasarkan jenisnya, efusi pleura dibagi menjadi:
1.4.1.1. Efusi pleura Transudatif
Patofisiologi dari efusi pleura transudatif terjadi karena adanya perubahan faktor
sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura (misalnya
peningkatan kapiler tekanan hidrostatik, penurunan tekanan onkotik plasma). 2
6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
1.4.1.2.
Pada efusi pleura eksudatif, terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler pleura
atau disfungsi limfatik. Etiologi pada efusi pleura eksudatif, dapat dilihat pada tabel
berikut:2
Tabel 2. Etiologi Efusi Pleura Eksudatif 4
7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Penyebab paling umum dari efusi pleura adalah kegagalan ventrikel kiri. Efusi terjadi
karena peningkatan jumlah cairan di ruang interstitial paru-paru di pleura visceral; ini
menguasai kapasitas limfatik di pleura parietal untuk mengeluarkan cairan. Pada
pasien dengan gagal jantung, diagnostik thoracentesis harus dilakukan jika efusi tidak
bilateral dan sebanding dalam ukuran, jika pasien demam, atau jika pasien memiliki
nyeri dada pleuritik untuk memastikan bahwa pasien memiliki efusi transudatif. Jika
efusi tetap ada meski terapi, sebuah thoracentesis diagnostik harus dilakukan. Sebuah
cairan N-terminal peptida natriuretik pro-otak pleura (NT-proBNP)> 1500 pg / mL
hampir diagnostik efusi sekunder untuk gagal jantung kongestif. 1
1.4.2.2.
Hepatic Hydrothoraks
Efusi pleura terjadi pada ~ 5% pasien dengan sirosis dan ascites. Mekanisme dominan
adalah gerakan langsung peritoneal cairan melalui lubang kecil di diafragma ke pleura
yang ruang. Efusi biasanya sisi kanan dan sering besar cukup untuk menghasilkan
dyspnea berat. 1
1.4.2.3.
Efusi parapneumonik
Efusi pleura ganas sekunder untuk penyakit metastasis adalah jenis yang paling umum
kedua eksudatif efusi pleura. Itu tiga tumor yang menyebabkan ~ 75% dari semua
efusi pleura ganas adalah karsinoma paru, kanker payudara, dan limfoma. Paling
pasien mengeluh dyspnea, yang sering keluar dari proporsi dengan ukuran efusi.
Cairan pleura adalah eksudat, dan kadar glukosa yang dapat dikurangi jika beban
tumor di pleura yang ruang yang tinggi. Diagnosis biasanya dibuat melalui sitologi
cairan pleura. Jika pemeriksaan sitologi awal negatif, thoracoscopy adalah terbaik
prosedur berikutnya jika keganasan diduga kuat. Pada saat itu dari thoracoscopy,
prosedur seperti abrasi pleura harus dilakukan untuk efek pleurodesis. Sebuah
alternatif untuk thoracoscopy adalah CT-atau USG-dipandu biopsi jarum dari
penebalan pleura atau nodul. Pasien dengan efusi pleura ganas diperlakukan gejalanya
untuk sebagian besar, karena adanya efusi menunjukkan penyakit disebarluaskan dan
paling keganasan terkait dengan efusi pleura yang tidak dapat disembuhkan dengan
kemoterapi. Satu-satunya gejala yang dapat dikaitkan dengan efusi sendiri dyspnea.
Jika gaya hidup pasien terganggu oleh dyspnea dan jika dyspnea yang lega dengan
thoracentesis terapi, salah satu dari berikut Prosedur harus dipertimbangkan: (1)
penyisipan dari berdiamnya kecil kateter atau (2) tabung thoracostomy dengan
berangsur-angsur dari sclerosing sebuah agen seperti doxycycline, 500 mg. 1
1.4.2.5.
Mesothelioma
9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Mesotelioma ganas adalah tumor primer yang muncul dari sel mesothelial yang
melapisi rongga pleura; paling terkait dengan paparan asbes. Pasien dengan
mesothelioma hadir dengan dada rasa sakit dan sesak napas. Radiografi dada
mengungkapkan pleura sebuah efusi, umum penebalan pleura, dan hemithoraks
menyusut. Thoracoscopy atau terbuka biopsi pleura biasanya diperlukan untuk
menegakkan diagnosis. Nyeri dada harus ditangani dengan opiat, dan sesak napas
dengan oksigen dan / atau opiat. 1
1.4.2.6.
Diagnosis yang paling sering diabaikan dalam diagnosis diferensial dari pasien
dengan efusi pleura yang tidak terdiagnosis adalah paru emboli. Dyspnea adalah
gejala yang paling umum. Pleura yang cairan hampir selalu eksudat. Diagnosis
ditegakkan oleh spiral CT scan atau arteriografi paru (Bab. 262). Pengobatan dari
pasien dengan efusi pleura sekunder untuk emboli paru adalah sama seperti itu untuk
setiap pasien dengan emboli paru. Jika meningkat efusi pleura dalam ukuran setelah
antikoagulasi, pasien mungkin memiliki emboli berulang atau komplikasi lain, seperti
hemothoraks atau infeksi pleura. 1
1.4.2.7.
Pleuritis tuberkulosis
(Lihat juga Bab. 165) Di banyak bagian dunia, yang paling umum penyebab efusi
pleura eksudatif adalah tuberkulosis (TB), tetapi efusi tuberkulosis relatif jarang di
Amerika Serikat. Efusi pleura TB biasanya dikaitkan dengan primer TB dan dianggap
terutama disebabkan reaksi hipersensitivitas untuk protein tuberkulosis di rongga
pleura. Pasien dengan tuberkulosis pleuritis hadir dengan demam, penurunan berat
badan, dyspnea, dan / atau pleuritik sakit dada. Cairan pleura adalah eksudat dengan
didominasi limfosit kecil. Diagnosis ditegakkan dengan menunjukkan tingkat tinggi
penanda TB dalam cairan pleura (deaminase adenosin > 40 IU / L atau interferon >
140 pg / mL). Atau, diagnosis dapat dibentuk oleh budaya dari cairan pleura, biopsi
jarum pleura, atau thoracoscopy. Perawatan yang direkomendasikan dari pleura dan
TB paru identik (Bab. 165). 1
1.4.2.8.
10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Infeksi virus yang mungkin bertanggung jawab untuk persentase yang cukup besar
dari terdiagnosis efusi pleura eksudatif. Dalam banyak seri, tidak ada diagnosis
ditegakkan untuk ~ 20% dari efusi eksudatif, dan ini efusi menyelesaikan secara
spontan tanpa residua jangka panjang. Itu pentingnya efusi ini adalah bahwa
seseorang tidak boleh terlalu agresif dalam mencoba untuk membangun diagnosis
untuk efusi tidak terdiagnosis, terutama jika pasien membaik secara klinis. 1
1.4.2.9.
Chylothoraks
chylothoraks
seharusnya
tidak
menjalani
berkepanjangan
tabung
thoracostomy dengan chest tube drainase karena ini akan menyebabkan kekurangan
gizi dan ketidakmampuan imunologi. 1
1.4.2.10.
Hemothoraks
Ada banyak penyebab lain dari efusi pleura (Tabel 263-1). Kunci fitur dari beberapa
kondisi ini adalah sebagai berikut: Jika pleura yang tingkat amilase cairan tinggi,
diagnosis ruptur esofagus atau penyakit pankreas kemungkinan. Jika pasien demam,
memiliki didominasi sel polimorfonuklear dalam cairan pleura, dan tidak memiliki
kelainan parenkim paru, abses intraabdominal sebuah Seharusnya dipertimbangkan.
Diagnosis dari asbes efusi pleura adalah salah satu pengecualian. Tumor ovarium
jinak dapat menghasilkan ascites dan efusi pleura (Sindrom Meigs), seperti dapat
sindrom hiperstimulasi ovarium. Beberapa obat dapat menyebabkan efusi pleura;
cairan terkait biasanya eosinophilic. Efusi pleura biasanya terjadi setelah koroner
operasi bypass arteri. Efusi terjadi dalam minggu pertama adalah biasanya sisi kiri dan
berdarah, dengan sejumlah besar eosinofil, dan menanggapi satu atau dua
thoracentesis terapi. Efusi terjadi setelah beberapa minggu pertama biasanya sisi kiri
dan jelas kuning, dengan limfosit terutama kecil, dan cenderung kambuh. Manipulasi
medis lainnya yang menyebabkan efusi pleura termasuk operasi perut; terapi radiasi;
hati, paru-paru, atau transplantasi jantung; dan penyisipan intravaskular garis tengah. 1
1.5. PATOGENESIS
Efusi cairan dapat terbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer
paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh beragai keadaan, perikarditis kontriktiva, keganasan, atelektasis
paru dan pneumothoraks.5
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi
bulat atau kuboida dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudatva yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan
dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. 5
12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Gejala
Dispnea/sesak nafas
Batuk non produktif
Rasa sakit/nyeri pada dada
Gejala lainnya umumnya mengarahkan ke penyebabnya :
Tanda
Mediastinal shift umumnya terjadi bila efusi lebih dari 1000 mL. Bila efusinya
Gambar 1.3. Foto Thoraks yang menunjukan efusi pleura kiri moderate, dan efusi
subpulmonal.
b. USG
USG dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan aspirasi cairan pleura
dan mengurangi risiko tusukan organ. USG mendeteksi batas-batas cairan
pleura dengan dan lebih sensitif dari CT.
1.6.3.2. Aspirasi pleura
Sampel cairan pleura harus disedot dengan (21G) jarum halus dan jarum suntik
50ml. USG meningkatkan tingkat keberhasilan dan mengurangi komplikasi
(termasuk pneumothoraks) sehingga dianjurkan untuk aspirasi diagnostik.
Cairan pleura normal memiliki karakteristik :
16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
CT scan untuk efusi pleura harus dilakukan dengan peningkatan kontras pleura
dan sebelum drainase lengkap cairan pleura. CT scan harus dilakukan dalam
penyelidikan semua efusi pleura eksudatif yang tidak terdiagnosis dan dapat
berguna dalam membedakan ganas atau jinak dari penebalan pleura. CT scan
harus dilakukan untuk infeksi pleura ketika tabung drainase telah gagal dan
harus dipertimbangkan operasi.
Peran CT scan pada efusi pleura:2
Membantu untuk membedakan efusi jinak atau ganas dari efusi eksudatif
atau transudative
1.7. DIAGNOSIS
Pasien dengan efusi pleura, harus dicari penyebabnya. Langkah pertama adalah untuk
menentukan apakah efusi adalah transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi
ketika faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
efusi pleura eksudatif terjadi ketika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Penyebab utama efusi pleura eksudatif adalah pneumonia
bakteri, keganasan, infeksi virus, dan emboli paru. Selain itu untuk menentukan
diferensiasi ini perlu prosedur diagnostik tambahan ditandai dengan efusi eksudatif
untuk menentukan penyebab penyakit lokal. Efusi pleura eksudatif transudatif dan
dibedakan dengan Lights Criteria, yaitu dengan mengukur dehidrogenase laktat (LDH)
dan tingkat protein dalam cairan pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak
satu dari kriteria sebagai berikut, sedangkan efusi pleura transudative memenuhi seluruh
kriteria Light. 1
Tabel 3. Lights Criteria2
Kriteria Light
1. protein cairan pleura / protein serum> 0,5
2. LDH cairan pleura / serum LDH> 0,6
3. LDH cairan pleura >2/3 batas atas normal untuk serum LDH
Eksudat = minimal 1 kriteria
Transudat = tidak memenuhi ketiga kriteria
18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
20
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
3
4
Infeksi
- Bakteri
- TB
- Virus
- Parasit
Emboli paru
Penyakit GI
- Perforasi esofagus
- Penyakit pankreas
- Abses intraabdomen
- Post operasi intraabdominal
- Post transplantasi hepar
Collagen vascular disease
-
5
6
7
Peritoneal dialysis
Obstruksi vena cava superior
Myxedema
Uremia
12
13
14
15
16
17
Rheumatoid pleuritis
SLE
Drug induced lupus
1.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada efusi pleura adalah sbb2:
21
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
1.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan efusi pleura yaitu :
Meredakan gejala dan menangani penyebabnya
Mencegah tertimbunnya kembali cairan
Terapi efusi parapneumonik dan malignansi
Umumnya efusi tidak memerlukan tatalaksana jika asimptomatik dan penyakit
penyebanya telah diterapi, karena kebanyakan efusi bisa resorpsi dengan sendirinya,
terutama yang disebabkan oleh pneumonia tak terkomplikasi, emboli pulmonal, post
operasi. Nyeri pleura ditangani dengan pemberian NSAID atau analgesik lainnya.
Terkadang juga dilakukan penggunaan opioid jangka pendek.
Thorakosentesis merupakan terapi untuk simptomatik efusi dan dapat dilakukan
berulang untuk efusi yang terakumulasi kembali. Pengeluaran cairan dapat terus
dilakukan sampai pasien merasakan dada kencang, nyeri dada, atau batuk parah.
Efusi yang kronik, rekuren, dan menimbulkan gejala dapat diterapi dengan
pleurodesis atau drainasi intermiten dengan katerer menetap. Efusi yang disebabkan
oleh karena pneumonia dan keganasan memerlukan penanganan khusus.
Pada pasien dengan prognosis yang kurang baik (ph <7.30, glukosa < 60 mg/dL,
hasil pewarnaan gram atau kultur positif, lokulasi), efusi harus seluruhnya dikeluarkan
dengan thorakosentesis atau thorakostomi dengan selang. Jika pengeluaran cairan
seluruhnya tidak memungkinkan, obat trombolitik (fibrinolitik) (contoh, urokinase
100.000 unit atau tissue plasminogen activator 10 mg dalam 100 cc larutan garam
fisiologis) dapat diberikan lewat intrapleura, namun keefektivan cara ini masih belum.
Efusi pleura paramalignan menunjukkan adanya efusi pada pasien kanker tanpa
ditemukannya penemuan sel tumor pada hasil pemeriksaan cairan pleura namun ada
kecurigaan mengarah ke keganasan.5
Jika dispneu tidak dirasakan lagi setelah thorakosentesis pada efusi pleura
maligna, namun cairan terakumulasi kembali (dengan dispneu), maka diindikasikan
drainasi kronik (intermiten) atau plerodesis. Efusi asimptomatik dan dispneu yang tidak
reda dengan thorakosentesis tidak memerilukan prosedur tambahan
Drainasi dengan kateter menetap lebih dipilih untuk pasien rawat jalan karena
tidak memerlukan rawat inap pada insersi kateter dan cairan pleura bisa dikeluarkan
secara intermiten ke botol hampa udara. Pleurodesis dilakukan dengan cara
memasukkan agen sklerosis ke dalam rongga pleura untuk menggabungkan pleura
22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
viseral dan parietal. Agen sklerosis yang umumnya digunakan yaitu bedak, doksisiklin,
bleomisin yang dimasukkan lewat selang atau melalui thorakoskopi. Pleurodesis
dikontraindikasikan jika mediastinum telah bergeser ke arah yang mengalami efusi atau
jika paru-paru tidak mengembang pasca pemasangan selang. Pengaliran cairan pleura
ke dalam peritoneum (peritoneal shunt) berguna untuk pasien dengan efusi maligna jika
pleurodesis tidak berhasil.
1.10.1.
Thorakosentesis Teurapetik
Thorakosentesis teurapetik ditujukan untuk meredakan sesak napas pada pasien
dengan efusi pleura masif dan juga untuk mencegah inflamasi lanjut dan fibrosis pada
efusi parapneumonik. Sebagai tambahan dari yang telah dijelaskan sebelumnya pada
thorakosentesis
diagnostik,
pertimbangkan
hal
berikut
dalam
melakukan
thorakosentesis teurapeutik8:
1. Hindari terjadinya penumothorak akibat pengeluaran cairan yang terlalu banyak.
Lebih baik menggunakan kateter daripada jarum dalam melakukan thorakosentesis
teurapeutik.
2. Perhatikan oksigenasi pasien selama dan setelah thorakosentesis karena tekanan
oksigen arteri bisa secara paradoksikal memburuk setelah pengeluaran cairan pleura
sebagai akibat dari perubahan perfusi dan ventilasi pada paru yang kembali
mengembang. Pertimbangkan untuk menggunakan suplemen oksigen empirik
selama prosedur berlangsung.
3. Jangan mengeluarkan terlalu banyak cairan untuk menghindari terjadinya edema
pulmonal akibat reekspansi paru. Pengeluaran cairan sebanyak 400-500 cc sudah
mampu meringankan sesak. Jumlah pengeluaran cairan yang dianjurkan yaitu
sebanyak 1000-1500 cc dalam sekali prosedur thorakosentesis teurapeutik.
Rasa dada tertekan atau nyeri selama prosedur ini menandakan paru yang tidak
sepenuhnya mengembang bebas, maka prosedur ini harus segera dihentikan untuk
menghindari terjadinya edema paru.
1.10.2.
23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
mengarahkannya ke dalam kavum pleura. Maka, selang berukuran kecil (7-14F) yang
umumnya digunakan dengan bantuan arahan radiografi.
1.10.3.
Pleurodesis
Pleurodesis dilakukan dengan memasukan bahan iritan ke dalam kavum pleura
untuk menimbulkan fibrosis antara pleura parietal dan viseral. Pleurodesis biasanya
dilakukan untuk efusi maligna yang rekuren. Terapi ini ditujukan sebagai terapi paliatif
pada pasien dengan kanker. Bahan iritan yang umumnya digunakan yaitu bedak dan
doksisiklin, bleomycin sulfate, zinc sulfate, quinacrine hydrochloride.8
1.10.4.
Obat-obatan
Manajemen terapi farmakologi efusi pleura tergantung dari etiologi. Vasodilator dan
diuretik untuk terapi Congestive Heart Failure, Edema Pulmonal. Antibiotik untuk efusi
parapneumonik dan empiema.Antikoagulan untuk emboli paru.
1.11. PROGNOSIS
Prognosis efusi pleura tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Meskipun begitu,
lebih cepat dideteksi dan ditangani, akan memiliki prognosis yang lebih baik.
24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita
: Ny. S
Umur
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
Pekerjaan
Nomor CM
: 720 964
Dirawat di ruang
: Melati I
Tanggal Masuk RS
: 3 Januari 2016
Tanggal keluar RS
: 7 Januari 2016
Tanggal dikasuskan
: 5 Januari 2016
B. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Sesak Nafas
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus dengan keluhan sesak napas. Pasien mengatakan
sesak napas yang dialaminya sudah berlangsung sejak 2 hari terakhir. Sesak dirasakan
terus menerus, sesak dirasakan semakin memberat dan tidak dipengaruhi dengan
adanya perubahan posisi. Sesak dirasakan memberat terutama ketika pasien
beraktivitas dan terjadi juga saat istirahat, sehingga aktivitas pasien menjadi terbatas.
Selain itu pasien mengatakan tidak dapat tidur dalam posisi berbaring karena sesak,
sehingga pasien harus menggunakan 2-3 bantal saat berbaring. Sesak tidak disertai
suara mengi. Pasien tidak mengalami nyeri dada ketika menarik napas. Tidak terdapat
batuk, tidak ada demam, mual muntah, ataupun nyeri kepala. Selain itu pasien juga
25
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
datang dengan tangan dan kaki bengkak. Menurut pengakuan pasien, pasien memiliki
riwayat darah tinggi dan kencing manis. BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat Lingkungan
26
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
: compos mentis
TD
: 150/100 mmHg
Nadi
: 37,0 oC (aksila)
SpO2
: 97%
BB
: 58 kg
TB
: 148 cm
IMT
: 26,48 (obese)
Kulit
Kepala
dicabut
Mata
Telinga
: nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-), hiperemis (-)
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : tidak teraba pulsasi iktus cordis
Perkusi : redup
Batas atas jantung di ICS III PSLS
Batas kanan jantung di ICS IV PSLD
27
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Paru
Paru Depan
INSPEKSI
PALPASI
KANAN
Palpasi
secara
umum
tidak
di
sedikit tertinggal
KIRI
Stem fremitus
melemah
PERKUSI
dan samping
AUSKULTA
SI
suara
bronkial
di
ICS I dan II
Terdengar
lapang paru
Wheezing (-), ronkhi (-)
28
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Paru Depan
INSPEKSI
KANAN
KIRI
PALPASI
Pergerakan
dinding
dada
dinding
dada
normal
PERKUSI
dan samping
AUSKULTASI
Terdengar
suara
nafas
Terdengar
suara
nafas
paru
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
hepar dan lien tidak teraba, tes ballottement (-/-), shifting dullnes (-)
29
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Ekstremitas
Sianosis
++
Edema
-/-
D. Pemeriksaan Penunjang
3/01/2016
Satuan
Normal
Keterangan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
8.9
g/dL
12.0-15.0
Menurun
Eritrosit
3.4
jt/ul
4.0-5.1
Menurun
Hematrokit
27.7
36-47
Menurun
Trombosit
120
10^3/ul
150-400
Menurun
Leukosit
6.4
10^3/ul
4.0-12.0
Normal
Netrofil
85.2
50 70
Meningkat
Limfosit
6.2
25-40
Menurun
Monosit
5.4
2-8
Normal
Eosinofil
2.2
2-4
Normal
Basofil
0.5
0-1
Normal
MCH
26.2
Pg
27-31
Menurun
MCHC
32.1
g/dL
33-37
Menurun
MCV
81.5
fL
79-99
Normal
RDW
14.7
10-15
Normal
MPV
12.4
fL
6.5-11
Meningkat
PDW
14.7
fL
10-18
Normal
Kimia Klinik
30
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Ureum
134,9
mg/dL
19 44
Meningkat
Kreatinin
10,2
mg/dL
0,6 1,3
Meningkat
Kolesterol
227
mg/dL
<= 200
Meningkat
CKMB
23
U/L
<24
Normal
4,8
g/dL
6,0 8,0
Menurun
Albumin
2,8
g/dL
3,5 5,2
Menurun
Globulin
2,0
g/dL
1,3 3,3
Normal
1. Foto Thorax
FOTO THORAX 17/09/2015
31
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
E. Problem
Daftar Masalah
1. Sesak nafas 2 hari terus menerus dan bertambah berat, baik saat aktivitas maupun
saat istirahat
2. Berbaring harus menggunakan 2-3 bantal
3. Tangan dan kaki bengkak
4. Riwayat DM dan HT diakui
5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah 150/100 mmHg, Laju
pernapasan 28x/menit, SpO2 97 %, IMT 26,42 (Obese),
6. Paru
:
Paru Depan
Inspeksi
Paru Belakang
32
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Palpasi
Tidak
terdapat
interkostal
Pergerakan dinding
retraksi
dada
suprasternal,
dan
sedikit tertinggal
supraklavikula
sedikit tertinggal
Perkusi
Redup di lapang paru bawah, dan Redup di lapang paru bawah, dan
samping
Auskultasi
samping
Suara dasar vesikuler menurun di Ronki basah halus di basal pada paru
lapang paru bawah dan samping
kanan
HASIL
SATUAN
NILAI
RUJUKAN
KETERANGAN
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
8.9
g/dL
12.0-15.0
Menurun
33
Eritrosit
3.4
jt/ul
4.0-5.1
Menurun
Hematrokit
27.7
36-47
Menurun
Trombosit
120
10^3/ul
150-400
Menurun
Netrofil
85.2
50 70
Meningkat
Limfosit
6.2
25-40
Menurun
MCH
26.2
Pg
27-31
Menurun
MCHC
32.1
g/dL
33-37
Menurun
MPV
12.4
fL
6.5-11
Meningkat
KIMIA KLINIK
Ureum
134,9
mg/dL
19 44
Meningkat
Kreatinin
10,2
mg/dL
0,6 1,3
Meningkat
Kolesterol
227
mg/dL
<= 200
Meningkat
4,8
g/dL
6,0 8,0
Menurun
Albumin
2,8
g/dL
3,5 5,2
Menurun
8. Pada Foto toraks didapatkan gambaran Kardiomegali (LVH), dan efusi pleura kanan
Initial Assessment
Efusi Pleura Kanan
CKD
34
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
9. Rencana Diagnostik
Foto Thorax
Darah rutin
Infus RL 10 tpm
Furosemid 3x1
Lovenox 2x0,6 cc
Humulin R 10 U
N-Asetilcystein 1x1tab
Valesco 2x80
CaCO3 3x1
Ramipril 1x5 mg
Digoxin 1x1
CPG 1x1
Aspilet 1x1
Spironolakton 1x50 mg
Furosemid inj
NaCl 0,9%
11. Pemantauan
Keluhan subjektif (terutama keluhan sesak nafas), tanda-tanda vital (TD, RR, nadi,
12. Edukasi
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya, tanda dan gejala
yang membahayakan, cara pengobatan dan pemantauan, dan komplikasi jika tidak
ditangani, agar pasien paham dan dapat patuh berobat.
13. Prognosis
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
F. Catatan Kemajuan
Selasa, 5 Januari 2016
S
batuk kering (+), sesak (+), pusing (+), tidak bisa tidur, nyeri dada (+), kaki
bengkak (+/+).
O
:
Keadaan umum
Kesadaran
RR
Tensi
Nadi
Suhu
SpO2
Inspeksi
Bentuk
: lemah
: compos mentis
: 28 x/menit
: 150/100 mmHg
: 98 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
: 37,0o C (Aksila)
: 98%
Paru Depan
dada bagian
simetris.
Tidak
Paru Belakang
depan Bentuk dada bagian belakang
normal, letak dan bentuk
terdapat
normal
36
Palpasi
Perkusi
kanan
paru kanan
A
: efusi pleura
CKD
: Therapy :
Lovenox 2x0,6 cc
Valesco 2x80
Ramipril 1x5 mg
Digoxin 1x1
CPG 1x1
Miniaspi 1x1
Spironolakton 1x50 mg
Furosemid inj
Infus RL 20 tpm
37
EAS 1x1
Monitoring :
-
sesak berkurang, batuk berkurang, kaki bengkak (-/-), BAB (-). Keluarga
Inspeksi
Paru Depan
Bentuk dada bagian depan simetris.
Paru Belakang
Bentuk dada bagian
Palpasi
vertebralis normal
Pergerakan dinding dada
Perkusi
dan kiri
Sonor di kedua lapang paru. Batas
paru belakang bawah setinggi
: efusi pleura
CKD
vertebra torakal XI
Suara dasar vesikuler di seluruh
lapang paru. Wheezing (-), ronki (-)
38
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Therapy :
Lovenox 2x0,4 cc
Valesco 2x80
Ramipril 1x5 mg
Digoxin 1x1
CPG 1x1
Miniaspi 1x1
CaCo3 3x1
Spironolakton 1x50 mg
Furosemid inj
Infus RL 20 tpm
EAS 1x1
4,8
g/dL
6,0 8,0
Menurun
Albumin
2,8
g/dL
3,5 5,2
Menurun
Globulin
2,0
g/dL
1,3 3,3
Normal
Monitoring :
-
39
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
:
:
Inspeksi
sesak (-), batuk (-), tidak ada keluhan, pasien diperbolehkan pulang.
Keadaan umum
: tampak lemah
Kesadaran
: compos mentis
RR
: 22 x/menit
Tensi
: 180/110 mmHg
Nadi
: 84 x/menit ,isi dan tegangan cukup, regular
Suhu
: 37.0o C (Aksila)
SpO2
: 98%
Paru Depan
Bentuk dada bagian depan simetris.
Paru Belakang
Bentuk dada bagian
Palpasi
vertebralis normal
Pergerakan dinding dada
Perkusi
dan kiri
Sonor di kedua lapang paru. Batas
paru belakang bawah setinggi
vertebra torakal XI
Suara dasar vesikuler di seluruh
lapang paru. Wheezing (-), ronki (-)
: CKD
efusi pleura teratasi
:
Therapy :
Lovenox 2x0,4 cc
Valesco 2x80
Ramipril 1x5 mg
Digoxin 1x1
40
CPG 1x1
Miniaspi 1x1
CaCo3 3x1
Spironolakton 1x50 mg
Furosemid inj
Infus RL 20 tpm
Monitoring :
-
foto toraks ulang tidak dilakukan, pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin tidak
dilakukan.
Edukasi :
-
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk kontrol rawat jalan ke poli paru dan
poli penyakit dalam.
41
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
PEMBAHASAN
Berdasarkan laporan kasus diatas, pada anamnesa didapatkan pasien mengalami sesak
napas yang sudah berlangsung 2 hari terakhir, sesak dirasakan terus menerus dan semakin
memberat terutama saat beraktivitas, tidak membaik dengan adanya perubahan posisi.
Pasien mengatakan tidak dapat tidur dalam posisi berbaring karena sesak, sehingga
pasien harus menggunakan 2-3 bantal saat berbaring. Selain itu pasien juga datang dengan
tangan dan kaki bengkak. Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis.
Kemudian berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg.
IMT 26,48 (obese), dari pemeriksaan fisik paru, pada palpasi didapatkan pergerakan dinding
dada kanan sedikit tertinggal, Stem fremitus melemah di lapang paru samping dan bawah
kanan. Pada perkusi terdengar redup di lapang paru bawah, dan samping kanan. Suara dasar
vesikuler menurun di lapang paru bawah dan samping kanan, dan terdapat ronki basah halus
(+) di basal paru. Pada foto rontgen didapatkan efusi pleura kanan. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium, didapatkan kadar ureum 134,9 mg/dL, dan kreatinin 10,2 mg/dL.
Berdasarkan guidelines dari BTS (British Thoracic Society), buku Harrisons tentang
efusi pleura, dari tanda dan gejala klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosis penyakit yang dialami oleh Ny. S adalah efusi
pleura kanan. Dan dari hasil kadar ureum dan kreatinin yang meningkat, dapat ditegakkan
bahwa Ny. S mengalami CKD (Chronic Kidney Disease). Diduga efusi pleura yang terjadi
pada Ny. S disebabkan karena CKD yang dideritanya.
Berdasarkan algoritma diagnosis pada efusi pleura, penting dilakukan pemeriksaan
foto thorax untuk menentukan banyaknya efusi pleura. Jika efusi pleura disertai dengan
hipoalbuminemia, dan CKD maka perlu diobati penyebabnya sehingga efusi dapat teratasi.
Selain itu perlu dilakukan analisis cairan pleura untuk menentukan apakan jenis cairannya
berupa eksudat atau transudat. Hal ini dapat dibedakan berdasarkan Lights Criteria, yaitu:
1. protein cairan pleura / protein serum> 0,5
2. LDH cairan pleura / serum LDH> 0,6
3. LDH cairan pleura >2/3 batas atas normal untuk serum LDH
Efusi pleura eksudatif dikatakan jika memenuhi minimal 1 kriteria Light. Sedangkan
efusi pleura transudatif dikatakan jika tidak memenuhi ketiganya. Namun disayangkan pada
42
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
kasus ini tidak dapat ditentukan apakah efusi pleura bersifat transudat atau eksudat karena
pasien menolak dilakukan pungsi cairan pleura.
Adapun prinsip penanganan pada pasien ini yaitu dengan mengatasi penyakit
dasarnya agar keluhan sesak (akibat efusi pleura) dapat berkurang. Pada pasien ini tidak
dilakukan pengambilan cairan pleura, namun hanya diberikan diuretik dengan tujuan
mengeluarkan cairan pleura pada Ny. S.
Terapi yang dapat diberikan pada pasien ini sejalan dengan alur penanganan yang di
terbitkan oleh British Thoracic Society pleural diseases guideline-management of pleural
effusion. Dimana berdasarkan keluhan, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan hasil foto thoraks
pada pasien ini ditemukan adanya efusi pleura, dan terdapat hipoalbuminemi, dan CKD maka
penanganan yang diperlukan adalah untuk mengobati penyebabnya yaitu CKD. Pada pasien
ini dimana didapatkan kadar ureum dan kreatinin yang meningkat, dan memerlukan cuci
darah. Namun pasien menolak untuk dilakukannya cuci darah.
Setelah 4 hari perawatan di RS, keluhan pasien berkurang. Pasien tidak mengalami
sesak dan bengkak pada kaki pun sudah berkurang. Pada pasien juga tidak dilakukan
pemeriksaan foto toraks ulang sehingga tidak dapat dilihat kemajuan efusi pleura pada paru
kanan pasien. Namun dari gejala klinis, dan dari pemeriksaan fisik pada pasien dapat
disimpulkan bahwa efusi pleura sudah teratasi.
43
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison TR, Resnick WR, Wintrobe MM, Thorn GW, Adams RD, Beeson PB, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw Hill; 2012.
2. Vojvodic M, Young A. Toronto Notes. 30th ed. Canada: Toronto Notes for Medical
Students, Inc; 2014.
3. Rubins J, Byrd RP. Pleural Effusion [Internet]. 2014 [Updated 2014 Sep 05; cited
2016 January 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/299959overview#a9
4. Hooper C, Lee YC, Maskell N. Thorax, an International Journal of Respiratory
Medicine. British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010 [Internet]. August
2010 [cited 2016 January 17]; 65: 5-9. Available from: https://www.britthoracic.org.uk/document-library/clinical-information/pleural-disease/pleural-diseaseguidelines-2010/pleural-disease-guideline/
5. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. h. 1066.
6. Bickley LS, Szilagyl PG. Bates Guide to Physical Examination and History Taking.
11th ed. Philladelphia: Wolters Kluwer, Lippincot Williams and Wilkins; 2013.
7. Price, Sylvia A, Lorraine M, Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Vol 2, Ed. 6. Jakarta: EGC, 2005: 735, 739.
8. Murray JA. Pleural Effusion. In: McPhee JH, Papadakis MH, Tierney LM, editors.
Current Medical Diagnosis And Treatment. San Fransisco : McGraw-Hill, 2011.
44
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus
Bernadina Cynthia
Penguji dr. Luluk, Sp.P
406148157
Tanggal Januari 2015
Seorang perempuan usia 56 tahun dengan efusi pleura dekstra
NILAI
Penguji
dr. Luluk,Sp. P
45
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 14 Desember 2015 20 Februari 2016
RSUD Kudus