EFUSI PLEURA
Disusun oleh:
Bachrul Helmy (1940312084)
Wiwi Bakti Kemampa (1010312082)
Preseptor:
dr. Oea Khairsyaf, SpP(K)
dr. Dessy Mizarti, SpP
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di antara rongga pleura yang
disebabkan oleh karena penyakit lokal atau sistemik pada pleura, paru atau organ
di luar paru.1 Efusi pleura biasanya terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
dalam produksi dan ekskresi cairan pleura di dalam rongga pleura.1,2,3. WHO
kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko
tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.1,4 Kasus efusi
Serikat, kasus efusi pleura terjadi 1,5 juta setiap tahunnya.5 Dan prevalensi efusi
RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas
lainnya.4
Etiologi besar kasus efusi pleura disebabkan oleh karena gagal jantung
kongestif, pneumonia bakteri, keganasan, emboli paru dan juga infeksi pada paru
seperti tuberkulosis.Selain itu terdapat juga beberapa macam penyakit lainnya yang
rheumatoid arthritis dan juga akibat paparan asbes.Karena berbagai faktor seperti
masalah paru dan gangguan sistemik,maka pengobatan efusi pleura yang efektif
Hampir dua pertiga efusi pleura ganas terjadi pada wanita, yang berhubungan
berhubungan dengan lupus erythematosus sistemik lebih sering terjadi pada wanita
efusi pleura dalam kasus mesothelioma ganas lebih tinggi pada pria, mungkin
karena paparan asbes yang lebih tinggi pada pekerjaan mereka. Selain itu kebiasaan
merokok pada laki-laki dapat meningkatkan resiko terjadinya efusi pleura dengan
penyakit dasar adalah keganasan pada paru.1Berdasarkan studi kasus efusi pleura di
Universitas UCSI, Malaysia, didapatkan hasil bahwa penderita dengan efusi pleura
ganas adalah sebanyak 60 pasien (82,2%) yang merupakan perokok berat dan
mantan perokok.6,7
Definisi lain dari efusi pleura adalah berupa kelainan patologis dengan
etiologi yang beragam. Tentu tatalaksana dan pengobatan kasus dengan efusi pleura
juga akan berbeda-beda tergantung etiologi yang mendasarinya. Studi kasus dengan
efusi pleura yang dilakukan di India, etiologi terbanyak untuk efusi pleura adalah
(61,11%).8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwianggita dengan kasus efusi
pleura yang dilakukan di RSUP Sanglah, Bali pada tahun 2013, didapatkan hasil
penelitian bahwa kasus efusi pleura terbanyak disebabkan oleh karena keganasan
(34,6%) dan disusul oleh infeksi pada paru yaitu pneumonia (15%) dan TB paru
(10,3%).6
Penelitian lain juga dilakukan oleh Tobing di RSUP H.Adam Malik Medan
tahun 2011 untuk proporsi etiologi penderita efusi pleura tertinggi adalah TB paru
60 orang (44,1%) dan disusul oleh Tumor paru 40 orang (29,4%) dan Ca paru 11
orang (8,1%). Dan juga didapatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairani
di Rumah Sakit Persahabatan, pada tahun 2010-2011, dari 119 pasien efusi pleura
mengenai efusi pleura, jenis efusi pleura terbagi atas dua yaitu efusi pleura transudatif
misalnya pada gagal jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik.8,10 Sedangkan efusi
pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan perubahan pada
menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum lainnya penyebab
Penelitian yang dilakukan di India, didapatkan hasil bahwa efusi pleura lebih
penelitian yang dilakukan oleh Dwianggita dkk didapatkan bahwa dari 136 pasien
pleura.8,10
data bahwa kasus efusi pleura paling banyak terjadi pada rentang umur 31-40 tahun
dengan persentase kejadian adalah 36%, selain itu diikuti oleh rentang umur 41-50
tahun diperingkat kedua dengan persentase 28%.8 Sedangkan data yang didapatkan
pada penelitian tahun selanjutnya (2016) insidensi kejadian efusi pleura yang
tertinggi adalah pada kelompok umur 21-30 tahun dengan persentase 41%.11 Di
Indonesia sendiri juga dilakukan penelitian terhadap pasien dengan kasus efusi
pleura pada tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa
kelompok umur tertinggi yang menderita kasus efusi pleura adalah rentang umur
45-59 tahun sebanyak 44 orang (32,4%).9 Keluhan dari sebagian besar kasus efusi
pleura adalah beragam. Seperti misalnya sesak napas, batuk, nyeri dada dan dapat
disertai dengan gejala tambahan yaitu penurunan berat badan dan kehilangan nafsu
bahwa gejala umum efusi pleura adalah sesak napas (86,3%), batuk (86,3%), nyeri
dada (72,6%), penurunan berat badan (68,5%), kehilangan nafsu makan (76,7%) dan
Padang pada tahun 2015 didapatkan bahwa insidensi kasus dengan efusi pleura
adalah 35%.Dengan keganasan primer pada paru sebagai penyebab paling banyak
yaitu 78% kemudian diikuti oleh parapneumonia 14% dan metastasis 7%. Keluhan
yang paling banyak adalah sesak 50%, selanjutnya batuk 21% dan nyeri dada 14%.
Sedangkan pada tahun 2016, didapatkan bahwa insidensi kasus dengan efusi pleura
adalah 47%. Dengan keganasan primer pada paru sebagai penyebab paling banyak
yaitu 73%, kemudian Tuberkulosis paru 12%, metastasis 10%, CHF 1,5% dan
Parapneumonia 1,5%. Keluhan yang paling banyak adalah sesak 73%, kemudian
selanjutnya batuk 11%, nyeri dada 10%, badan terasa lemah 3%, dan demam 0,7%.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil.Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag).Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel.Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis.Pleura parietalis
melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-
paru.Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru.Dalam beberapa hal terdapat perbedaan
antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari
selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm).Diantara celah-
celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat
pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah
bening.Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan
parenkim paru.Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri
dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik).
Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik
yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal
menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di
atasnya.Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi.Cairan tersebut dinamakan cairan
pleura.Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang
yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood
dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan
toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling
melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang
lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan
bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap
darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa
mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005:
739).
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007: www.google.com)
2.3 Epidemiologi
Insidens efusi pleura ini diperkirakan antara 320 per 100,000 orang dinegara
staging dari penyakit dan penemuan biokimia dari cairan pleura. Secara umum
insidens pada pria dan wanita sama namun etiologi tertentumempunyai predileksi
pada wanita contohnya dua per tiga dari efusi pleuramalignant terjadi pada wanita
kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko
tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.1,4 Kasus efusi
Serikat, kasus efusi pleura terjadi 1,5 juta setiap tahunnya.5 Dan prevalensi efusi
DepkesRI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran
napaslainnya.4
2.4 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor
yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.Macam-macam penyakit infeksi
lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya
adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma,
dinding dada atau esophagus.
Aerob :Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus,
Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
Anaerob :Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening.Cairan efusi yang biasanya serous,
kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-
mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis,
koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll.
Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.Bentuk
tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan
rongga pleura.Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang
ditimbulkannya.Di samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang
cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara
migrasi dari perenkim hati.Dapat juga karena adanya robekan dinding abses amuba
pada hati ke arah rongga pleura.
2. Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak timbulnya efusi
pleura.Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava
superior. Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga
filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.Keadaan
ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.Emboli menyebabkan turunnya
aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di
samping itu permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan biasanya
sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.Pada efusi pleura
denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga
lebih lama.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi karena
rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic
darah.Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura terhadap air
dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan
getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi, luka tusuk
pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu
tindakan esofagoskopi.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari efusi
pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini
belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat
peningkatan permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian besar
efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas,
sakit dada, atau batuk.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema.Efusi
dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
4. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi
pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.Pada beberapa pasien terdapat juga
kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan dan
kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6. Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnostic yang pasti.Keadaan ini dapat
digolongkan daloam efusi pleura idiopatik.
(Asril Bahar, 2001)
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang
terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau
eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll.
Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah
karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura
melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-
kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca
operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau
pascaoperasi atelektasis.
1. Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati.Kebanyakan efusi pleura timbul
bersamaan dengan asites.Secara khas terdapat kesamaan antara cairan asites dengan
cairan pleura, karena terdapat hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga
abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2. Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak atau
ganas) disertai asites dan efusi pleura.Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum
diketahui betul.Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun
segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura
sering dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
3. Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis
ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
2.5 Patofisiologi
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.
2.6 Diagnosis
Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap
atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang
berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai
efusi subpulmonik. Gambarnya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma
yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cendrung
menunjukkan efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura)
yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto
dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata.
Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni
bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya densitas parenkim
yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
a. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal.
Komplikasi lain torakosentesis adalah : pneumotoraks (ini yang paling sering
udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi.
Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah
emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan
pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Menegakkan diagnosis cairan pleura
dilakukan pemeriksaan:
b. warna cairan
Dilihat dari warna cairan, biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-
kungingan (serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma,
infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan
dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini
menunjukkan adanya abses karena amuba.
c. Biokimia
Tabel 1. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di diatas. Di samping pemeriksaan tersebut di
atas, secara biokimia diperiksa juga cairan pleura :
Biasanya hal ini terdapat pada : 1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3). Menurunnya tekanan koloid osmotic
dalam pleura, 4). Menurunnya tekanan intra pleura.
d. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel tertentu.
e. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang
purulen dapan mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman
yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokus, E.coli, klebsiela,
Pseudomonas, Enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%.
Di eropa terdapat sekitar 20% kasus efusi pleura yang tidak dapat terdiagnosis
bahkan juga setelah penyelidikan yang intensif. Kasus ini dianggap sebagai
neoplasma atau penyakit kolagen pada Negara-negara dengan populasi tuberculosis
yang tinggi, efusi pleura yang tetap tidak terdiagnosis (terutama pada anak-anak dan
dewasa muda) dianggap sebagai pleuritis tuberculosis dan diberi terapi dengan obat
anti tuberkulosa.
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin seblumnya dapat dibantu dengan
irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptic (betadine). Pengobata secara
sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi
pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis da
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai),
bleomisin, korinebakterium parvum, tio-tepa, dan 5 fluorourasil.
1. Prosedur Pleurodisis
Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar
secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500 mg
tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan ke dalam 20 cc gram fisiologis
ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc gram fisiologis. Kunci
selang selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga
tetrasiklin dapat didistribusikan ke saluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian
dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi
yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum,
masukkan 7 mg yang dilarutkan dal 20 cc gram fisiologis dengan cara seperti tersebut
di atas.
Komplikasi dari tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa
nyeri pleuritik atau demam.