Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

EFUSI PLEURA

Disusun oleh:
Bachrul Helmy (1940312084)
Wiwi Bakti Kemampa (1010312082)

Preseptor:
dr. Oea Khairsyaf, SpP(K)
dr. Dessy Mizarti, SpP

BAGIAN ILMU PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di antara rongga pleura yang

disebabkan oleh karena penyakit lokal atau sistemik pada pleura, paru atau organ

di luar paru.1 Efusi pleura biasanya terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan

dalam produksi dan ekskresi cairan pleura di dalam rongga pleura.1,2,3. WHO

memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko

tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.1,4 Kasus efusi

pleura cukup tinggi jika dilihat di beberapanegara. Seperti halnya di Amerika

Serikat, kasus efusi pleura terjadi 1,5 juta setiap tahunnya.5 Dan prevalensi efusi

pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri,sedangkan di

Negara Eropa kejadiannya 200.000–250.000 kasus per tahunnya.4 Menurut Depkes

RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas

lainnya.4

Etiologi besar kasus efusi pleura disebabkan oleh karena gagal jantung

kongestif, pneumonia bakteri, keganasan, emboli paru dan juga infeksi pada paru

seperti tuberkulosis.Selain itu terdapat juga beberapa macam penyakit lainnya yang

dapat menyebabkan efusi pleura. Terutama penyakit sistemik seperti lupus,

rheumatoid arthritis dan juga akibat paparan asbes.Karena berbagai faktor seperti
masalah paru dan gangguan sistemik,maka pengobatan efusi pleura yang efektif

memerlukan diagnosis penyebabnya.4

Hampir dua pertiga efusi pleura ganas terjadi pada wanita, yang berhubungan

dengan keganasan payudara dan juga keganasan ginekologi.Efusi pleura yang

berhubungan dengan lupus erythematosus sistemik lebih sering terjadi pada wanita

daripada pria.Hasil yang berbeda didapatkan Di Amerika Serikat, dimana insidensi

efusi pleura dalam kasus mesothelioma ganas lebih tinggi pada pria, mungkin

karena paparan asbes yang lebih tinggi pada pekerjaan mereka. Selain itu kebiasaan

merokok pada laki-laki dapat meningkatkan resiko terjadinya efusi pleura dengan

penyakit dasar adalah keganasan pada paru.1Berdasarkan studi kasus efusi pleura di

Universitas UCSI, Malaysia, didapatkan hasil bahwa penderita dengan efusi pleura

ganas adalah sebanyak 60 pasien (82,2%) yang merupakan perokok berat dan

mantan perokok.6,7

Definisi lain dari efusi pleura adalah berupa kelainan patologis dengan

etiologi yang beragam. Tentu tatalaksana dan pengobatan kasus dengan efusi pleura

juga akan berbeda-beda tergantung etiologi yang mendasarinya. Studi kasus dengan

efusi pleura yang dilakukan di India, etiologi terbanyak untuk efusi pleura adalah

Tuberkulosis paru (66,12%) dan selanjutnya disebabkan karena Keganasan

(61,11%).8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwianggita dengan kasus efusi

pleura yang dilakukan di RSUP Sanglah, Bali pada tahun 2013, didapatkan hasil

penelitian bahwa kasus efusi pleura terbanyak disebabkan oleh karena keganasan

(34,6%) dan disusul oleh infeksi pada paru yaitu pneumonia (15%) dan TB paru

(10,3%).6
Penelitian lain juga dilakukan oleh Tobing di RSUP H.Adam Malik Medan

tahun 2011 untuk proporsi etiologi penderita efusi pleura tertinggi adalah TB paru

60 orang (44,1%) dan disusul oleh Tumor paru 40 orang (29,4%) dan Ca paru 11

orang (8,1%). Dan juga didapatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairani

di Rumah Sakit Persahabatan, pada tahun 2010-2011, dari 119 pasien efusi pleura

penyebab terbanyak adalah keganasan (42.8%).9 Masing-masing etiologi

menimbulkan mekanisme yang berbeda.

Berdasarkan analisis cairan efusi pleura yang dijelaskan dalam penelitian

mengenai efusi pleura, jenis efusi pleura terbagi atas dua yaitu efusi pleura transudatif

dan eksudatif.1,8,10Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari

peningkatan tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler;

misalnya pada gagal jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik.8,10 Sedangkan efusi

pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan perubahan pada

pembentukan dan penyerapan cairan pleura; peningkatan permeabilitas kapiler

menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum lainnya penyebab

yang paling sering terjadi, yaitu pnemonia,malignansi,dan pulmonary embolism,

infeksi virus, dantuberculosis.8,10

Penelitian yang dilakukan di India, didapatkan hasil bahwa efusi pleura lebih

sering terjadi pada pria (68%) dibandingkan dengan wanita (32%).Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Dwianggita dkk didapatkan bahwa dari 136 pasien

yang mengidap efusi pleura, 47 diantaranya adalah perempuan dengan persentase

34,6% dan 89 sisanya adalah laki-laki dengan persentase 65,4%.Jadi bisa


disimpulkan bahwa laki-laki adalah penderita terbanyak dengan kasus efusi

pleura.8,10

Penelitian lain yang dilakukan di Gujarat,India pada tahun 2015. Didapatkan

data bahwa kasus efusi pleura paling banyak terjadi pada rentang umur 31-40 tahun

dengan persentase kejadian adalah 36%, selain itu diikuti oleh rentang umur 41-50

tahun diperingkat kedua dengan persentase 28%.8 Sedangkan data yang didapatkan

pada penelitian tahun selanjutnya (2016) insidensi kejadian efusi pleura yang

tertinggi adalah pada kelompok umur 21-30 tahun dengan persentase 41%.11 Di

Indonesia sendiri juga dilakukan penelitian terhadap pasien dengan kasus efusi

pleura pada tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa

kelompok umur tertinggi yang menderita kasus efusi pleura adalah rentang umur

45-59 tahun sebanyak 44 orang (32,4%).9 Keluhan dari sebagian besar kasus efusi

pleura adalah beragam. Seperti misalnya sesak napas, batuk, nyeri dada dan dapat

disertai dengan gejala tambahan yaitu penurunan berat badan dan kehilangan nafsu

makan.10 Penelitian yang dilakukan di Universitas UCSI Malaysia, didapatkan

bahwa gejala umum efusi pleura adalah sesak napas (86,3%), batuk (86,3%), nyeri

dada (72,6%), penurunan berat badan (68,5%), kehilangan nafsu makan (76,7%) dan

produksi dahak (53,4%) serta demam (41,1%).10

Data yang didapatkan di Bangsal Paru RSUP M.Djamil

Padang pada tahun 2015 didapatkan bahwa insidensi kasus dengan efusi pleura

adalah 35%.Dengan keganasan primer pada paru sebagai penyebab paling banyak

yaitu 78% kemudian diikuti oleh parapneumonia 14% dan metastasis 7%. Keluhan

yang paling banyak adalah sesak 50%, selanjutnya batuk 21% dan nyeri dada 14%.
Sedangkan pada tahun 2016, didapatkan bahwa insidensi kasus dengan efusi pleura

adalah 47%. Dengan keganasan primer pada paru sebagai penyebab paling banyak

yaitu 73%, kemudian Tuberkulosis paru 12%, metastasis 10%, CHF 1,5% dan

Parapneumonia 1,5%. Keluhan yang paling banyak adalah sesak 73%, kemudian

selanjutnya batuk 11%, nyeri dada 10%, badan terasa lemah 3%, dan demam 0,7%.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleuraakibat transudasi


atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne Smeltzer: 2001).
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru
dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal,
rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk
lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin
gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya
yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu
dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik
dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu merupakan
signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang mungkin
merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan purulen.
Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh)
terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan
pleural terganggu. Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
onkotik. Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal
mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau
kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang
mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine, 2005: 739).
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan ini
kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000 mm3. Keadaan
ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Berdasarkan lokasi cairan yang
terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral
tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi
efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit : kegagalan jantug kongestif,
sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan
tuberkulosis.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya
adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa transudat atau
eksudat dan ada limfosit.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk cairan
kelenjar limfa (chylothorak)
d. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau
kronik (www.medicastore.com).
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada
satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini
terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui
saluran getah bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas
membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark
paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam caira pleura kebanyakan berasal
dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan
eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis,
pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit
dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis). (Hadi Halim, 2001:
787-788)
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.Pleura

disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan

kapiler darah serta serat saraf kecil.Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama

fibroblast dan makrofag).Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel.Pleura

merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks

dan permukaan superior diafragma.Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan

jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis.Pleura parietalis

melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-

paru.Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru.Dalam beberapa hal terdapat perbedaan

antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari
selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm).Diantara celah-

celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat

endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.Seterusnya dibawah ini (dinamakan

lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik.Pada lapisan

terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung

pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah

bening.Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan

parenkim paru.Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri

dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik).

Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A.

Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik

yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal

dari nervus intercostalis dinding dada.Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini

menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di

atasnya.Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang

mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan

keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi.Cairan tersebut dinamakan cairan

pleura.Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang

sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa

yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan

potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer

sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood

Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002: 786).


Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis

dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan

toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling

melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang

lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan

bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap

kembali melalui pleura viseralis.

Hal tersebut disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik

darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein

plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan

absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan

pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar

dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa

mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005:

739).
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007: www.google.com)

2.3 Epidemiologi

Insidens efusi pleura ini diperkirakan antara 320 per 100,000 orang dinegara

berkembang.Angka ini meningkat di negara yang mempunyai prevalensituberkulosis

yang tinggi.Morbiditas dan mortilitas dari efusi pleura tergantungkepada penyebab,

staging dari penyakit dan penemuan biokimia dari cairan pleura. Secara umum

insidens pada pria dan wanita sama namun etiologi tertentumempunyai predileksi

pada wanita contohnya dua per tiga dari efusi pleuramalignant terjadi pada wanita

dan hal ini berkaitan dengan keganasan mammaedan ginekologi.

WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko

tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.1,4 Kasus efusi

pleura cukup tinggi jika dilihat di beberapanegara. Seperti halnya di Amerika

Serikat, kasus efusi pleura terjadi 1,5 juta setiap tahunnya.5 Dan prevalensi efusi

pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri,sedangkan


diNegara Eropa kejadiannya 200.000–250.000 kasus per tahunnya.4 Menurut

DepkesRI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran

napaslainnya.4

2.4 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor
yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.Macam-macam penyakit infeksi
lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya
adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma,
dinding dada atau esophagus.
Aerob :Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus,
Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
Anaerob :Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.

c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening.Cairan efusi yang biasanya serous,
kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-
mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis,
koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll.
Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.Bentuk
tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan
rongga pleura.Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang
ditimbulkannya.Di samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang
cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara
migrasi dari perenkim hati.Dapat juga karena adanya robekan dinding abses amuba
pada hati ke arah rongga pleura.
2. Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak timbulnya efusi
pleura.Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava
superior. Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga
filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.Keadaan
ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.Emboli menyebabkan turunnya
aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di
samping itu permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan biasanya
sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.Pada efusi pleura
denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga
lebih lama.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi karena
rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic
darah.Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura.Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah
sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu
berakumulasi kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura terhadap air
dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan
getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi, luka tusuk
pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu
tindakan esofagoskopi.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari efusi
pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini
belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat
peningkatan permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian besar
efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas,
sakit dada, atau batuk.

3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema.Efusi
dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
4. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi
pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.Pada beberapa pasien terdapat juga
kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan dan
kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6. Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnostic yang pasti.Keadaan ini dapat
digolongkan daloam efusi pleura idiopatik.
(Asril Bahar, 2001)
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang
terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau
eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll.
Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah
karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura
melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-
kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca
operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau
pascaoperasi atelektasis.
1. Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati.Kebanyakan efusi pleura timbul
bersamaan dengan asites.Secara khas terdapat kesamaan antara cairan asites dengan
cairan pleura, karena terdapat hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga
abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2. Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak atau
ganas) disertai asites dan efusi pleura.Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum
diketahui betul.Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun
segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura
sering dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
3. Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis

peritoneal.Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral.Perpindahan cairan


dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.Hal

ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibenttuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh


peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura


parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastic
lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.
2.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisis


yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsy and analisa
cairan pleura.

1. Foto Toraks (X Ray)

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk


bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara
dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luaratau dalam paru-paru sendiri.
Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan
adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral
dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap
atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang
berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai
efusi subpulmonik. Gambarnya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma
yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cendrung
menunjukkan efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura)
yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto
dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru


(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam
foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung,
sehingga terlihat sebagai kardiomegali.
Cara seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah
sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit
dibedakan dengan tumor paru.

Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni
bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya densitas parenkim
yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya


cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun
waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan
CT scan/dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan
ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

a. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal.
Komplikasi lain torakosentesis adalah : pneumotoraks (ini yang paling sering
udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi.

Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah
emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan
pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Menegakkan diagnosis cairan pleura
dilakukan pemeriksaan:

b. warna cairan
Dilihat dari warna cairan, biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-
kungingan (serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma,
infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan
dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini
menunjukkan adanya abses karena amuba.

c. Biokimia
Tabel 1. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif

Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di diatas. Di samping pemeriksaan tersebut di
atas, secara biokimia diperiksa juga cairan pleura :

- Kadar ph dan kadar glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,


arthritis rheumatoid dan neoplasma.
- Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pancreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
Dalam keadaan normal, cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada
satu sisi pleuraakan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.

Biasanya hal ini terdapat pada : 1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3). Menurunnya tekanan koloid osmotic
dalam pleura, 4). Menurunnya tekanan intra pleura.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1). Gagal jantung kiri


(terbanyak), 2). Sindrom nefrotik, 3). Obstruksi vena cava superior, 4). Asites pada
sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran getah
bening), 5). Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium), 6). Efek tindakan dialisis
peritoneal, 7). Ex vacuo effusion, karena pada pneumotoraks, tekanan intra pleura
menjadi sub-atmosfir sehingga terdapat pembentukan dan penumpukan transudat.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang


permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Terjadinya perubahan permeabelitas membrane adalah karena adanya
peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura, kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

d. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel tertentu.

- Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut.


- Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna.
- Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyaknya sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : pada mesotelioma.
- Sel-sel besar dengan banyak inti : pada atritis rheumatoid.
- Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik.
- Sel maligna: pada paru/metastase.

e. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang
purulen dapan mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman
yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokus, E.coli, klebsiela,
Pseudomonas, Enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%.

f. Pendekatan pada Efusi yang Tidak Terdiagnosis


Analisa terhadap cairan pleura yang dilakukan suatu kali kadang-kadang tidak
dapat menegakkan diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali
sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dalam waktu empat minggu dan
kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang kembali.
Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:
1). Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses
paru dan dilakukan beberapa biopsy. 2). Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan
emboli paru. 3). Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy), pada kasus-kasus dengan
neoplasma atau tuberculosis pleura.

Cara melakukannya dengan sedikit menginsisi pada dinding dada (dengan


risiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap
dan udara dimasukkan supaya bisa melihat kedua pleura.

Di eropa terdapat sekitar 20% kasus efusi pleura yang tidak dapat terdiagnosis
bahkan juga setelah penyelidikan yang intensif. Kasus ini dianggap sebagai
neoplasma atau penyakit kolagen pada Negara-negara dengan populasi tuberculosis
yang tinggi, efusi pleura yang tetap tidak terdiagnosis (terutama pada anak-anak dan
dewasa muda) dianggap sebagai pleuritis tuberculosis dan diberi terapi dengan obat
anti tuberkulosa.

2.7 Pengobatan Efusi Pleura

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin seblumnya dapat dibantu dengan
irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptic (betadine). Pengobata secara
sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi
pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis da
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai),
bleomisin, korinebakterium parvum, tio-tepa, dan 5 fluorourasil.

1. Prosedur Pleurodisis
Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar
secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500 mg
tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan ke dalam 20 cc gram fisiologis
ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc gram fisiologis. Kunci
selang selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga
tetrasiklin dapat didistribusikan ke saluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian
dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi
yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum,
masukkan 7 mg yang dilarutkan dal 20 cc gram fisiologis dengan cara seperti tersebut
di atas.

Komplikasi dari tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa
nyeri pleuritik atau demam.

Adapun penyakit-penyakit dengan efusi pleura yang penanganannya sesuai


dengan kondisi dan penyebab terjadinya efusi pleura, penyakit-penyakit tersebut
seperti pleuritis karena virus dan mikoplasma (echo virus, Coxsackie group,
Chlamidia, Rikettsia dan mikoplasma), pleuritis karena bakteri piogenik (aerob dan
anaerob), pleuritis tuberkulosa, pleuritis fungi (aktinomikosis, koksidiomikosis,
aspergilus, kriptokokus, histoplasmolisis,dll), pleuritis parasit (amuba), efusi pleura
karena kelainan intra abdominal, sirosis hati, sindrom meig (tumor pada ovarium
disertai asites dan efusi pleura), dialisis peritoneal, efusi pleurakarena penyakit
kolagen (lupus eritematosus, atritis rheumatoid, dan scleroderma), efusi pleura karena
gangguan sirkulasi, efusi pleura neoplasma, efusi pleura karena sebab lain (trauma,
uremia, miksedema, demam familial mediteranian, reaksi hipertensif terhadap otot,
sindrom dressler, sarkoidosis, dan idiopatik).

Anda mungkin juga menyukai