Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa


atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat
ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian
anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Insiden
pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5
tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada
anak yang lebih tua. 6,7
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27.6% kematian bayi dan 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit sistem pernapasan, terutama pneumonia. Di RSUD dr. Soetomo
Surabaya, pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit
terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat inap
berkisar antara 20-35%. 9,10
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. 11
Berdasarkan data WHO, infeksi sauran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000
menyebabkan 2,1 juta kematian anak di bawah umur 5 tahun. 6 Menurut WHO
kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10%-20% per
tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari penderita pneumonia akan
meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka diperkirakan
tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat
pneumonia setiap tahunnya.5
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu :
1. Pertusis
2. Morbili
3. Gizi kurang

4. Umur kurang dari 2 bulan


5. Berat badan lahir rendah
6. Tidak mendapat ASI yang memadai
7. Polusi udara
8. Laki-laki
9. Imunisasi yang tidak memadai
10. Defisiensi Vitamin A
11. Pemberian makanan tambahan terlalu dini
12. Kepadatan tempat tinggal.1,5,11,12
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan
bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu
73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah.11

DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya
disebut pneumonitis.2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam

infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi
primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 4
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
-

Chest indrawing (subcostal retraction)

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)

b. Pneumonia sangat berat


-

tidak bisa minum

kejang

kesadaran menurun

hipertermi / hipotermi

napas lambat / tidak teratur

2. Usia 2 bulan-5 tahun


a. Pneumonia
-

bila ada napas cepat

b. Pneumonia Berat
-

Chest indrawing

Napas cepat dengan laju napas

> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun

> 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun

c. Pneumonia sangat berat


-

tidak dapat minum

kejang

kesadaran menurun

malnutrisi.9,10

ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 9
Umur
Neonatus

Bakteri Patogen
E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes

1-3 bulan

Klebsiella sp, Enterobacteriaceae


Chlamydia trachomatis

Usia

Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma

prasekolah

pneumoniae
Haemophillus influenzae B, Streptococcus
pneumoniae

Usia sekolah

Staphylococcus aureus
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus pneumoniae9

PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI


Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubanglubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus

bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi
cairan dan sisa-sisa sel.5

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan


bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi
sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema
dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2,14
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)
3. Stadium III (3 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil


4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.15

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme

dan

lingkungan,

maka

mikroorganisme

berkembang biak dan menimbulkan penyakit.2


Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.13

dapat

masuk,

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa
sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda
pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
rewel,

dan

gelisah.

Beberapa

pasien

mungkin

mengalami

gangguan

gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 9


Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung
(neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta

dan

abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi
pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan
ronkhi. 13
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau
tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang
atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan

: 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun

: 50 kali per menit

- usia 1 5 tahun

: 40 kali per menit. 9

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi


basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada
bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara
nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.13
DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada
anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala
non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen
disertai muntah.3,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
Pemeriksaan
Anamnesis
Umur
Awitan
Sakit serumah
Batuk
Gejala penyerta
Fisik
Keadaan umum
Demam
Auskultasi

Bakteri
Berapapun, bayi
Mendadak
Tidak
Produktif
Toksik

Klinis > temuan


Umumnya 39C
Ronkhi , suara

Virus

Mikoplasma

Berapapun
Perlahan
Ya, bersamaan
nonproduktif
Mialgia, ruam,

Usia sekolah
Tidak nyata
Ya, berselang
kering
Nyeri kepala, otot,

organ bermukosa

tenggorok

Klinis temuan
Klinis < temuan
Umumnya < 39C Umumnya < 39C
Ronkhi bilateral,
Ronkhi unilateral,

10

Napas melemah

Difus, mengi

mengi. 14

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anakanak kecil.9,13
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu
atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.3

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak


infiltrat pada paru kanan

11

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia. 16


b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadangkadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik. 10
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.10
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi
trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik
dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab
spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.13

12

KRITERIA DIAGNOSIS
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan. 9

13

Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun


karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia
diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak
memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan
membedakan infeksi virus dengan bakteri. 9
Usia
0-2 minggu

Rawat jalan

>2-4
minggu

>1-2 bulan

Rawat Inap
1. Ampisillin +
Gentamisin
2. Ampisillin +
Cefotaksim
1. Ampisillin +
Cefotaksim atau
Ceftriaxon
2. Eritromisin

1. Ampisillin +
Gentamisin
2. Cefotaksim atau
Ceftriaxon

>2-5 bulan

1. Ampisillin
2. Sefuroksim
sefiksim

>5 tahun

1. Penisillin A
2. Amoksisilin
Eritromisin

1. Ampisillin
2. Ampisillin +
Kloramfenikol
Sefuroksim
Ceftriaxon
1. Penisillin G
2. Sefuroksim
Seftriakson
Vankomisin

Bakteri Patogen
- E. Coli
- Streptococcus B
- Nosokomial
enterobacteria
- E. Coli
- Nosokomial
Enterobacteria
- Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter
- C. trachomatis
- E. Coli and other
Enterobacteria
- H. influenza
- S. pneumonia
- C. trachomatis
- H. influenza
- S. pneumonia

- S. pneumonia
- Mycoplasma 9

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,


dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu. 8

14

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
DIAGNOSA BANDING
a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer

PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. 13
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.5
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah
pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis
vaksinnya.
berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah
pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus
(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia
adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis

15

4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak


5. vaksin influenza untuk mencegah influenza

DAFTAR PUSTAKA
1.

Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and


Management
of
Community
Acquired
Pneumonia
Pediatric.
http:/www.albertadoctor.org.

2.

Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.

3.

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis


dan Terapi. Surabaya.

4.

Coder, J. 2008. Bronkopneumonia.


http:/www.IyaLaMedicalInformation.com

5.

Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita.
Jakarta.

16

6.

Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and


Bronchiolitis. University of Toronto: Canada.

7.

Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.

8.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan


Anak. Badan Penerbit IDAI : Jakarta

9.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit


Paru Pada Anak Terkini. Jember.

10.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan
Penerbit IDAI : Jakarta

11.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002


Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA

12.

Laskmi, A. 2006. Pneumonia pediatric.http://www.emedicine.com.

13.

PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003.


Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.

14.

Sarma, S. 2005. Pneumonia, bacterial. http:/www.emedicine.com.

15.

Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta

16.

Rector & Visitors of the University of Virginia.2003. Pneumonia. www.meded.virginia.edu/.../pathology3chest.html

17

Anda mungkin juga menyukai