Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Kolelitiasis dan Kolesistitis

Pembimbing :
dr. Ay Haryanto, Sp.PD-KGEH

Disusun Oleh :
Theodora 2016-061-175
Auddrey Sindhu 2016-061-063
Stella Andani 2017-060-10-132
Maria Emmanuelle 2017-060-10-125

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMAJAYA
PERIODE: 13 Agustus 2018 – 21 Oktober 2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum .....................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi ................................................................................................3
2.2 Definisi .........................................................................................................3
2.3 Klasifikasi ....................................................................................................3
2.3.1 Akut dan Kronis ..................................................................................4
2.3.2 Derajat Keparahan Kolesistitis Akut ..................................................4
2.4 Etiologi dan Patogenesis ..............................................................................4
2.4.1 Batu Kolesterol ...................................................................................4
2.4.2 Batu Pigmen ........................................................................................5
2.4.2.1 Pigmen Hitam ..............................................................................5
2.4.2.2 Pigmen Coklat .............................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................6
2.6 Diagnosis ......................................................................................................7
2.7 Tatalaksana...................................................................................................9
2.7.1 Asimptomatik .....................................................................................9
2.7.2 Simptomatik .......................................................................................9
2.7.3 Non Farmakologi ...............................................................................11
2.8 Komplikasi ...................................................................................................10
2.8.1 Kolesistitis Akut .................................................................................12
2.8.2 Kolesistitis Kronik .............................................................................12
2.8.3 Kolangitis Akut ..................................................................................13
2.8.4 Pankreatitis .........................................................................................13
2.8.5 Kanker Kantong Empedu dan Saluran Empedu ................................14
2.9 Prognosis ......................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................16

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu merupakan salah satu penyakit tersering yang pada sistem
pencernaan. Namun penyakit ini sering tidak banyak mendapat perhatian oleh para
penderitanya yang disebabkan oleh sangat minimnya gejala yang tampak pada
penderitanya. Walaupun demikian, bila batu empedu telah menimbulkan serangan
nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat. 1

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). 2

Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada negara Barat.
Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi
pada orang dewasa tua dan lanjut usia. Angka kejadian pada wanita lebih banyak 2-3
kali lebih banyak daripada pria.2 Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai
dari usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun.3
Sedangkan untuk insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui
dengan pasti, karena belum banyak penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan
foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. 1

Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti ultrasound,


pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang.
Sehingga angka mortalitas dan morbiditas pasien meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu dan tertarik untuk


membahas lebih dalam mengenai kolelitiasis Diharapkan dengan adanya penegakan
penegakan diagnosis lebih cepat dan tepat pada penderita, diharapkan dapat
mencegah komplikasi-komplikasi yang ada pada penderita batu kandung empedu
sehingga diharapkan dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pasie

1
2

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenenai kolelitiasis

1.2.2 Tujuan Khusus


Memahami definisi, epidemiologi, factor resiko, pathogenesis, patofisiologi,
manifestasi klinis dan penegakan diagnosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Prevalensi penyakit batu empedu di Negara barat 10 – 15%. Dimana dari
10% hingga 15% tersebut, rinciannya adalah 7,9% ditemukan pada pria, dan 16,6%
pada wanita atau distribusi jenis kelamin untuk kolelitiasis adalah 2-3 kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria.4
Prevalensi kolelitiasis lebih tinggi pada orang-orang keturunan Skandinavia,
Pima, India,dan populasi Hispanik, dan kurang umum ditemukan pada orang-orang
berasal dari daerah sub Sahara Afrika dan Asia. Di Amerika Serikat, orang kulit
putih memiliki prevalensi lebih tinggi daripada orang kulit hitam.4
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk di Indonesia, insidens
kolesistitis di Indonesia relative lebih rendah di banding negara-negara barat.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada
usia diatas 40 tahun.4

2.2 Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu pada saluran empedu atau pada kantung
empedu itu sendiri. Kolelitiatis juga disebut batu empedu, gallstone, atau kalkulus
biliaris.1 Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa jenis material yang
membentuk suatu massa berbentuk batu. Batu ini dapat ditemukan di dalam kantung
empedu (kolelitiasis) atau di saluran empedu (koledokolitiasis), atau pada keduanya.
Koledokolitiasis terjadi saat batu empedu keluar dari kantung empedu dan masuk ke
duktus biliaris komunis.5-7
Kolesistitis adalah suatu inflamasi yang terjadi pada dinding kantung empedu.
Penyebab paling sering yang terjadi adalah disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
oleh kolelitiasis. Keluhan utama yang dirasakan biasanya adalah nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan perut kanan atas dan demam.8,9

2.3 Klasifikasi

Kolesistitis dapat dibagi menjadi 2, yaitu akut dan kronis. Lalu berdasarkan
derajat keparahan, kolesistitis akut bisa dibagi menjadi 3, yaitu derajat I, derajat II,
dan derajat III.1

3
4

2.3.1 Akut dan Kronis


Pada kolesistitis akut, gejala yang terjadi adalah nyeri yang dirasakan
tiba-tiba, nyeri parah yang menetap pada abdomen kuadran kanan atas selama
lebih dari 6 jam, mual, muntah, referred pain ke scapula kanan, demam, nyeri
tekan perut kanan atas positif. Pada kolesistitis kronis, nyeri yang dirasakan tidak
separah pada akut dan hilang timbul.10
2.3.2 Derajat Keparahan Kolesistitis Akut
 Derajat I : tidak memenuhi syarat pada derajat II atau III

 Derajat II (syarat 2 gejala atau lebih) : Leukosit > 12.000 mm3 Tu


<4.000/mm3, demam ≥39°C, Usia ≥75 tahun, hiperbilirubinemia
(total bilirubin ≥5 mg/ dL), Hipoalbuminemia (<STD x 0,7)

 Derajat III : dengan satu disfungsi organ seperti disfungsi


kardiovaskular, disfungsi neurologism disfungsi respirasi, disfungsi
renal, dll

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Ada 2 jenis batu empedu; batu kolesterol, batu pigmen, atau batu campuran
antara kolesterol dan pigmen.8
2.4.1 Batu Kolesterol

Ada beberapa mekanisme pembentukan batu kolesterol. Mekanisme


utama adalah meningkatnya sekresi kolesterol dari kantung empedu. Hal ini
terjadi berhubungan dengan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, obat-obatan
(seperti clofibrate) dan hasil dari peningkatan aktivitas HMG-CoA reduktase,
tingkat sintesis kolesterol di hepar, dan meningkatnya penyimpanan kolesterol
dari darah ke hepar. Selain itu factor genetic juga berperan dalam pembentukan
batu kolesterol.8
Mekanisme pertama dari pembentukan batu kolesterol adalah terjadinya
supersaturasi dari cairan empedu dengan kolesterol. Namun pada normalnya,
tidak mungkin terbentuk batu kolesterol dengan sendirinya, karena waktu yang
dibutuhkan kristal kolesterol untuk nukleasi dan terbentuk lebih lama dari waktu
cairan empedu singgah di kantung empedu. Sehingga seharusnya sudah terjadi
pengosongan kantung empedu sebelum terbentuk batu kolesterol.8
5

Mekanisme yang kedua adalah nukleasi kristal kolesterol monohidrat yang


meningkat secara signifikan pada saluran empedu. Peningkatan nukleasi ini
terjadi karena adanya faktor pronukleasi yang berlebihan atau defisiensi faktor
antinukleasi. Faktor pronukleasi yang dimaksud adalah glikoprotein mucin dan
non-mucin, sedangkan faktor antinuklease yang dimaksud adalah apolipoprotein
AI dan AII dan glikoprotein lain. Proses nukleasi dari kristal kolesterol
monohidrat dan pembentukan kristal kemungkinan terjadi di dalam lapisan gel
mucin. Penyatuan vesikel (fosfolipid, kolesterol, dan asam empedu) akan
membentuk kristal cair dan mengalami nuklease menjadi kristal kolesterol
monohidrat yang padat.8
Mekanisme ketiga adalah pembentukan batu kolesterol karena adanya
hipomotilitas dari kantung empedu. Bila kandung empedu dapat mengosongkan
kantung empedu dari semua cairan empedu yang mengandung kristal yang telah
mengalami supersaturasi maka tidak akan terbentuk batu empedu. Pada penelitian,
pengosongan kandung empedu yang tidak baik merupakan faktor mayor dalam
rekurensi pembentukan batu kolesterol pada pasien yang menjalani lithotripsy
bilier.8

2.4.2 Batu Pigmen

Batu pigmen dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pigmen hitam dan pigmen
coklat. Patogenesis dari pigmen hitam dan coklat pada kantung empedu tidak
terlalu dimengerti sebaik batu kolesterol. Kedua tipe batu merupakan hasil dari
abnormalitas metabolism bilirubin dan merupakan hasil dari presipitai bilirubin.11
2.4.2.1 Pigmen Hitam
Pigmen hitam terbentuk pada kantung empedu yang tidak terinfeksi,
terutama pada pasien dengan anemia hemolitik kronis (seperti β-thalassemia,
hereditary spherocytosis, sickle cell disease), gangguan eritropoiesis (seperti
anemia pernisiosa), penyakit ileal (seperti Chrohn’s disease). Perubahan-
perubahan ini membuat adanya pembentukan batu pigmen hitam karena
konsentrasi garam empedu kolon yang lebih tinggi membuat bilirubin tidak
terkonjugasi menjadi larut sehinga meningkatkan konsentrasi bilirubin pada
cairan empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi terpresipitasi menjadi
kalsium bilirubinat. Tipe batu ini mempunyai komposisi kasium bilirubinat
murni atau kompleks seperti polimer yang berisi bilirubin tidak terkonjugasi,
6

kalsium bilirubinat, kalsium, dan copper. Pada batu pigmen hitam mengandung
mucin glikoprotein sebanyak 20% dari total beratnya. 11
2.4.2.2 Pigmen Coklat
Batu pigmen coklat terbentuk atas garam kalsium dari bilirubin tidak
terkonjugasi, dengan kolesterol, asam lemak, fraksi pigmen, mucin
glikoprotein, dan garam empedu, fosfolipid serta residu bakteri. Warna nya
dapat dibedakan dari pigmen hitam; coklat kemerahan sampai warna coklat tua
dan tidak cerah. Bentuknya irregular atau terlipat dan kadang berbentuk bulat.
Kebanyakan batu coklat mempunyai konsistensiseperti lumpur. Permukaan nya
bias kasar atau halus, rentan, dan ringan disbanding batu empedu lainnya.
Permukaannya tidak mengkilap seperti batu kolesterol. Pembentukan batu
coklat biasanya berhubungan dengan infeksi bilier seperti Escherichia coli.
Bakteri yang mengumpul akan menimbulkan banyaknya mucin dan
sitoskeleton dari bakteri pada saluran empedu sehingga stasis.11
Bakteri usus memproduksi β-glucorunidase, fosfolipase A1, dan asam
empedu hidrolse terkonjugasi, aktivitas dari β-glucorunidase membuat
terproduksinya bilirubin tidak terkonjugasi dari bilirubin glucuronid;
fosfolipase A1 terbentuk dari fosfolipid; dan asam empedu hidrolase
membentuk garam empedu tidak terkonjugasi dari glicin atau garam empedu
terkonjugasi-taurine.Asam lemak yang tersaturasi dan terion secara pasial,
bilirubin tidak terkonjugasi, dan garam empedu tidak terkonjugasi dapat
mengendap mejadi garam kalsium. Gel mucin dapat menjebak kompreks
presipitasi ini dan membentuk makroskopik batu pigmen coklat. Bila adanya
infeksi bakteri E.coli, maka konsentrasi dari β-glucorunidase meningkat secara
signifikan, sehingga dapat terbentuk endapat kalsium bilirubin yang akan
membentuk batu empedu pigmen coklat.11

2.5 Manifestasi klinis


Kolesistitis akut dimulai dengan serangan kolik bilier yang secara progresif
memburuk. Sekitar 60-70% pasien merasakan gejala membaik secara spontan. Kolik
bilier secara progresif memburuk dan dirasakan diarea perut kanan atas. Nyeri biler
dapat menjalar ke daerah interskapula, skapula ataupun bahu kanan. Peritonitis
ditandai dengan nyeri yang makin hebat ketika bernafas dalam. Selain itu dapat
12
disertai gejala mual, muntah, anoreksia, demam dan ikterik.
7

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada perut kanan atas. Kandung
mepedu yang membesar dapat teraba pada saat palpasi abdomen. Palpasi dalam pada
perut kanan atas pada saat inspirasi dalam/ batuk menimbulkan nyeri (Murphy sign).
Apabila terjadi perforasi dapat ditandai dengan gejala peritonitis. Gejala peritonitis
berupa distensi abdomen serta penurunan bising usus yang berasal dari ileus
paralitik.12

2.6 Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Gejala trias berupa nyeri perut kanan atas mendadak, demam dan leukositosis
dapat dicurigai sebagai kolesistitis. Leukositosis berkisar antara 10.000 sampai
dengan 15.000 sel/ml. Pada hitung jenis didapatkan pergeseran ke kiri. Pada setengah
penderita, didapatkan peningkatan ringan serum bilirubin (<85.5 μmol/L [5 mg/dL]),
dan seperempat penderita didapatkan peningkatan serum aminotransferase (biasanya
kurang dari 5 kali lipat). Pemeriksaan USG abdomen didapatkan penebalan dinding
kandung empedu, cairan perikolesitis, dan dilatasi duktus bilier. Kalkulus dapat
ditemukan pada 90-95% kasus. 12
Berdasarkan Tokyo Guideline 2013/2018, kriteria diagnosis kolesistitis akut,
adalah sebagai berikut: 13

Pemeriksaan pencitraan berupa USG abdomen, CT scan abdomen, MRI


abdomen dan hepatobiliar scintigrafi (HIDA scanning). USG merupakan pilihan
pertama karena merupakan metode non invasif dan lebih murah dibandingkan
modalitas lainnya. USG abdomen memiliki sensitifitas 81% dan spesifititas 83%.
Tetapi gambaran batu di kandung empedu dan saluran bilier tidak selalu tampak jelas
8

pada USG abdmen, sehingga apabila perlu dapat menggunakan CT scan dengan
kontras atau MRI. 13

Berdasarkan Tokyo Guideline 2013/2018, derajat keparahan kolesistitis,


sebagai berikut:13
9

2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan dari kolelithiasis tergantung dari stadium penyakit. Saat batu
tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang
dipakai ialah kolesistektomi.14

2.7.1 Asimptomatik
Pada penderita yang asimptomatik dapat diberikan agen disolusi yaitu
asam ursodioksikolat. Penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi
saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan
efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu. Dosis yang digunakan
ialah 10 - 15 mg/kgBB terbagi dalam 2 - 3 dosis harian akan mempercepat
disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-24 bulan dan efektif terhadap batu
yang memiliki kandungan kolesterol tinggi. Pada penderita yang asimptomatik
tanpa komplikasi tidak dianjurkan untuk dilakukan kolesistektomi, kecuali
terdapat indikasi seperti 1)Pasien dengan batu empedu > 2cm, 2)Pasien dengan
kandung empedu yang kalsifikasi yang resiko tinggi keganasan, 3) Pasien dengan
cedera medula spinalis yang berefek ke perut. Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL) dapat menjadi pilihan. ESWL merupakan litotripsi untuk
batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang
kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel
kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga
menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi
disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol14

2.7.2 Simptomatik
 Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara
umum diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari
batu, kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Terapi
terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala
masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
10

Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone”


akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka
mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling
tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu
kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Komplikasi
yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin
sering atau berat.
2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung
empedu.
3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya
komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang
tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.15
 Laparoskopik kolesistektomi
Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya
membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca
operasi juga cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca
operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih
baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih
murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak
dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris.
Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya
berkisar antara 0,5 – 1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi
kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali,
dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.15
11

 Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi
cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi. Indikasi dari kolesistostomi
adalah :
1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang
berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan
3. Tersangka adanya pankreatitis.
4. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu
sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya
batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.15

2.8.3 Tatalaksana Non Farmakologi

1. Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu


adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa
sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus
sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk
memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.

2. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu


kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan
makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan
juga harus dihindarkan. Kadang-kadang penderita batu kandung
empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan
buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat
membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu

 Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah


dicerna.
 Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah
kalori dikurangi.
 Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
 Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.15
12

2.8 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dari batu empedu yaitu peradangan kandung
empedu, saluran empedu atau pankreas dan obstruksi usus. Batu empedu yang sangat
besar dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu dan kanker saluran
empedu. Setiap tahun sekitar 1 dari 100 orang yang memiliki gejala kandung empedu
yang khas seperti kolik mengalami komplikasi.16
2.8.1 Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Hampir semua
kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak
dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita
kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa,
dapat ditemukan pasca bedah. Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa
kandung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang
mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang
memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya
kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi (nanah/pernanahan).
Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan perforasi. Perjalanan
kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak,
derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat
keadaan, seperti diabetes mellitus. Perubahan patologik di dalam kandung empedu
mengikuti pola yang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan
mu kosa dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi
dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan penyakit, tetapi kebanyakan pada
minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda radang
akut baru menghilang se telah empat minggu, tetapi sampai berbulan - bulan
kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung
empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama,
yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya
penderita menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan.16
2.8.2 Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan
hebat. Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling
13

umum ditemukan. Penyebabnya hampir selalu batu empedu. Penentu penting


untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu
empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau kolesistografi oral. Keluhan
dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan, yang mengandung
banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik
bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik
bilier dir asakan di perut kanan atas.16
2.8.3 Kolangitits Akut
Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu
yang tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh
penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris
yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput
pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu
misalnya kolangio karsinoma atau striktur saluran empedu. Kolangitis akut dapat
terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan
invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias
charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam
yang didapatkan pada 50% kasus. Ko langitis akut supuratif adalah trias charcot
yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran. Spektrum dari
kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri, sampai
dengan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainas e darurat.
Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum
pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit,
b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa
studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan
angka kematian yang jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih
baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan
bahwa angka kematian dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan
operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP
merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada
kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi konservatif.16
2.8.4 Pankreatitis
Pankreatitis adalah penyakit serius yang sangat langka. Ini menyebabkan
rasa sakit yang hebat pada abdomen bagian atas, mual, muntah dan demam. Hal
14

ini paling sering disebabkan oleh batu saluran empedu. Batu yang bersarang di
saluran empedu dapat menghalangi pembukaan saluran yang dibagi oleh kantong
empedu dan pankreas. Kemudian cairan pencernaan yang diproduksi di pankreas
tidak bisa mengalir, dan menyerang pankreas itu sendiri. Pankreatitis adalah
penyakit yang berpotensi mengancam nyawa, terutama jika diobati terlambat atau
tidak ditangani dengan benar. Tetapi pemulihan penuh biasanya mungkin jika
diberikan terapi yang tepat.

2.8.5 Kanker kantong empedu dan saluran empedu


Batu empedu meningkatkan risiko kanker kandung empedu dan kanker
saluran empedu. Jenis kanker ini jarang terjadi, diperkirakan 5 dari 1.000 orang
dengan batu empedu menderita kanker kandung empedu. Orang dengan batu
empedu yang sangat besar dan empedu porselin memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan orang dengan jenis batu empedu lainnya.16

2.9 Prognosis
Prognosis kolelitiasis dengan pengobatan adalah baik/bonam. Tingkat
mortalitas setelah terapi bedah adalah kurang dari 0,1%. Seringkali, setelah
kolesistektomi pasien mengeluh nyeri persisten atau rekurens, yang biasa disebut
“sindrom post-kolesistektomi”.
Bila sudah timbul komplikasi berupa kolesistitis akut, maka prognosis bisa
menjadi dubia atau malam, bahkan tingkat mortalitas dapat lebih dari >50%.
Kolesistitis tanpa kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60% selama 6
tahun.
BAB III
KESIMPULAN

Kolelithiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemui pada
sistem pencernaan. Kebanyakan batu empedu tidak memiliki gejala dan sering
ditemukan dengan tidak sengaja. Batu empedu yang ada dapat menimbulkan
beberapa komplikasi yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Sehingga
diagnosis dan penanganan yang dini sangatlah penting mengingat hal itu dapat
mencegah seseorang dari komplikasi yang mungkin terjadi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid


I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2000. 380-384.
2. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th
edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
3. Sjamsuhidajat & de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
4. Pridady. 2009. Kolesistitis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Edisi
I.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
5. Bloom AA, Katz J. Cholecystitis. 2013. Dari [online]
http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview
6. Heuman DM, Katz J. Cholelithiasis. 2013. [online]
http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
7. Doherty GM. Biliary tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th
edition.2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.
8. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the \gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi ke-14, hal. 1725-
1736, Editor Fauci dkk. McGraw Hill, 1998
9. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis – a review. Clin
Gastroenterol Hepatol. 9th September 2009
10. Tokyo Guidelines 2018 : diagnostic criteria and severity grading of acute
cholecystitis
11. David Q, -H. Wang, and Nezam H. Afdhal. Gallstone Disease. 2016
12. Anthony Fauci, Eugene Braunwald, Dennis Kasper, Stephen Hauser,Dan
Longo, J.Jameson, Joseph LoscalzoHarrison's Principles of Internal
Medicine, 19th Edition
13. Masamichi Yokoe, Jiro Hata, Tadahiro Takada, Steven M. Strasberg, Horacio
J. Asbun et all. Diagnostic Criteria and Severity Grading of Acute
Chlecystitis. J Hepatobilliary Pancreat Surgery; 2018.
14. Easl.eu. (2018). EASL Clinical Practice Guidelines on the prevention,
diagnosis and treatment of gallstones. [online] Available at:
http://www.easl.eu/medias/cpg/Prevention-diagnosis-and-treatment-of-
gallstones/English-report.pdf [Accessed 27 Sep. 2018]

16
17

15. Abraham, S. (2018). Surgical and Nonsurgical Management of Gallstones.


[online] Aafp.org. Available at:
https://www.aafp.org/afp/2014/0515/p795.pdf [Accessed 27 Sep.
2018].
16. PubMed Health. (2018). Complications of gallstones. [online] Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0091227/ [Accessed 27
Sep. 2018].
17. Marschall HU, Einarsson C. Journal of Internal Medicine: Gallstone Disease.
Blackwell Publ. 2007;
17

Anda mungkin juga menyukai