Pembimbing :
dr. Ay Haryanto, Sp.PD-KGEH
Disusun Oleh :
Theodora 2016-061-175
Auddrey Sindhu 2016-061-063
Stella Andani 2017-060-10-132
Maria Emmanuelle 2017-060-10-125
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMAJAYA
PERIODE: 13 Agustus 2018 – 21 Oktober 2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum .....................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi ................................................................................................3
2.2 Definisi .........................................................................................................3
2.3 Klasifikasi ....................................................................................................3
2.3.1 Akut dan Kronis ..................................................................................4
2.3.2 Derajat Keparahan Kolesistitis Akut ..................................................4
2.4 Etiologi dan Patogenesis ..............................................................................4
2.4.1 Batu Kolesterol ...................................................................................4
2.4.2 Batu Pigmen ........................................................................................5
2.4.2.1 Pigmen Hitam ..............................................................................5
2.4.2.2 Pigmen Coklat .............................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................6
2.6 Diagnosis ......................................................................................................7
2.7 Tatalaksana...................................................................................................9
2.7.1 Asimptomatik .....................................................................................9
2.7.2 Simptomatik .......................................................................................9
2.7.3 Non Farmakologi ...............................................................................11
2.8 Komplikasi ...................................................................................................10
2.8.1 Kolesistitis Akut .................................................................................12
2.8.2 Kolesistitis Kronik .............................................................................12
2.8.3 Kolangitis Akut ..................................................................................13
2.8.4 Pankreatitis .........................................................................................13
2.8.5 Kanker Kantong Empedu dan Saluran Empedu ................................14
2.9 Prognosis ......................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................16
i
BAB I
PENDAHULUAN
Batu empedu merupakan salah satu penyakit tersering yang pada sistem
pencernaan. Namun penyakit ini sering tidak banyak mendapat perhatian oleh para
penderitanya yang disebabkan oleh sangat minimnya gejala yang tampak pada
penderitanya. Walaupun demikian, bila batu empedu telah menimbulkan serangan
nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat. 1
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). 2
Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada negara Barat.
Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi
pada orang dewasa tua dan lanjut usia. Angka kejadian pada wanita lebih banyak 2-3
kali lebih banyak daripada pria.2 Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai
dari usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun.3
Sedangkan untuk insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui
dengan pasti, karena belum banyak penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan
foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. 1
1
2
1.2 Tujuan
2.2 Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu pada saluran empedu atau pada kantung
empedu itu sendiri. Kolelitiatis juga disebut batu empedu, gallstone, atau kalkulus
biliaris.1 Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa jenis material yang
membentuk suatu massa berbentuk batu. Batu ini dapat ditemukan di dalam kantung
empedu (kolelitiasis) atau di saluran empedu (koledokolitiasis), atau pada keduanya.
Koledokolitiasis terjadi saat batu empedu keluar dari kantung empedu dan masuk ke
duktus biliaris komunis.5-7
Kolesistitis adalah suatu inflamasi yang terjadi pada dinding kantung empedu.
Penyebab paling sering yang terjadi adalah disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
oleh kolelitiasis. Keluhan utama yang dirasakan biasanya adalah nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan perut kanan atas dan demam.8,9
2.3 Klasifikasi
Kolesistitis dapat dibagi menjadi 2, yaitu akut dan kronis. Lalu berdasarkan
derajat keparahan, kolesistitis akut bisa dibagi menjadi 3, yaitu derajat I, derajat II,
dan derajat III.1
3
4
Ada 2 jenis batu empedu; batu kolesterol, batu pigmen, atau batu campuran
antara kolesterol dan pigmen.8
2.4.1 Batu Kolesterol
Batu pigmen dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pigmen hitam dan pigmen
coklat. Patogenesis dari pigmen hitam dan coklat pada kantung empedu tidak
terlalu dimengerti sebaik batu kolesterol. Kedua tipe batu merupakan hasil dari
abnormalitas metabolism bilirubin dan merupakan hasil dari presipitai bilirubin.11
2.4.2.1 Pigmen Hitam
Pigmen hitam terbentuk pada kantung empedu yang tidak terinfeksi,
terutama pada pasien dengan anemia hemolitik kronis (seperti β-thalassemia,
hereditary spherocytosis, sickle cell disease), gangguan eritropoiesis (seperti
anemia pernisiosa), penyakit ileal (seperti Chrohn’s disease). Perubahan-
perubahan ini membuat adanya pembentukan batu pigmen hitam karena
konsentrasi garam empedu kolon yang lebih tinggi membuat bilirubin tidak
terkonjugasi menjadi larut sehinga meningkatkan konsentrasi bilirubin pada
cairan empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi terpresipitasi menjadi
kalsium bilirubinat. Tipe batu ini mempunyai komposisi kasium bilirubinat
murni atau kompleks seperti polimer yang berisi bilirubin tidak terkonjugasi,
6
kalsium bilirubinat, kalsium, dan copper. Pada batu pigmen hitam mengandung
mucin glikoprotein sebanyak 20% dari total beratnya. 11
2.4.2.2 Pigmen Coklat
Batu pigmen coklat terbentuk atas garam kalsium dari bilirubin tidak
terkonjugasi, dengan kolesterol, asam lemak, fraksi pigmen, mucin
glikoprotein, dan garam empedu, fosfolipid serta residu bakteri. Warna nya
dapat dibedakan dari pigmen hitam; coklat kemerahan sampai warna coklat tua
dan tidak cerah. Bentuknya irregular atau terlipat dan kadang berbentuk bulat.
Kebanyakan batu coklat mempunyai konsistensiseperti lumpur. Permukaan nya
bias kasar atau halus, rentan, dan ringan disbanding batu empedu lainnya.
Permukaannya tidak mengkilap seperti batu kolesterol. Pembentukan batu
coklat biasanya berhubungan dengan infeksi bilier seperti Escherichia coli.
Bakteri yang mengumpul akan menimbulkan banyaknya mucin dan
sitoskeleton dari bakteri pada saluran empedu sehingga stasis.11
Bakteri usus memproduksi β-glucorunidase, fosfolipase A1, dan asam
empedu hidrolse terkonjugasi, aktivitas dari β-glucorunidase membuat
terproduksinya bilirubin tidak terkonjugasi dari bilirubin glucuronid;
fosfolipase A1 terbentuk dari fosfolipid; dan asam empedu hidrolase
membentuk garam empedu tidak terkonjugasi dari glicin atau garam empedu
terkonjugasi-taurine.Asam lemak yang tersaturasi dan terion secara pasial,
bilirubin tidak terkonjugasi, dan garam empedu tidak terkonjugasi dapat
mengendap mejadi garam kalsium. Gel mucin dapat menjebak kompreks
presipitasi ini dan membentuk makroskopik batu pigmen coklat. Bila adanya
infeksi bakteri E.coli, maka konsentrasi dari β-glucorunidase meningkat secara
signifikan, sehingga dapat terbentuk endapat kalsium bilirubin yang akan
membentuk batu empedu pigmen coklat.11
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada perut kanan atas. Kandung
mepedu yang membesar dapat teraba pada saat palpasi abdomen. Palpasi dalam pada
perut kanan atas pada saat inspirasi dalam/ batuk menimbulkan nyeri (Murphy sign).
Apabila terjadi perforasi dapat ditandai dengan gejala peritonitis. Gejala peritonitis
berupa distensi abdomen serta penurunan bising usus yang berasal dari ileus
paralitik.12
2.6 Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Gejala trias berupa nyeri perut kanan atas mendadak, demam dan leukositosis
dapat dicurigai sebagai kolesistitis. Leukositosis berkisar antara 10.000 sampai
dengan 15.000 sel/ml. Pada hitung jenis didapatkan pergeseran ke kiri. Pada setengah
penderita, didapatkan peningkatan ringan serum bilirubin (<85.5 μmol/L [5 mg/dL]),
dan seperempat penderita didapatkan peningkatan serum aminotransferase (biasanya
kurang dari 5 kali lipat). Pemeriksaan USG abdomen didapatkan penebalan dinding
kandung empedu, cairan perikolesitis, dan dilatasi duktus bilier. Kalkulus dapat
ditemukan pada 90-95% kasus. 12
Berdasarkan Tokyo Guideline 2013/2018, kriteria diagnosis kolesistitis akut,
adalah sebagai berikut: 13
pada USG abdmen, sehingga apabila perlu dapat menggunakan CT scan dengan
kontras atau MRI. 13
2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan dari kolelithiasis tergantung dari stadium penyakit. Saat batu
tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang
dipakai ialah kolesistektomi.14
2.7.1 Asimptomatik
Pada penderita yang asimptomatik dapat diberikan agen disolusi yaitu
asam ursodioksikolat. Penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi
saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan
efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu. Dosis yang digunakan
ialah 10 - 15 mg/kgBB terbagi dalam 2 - 3 dosis harian akan mempercepat
disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-24 bulan dan efektif terhadap batu
yang memiliki kandungan kolesterol tinggi. Pada penderita yang asimptomatik
tanpa komplikasi tidak dianjurkan untuk dilakukan kolesistektomi, kecuali
terdapat indikasi seperti 1)Pasien dengan batu empedu > 2cm, 2)Pasien dengan
kandung empedu yang kalsifikasi yang resiko tinggi keganasan, 3) Pasien dengan
cedera medula spinalis yang berefek ke perut. Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL) dapat menjadi pilihan. ESWL merupakan litotripsi untuk
batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang
kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel
kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga
menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi
disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol14
2.7.2 Simptomatik
Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara
umum diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari
batu, kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Terapi
terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala
masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
10
Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi
cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi. Indikasi dari kolesistostomi
adalah :
1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang
berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan
3. Tersangka adanya pankreatitis.
4. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu
sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya
batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.15
2.8 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dari batu empedu yaitu peradangan kandung
empedu, saluran empedu atau pankreas dan obstruksi usus. Batu empedu yang sangat
besar dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu dan kanker saluran
empedu. Setiap tahun sekitar 1 dari 100 orang yang memiliki gejala kandung empedu
yang khas seperti kolik mengalami komplikasi.16
2.8.1 Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Hampir semua
kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak
dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita
kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa,
dapat ditemukan pasca bedah. Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa
kandung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang
mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang
memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya
kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi (nanah/pernanahan).
Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan perforasi. Perjalanan
kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak,
derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat
keadaan, seperti diabetes mellitus. Perubahan patologik di dalam kandung empedu
mengikuti pola yang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan
mu kosa dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi
dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan penyakit, tetapi kebanyakan pada
minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda radang
akut baru menghilang se telah empat minggu, tetapi sampai berbulan - bulan
kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung
empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama,
yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya
penderita menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan.16
2.8.2 Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan
hebat. Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling
13
ini paling sering disebabkan oleh batu saluran empedu. Batu yang bersarang di
saluran empedu dapat menghalangi pembukaan saluran yang dibagi oleh kantong
empedu dan pankreas. Kemudian cairan pencernaan yang diproduksi di pankreas
tidak bisa mengalir, dan menyerang pankreas itu sendiri. Pankreatitis adalah
penyakit yang berpotensi mengancam nyawa, terutama jika diobati terlambat atau
tidak ditangani dengan benar. Tetapi pemulihan penuh biasanya mungkin jika
diberikan terapi yang tepat.
2.9 Prognosis
Prognosis kolelitiasis dengan pengobatan adalah baik/bonam. Tingkat
mortalitas setelah terapi bedah adalah kurang dari 0,1%. Seringkali, setelah
kolesistektomi pasien mengeluh nyeri persisten atau rekurens, yang biasa disebut
“sindrom post-kolesistektomi”.
Bila sudah timbul komplikasi berupa kolesistitis akut, maka prognosis bisa
menjadi dubia atau malam, bahkan tingkat mortalitas dapat lebih dari >50%.
Kolesistitis tanpa kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60% selama 6
tahun.
BAB III
KESIMPULAN
Kolelithiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemui pada
sistem pencernaan. Kebanyakan batu empedu tidak memiliki gejala dan sering
ditemukan dengan tidak sengaja. Batu empedu yang ada dapat menimbulkan
beberapa komplikasi yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Sehingga
diagnosis dan penanganan yang dini sangatlah penting mengingat hal itu dapat
mencegah seseorang dari komplikasi yang mungkin terjadi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17