PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
2.1.Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang
sistemkekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immu
nodeficiency Syndrome). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV.AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.3
2.2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis
yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. Strukturnya tersusun atas beberapa
lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada
glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4
pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di
bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam
inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse transcriptase
enzyme). 3
2.3. Patogenesis
HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret
dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi ke janinnya atau melalui laktasi.
Siklus replikasi HIV dimulai dari ikatan antara HIV’s gp120 binding protein yang
terletak di permukaan virus dengan reseptor CD4. Molekul gp 41 akan menetrasi
membrane plasma sel target kemudian membawa virion ma suk kedalam sel target. 3
Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian
bergabung dengan DNA genom dari sel yang diinfeksinya, sehingga satu kali
seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.. Limfosit CD4+
merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap
molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah
fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan
respon imun yang progresif. Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu
setelah infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi
virus telah menurun sampai ke level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya
memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak
dapat mematikan virus. 3
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan menunjukkan
gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung selama
2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan membaik
dengan atau tanpa pengobatan.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang
berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan
penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula perjalanannya
lambat (non-progessor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun,
demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis,
infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.
Pada akhirnya, akan menunjukkan gejala klinik yang makin berat. Hal ini
berarti telah masuk ke tahap AIDS. Terjadinya gejala-gejala AIDS biasanya didahului
oleh akselerasi penurunan jumlah limfosit CD4. Perubahan ini diikuti oleh gejala klinis
menghilangnya gejala limfadenopati generalisata yang disebabkan hilangnya
kemampuan respon imun seluler untuk melawan turnover HIV dalam kelenjar limfe.3
Secara ringkas, perjalanan alamiah penyakit HIV/AIDS dikaitkan dengan
hubungan antara jumlah RNA virus dalam plasma dan jumlah limfosit CD4+.
Gambaran perjalanan alamiah infeksi HIV. Dalam periode infeksi primer, HIV
menyebar luas di dalam tubuh; menyebabkan deplesi sel T CD4 yang terlihat pada
pemeriksaan darah tepi. Reaksi imun terjadi sebagai respon terhadap HIV, ditandai
dengan penurunan viremia. Selanjutnya terjadi periode laten dan penurunan jumlah sel
T CD4 terus terjadi hingga mencapai di bawah batas kritis yang akan memungkinkan
terjadinya infeksi oportunistik.3
Definisi Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi oleh organisme yang biasanya
tidak menyebabkan penyakit tetapi pada keadaan tertentu (misal: gangguan sistem
imun) menjadi patogenik. Dalam tubuh kita membawa banyak organisme seperti
bakteri, parasit, jamur, dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan
kuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau obat
tertentu, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan masalah
kesehatan. Infeksi oportunistik HIV yang paling sering Hampir semua penyakit dapat
menjadi IO pada penderita HIV jika sistem imun mulai lemah. Berikut ini adalah IO
pada HIV yang paling sering.
2. Kronik
Kandidiasis Atropik Kronik
Disebut juga denture stomatitis, denture-sore mouth. Gambaran
khas berupa eritema kronis dan edema di sebagian palatum di bawah
prostesis maksilaris. Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh pemakai
gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi
tidur
Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior
lidah ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior
dan sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis dengan
daerah tidak berpapila
3. Keilitis Angularis
Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut
mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi
tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut. Keilitis
angularis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia
defisiensi besi.
Diagnosis
Menemukan pseudohifa pada kultur rongga mulut dengan pemberian KOH
10%
Pengobatan:
- Oral thrush: clotrimazole 10 mg tablet hisap atau nistatin
- Esophageal candidiasis: fluconazole (100-200mg/dL) atau itraconazole
(200mg/dl), caspofungin, micafungin, amfotericin B (sebagai alternatif)
Diagnosis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis ensefalitis CMV :
1. Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal.
2. Elektroensefalografi (EEG)
Hasil EEG yang abnormal, kemungkinan adalah suatu ensefalitis, tetapi hasil
EEG yang normal tidak bisa menyingkirkan diagnosis ensefalitis.
3. CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari timbulnya
gejala bukan karena abscess otak, stroke, atau kelainan struktural (tumor,
hematoma, aneurisma) Jika diduga suatu ensefalitis, CT Scan / MRI ini
dikerjakan sebelum pungsi lumbal untuk mengetahui adanya peningkatan
intrakranial.
4. Biopsi otak
Penatalaksanaan
Pengobatan ensefalitis sitomegalovirus pada pasien dengan AIDS
membutuhkan obat khusus terhadap CMV dan pemulihan fungsi kekebalan melalui
penggunaan terapi anti retroviral (ART). Untuk virus CMV nya dapat diberikan
asiklovir (5mg/kgBB 2 kali sehari parenteral selama 14-21 hari, selanjutnya
5mg/kgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4>100 sel/ml). Sedangkan pengobatan
kausatif dapat diberikan diazepam 10-20 mg iv untuk mengatasi kejang, dan dapat pula
diberikan manitol 20% untuk anti udem serebri.
Definisi
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) atau yang saat ini dikenal dengan
Pneumocystis jirovecii pneumonia merupakan infeksi oportunistik tersering pada
pasien HIV terutama pada pasien dengan CD4 < 200.
Gejala
Pada pasien dengan HIV atau pasien dengan kandidiasis orofaring yang dicurigai HIV,
bila terdapat keluhan demam, sesak, dan/atau bantuk yang tidak produktif perlu
dicurigai adanya PCP. Gejala PCP biasanya ringan dan memberat dalam hitungan hari
hingga minggu. Namun sekitar 7% pasien dengan PCP tidak bergejala.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak spesifik, pasien dapat menunjukan gejala distress
pernapasan seperti takipneu, takikardia, dan sianosis. Pada auskultasi paru mungkin
terdapat krepitasi saat inspirasi hingga tidak ditemukan kelainan berarti pada kasus
ringan. Pada kasus berat dapat terjadi hipoksia
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks dapat menunjukkan pola interstitial bilateral yang homogen serta
diffuse dapat juga disertai dengan pneumotoraks spontan. Pada PCP, yang paling
berperan adalah gambaran CT scan dimana hasilnya ditemukan gambaran ground-
glass appearance (crazy paving) dengan distribusi tidak merata. Gambaran ground-
glass appearance lebih dominan pada daerah perihiler. Pada keadaan lebih lanjut akan
ditemukan septal lines dengan atau tanpa intralobular lines superimposed pada
ground-glass appearance serta konsolidasi.
Pneumocstis carinii pneumonia tidak dapat dikultur. Diagnosis definitifnya adalah
dengan menemukan organisme pada histopatologi sputum yang berasal dari induksi
atau BAL.
Terapi
PCP ringan-sedang (PaO2 > 70 mmHg : Trimetroprim oral 15-20 mg/kg/hari –
sulfametoksazole oral 75 – 100 mg/kg/hari (TMX-SMX) dibagi menjadi 3 atau 4 dosis
PCP sedang-berat (PaO2 < 70 mmHg : Trimetroprim IV 15-20 mg/kg/hari –
sulfametoksazole IV 75 – 100 mg/kg/hari (TMX-SMX) dibagi menjadi 3 atau 4 dosis
Pada HIV, respon terapi muncul lebih lama, tapi harus terjadi dalam 8 hari pertama.
Bila hal tersebut tidak terjadi, maka perlu dicari
Menurut sebuah sutdi di Eropa yang melibatkan 487 wanita HIV positif yang
terdiri dari 276 wanita dengan HSV positif, menunjukkan prevalensi antibodi HSV
tinggi dan gejala infeksi HIV minimal. Gejala meningkat seiring dengan penurunan
hitung CD4. HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual pada kelompok HIV dalam
penelitian ini. 25
Berdasarkan ISTC, pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita
imunosupresi berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam
waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada meningitis TB.
Untuk semua pasien HIV dan TB, terlepas hasil hitung CD4, terapi ARV harus
dimulai dalam waktu 8 minggu semenjak awal pengobatan TB. Pasien dengan infeksi
TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain. Pasien
dengan infeksi HIV yang telah dievaluasi tidak memiliki TB aktif harus diobati
sebagai infeksi TB laten dengan isoniazid selama setidaknya 6 bulan.17
.
BAB III
KESIMPULAN
HIV (Human Immuno Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
Immuno Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan
tubuh terhadap serangan penyakit dari luar. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS
seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan
tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai
6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prevalency HIV in Indonesia. Unaids.org. (2018). Indonesia. [online]
Available at: http://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia
[Accessed 27 Sep. 2018].
18. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing; 2009.
19. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbit
Media Aesculapius FKUI.
20. Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2013. Malaria. Available
at: https://www.cdc.gov/malaria/resources/pdf/treatmenttable.pdf )
21. Kementrian Kesehatan RI. Epidemiologi malaria di Indonesia. 2011.
22. World Health Organization (WHO). Herpes Simplex Virus. 2017. Available
at: http://www.who.int/news room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus
23. Darrell Hoi-San Tan, Kellie Murphy,Prakesh Shah, Sharon Lynn Walmsley.
Herpes simplex virus type 2 and HIV disease progression: a systematic
review of observational studies. 2013. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3819722/
24. BHB van B, J spaargaren, J A R vanden H, J Merks, R Coutinho et all.
Prevalence and risk Factors of HSV-1 and HSV-2 antibodies in European HIV
infected women. 2001. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1744291/
25. Irna Sufiawati, Sunardhi Widyaputra, and Tony S. Djajakusumah.
Seroprevalence of Herpes Simplex virus types 1 and 2 and their association
with CD4 count among HIV-positive patients. 2012. Available
from:https://www.researchgate.net/publication/307842282_Seropreva
lence_of_Herpes_Simplex_virus_types_1_and_2_and_their_association_wit
h_CD4_count_among_HIV-positive_patients