Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN KIMIA, UJI RIVALTA SECARA MAKROSKOPIS DAN


MIKROSKOPIS PADA CAIRAN PLEURA

Dosen Pengampu
Ayunil Hisbiyah.S.Si.M.Si

Disusun Oleh :

1. Primastri Surya Afandi (15010101010)


2. Tami Al Riyanti (15010102013)
3. Yesi Eka Nur Kumala Dewi (15010102015)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA


SIDOARJO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi
cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,
hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe),
piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila
berisi udara (Somantri, 2009).
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-
macam, terutama karena infeksi tuberculosis atau non tuberculosis,
keganasan, trauma dan lain-lain. Efusi pleura merupakan salah satu
kelainan yang menganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah
diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau
komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat cairan berlebihan dirongga pleura, jika kondisi ini
dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Muttaqin, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi
pleura di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah
kanker paru, sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap
tahunnya. Efusi pleura suatu disase entity dan merupakan suatu gejala
penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat
kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru .Efusi pleura
menempati urutan ke empat distribus 10 penyakit terbanyik setelah
kanker paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang dengan prevalensi
9,14% ( Alsagaf, 2010)
Berdasarkan data yang dilaporkan Depatemen Kesehatan tahun
2006 menyebutkan di Indonesia kasus efusi pleura 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas dengan Case Fatality Rate (CFR) 1, Sedangkan
Sulawesi Selatan dilaporkan kejadian efusi pleura 16 % dari penderita
infeksi saluran napas.Tingginya kasus efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini
sehingga menghambat aktifitas sehari-hari dan kematian akibat efusi
pleura masih sering ditemukan.4,5. (Irwadi, 2009)
Oleh karena ada peningkatan jumlah penderita maka menjadi
masalah kusus untuk kita semua, terutama bagi dunia keperawatan
karena efusi pleura masih menjadi masalah kesehatan yang tinggi,
sehingga masalah kesehatan ini harus segera ditangani dengan
serius.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini adalah :
1. Bagaimana Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan teknik
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik pada cairan pleura ?
2. Bagaimana Mahasiswa dapat mengetahui adanya penyebab
efusi,gejala klinik pada pemeriksaan cairan pleura?
3. Bagaimana Mahasiswa dapat menentukan jenis cairan yang
diperiksa pada pemeriksaan cairan pleura?
4. Bagaimana Mahasiswa dapat menentukan kadar protein pada
pemeriksaan cairan pleura?
5. Bagaimana Mahasiswa dapat menhitung jumlah sel leukosit dalam
cairan pleura dan mengetahui bahwa sampel tersebut transudat
atau eksudat?
6. Bagaimana Mahasiswa dapat menentukan jenis radang dan jenis
cairan dari pemeriksaan cairan pleura ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik pada cairan pleura
2. Mahasiswa dapat mengetahui adanya penyebab efusi,gejala klinik
pada pemeriksaan cairan pleura
3. Mahasiswa dapat menentukan jenis cairan yang diperiksa pada
pemeriksaan cairan pleura
4. Mahasiswa dapat menentukan kadar protein pada pemeriksaan
cairan pleura
5. Mahasiswa dapat menghitung jumlah sel leukosit dalam cairan
pleura dan mengetahui bahwa sampel tersebut transudat atau
eksudat.
6. Mahasiswa dapat menentukan jenis radang dan jenis cairan dari
pemeriksaan cairan pleura.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi cairan pleura dan Efusi Pleura


Cairan pleura adalah cairan dalam rongga pleura dalam paru
paru.Fungsiya sebagai pelumas.Normalnya cairan pleura sangat sedikit
jumlahnya hampir tidak bisa diukur volumenya. Karena kondisi patologis,
caiaran jumlahnya meningkat sehingga dapat dianalisa dan akan berupa
transudat atau eksudat (Price, 2005).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura.Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan
pus atau darah.Efusi pleura bukanlah suatu penyakit melainkan
manifestasi dari berbagai macam penyakit.Dalam keadaan normal cairan
masuk ke dalam rongga pleura dari kapilerkapiler di pleura parietal dan
diserap melalui pembuluh limfe yang berada di pleura viseral.Cairan juga
bisa masuk ke rongga pleura melalui rongga intersisial paru melalui pleura
viseral atau dari rongga peritonium melalui celah sempit yang ada di
diafragma.Berdasarkan jenis cairannya efusi pleura dibagi menjadi efusi
pleura transudat dan efusi pleura eksudat.Efusi pleura transudat terjadi
apabila faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan, sedangkan efusi pleura eksudat terjadi apabila faktor
lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan.Dari
keduanya, efusi pleura eksudat lebih sering ditemukan, dan penyebab
utama efusi pleura eksudat adalah infeksi bakteri, infeksi jamur, infeksi
virus, keganasan dan emboli paru. Di Indonesia TB adalah penyebab
utama efusi pleura, diikuti oleh keganasan (Gandasoebrata, 2010).
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu.Nyeri bisa
timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri
tumpul.Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi
percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura4. Penatalaksanaan efusi
pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis,
Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis (Muttaqin, 2008).
Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan
gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietalis dan visceralis
tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura visceral atau sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi
kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus
keganasan di paru atau organ luar paru 1,2 (Somantri, 2009)
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi
transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada
gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli
pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan
pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti
parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur,
pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses
imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus Eritematous),
pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi (Alsaqaf, 2010)

2.2 Jenis Eksudat


Eksudat memiliki 5 jenis yaitu eksudat non seluler; (a) Eksudat
serosa pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan
dan zat-zat yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat
nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada
dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah
yang permiable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang
menyertainya. Contoh eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan
luka melepuh. (b) Eksudat fibrinosa merupakan jenis eksudat nonseluler
yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang
dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang
mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang
berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali lebih dikenal sebagai
tulang belakang bekuan darah).Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas
permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana
fibrin diendapkan dipadatkan menjadi lapisan kasar diatas membran yang
terserang. Jika lapisan fibrin sudah berkumpul di permukaan serosa,sering
akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran atas permukaan yang satu
dengan yang lain. Contoh pada penderita pleuritis akan merasa sakit
sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu mengambil nafas.
(c) Eksudat musinosa (Eksudat kataral) merupakan jenis eksudat ini
hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel
yang dapat mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan
eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi set bukan dari bahan
yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan sifat normal
membran mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses
dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang paling dikenal dan sederhana
adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan bagian atas. (d)
Eksudat Seluler (Eksudat netrofilik), eksudat yang mungkin paling sering
dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil
polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian
cairan dan protein kurang mendapat perhatian.Eksudat neutrofil semacam
ini disebut purulen.Eksudat purulen sangat sering terbentuk akibat infeksi
bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar
biasa tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan
membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat disekitarnya.Dalam
keadaan ini enzim-enzim hidrolisis neutrofil secara harafiah mencernakan
jaringan dibawahnya dan mencairkannya.Kombinasi agregasi netrofil dan
pencairan jaringan-jaringan di bawahnya ini disebut suppuratif,ataulebih
sering disebut pus/nanah. (e) Eksudat Campuran sering terjadi campuran
eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai
dengan campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari
fibrin dan neutrofil polimorfonuklear, eksudat mukopurulen, yang terdiri
dari musin dan neutrofil, eksudat serofibrinosa dan sebagainya.
Ciri-ciri eksudat spesifik :
Warna (karakteristik purulen = putih kuning, hemoragis = merah,
dsb)
Kejernihan keruh
Berat jenis => 1,018 (1,018 1,030)
Ada bekuan, atau membeku dalam jangka waktu cepat
Bau tidak khas. Infeksi kuman anaerob / E.coli : bau busuk
Protein > 3 gr % (tes rivalta positif)
Glukosa << plasma
Lemak mungkin positif (infeksi tuberculosis)
Jumlah lekosit : 500 40.000 / mm3
Jenis sel :> polinuklear
Bakteri sering (+++) (Bahar, 2001).

2.3 TRANSUDAT
Transudat mempunyai kecenderungan reseidif jika faktor penyebab
tidak dihilangkan.
Menurut lokalisasinya, transudat disebut dengan istilah :
- Hidrotoraks
- Hidroperikardium
- Hidroperitoneum
- Hidroarrosis
Ciri-ciri transudat spesifik :
Warna agak kekuningan
Kejernihahan : jernih
Berat jenis <1,018 (1,006 1,015)
Tak ada bekuan, atau membeku lambat / dalam jangka waktu lama
Bau tidak khas
Protein < 2,5 gr % (tes rivalta negative)
Glukosa = plasma
Lemak : negative (kecuali bila chylous +)
Jumlah lekosit :<500 mm3
Jenis sel :> mononuclear
Bakteri negative atau jarang (+) (Bahar, 2001).

2.4. Etiologi cairan pleura


Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan. diantara sel iga ke dalam rongga dada di
bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana
untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis
sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk.Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior
dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru 1,4,7,8 (Irwadi, 2009)
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne).Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan.Dan adanya kebocoran aneurisma
aorta.Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema.Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena
amuba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat 1
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan
adanya infeksi akut, sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan
adanya infark paru, biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel
mesotel maligna biasanya pada mesotelioma, sel besar dengan banyak
inti pada arthritis rheumatoid dan sel L.E pada lupus eritematosus sistemik
(Muttaqin, 2008)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
a. Pemeriksaan Makroskopis
Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah gelas ukur, refraktometri,
pipet tetes, tabung reaksi, dan gelas beaker 100mL.Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini ialah cairan pleura.
b. Pemeriksaan Mikroskopis
Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah pipet thoma leukoist,
kamar hitung, objek glass kamar hitung, mikroskop, objek glass, cover glass,
sentrifuge, dan tabung sentrifuge. Bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah cairan pleura, larutan truk, pengencel NaOH 0,9%, metanol 96%, larutan
giemsa / wright (10mg), dan larutan buffer fosfat,
c. Pemeriksaan Kimia ( Metode Rivalta dan Metode Esbach )
Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah gelas bekel 100ml, pipet
pasteur, refraktometer, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah cairan pleura, aquades,dan asam asetat glasial.
3.2 Prosedur Kerja
1. Pemeriksaan Makroskopis
a. Volume

Volume
- Dituang cairan ke dalam gelas ukur
- Dilihat volume cairan yang terlihat pada gelas ukur (meniskus bawah)

Hasil

b. Warna dan Kejernihan

Volume

- Di tuang cairan ke dalam tabung reaksi


- Diamati warna dan kejernihan cairan secara visual dengan latar
belakang cahaya

Hasil
c. Bau

Volume

- Dituang cairan ke dalam suatu wadah terbuka


- Didekatkan ke arah hidung dan kibaskan tangan ke arah hidung

Hasil

d. Berat Jenis

Volume

- Dikalibrasi alat dengan aquades hingga BJ 1.000


- Dibersihkan lensa dengan tissue (searah)
- Diteteskan 1 tetes urine pada lensa
- Dibaca skala pada cahaya terang, garis BJ pada bagian kiri lensa
- Diputar mikrometer untuk memperjelas angka yang terlihat setelah
selesai dibersihkan dengan tissue

Hasil

e. Pemeriksaan Kimia (Uji Rivalta)

Volume

- Dimasukkan 100mL aquades ke dalam gelas ukur


- Ditambahkan 1 tetes asam asetat glasial kemudian aduk dengan
batang pengaduk
- Ditambahkan 1 tetes cairan yang di periksa dengan jarak 1cm
dari atas permukaan cairan
- Diamati tetesan tersebut bercampur dan bereaksi dengan cairan
yang mengandung asam asetat

Hasil
f. Pemeriksaan Protein

Volume

- Ditetapkan terlebih dahulu berat jenis cairan pleura


- Jika berat jenis cairan 1,010, maka lakukan pengenceran 5-10
kali dan jika berat jenis cairan kurang 1,010, maka lakukan
pengenceran 20 kali
- Ditentukan berat jenis cairan yang telah diencerkan
- Dilakukan penetapan menurut Esbach dengan cairan yang telah
diencerkan tersebut. Dalam memperhitungkan hasil terakhir

Hasil

2. Pemeriksaan Mikrokopis
a. Hitung Jumlah Sel Leukosit

Volume

- Diisap sampel dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5


- Dihapus kelebihan sampel diujung pipet dengan tissue
- Dimasukkan pipet kedalam larutan turk sambil menahan
sampel pada garis tanda tadi. Pipet dipegang dengan sudut 45
- Diisap larutan turk sampai tanda 11
- Dikocok pipet selama 15-30 detik
- Diletakkan kamar hitung yang bersih dengan kaca penutupnya
terpasang mendatar diatas meja
- Dikocok pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus menerus,
jangan sampai ada cairan terbuang dari dalam pipet sewaktu
mengocok
- Dibuang cairan yang ada dibatang kapiler pipet (3 atau 4
tetes). Segera sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30 pada
permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca
penutup
- Dibiarkan kamar hitung selama 2-3 menit supaya leukositnya
mengendap
- Digunakan lensa objektif 10x
- Dihitung semua leukositnya dalam 4 bidang besar yang ada
pada sudut-sudut
- Sel yang menyinggung garis batas kiri dan batas atas boleh
dihitung, sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan
dan garis bawah tidak boleh dihitung

Hasil

b. Membuat sediaan Apus

Volume

- Disiapkan kaca objek yang bersih, kering, dan bebas lemak


- Diletakkan diatas meja
- Diteteskan satu tetes cairan pleura yang telah disentrifugasi
pada sebelah kanan kaca objek
- Diambil cover glass dengan tangan kanan dan letakkan di
sebelah kiri tetesan cairan pleura tersebut
- Digeser cover glass ke kanan, setelah cairan menyebar geser
ke arah kiri dengan satu gerakan yang cepat sehingga terbentuk
hapusan yang tipis
- Diusahakan sudut anatara kaca objek dengan cover glass
antara 30 dan 45. Jangan menekan kaca penggeser ke bawah
- Dibiarkan sediaan keringan di udara
- Dipulas sediaan dengan Giemsa atau Wright

Hasil
c. Mengecat Sediaan Apus dengan Giemsa

Volume

- Diletakkan sediaan yang telah kering di atas bak


pengecatan dengan apusan cairan pleura berada diatas
- Diteteskan Metanol sampai memenuhi seluruh hapusan,
biarkan selama 5 menit
- Dituang kelebihan metanol dari kaca kedalam bak
pengecatan
- Diteteskan larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan
larutan penyangga. Jumlah tetesan larutan Giemsa
sebanyak jumlah metanol tersebut
- Dibiarkan selama 20 menit
- Dibilas dengan aquades
- Diletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan biarkan
mengering diudara

Hasil

c. Mengecat Sediaan Apus dengan Wright

Volume
- Diletakkan sediaan yang telah kering diatas bak
pengecatan dengan apusan cairan pleura berada diatas
- Diteteskan 20 tetes larutan Wright (untuk sediaan diatas
kaca penutup 5 tetes)
- Dibiarkan selama 2 menit
- Diteteskan larutan penyangga pH 6,4 sejumlah sama
dengan tetesan Wright dan dibiarkan selama 5 menit
sampai 12 menit
- Disiram sediaan tersebut dengan aquades, pertama
siram dengan pelan-pelan (untuk membuang zat warna
yang terapung diatas)
- Disiram dengan cepat untuk membersihkan sediaan
tersebut dari kotoran
- Diletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan biarkan
mengering di udara
- Dihitung jenis sel leukosit dibawah mikroskop

Hasil
BAB IV
DATA HASIL PERCOBAAN

4.1 Data Hasil Percobaan


1. Pemeriksaan Makroskopik
Identitas Pasien
Kode Sampel : A2
Umur : 55 tahun
Tanggal Pemeriksaan : 22 Maret 2017
No Parameter Hasil Keterangan
1. Volume 1,4 -
2. Warna Kuning Transudat
3. Jernih Jernih Transudat
4. Bau Bau Khas (Luka) Eksudat
5. Berat Jenis 1,070 Eksudat
6. Bekuan Tidak beku Transudat
7. pH 9 Transudat

Identitas Pasien
Kode Sampel : B2
Umur : 50 tahun
Tanggal Pemeriksaan : 22 Maret 2017
No Parameter Hasil Keterangan
1. Volume 1,6 -
2. Warna Merah Eksudat
3. Jernih Keruh Eksudat
4. Bau Bau darah (amis) Eksudat
5. Berat Jenis 1,070 Eksudat
6. Bekuan Tidak beku Transudat
7. pH 10 Transudat
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Identitas pasien
o Kode Sampel : A1
o Umur : 30 tahun
o Tanggal Pemeriksaan : 29 Maret 2017
a. Hitung Jumlah Sel Leukosit
Lapang pandang ke 1 Lapang pandang 2
1 1 1 3 1 0 1 0
0 1 1 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 1 0 1 0 0

Total = 10 Total = 5

Lapang pandang ke 3 Lapang pandang ke 4

1 0 0 0 1 1 0 0
0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 1 1 1
0 0 0 1 0 0 0 0

Total = 2 Total :6
Total keseluruhan : 23
Perhitungan :
1 1
. . 23. .20 23 10 20
0,1
N= = = = 1150
4 4
b. Hitung Jenis Sel leukosit
Leukosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
Neutrofil Batang 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2%
Neutrofil Segmen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
Eosinofil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
Limfosit 3 3 1 2 1 1 1 1 1 1 14%
Monosit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
Basofil 2 0 0 0 1 0 1 0 2 0 0%
Total persentase hitung jenis leukosit :
- Neutrofil : 2% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Limfosit : 14% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Basofil : 2% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Sampel A1 merupakan Transudat

Identitas pasien
o Kode Sampel : B1
o Umur : 45 tahun
o Tanggal pemeriksaan : 29 Maret 2017
a. Hitung Jumlah Leukosit
Lapang Pandang 1 Lapang Pandang 2

1 0 1 0 0 1 0 0
1 0 0 0 0 1 0 0
1 1 0 0 1 2 10 1
1 1 1 1 0 0 0 0

Total = 8 Total = 6

Lapang Pandang 3 Lapang Pandang 4


1 1 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 1 0 1 0
2 0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0 0

Total = 7 Total = 2
Total keseluruhan : 23
Perhitungan :
1 1
. . 23. .20 23 10 20
0,1
N= = = = 1150
4 4

b. Hitung Jenis Sel leukosit


Leukosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
Neutrofil 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 4%
Batang
Neutrofil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
Segmen
Eosinofil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
Limfosit 3 5 3 4 5 5 7 6 3 8 49%
Monosit 4 0 0 3 5 1 4 0 0 0 16%
Basofil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%

Total persentase hitung jenis leukosit :


- Neutrofil : 4% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Limfosit : 49% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Monosit : 16% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Sampel B1 merupakan Eksudat
Pemeriksaan cadangan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan
warna dan kejernihan cairan pleura :
Sampel A1: berwarna merah dan agak keruh (eksudat)
Sampel B1: berwarna merah dan agak keruh (eksudat)

3. Pemeriksaan Kimia
Identitas pasien
Kode Sampel : A2
Umur : 55 tahun
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017
No Parameter Hasil Keterangan
1 Uji Rivalta Positif lemah Transudat
2 Uji Protein (1,008-1,007) x Transudat
343 = 0,686
gr/protein
Identitas Pasien
Kode Sampel : B2
Umur : 50 tahun
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017
No Parameter Hasil Keterangan
1 Uji Rivalta Positif lemah Transudat
2 Uji Protein (1,008-1,007) x Transudat
343 = 0,686
gr/protein
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Prinsip Percobaan


5.1.1 Pemeriksaan makroskopis
1. Volume
Prinsip: volume transudat-eksudat diukur dengan gelas ukur dan
hasilnya dibaca setinggi miniskus bawah.
2. Warna dan kejernihan
Prinsip : volume transudat- eksudat diukur dengan gelas ukur dan
hasilnya dibaca setinggi miniskus bawah.
3. Bau
Prinsip : cairan dibau dengan indra pencium (hidung).
4. Berat jenis
Prinsip : pemeriksaan berat jenis transudat-eksudat harus segera
dilakukan sebelum terjadinya bekuan. Penetapan ini penting untuk
menentukan jenis cairan. Prinsip penetapan ini yaitu mengukur
berat jenis transudat-eksudat dengan refractometer.
5. Bekuan
Prinsip : bekuan tersusun dari fibrin dan hanya terdapat pada
eksudat prinsip uji yaitu mengamati terjadinya bekuan dan
menerangkan sifat-sifat bekuan tesebut.
5.1.2 pemeriksaan kimia cairan kimia
Uji Rivalta
Metode : Rivalta
Prinsip : seremusin yang terdapat dalam eksudat dan tidak terdapat
dalam transudate akan bereaksi dengan asam asetat encer
membentuk kekeruhan yang nyata
- Ditetesan tersebut bercampur dengan larutan asam asetat
tanpa menimbulkan kekeruhan, hasil tes seperti ini adalah
negative
- Tetesan tersebut membentuk kekeruhan yang sangat ringan
berupa kabut halus, hasil tes seperti ini adalah positif lemah
- Tetesan tersebut membentuk kekeruhan yang nyata seperti
kabut tebal atau dapat berupa satu presipitat putih, hasil tes
seperti ini adalah positif kuat.
Uji protein
metode : Esbach
Prinsip : penentuan kadar protein berdasarkan berat jenis cairan
pleura.
5.1.3 Pemeriksaan Mikroskopis
Hitung jumlah sel
Metode: -
Prinsip : cairan pleura di encerkan dalam pipet thoma leukosit,
kemudian di masukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah leukosit
dihitung dalam volume tertentu menggunakan faktor konversi
sehingga jumlah leukosit per mikro liter dapat diperhitungkan
Hitung Jenis Sel Leukosit
Metode : Hapusan
Prinsip :setetes cairan pleura dibuat hapusan pada kaca objek,
kemudian dicat dan dilihat dibawah mikroskop

5.2. Analisa prosedur

Pemeriksaan makroskopis cairan pleura


Berdasarkan pada pemeriksaan makroskopis cairan pleura dapat
dilakukan berbagai uji yaitu uji volume,bau,warna,berat jenis dan
bekuan .sedangkan pada uji volume dengan cara dituang cairan ke
dalam gelas ukur lalu dilihat volume cairan yang terlihat pada gelas ukur
(meniskus) . uji volume dari cairan pleura, untuk mengetahui tingkat
keparahan kerusakan yang terjadi.
Selanjutnya uji warna dan kejernihan cairan pleura dilakukan
dengan cara dituang cairan kedalam tabung reaksi kemudian diamati
warna dan kejernihan cairan secara visual dengan latar belakang
cahaya. Pada uji warna dan kejernihan dilakukan untuk membedakan
warna dari jenis efusi pleura transudat atau eksudat.
Berikutnya pada pemeriksaan bau dapat dilakukan dengan cara
dituang cairan kedalam suatu wadah terbuka kemudian didekatkan
kearah hidung dan dikibaskan tangan kearah hidung. Pada uji bau dari
cairan pleura ,dilakukan untuk membedakan jenis efusi pleura, yakni
transudat atau eksudat.
Selanjutnya pada pemeriksaan berat jenis cairan pleura dapat
dilakukan dengan cara dikalibrasi alat dengan aquades hingga BJ 1.000
lalu dibersihkan lensa dengan tisu (searah) dengan ini untuk
membersihkan aquades pada refraktometer ,kemudian diteteskan 1 tetes
cairan pleura pada refraktometer lalu dibaca skala pada cahaya terang,
garis BJ pada bagian kiri lensa dan diputar mikrometer untuk
memperjelas angka yang terlihat, setelan selesai bersihkan dengan tisu.
Pada pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis pada
cairan pleura termasuk transudate atau eksudat. Berikutnya uji bekuan
dengan cara dituangkan cairan kedalam tabung reaksi kemudian
terjadinya bekuan dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping,sangat
halus).
Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Pemeriksaan kimia memiliki dua metode yaitu uji Rivalta dan uji
protein ,sedangkan pada uji Rivalta dapat dilakuan dimasukkan dengan
cara dimasukkan 100 mL aquades ke dalam gelas beaker lalu
ditambahkan 1 tetes asam asetat glasial sedangkan fungsi penambahan
asam asetat yaitu adanya seremusin pada cairan eksudat transudat
dapat menimbulkan kekeruhan pada larutan. kemudian diaduk dengan
batang pengaduk dan ditambahkan 1 tetes cairan yang diperiksa dengan
jarak 1 cm untuk mengetahui adanya reaksi antara larutan asam dengan
cairan pleura dan diamati dari atas permukaan cairan dari latar belakang
hitam kemudian di amati tetesan tersebut yang bercampur dan bereaksi
dengan cairan. Pada pemeriksaan ini untuk melihat adanya kekeruhan
atau tidak terjadinya kekeruhan pada cairan pleura.
Berikutnya uji protein dengan cara ditetapkan berat jenis cairan
pleura lalu diencerkan cairan bila berat jenisnya 1.000 dilakukan 1-5 kali
bila berat jenis 1.010 maka diencerkan 20 kali kemudian ditentukan BJ
yang telah ditentukan lalu dilakukan penetapan menurut esbach dengan
cairan yang telah di encerkan dengan perhitungan Hal tersebut dilakukan
bertujuan untuk memudahkan perhitungan dengan penetapan menurut
Esbach. Dangan rumus
(Berat Jenis 1,007) x 343 = . . . . . gr protein/100ml
(Kurniawan, 2014)
Pemeriksaan mikroskopis cairan pleura
Pemeriksaan lanjutan dari cairan pleura adalah mengisi pipet
leukosit, mengisi kamar hitung, menhitung jumlah leukosit, membuat
sediaan apus, mengecat sediaan apusan dengan larutan giemsa dan
mengecat sediaan apusan dengan larutan wright. Sedangkan hal
pertama yang harus dilakukan ialah mengisi pipet leukosit dengan cara
di siapkan sampel dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5 lalu dihapus
kelebihan sampel diujung pipet dengan tisu kemudian dimasukkan pipet
kedalam larutan turk/NacL 0,9% sedangkan larutan turk ialah untuk
pengencer darah pada saat penghitungan sel darah putih. komposisi
larutan turk terdiri dari larutan gentian violet 1% dalam 1 mL air, asam
asetat glacial 1 mL, dan 100 mL aquadest.sambil menahan sampel pada
garis tanda tersebut,pipet dipegang dengan suhu 45 lalu diisap larutan
larutan turk/NaCL 0.9% sampai tanda 11 kemudian di kocok pipet
selama 15-30 detik jika tidak segera akan dihitung dan diletakkan pipet
secara horizontal. Hitung jumlah leukosit dilakukan untuk mengetahui
banyaknya leukosit pada cairan pleura yang mengindikasikan cairan
tersebut eksudat ataupun transudat.
Berikutnya mengisi kamar hitung pada cairan pleura dengan cara
diletakkan kamar hitung yang bersih dengan kaca penutup terpasang
mendatar di atas meja lalu dikocok pipet yang diisi tadi selama 3 menit
terus-menerus jangan sampai ada cairan terbuang dari dalam pipet
sewaktu mengocok kemudian dibuang cairan yang ada di batang kapiler
pipet 3 atau 4 tetes segera disentukan ujung pipet dengan sudut 30
pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca
penutup lalu dibiarkan kamar hitung selama 2-3 menit supaya leukosit
mengendap selanjutnya menghitung jumlah leukosit dengan cara di
gunakan lensa obyektif 10x lalu dihitung semua leukosit dalam 4 bidang
besar yang ada pada sudut-sudut dan sel yang menyinggung garis batas
kiri dan batas atas boleh dihitung sedangkan sel yang menyinggung
garis batas kanan dan garis bawah tidak boleh dihitung.
Selanjutnya pada hitung jenis sel laukositPemeriksaan tersebut
dilakukan untuk mengetahui jenis sel leukosit dalam cairan pleura
sehingga dapat ditentukan jenis cairan tersebut (eksudat /
transudat).Sedangkan pada uji hitung jenis sel leukosit memiliki tiga cara
diantara lain membuat sediaan apus,mengecat sediaan apus dengan
giemsa,dan mengecat sediaan apus dengan wright. Sedangkan pada
membuat sedian apus yang memiliki tujuan adalah untuk memudahkan
pengematan bentuk morfologi jenis leukosit dan dapat dibedakan antara
jenis yang satu dengan yang lain.cara yang harus dilakukan ialah
disiapkan kaca objek yang bersih dan bebas lemak dan letakkan diatas
meja lalu diteteskan satu tetes cairan pleura yang telah di sentrifugasi
pada sebelah kanan kaca objek dan diambil cover glass dengan tangan
kanan dan letakkan di sebelah kiri tetesan cairan pleura kemudian geser
cover glass ke kanan setelah cairan menyebar geser kea rah kiri dengan
satu gerakan yang cepat sehingga terbentuk hapusan yang tipis dan
diusahakan sudut antara kaca objek dengan cover glass antara 30 dan
45 jangan menekan kaca penggeser ke bawah lalu biarkan sediaan
keringan di udara kemudian dipulas sediaan dengan giemsa atau wright.
Berikutnya Pemeriksaan jenis sel leukosit pada sampel A1
dilakukan dengan pewarnaan cat giemsa. Pada pengecatan sediaan
apus dengan giemsa dengan cara di letakkan sediaan yang telah kering
di atas bak pengecatan dengan apusan cairan pleura berada diatas lalu
diteteskan methanol yang bertujuan untuk memfiksasi apusan cairan
pleura dan dilakukan hanya dalam waktu 5 menit sebab, terlalu lama
waktu fiksasi akan menyebabkan rusaknya sel sel didalam cairan
pleura. Apabila kelebihan metanol dari kaca ke dalam bak pengecatan
lalu diteteskan larutan giemsa yang telah diencerkan dengan larutan
penyangga jumlah tetesan larutan giemsa sebayak jumlah tetesan
larutan giemsa yang berfungsi untuk memberikan warna pada sel sel
cairan pleura sehingga dapat dibedakan dan dibiarkan selama 20 menit
agar larutan cat Giemsa dapat merasuk kedalam sel.dengan banyaknya
jumlah metanol dan dibiarkan selama 20 menit lalu dibilas dengan
aquades dan diletakkan sediaan dalam sikap vertical dan dibiarkan
mengering di udara.Pemeriksaan jenis sel leukosit pada sampel B2
dilakukan dengan pewarnaan cat Wright. selanjutnya pengecatan
sediaan apusan dengan wright dengan cara diletakkan sediaan yang
telah kering di atas bak pengecat dengan apusan cairan pleura berada
diatas kemudian diteteskan 20 tetes larutan wright yang bertujuan untuk
mewarnai sediaan apus cairan pleura dan untuk sediaan di atas kaca
penutup 5 tetes dan dibiarkan selama 2 menit lalu diteteskan larutan
penyangga yang berfungsi Penambahan larutan penyangga bertujuan
untuk menjaga konsistensi bentuk sel pada cairan pleura sehingga tidak
rusak dan mudah saat pengamatan dengan ph 6,4 sejumlah sama
dengan tetesan wright dan dibiarkan selama 5 sampai 12 menit yang
tujuannya agar cat Wright dalam meresap kedalam sel sel cairan
pleura sehingga untuk memudahkan saat pengamatan. lalu disiramkan
pada sediaan tersebut dengan aquades pertama disiram dengan pelan-
pelan untuk membuang zat warna yang terapung di atas kemudian
disiram dengan cepat untuk membersikan sediaan tersebut dari kotoran
kemudian diletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan dibiarkan
mongering di udara lalu dihitung jenis sel leukosit di bawah mikroskop.

5.3 Analisa Hasil


5.3.1 Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa pemeriksaan
volume pada cairan pleura sampel A2 didapatkan volume 1,4mL
sedangkan pada sampel B2 didapatkan 1,6mL. Menurut Price, (2005)
menyatakan bahwa nilai normal dari cairan efusi pleura ialah 10-20 cc.
Akan tetapi cairan pleura yang di pakai pada saat praktikum memiliki
volume sedikit yang mungkin disebabkan karena cairan tersebut
sebelumnya telah dipakai untuk pemeriksaan langsung. Pleura
merupakan membran serosa yang membatasi rongga pleura secara
embriogenik dan berasal dari jaringan selom intraembrionik yang terdiri
dari pleura viseral dan pleura parietal(Somantri, 2009). Dalam jumlah
tertentu cairan pleura memiliki fungsi untuk memungkinkan pergerakan
kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi, keseimbangan ini
diatur melalui mekanisme hukum Starling dan penyaliran limfatik pleura.
Pada efusi pleura merupakan akumulasi abnormal cairan dalam ruang
pleura yang dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau
penurunan penyerapan yang dapat mengalami efusi akibat penyakit
yang mengganggu keseimbangan cairan pleura. Menurut Kurniawan,
(2014) bahwa efusi pleura ini salah satu manifestasi paling umum dari
penyakit pleura dengan etiologi mulai dari gangguan cardiopulmonary,
penyakit inflamasi atau keganasan yang memerlukan evaluasi
pengobatan yang mendesak. Sekitar 1,5 juta efusi pleura didiagnosis di
Amerika Serikat setiap tahun.
Pemeriksaan makroskopis yang selanjutnya ialah pada uji warna
dan kejernihan cairan pleura, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengamati ada atau tidaknya kelainan pada cairan pleura dari warna
dan kejernihannya. Pada sampel A2 didapatkan warna kuning jernih
yang dinyatakan sebagai transudat sedangkan pada sampel B2
didapatkan hasil warna merah keruh dan dinyatakan sebagai eksudat
menurut nilai rujukannya bahwa terdapat eritrosit didalamnya. Hal ini
berdasarkan literatur menurut Hermayanti, (2013) menyatakan bahwa
normalnya cairan pleura ialah bening dan jernih. Kekeruhan disebabkan
oleh keberadaan dan kuantitas pada jumlah sel, leukosit dapat
menyebabkan kekeruhan mulai tingkat berat seperti bubur sedangkan
pada eritrosit menyebabkan kekeruhan yang berwarna kemerah-
merahan. Jika pada cairan efusi pleura transudat biasanya ditandai
dengan warna kuning muda jernih sedangkan jika pada cairan efusi
pleura eksudat memiliki ciri dengan cairan yang agak keruh tergantung
pada penyebab dan berat peradangan seperti kuning yang dikarenakan
adanya bilirubin, warna merah disebabkan adanya darah, putih
kekuningan disebabkan karena adanya pus jika putih susu dikarenakan
adanya kilus sedangkan biru hijau disebabkan oleh adanya B.
pyocianeus.
Pada hasil pemeriksaan makroskopis bau yang telah dilakukan
pada sampel A2 didapatkan hasil bau seperti nanah (pus) dan pada
sampel B2 didapatkan hasil bau amis seperti darah dalam percobaan
pembauan dengan hidung. Hal ini berdasarkan literatur menurut Halim,
(2001) menyatakan bahwa normalnya cairan pleura ialah tidak berbau,
begitupun dengan transudat maupun eksudat juga tidak memiliki bau
yang khas terkecuali jika pada protein tersebut telah terjadi pembusukan
dan adanya infeksi oleh bakteri E.coli yang menyebabkan bau busuk
pada cairan pleura tersebut atau bau seperti tinja yang disebabkan oleh
kuman anaerob seperti Escherichia coli.
Hasil pemeriksaan makroskopis pada berat jenis cairan pleura
didapatkan hasil 1,079 pada sampel A2 dan pada sampel B2 didapatkan
1,070 berdasarkan nilai rujukan bahwa pada kedua sampel tersebut
dinyatakan sebagai eksudat, akan tetapi hasil yang didapat dari
pemeriksaan berat jenis tidaklah sesuai dengan nilai rujukan yang telah
di tetapkan yaitu berat jenis transudat <1,018 (1,006 sampai 1,015) dan
pada eksudat memiliki berat jenis >1,018 (1,018 sampai 1,030). Ketidak
sesuaian ini mungkin bisa disebabkan sampel yang diperiksa tidak
diperoleh langsung pada saat pengambilan sehingga cairan tersebut
telah menjadi bekuan, sehingga hal ini bisa mempengaruhi tingginya
berat jenis. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Bahar, (2001)
menyatakan bahwa berat jenis pada cairan efusi pleura harus segera
dilakukan dan dapat ditentukan dengan urino meter (bila volume cairan <
25 mL) bila cairan sedikit maka gunakan refraktometer perhatikan
kemungkinan terjadinya bekuan yang bisa bersifat halus atau berkeping-
keping dibentuk oleh fibrin yang terdapat dalam cairan tersebut.
Transudat jarang terjadi bekuan atau lambat terjadi sedangkan eksudat
cepat terjadi bekuan kecuali bila fibrin telah dirusak oleh bakteri atau
emzim sel misalnya pada proses purulent untuk menghindari bekuan
maka diberi 1mL laruran Na Citrat 20% untuk 100 mL (Alsaqaf, 2010).
Hasil pemeriksaan makroskopis bekuan yang telah dilakukan
didapatkan hasil pada sampel A2 ialah tidak adanya bekuan yang
dinyatakan transudat sedangkan pada sampel B2 juga tidak terdapat
bekuan yang dinyatakan transudat. Menurut literatur Gandasoebrata,
(2010) menyatakan bahwa bekuan terbentuk dan tersusun karena
adanya fibrin didalam cairan efusi pleura yang hanya didapatkan pada
cairan eksudat, namun biasanya cairan transudat tidak terdapat bekuan
didalamnya sedangkan pada eksudat terdapat bekuan yang dinyatakan
sebagai renggang, berkeping, sangat halus dan lainnya.
Hasil pada pemeriksaan makroskopis pH yang telah dilakukan
didapatkan memiliki pH sebesar 9 pada sampel A2 dan sampel B2
memiliki pH sebesar 10. Hal ini sesuai dengan nilai rujukan literatur.
Menurut Kurniawan, (2014) menyatakan bahwa pH cairan pleura
transudat sebesar > 7.13 sedangkan pH cairan pleura eksudat sebesar <
7.13. Maka, dikarenakan adanya perombakan dan metabolisme bakteri
yang cenderung bersifat asam. Berdasarkan kedua sampel tersebut
pada nilai rujukan dinyatakan sebagai transudat.

5.3.2 Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura


Berdasarkan pemeriksaan kimia cairan pleura melakukan 2 metode
yaitu Metode Uji Rivalta dan Metode Esbach. Hasil Pemeriksaan Metode
Uji Rivalta pada kedua sampel yaitu sampel A2 dan sampel B2
menunjukkan positif lemah, karena terdapat kekeruhan berupa kabut
halus dan dinyatakan sebagai transudat. Menurut Hermayanti, (2013)
menunjukkan interpretasi hasil uji rivalta dibagi menjadi 3 kemungkinan
yaitu :
- Bila terjadi kekeruhan, saat tetesan telah tercampur oleh asam
asetat maka dinyatakan negative
- Bila menimbulkan kekeruhan ringan seperti kabut halus setelah
melakukan tetesan tersebut maka dinyatakan positif lemah (
transudat)
- Bila menimbulkan kekeruhan nyata seperti kabut atau timbul
precipitat putih setelah melakukan tetesan pada asam asetat. Maka
dinyatakan positif (eksudat).
Selanjutnya pemeriksaan cairan pleura dengan metode Esbach. Hasil
pemeriksaan cairan pleura dengan sampel A2 sebanyak 0,343 gr
protein/ml. Sedangkan pada sampel B2 didapatkan sebanyak 0,343 gr
protein/ml. Menurut Price, (2005) ialah pada menentukan kadar protein
dalam cairan rongga tubuh dapat membedakan antara transudat dan
eksudat. Protein dalam transudat hanya fibrinogen saja dengan kadar
fibrinogen rendah sebesar 3-4 gr/dl, sedangkan kadar protein eksudat
sebesar 4-6 gr/dl. Jadi, pada pemeriksaan cairan pleura dengan metode
Esbach dinyatakan sebagai transudat, karena kadar protein saat
pengujian dibawah 3-4 gr/dl.

5.3.3. Pemeriksaan Mikroskopis


Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini melakukan
sampel yang berbeda dengan pemeriksaan makroskopis juga
pemeriksaan kimia, yaitu sampel A1 dan B1, karena sampel didapat dan
tanggal pengambilannya tidak sama. Pemeriksaan mikroskopis ini
mempunyai dua cara yaitu hitung jumlah sel leukosit dan hitung jenis sel
leukosit.
Hasil pada pemeriksaan mikroskopis dengan cara hitung jumlah sel
leukosit dengan sampel A1 dan B1 menunjukkan hasil yang sama yaitu
sebesar 1150 sel/ul. Kedua sampel tersebut melakukan perhitungan yang
menyebabkan cairan bersifat tidak purulen. Menurut Irwadi,(2009) bahwa
cairan pleura yang memiliki cairan jernih atau agak keruh saja, dan
bersifat purulen. Maka tidak perlu melakukan perhitungan jumlah sel. Sel
yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel berinti lain, misalnya
sel mesotel, sel plasma). Sel eritrosit tidak dihitung, karena tidak
bermakna. Cairan pleura bersifat transudat ini mengandung sebesar <
500 sel/ul sel leukosit. Sedangkan pada cairan pleura yang bersifat
eksudat mengandung > 500 sel/ul. Jadi, pada kedua sampel tersebut
bersifat eksudat.
Setelah itu, hasil pada pemeriksaan mikroskopis dengan cara hitung
jenis jumlah sel leukosit dengan sampel A1 didapatkan neutrofil 2% (sel
leukosit PMN/segmen), limfosit 14% (sel leukosit mononukleat), dan
basofil 4% (sel leukosit PMN/segmen). Sedangkan pada sampel B1
didapatkan neutrofil 4% (sel leukosit PMN/segmen), limfosit 49% (sel
leukosit mononukleat), dan monosit 16% (sel leukosit mononukleat).
Menurut Gandasoebrata, (2010) bahwa hitung jenis leukosit ini bersifat
membedakan antara limfosit dan segmen sel leukosit lainnya. Hitung jenis
leukosit ini dengan nilainilai limfosit lebih besar dari 85% dari jumlah sel
berinti menunjukkan TB, limfoma, sarkoidosis, radang selaput dada
arthritis kronis, sindrom kuku kuning, atau chylothorax. Nilai limfosit pleura
50-70% dari sel-sel berinti menunjukkan keganasan. Perbandingan
terhadap banyak sel dalam golongan limfosit dan sel polimorfonuklear
memberikan ke arah radang yang disebabkan menjadi eksudat.
Sedangkan hasil yang bersifat transudat dengan ditemukan golongan
limfosit dan sel polimorfonuklear, menurut literatur oleh Hermayanti,
(2013) bisa diagnosa penyakit pada cairan pleura yaitu :
1. Sel neutrofil : disebakan adanya infeksi akut
2. Sel limfosit : disebakan adanya infeksi kronik
3. Sel mesotel : bila terjadi jumlah yang meningkat
menyebabkan infeksi paru dan ditemukan banyak sel eritrosit
4. Sel mesotel maligna : disebakan mesotelima
5. Sel-sel besar terdapat banyak inti : disebakan arthritis rheumatoid
6. Sel L.E : disebakan lupus eritematosussistemik

.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan


makroskopis, pemeriksaan kimia dan pemeriksaan mikroskopis cairan
pleura dapat disimpulkan :
1.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu


Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press Anonim.
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta:
Dian Rakyat Agung.
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Hermayanti, Diah. 2013. Analisa Cairan Pleura. Diunduh dari
http://id.scribd.com/doc/43384299/Cairan-Pleura diakses pada 13
Agustus 2013 pk 15.00 WIB.
Irwadi, Sulina, Hardjoeno, 2009. Efusi Pleura. Jakarta : Erlangga.
Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik :Praktikum Analis Kesehatan.
Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis ProsesProses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai